Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Masampere: A Creative Process in Sangihe Community Post Zending Tukang Latuni, Glenie; Utomo, Udi
The Journal of Educational Development Vol 6 No 3 (2018): October 2018
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jed.v6i3.25396

Abstract

This paper aims to explain the creative process of Masampere music post Zending Tukang from Germany in Sangihe in the late 20th century which influenced the singing culture of the Sangihe community. Using the concept of qualitative research based on a multidisciplinary approach complemented by the concepts of history, anthropology, sociology, and ethnomusicology, this study was used to solve problems through observation, interviews, and literature review and Masampere singing analysis in the community. The arrival of Zending Tukang in Sangihe aims to carry out evangelism through planting a lifestyle in the style of Pietism Calvinism so that the people of Sangihe can get out of traditional lifestyles into creative communities. Evangelism began with the establishment of a school (working stendent) called the Gunung school in Manganitu. Learning at the school was free, all students were trained to farm, work, sew, raise livestock, and trade by selling their work. Music is also the main subject in this school. Meistersinger German-style vocal music is applied by E.T. Steller with the concept of the rhythm pattern of proonos prootos in accapela singing. In addition, church schools also train students to sing. After that, a singing competition with awards and prizes was offered in the race. As a result, a form of singing art emerged with a new style in Sangihe, which was singing a choir in an acclaimed manner with the style of matunjuke, masampere, and mebawalase which the community called Masampere music.
Masampere: A Creative Process in Sangihe Community Post Zending Tukang Latuni, Glenie; Utomo, Udi
The Journal of Educational Development Vol 6 No 3 (2018): October 2018
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jed.v6i3.25396

Abstract

This paper aims to explain the creative process of Masampere music post Zending Tukang from Germany in Sangihe in the late 20th century which influenced the singing culture of the Sangihe community. Using the concept of qualitative research based on a multidisciplinary approach complemented by the concepts of history, anthropology, sociology, and ethnomusicology, this study was used to solve problems through observation, interviews, and literature review and Masampere singing analysis in the community. The arrival of Zending Tukang in Sangihe aims to carry out evangelism through planting a lifestyle in the style of Pietism Calvinism so that the people of Sangihe can get out of traditional lifestyles into creative communities. Evangelism began with the establishment of a school (working stendent) called the Gunung school in Manganitu. Learning at the school was free, all students were trained to farm, work, sew, raise livestock, and trade by selling their work. Music is also the main subject in this school. Meistersinger German-style vocal music is applied by E.T. Steller with the concept of the rhythm pattern of proonos prootos in accapela singing. In addition, church schools also train students to sing. After that, a singing competition with awards and prizes was offered in the race. As a result, a form of singing art emerged with a new style in Sangihe, which was singing a choir in an acclaimed manner with the style of matunjuke, masampere, and mebawalase which the community called Masampere music.
STRUKTUR MUSIK LAGU-LAGU KOES PLUS DAN PENGARUHNYA TERHADAP POPULARITAS DAN KELESTARIANNYA Rini Apsari Nender; Perry Rumengan; Glenie Latuni
KOMPETENSI Vol. 1 No. 01 (2021): KOMPETENSI: Jurnal Ilmiah Bahasa dan Seni
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (312.926 KB) | DOI: 10.36582/kompetensi.v1i01.1803

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan struktur musik dalam lagu-lagu Koes Plus yang menjadi alasan mengapa lagu-lagu Koes Plus masih bertahan hingga sekarang. Teori yang digunakan yaitu teori musikologi oleh Perry Rumengan dan teori psikologi oleh Andrew Ho. Berdasarkan teori tersebut, maka jenis penelitian yang digunakan yaitu jenis penelitian kualitatif melalui studi pustaka. Penelitian menggunakan literatur-literatur berupa buku, jurnal dan artikel serta partitur-partitur yang akan dianalisa struktur musikalnya. Berdasarkan data penelitian dapat disimpulkan bahwa elemen-elemen musik yang diteliti dalam lagu-lagu Koes Plus antara lain ritme, harmoni, form, teknik, style, dan dinamika. Adapun lagu-lagu Koes Plus memiliki elemen-elemen musik yang sederhana dan mudah diingat. Selain itu, lagu-lagu Koes Plus memiliki lirik yang sederhana, mudah dihafal dan sesuai dengan kehidupan sehari-hari.
PENGARUH LIVE MUSIC TERHADAP DAYA TARIK PENGUNJUNG DI 1 MILLION COFFEE SHOP Amelia Rey; Glenie Latuni; Lucylle M Takalumang
KOMPETENSI Vol. 1 No. 02 (2021): KOMPETENSI: Jurnal Ilmiah Bahasa dan Seni
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (256.737 KB) | DOI: 10.36582/kompetensi.v1i02.1848

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh live music terhadap daya tarik pengunjung di 1 Million Coffee Shop Tondano dan seberapa besar pengaruhnya. Untuk mencapai tujuan dipergunakan alat pengambilan data berupa kuesioner dan digunakan metode kuantitatif untuk mempermudah penghitungan dan untuk menganalisis data, menguji hipotesis dan mengetahui seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan digunakan analisis korelasi sederhana dari Pearson dan diolah secara kualitatif.Berdasarkan analisis, dicapai kesimpulan yaitu terdapat pengaruh yang signifikan antara live music dengan daya tarik pengunjung di 1 Million Coffee Shop Tondano. Hal ini ditunjukan oleh nilai koefisien korelasinya sebesar 0,933 dengan taraf signifikan 5% sehingga hipotesis yang menyatakan adanyapengaruh yang signifikan antara live music terhadap daya tarik pengunjung di 1 Million Coffee Shop Tondano diterima. Sedangkan besarnya pengaruh yang ditimbulkan karena live music terhadap daya tarik pengunjung adalah sebesar 87% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor yang lain.
PENGARUH MUSIK BAGI TINGKAT KESENANGAN PENUMPANG MIKROLET TUMINTING PASAR 45 Glenie Latuni; Meyny Kaunang; Anggi Moonik
KOMPETENSI Vol. 1 No. 09 (2021): KOMPETENSI : Jurnal Imiah Bahasa dan Seni
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (105.408 KB) | DOI: 10.36582/kompetensi.v1i09.2896

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah musik itu mempengaruhi penumpang pada mikrolet tuminting pasar 45 Manado. Penelitian ini menggunakan teori musikologi. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui dan mengidetifikasi hasil penelitian yang akan dilakukan di lapangan, berkaitan dengan pandangan masyarakat tentang pengaruh musik terhadap penumpang. Data-data yang dikumpulkan melalui wawancara, pengambilan foto/gambar, dengan data-data tertulis. Hampir semua mikrolet di Manado diperlengkapi sound system yang mewah dan lengkap, seperti sebuah studio musik berjalan.Hal tersebut dilakukan untuk memberikan kenyamanan pada penumpang agar mereka tertarik untuk naik di mikrolet mereka. Penumpang kota biasanya selektif memilih mikro, mereka menunggu mikro yang terlihat indah dan mewah. Menurut penumpang, pemberian musik di kendaraan mikrolet sangat bagus karena mereka merasa nyaman dan senang ketika mendengarkan musik disaat melakukan perjalanan ke tempat tujuan. penumpang yang masih mudah atau umurnya di bawah 30an lebih menyukai musik pop terkini yang sedang tren, musik hip-hop atau rap, musik RnB dan ada juga beberapa yang menyukai musik instrumen. Dan mereka yang umurnya di atas 30an lebih menyukai musik pop dan musik instrumen. Mereka yang masih muda, masih sekolah atau umurnya dibawa 30an merasa senang ketika mendengarkan musik pop yang lagi tren, musik hip-hop atau rap dan musik RnB, ketika mendengarkan musik-musik tersebut mereka bernyanyi mengikuti liriknya sampai selesai, ada juga yang merasa sangat senang sehingga bernyanyi sambil berjoged, dan mereka yang umurnya di atas 30an tidak merasa senang ketika mendengarkan musik-musik tersebut malahan merasa terganggu, mereka lebih menyukai musik pop yang dibawa tahun 2000an kebawa dan musik instrumental, ketika mereka mendengarkan musik tersebut mereka bernostalgia sampai ada yang merasa kembali di masa lalu. Dan mereka yang umurnya 50an keatas mengatakan tidak suka mendengarkan musik dengan suara volume yang terlalu kuat karena getaran suaranya membuat pendengaran menjadi tertanggu, efek dari getaran membuat jantung terganggu, berkomunikasi dengan penumpang lain menjadi terganggu dan juga pada saat menelfon menjadi terganggu.
JUMBURE KALENGGIHANG SEBAGAI PEMUSIK DAN PEMBUAT MUSIK LIDE Zifra Anggriny Kroma; Glenie Latuni
KOMPETENSI Vol. 1 No. 10 (2021): KOMPETENSI: Jurnal Ilmiah Bahasa dan Seni
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (450.455 KB) | DOI: 10.36582/kompetensi.v1i10.3580

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui bagaimana proses perjalanan hidup Jumbure Kalenggihang dan upaya yang dilakukan oleh Jumbure Kalenggihang dalam mempertahankan Musik Lide. Jumbure Kalenggihang adalah seorang pemusik sekaligus pembuat musik di desa Manumpitaeng Kecamatan Manganitu Kabupaten Kepulauan Sangihe. Musik ini terdiri dari 5 jenis alat musik yaitu Arababu, Bansi, Sasesaheng, Salude, Oli. Keahlian memainkan alat musik lide. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif bersifat deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi baik dalam pengambilan gambar, video, rekaman, melakukan observasi penelitian, wawancara dengan Jumbure Kalenggihang. Dari hasil penelitian di dapati bahwa Jumbure Kalenggihang merupakan anak bungsu dari dua bersaudara yakni dari pasangan Katarangang Kalenggihang dan Opure Hormati. Jumbure Kalenggihang adalah keturunan ketiga pemain dan pembuat musik lide. proses pengambilan bahan baku dilakukan pada saat bulang matualage (bulan terang). Bahan baku pembuatan musik lide adalah tabadi (bambu Jawa), kalaeng sina (bambu cina), timbelang (bambu nasi lembu), nibong (kulit luat batang pohon enau), kawulu (batok kelapa), uee (rotan), ginto (rotan tikus), pisi tabadi (kulit rebung Jawa), hote (serat pisang abaca), dan goro lima (karet gelang)
Style Masamper Grup Bernike Viadolorosa Hadakele, Lindongan III, Kampung Lapango, Kecamatan Manganitu Selatan, Kabupaten Kepulauan Sangihe Glenie Latuni; Chrisno Jonrit Irvan Damasing; R.A. Dinar Sri Hartati
Clef : Jurnal Musik dan Pendidikan Musik Vol. 3 No. 1 (2022)
Publisher : Program Studi Pendidikan Musik Gereja IAKN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (128.794 KB) | DOI: 10.51667/cjmpm.v3i1.854

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk mengungkap dan menjelaskan struktur musik Masamper dan penerapan style dalam Masamper. Dalam hal ini yang menjadi objek penelitian adalah Grup Masamper Bernike Viadolorosa Hadakele. Beberapa ciri khas Masamper seperti Menimpale dan Mehantage digarap sedemikian rupa oleh pelatif Masamper sehingga style musik Masamper yang diterapkan oleh pelatih pada grup Bernike Viadolorosa Hadakele terasa berbeda dengan style Masamper pada umumnya. Berdasarkan hal-hal tersebut diperlukan pendekatan musikologi pada style dan teknik dalam vokal Masamper. Adapun teori yang digunakan dalam tulisan ini yakni teori dari Perry Rumengan tentang Style. Metode penelitian kali ini bersifat kualitatif untuk memperoleh jawaban sedetail mungkin mengenai style Masamper Bernike Viadolorosa Hadakele. Hasil Penelitian ini menyatakan bahwa karakteristik atau ciri khas dari nyanyian Masamper khususnya dalam grup Bernike Viadolorosa Hadakele dipengaruhi oleh kreatifitas pelatih melalui pemberdayaan elemen atau struktur musik Masamper dengan kreativitas dari pelatih membentuk style musik Masamper yang khas dari grup Bernike Viadolorosa Hadakele.
UPAYA PENINGKATAN PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DALAM MASA PANDEMI DI SMA KATOLIK KARITAS Vijay Liwe; Meyny Kaunang; Glenie Latuni
KOMPETENSI Vol. 2 No. 8 (2022): KOMPETENSI: Jurnal Ilmiah Bahasa dan Seni
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana SMA Katolik Caritas Tomohon meningkatkan pembelajaran seni budaya selama masa pandemi. Teknik yang digunakan bersifat kualitatif dan deskriptif. Observasi dan wawancara digunakan untuk pengumpulan data. Temuan penelitian ini menyiratkan bahwa proses pembelajaran harus terus berlanjut sepanjang epidemi. Dalam konteks Covid-19, penerapan pembelajaran daring dengan kurikulum mandiri menjadi jalan tengah untuk mengamankan hak-hak masyarakat Indonesia. Selama wabah di SMA Katolik Caritas Tomohon, kualitas pembelajaran memburuk ketika kurikulum dipelajari sendiri dan bukan di kelas. Hal ini disebabkan mahasiswa dan instruktur seni budaya belum terbiasa dengan pembelajaran daring sehingga memerlukan pelatihan tambahan dan adaptasi. Dimana kurikulum mandiri dirancang dengan memperhatikan kondisi peserta didik dan lembaga pendidikan di daerahnya masing-masing karena keterbatasan waktu dan fasilitas yang tersedia, guru seni budaya harus melakukan upaya penyederhanaan KI/KD, memodifikasi RPP, dan mendorong fleksibilitas belajar. . Pembelajaran online, seperti buku teks PDF, modul, pembelajaran video dan audio, harus disiapkan dan dikirimkan kepada siswa sebelum sesi video conference agar proses pembelajaran dapat berjalan lebih efisien. Pendidik seni budaya juga menggunakan metodologi Blended learning. dan mendorong fleksibilitas belajar. Pembelajaran online, seperti buku teks PDF, modul, pembelajaran video dan audio, harus disiapkan dan dikirimkan kepada siswa sebelum sesi video conference agar proses pembelajaran dapat berjalan lebih efisien. Pendidik seni budaya juga menggunakan metodologi Blended learning. dan mendorong fleksibilitas belajar. Pembelajaran online, seperti buku teks PDF, modul, pembelajaran video dan audio, harus disiapkan dan dikirimkan kepada siswa sebelum sesi video conference agar proses pembelajaran dapat berjalan lebih efisien. Pendidik seni budaya juga menggunakan metodologi Blended learning.
Proses Kreatifitas dalam Penciptaan Musik Masamper (Tinjauan Kualitatif Pengalaman Pencipta Masamper, Samuel Takatelide) Latuni, Glenie; Rumengan, Perry
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : CV. Ridwan Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (216.306 KB) | DOI: 10.36418/syntax-literate.v6i5.2727

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menyingkap latar kreativitas lahirnya Musik Masamper dalam masyarakat dengan merefleksi pengalaman seorang pencipta dan musisi Samuel Takatelide kreator musik Masamper. Dengan metode Kualitatif dan teknik wawancara, serta observasi data-data ini dikumpulkan. Paradigma Pendidikan menjadi dasar pendekatan penelitian ini. Analisis terhadap individu pencipta, hasil karya, proses penciptaan, serta faktor pendorong pencipta pada masyarakat sekitar pencipta menjadi objek kajian peneliti dalam membedah latar kehidupan Penciptanya. Samuel Takatelide dipilih sebagai respondend sekaligus objek peneltiian dengan dasar pemahaman akan besarnya kontribusinya dalam penciptaan dan popularitas eksistensi Masamper di Indonesia. Hasil yang didapati bahwa kreatifitas dihasilkan melalui suatu proses melalui pendidikan di rumah tangga (Pendidikan Informal), pendidikan di sekolah (pendidikan formal), dan pendidikan di masyarakat, (pendidikan non formal). Yang paling menonjol adalah proses keterlibatan musikal melalui kehidupan di rumah tangga, aktifitas Seni di Gereja, Sanggar Seni, serta dorongan pencipta untuk mengikuti berbagai kegiatan lomba dari Pemerintah dan Gereja.
Kolintang Symbolic Construction of The Union Odd Numbers (Three) in Socio-cultural Meaning of Minahasa Community Glenie Latuni; Jultje Rattu; Ambrose Loho; Sam Saroinsong; Marlyn Windewani
Gondang: Jurnal Seni dan Budaya Vol 7, No 1 (2023): GONDANG: JURNAL SENI DAN BUDAYA, JUNI 2023
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gondang.v7i1.47595

Abstract

This research examines the construction of Kolintang through the symbol of the number Three in the socio-cultural life system of the Minahasa people, whose embodiment in Kolintang music. A qualitative method through a historical approach in social and anthropological writing is used in this research. The data sourcewas obtained from field observations for approximately three years in Lembean Village, namely Nine taranak or Minamerot.Interviews and recordings do well; researchers are also active in direct observation. The research found that the number one is a transcendent and intangible symbol, the God of the Minahasa people Empung, WailanWangko, EmpungRenga-Rengan, God is Glorious, God is Great. The number one does not appear in the form of kolintang but is unifying. The number three is seen in the three forms of the Minahasa grandmothers Karema, Lumimuut, and Toar; also in the three Minahasa leaders, Tunduan/Tonaas, Wadian/Walian, and Teterusan. It is seen in the three first descendants of Minahasa, namely the Tombulu, Toutewoh, and Tounsawang sub-ethnicity. This symbolisation can be seen in the construction of Kolintang instruments using three wooden sticks (Teken) singing Tatembaken, the use of three-wood Kolintang in Waleposan, and traditional modes/scales such as (1 - 2 - 3) as well as the use of three wood in modern Kolintang Music Accompaniment called Wooden Kolintang Music Ensemble (AMKK). In conclusion, the construction of Kolintang music is a form of symbolisation of the Unification of the number three in the social and cultural life of the Minahasa people.