Nur Surya Wirawan
Departemen Anestesiologi, Perawatan Intensif, Dan Manajemen Nyeri, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin - Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Indonesia

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Perbandingan antara Pregabalin 50 mg dengan 75 mg terhadap Derajat Nyeri dan Rescue Analgesia Pascabedah Seksio Sesarea Muh. Wirawan Harahap; Syafruddin Gaus; Muh. Ramli Ahmad; Alamsyah Husein; Nur Surya Wirawan
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 5 No 2 (2022): Juli
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v5i2.96

Abstract

Latar Belakang: Nyeri pascabedah yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan konsekuensi fisiologis dan psikologis pada wanita yang menjalani seksio sesarea (SC). Pregabalin menjadi pilihan preventif analgesia untuk mengurangi nyeri neuropatik, inflamasi, iritasi jaringan, dan nyeri pascabedah SC.Tujuan: membandingkan efek pemberian pregabalin 50 mg dengan 75 mg kombinasi parasetamol 1 g terhadap skor numerical rating scale (NRS) dan rescue analgesia SC. Subjek dan Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan uji klinis acak tersamar ganda. Sampel terdiri atas 2 kelompok yakni P1 (kelompok yang mendapatkan pregabalin 50 mg/oral dan parasetamol 1 g intravena 1 jam prabedah) dan P2 (kelompok yang mendapatkan pregabalin 75 mg/oral dan parasetamol 1 g intravena 1 jam prabedah) dengan jumlah sampel masing-masing 15 orang. Data dianalisis menggunakan uji statistik Mann Whitney dengan tingkat kemaknaan α=0,05. Hasil: NRS diam dan gerak pada jam ke 2, 4, 6 dan 12 pascabedah SC pada kelompok P2 lebih rendah dibandingkan kelompok P1 dengan nilai p<0,05. Kelompok P1 lebih banyak mendapatkan rescue analgesia dibandingkan kelompok P2 dengan nilai p<0,05.Simpulan: Skor NRS diam, gerak, dan rescue analgesia pada kelompok pregabalin 75 mg kombinasi parasetamol 1 g lebih rendah dibandingkan kelompok pregabalin 50 mg kombinasi parasetamol 1 g pascabedah SC.
Perbandingan antara Bupivakain Loading dose 50% Isobarik 0,5% Epidural Anestesi Unilateral Posisi Lateral Dekubitus Fleksi dengan Ekstensi pada Operasi Ekstremitas Bawah Weni Wahyuni; Syafruddin Gaus; Muhammad Ramli Ahmad; Hisbullah; Nur Surya Wirawan; Madonna Datu
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 40 No 3 (2022): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v40i3.267

Abstract

Latar Belakang: Pada beberapa tahun terakhir bupivakain menjadi semakin populer untuk dipakai pada anestesi epidural. Obat anestetik lokal seperti bupivakain dapat dikombinasikan dengan opiat sebagai adjuvan. Tujuan: Mengetahui perbedaan kerja bupivakain dengan adjuvan pada posisi lateral dekubitus yang berbeda. Metode: Penelitian ini adalah penelitian true experimental dengan pendekatan uji klinis tersamar tunggal. Penelitian ini dilaksanakan di beberapa rumah sakit di Makassar, Indonesia. Pasien yang menjalani operasi ekstremitas bawah diikutkan dalam penelitian dan dibagi ke dalam dua kelompok: kelompok ekstensi dan fleksi. Semua pasien diberikan loading dose 50 % bupivakain isobarik 0,5% dengan adjuvan fentanyl 50 mcg. Hasil: Rerata mula kerja blok sensorik pada posisi ekstensi adalah 19,8±1,03 menit, sedangkan pada posisi fleksi reratanya adalah 20,2±1,13 menit dengan nilai p= 0,436. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa gambaran mula kerja blok sensorik pada kedua kelompok secara statistik tidak bermakna. Perbandingan lama kerja blok sensorik pada posisi fleksi dengan posisi ekstensi didapatkan nilai p = 0,165, yang menyatakan perbedaan yang tidak bermakna. Pada kedua kelompok ditemukan tidak ada perbedaan yang signifikan baik dalam rerata tekanan sistolik (p=0,218), rerata tekanan diastolik (p=0,075), rerata laju jantung (p=0,386), maupun tekanan arteri rerata (p=0,529) Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan pada mula kerja dan lama kerja blok sensorik unilateral serta hemodinamik antara posisi lateral fleksi dengan posisi ekstensi.
Pengaruh Pemberian Lidokain Bolus Intravena dan Kontinu terhadap Intensitas Nyeri, Total Kebutuhan Fentanyl, Kadar Plasma Interleukin-6 Pascabedah Laparatomi Histerektomi dengan Anestesi Spinal Srimulyanto Sardi; Ratnawati; Andi Muhammad Musba; Andi Tanra; Nur Surya Wirawan; Madonna Datu
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 40 No 3 (2022): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Lidokain intravena saat ini digunakan untuk menangani nyeri akut pascabedah. Lidokain merupakan modalitas yang efektif untuk nyeri visceral dan dapat memperbaiki nyeri serta mengurangi ketidaknyamanan pasca operasi, sehingga mempercepat mobilisasi dan lama rawat inap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian lidokain bolus dan kontinu terhadap intensitas nyeri, total kebutuhan fentanyl dan kadar IL-6 pada operasi histerektomi dengan anestesi spinal. Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda dan dilakukan di beberapa rumah sakit di Makassar, Indonesia. Empat puluh enam pasien yang menjalani laparatomi histerektomi dengan anestesi spinal dibagi menjadi dua kelompok: Kelompok A (n=23) menerima lidokain 2% bolus 1,5 mg/kgBB diikuti dengan kontinu 1 mg/kgBB/jam melalui syringe pump selama 24 jam pascabedah dan Kelompok kontrol (n=23) menerima NaCl 0,9% intravena dengan metode yang sama seperti lidokain. Intensitas nyeri melalui numeric rating scale (NRS), total kebutuhan fentanil, dan kadar plasma IL-6 dicatat dalam beberapa waktu pengukuran. Hasil: NRS diam kelompok lidokain lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol pada semua waktu pengukuran (p<0,001) dan NRS gerak kelompok lidokain lebih rendah terutama pada jam ke 6 (p=0,001) dan 12 (p<0,001) pascabedah dibandingkan kelompok kontrol. Total kebutuhan fentanyl 24 jam lebih rendah pada kelompok lidokain (103.04±33.63 vs 421.74±74.32; p <0,001). Tidak ada perbedaan signifikan yang dicatat dalam hal kadar IL-6 dan efek samping antar kelompok (p>0,05). Kesimpulan: Pemberian lidokain bolus intravena dan kontinu efektif menurunkan intensitas nyeri dan total kebutuhan fentanil pascaoperasi, namun tidak signifikan menurunkan kadar plasma IL-6.
Neural Proloterapi Edlin Edlin; Nur Surya Wirawan
Jurnal Prima Medika Sains Vol. 4 No. 2 (2022): Edisi Desember
Publisher : Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Prima Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34012/jpms.v4i2.3162

Abstract

Terapi nyeri dengan injeksi regeneratif merupakan terapi yang mulai berkembang dengan pesat dalam kurun waktu ini. Ilmu pengetahuan dasar dan penelitian klinis terbaru menunjukkan kalau injeksi larutan dekstrosa dapat mengurangi rasa sakit, meningkatkan fungsi keseluruhan dan mengembalikan fungsi jaringan ikat yang rusak kembali menjadi normal. Walaupun mekanisme aksi dekstrosa belum dipahami dengan baik pada tingkat sel, uji klinis telah melaporkan efek klinis positif dibandingkan dengan kontrol injeksi buta. Salah satu teknik regenerasi aktif injeksi yang mulai dilirik para peneliti adalah neural proloterapi (NP). Berbagai penelitian dan laporan kasus mulai bermunculan dan menunjukkan bahwa NP dapat dilakukan baik sebagai penanganan alternatif maupun penanganan utama dalam berbagai kasus penyakit dan berbagai kondisi yang disertai nyeri kronik. Keuntungan utama pendekatan teknik NP selain memerlukan biaya yang murah, tingkat keamanan yang tinggi dan kemudahan teknik juga dapat dipertimbangkan.
Transabdominal Plane Block for Postoperative Pain Management: A Case Series Iwan Setiawan Makmur; Nur Surya Wirawan
Journal of Anesthesiology and Clinical Research Vol. 3 No. 2 (2022): Journal of Anesthesiology and Clinical Research
Publisher : HM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37275/jacr.v3i2.250

Abstract

Introduction: Post-surgery pain is the most common problem found in patients in the treatment room, which can provide patients with emotional experiences that have an impact on the recovery process. This study aims to present a case series of post-operative pain management with transversus abdominis plane (TAP) block and its outcomes. Case presentation: This study was conducted at the Polewali General Hospital, West Sulawesi, Indonesia. There were three patients who participated in this study, namely elective Caesarean section (C-section), emergency C-section and herniorrhaphy. The first patient had adequate analgesia, although the onset of the anesthetic drug worked perfectly two hours after the injection. In the second patient, the patient did not complain of severe pain the day after the transversus abdominis block action. The third patient made an excellent recovery. This patient was not given opioids for post-operative analgesia, only using Dexketoprofen every eight hours intravenously. The next day the patient could be scheduled for outpatient treatment. Conclusion: TAP block is one of the post-operative analgesia techniques that have good analgesia quality, especially when combined with other analgesic drugs in multimodal analgesia techniques.
Quadratus Lumborum Block in Caesarean Section: A Case Report Harsakti Rasyid; Nur Surya Wirawan
Journal of Anesthesiology and Clinical Research Vol. 3 No. 2 (2022): Journal of Anesthesiology and Clinical Research
Publisher : HM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37275/jacr.v3i2.253

Abstract

Introduction: Quadratus lumborum (QLB) block is a posterior abdominal wall block (interfascial plane block) with ultrasound guidance. This study describes the administration of quadratus lumborum block as pain management on C-section. Case presentation: A woman, 31 years old, G2P1A0 post-C-section 4 years ago, is planning to undergo elective C-Section surgery. Vital sign examination within normal limits. The patient was included in the ASA II category. Prior to surgery, the patient was given premedication in the form of omeprazole 40 mg intravenously, paracetamol 1 gram intravenous drip for 15 minutes, and metoclopramide 10 mg intravenously. Quadratus lumborum block was given postoperatively. Postoperative management consisted of ibuprofen 800 mg/8 hour drip for 30 minutes and paracetamol 750 mg/6 hour drip. Conclusion: Pain management with the QLB method reduces postoperative acute pain and recovery. Further studies with a wider population are needed to explore the efficacy and effectiveness of QLB blocks.
Radiofrequency Ablation for Trigeminal Neuralgia Patient: A Case Report Usman; Nur Surya Wirawan
Journal of Anesthesiology and Clinical Research Vol. 3 No. 2 (2022): Journal of Anesthesiology and Clinical Research
Publisher : HM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37275/jacr.v3i2.256

Abstract

Introduction: Radiofrequency ablation is the most commonly used percutaneous procedure to treat trigeminal neuralgia. This therapy is less invasive, safe, and provides immediate results and minimal side effects. This study aims to demonstrate the potential of radiofrequency ablation in the management of trigeminal neuralgia pain. Case presentation: A 64-year-old man with recurrent trigeminal neuralgia was treated with radiofrequency ablation at Hasanuddin University Hospital. The patient had previously received radiofrequency ablation at the same site as now, and the patient was pain-free for up to three years. After the procedure, complaints of pain gradually subsided for two months until the patient felt pain-free. Conclusion: Radiofrequency ablation is a minimally invasive alternative treatment for chronic pain that is not controlled by pharmacotherapy, such as trigeminal neuralgia. Good knowledge of anatomy and imaging techniques is required for successful therapy. In this patient, the radiofrequency ablation procedure was quite successful, characterized by complaints of pain which gradually subsided in two months until the patient felt pain-free.
Neural Prolotherapy in Persistent Post-Surgery Pain: A Case Report Abdul Muttalib; Nur Surya Wirawan
Journal of Anesthesiology and Clinical Research Vol. 4 No. 1 (2023): Journal of Anesthesiology and Clinical Research
Publisher : HM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37275/jacr.v4i2.268

Abstract

Introduction: Persistent postoperative pain is a clinical condition of discomfort (pain) and lasts more than 2 months after surgery without other causes, such as chronic infection or pain due to chronic conditions that occurred before surgery. This study aims to describe PPSP management and its outcomes. Case presentation: A woman, 54 years old, a housewife, came to the hospital with complaints of persistent pain from a surgical scar in the abdominal area. The pain has gotten worse in the last 3 months and sometimes feels like it's spreading to the area around the surgical wound. The pain is felt sharp and hot, spreads to the area around it, and is felt when resting, aggravated by activity experienced 5 months ago since the operation to remove the uterus. The patient was diagnosed with persistent post-surgical pain. Neural prolotherapy is performed on patients with PPSP indications. The drugs used are 5% dextrose solution and 2% lidocaine. Injection of 0.5-1 ml of dextrose was carried out in the area along the surgical scar and its surroundings. After the injection, the patient felt that the pain was reduced (numeric rating scale 1/10). Conclusion: Neural prolotherapy can be used in the management of patients with PPSP complaints. Treatment with neural prolotherapy injection using a mixture of D5% solution and lidocaine has a good prognosis for symptom improvement and relatively minimal complications.