Moh. Zeinudin
Dosen Program Studi Magister Hukum Pascasarjana Universitas Wiraraja

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PENERAPAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER PENDAPATAN DESA Nugroho, Wedianto Adi; Warka, Made; Zeinudin, Moh.
TANJUNGPURA LAW JOURNAL Vol 6, No 1 (2022): VOLUME 6 NUMBER 1, JANUARY 2022
Publisher : Faculty of Law, Tanjungpura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlj.v6i1.47297

Abstract

AbstractThe center of local political power which is grounded with the issuance of Law Number 6 of 2014 concerning Villages which is personified through the Village Head and his apparatus is said to be the Village Government. Through the application of the good governance pattern for the government system, it is very necessary to use the principle of transparency and or the principle of openness as mandated by Article 26 paragraph 4 letter (f) of Law Number 6 of 2014 concerning Villages with Article 24 of Law Number 6 of 2014 concerning Villages. However, these two articles are in conflict The potential for misappropriation of these funds will be more open, namely in the case of corruption so that there is a need for control through the pattern of good governance. The purpose of this paper is to analyze and examine the normative problem of conflicting norms on the principle of transparency and the principle of openness in the pattern of good governance based on e-government which affects the management of village income sources. The research method used is normative research. Then use statute approach and the conceptual approach. The principle of good governance can be used as an embodiment of the concept of transparency and openness which tends to have conflicting norms. This includes the use and obligation in every government system even at the village level to use the e-government pattern in achieving good governance. The management of village income sources carried out by applying the principles of good governance is very relevant to the era of bureaucratic reform which is currently being programmed by the government because it is considered to have many benefits because it is in accordance with e-government policies in the Indonesian government system. AbstrakSentra kekuasaan politik lokal yang dibumikan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang dipersonifikasi melalui Kepala Desa dan perangkatnya dikatakan sebagai Pemerintahan Desa. Melalui penerapan pola good governance bagi sistem pemerintahan maka sangat perlu menggunakan prinsip transparansi dan atau prinsip keterbukaan sebagaimana amanat Pasal 26 ayat 4 huruf (f) Undang - Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dengan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Namun kedua pasal ini mengalami pertentangan. Kekhawatiran ini muncul ketika Kepala Desa dengan segenap kewenangannya dimana salah satunya adalah diberikan kewenangan untuk mengelola sumber keuangan desa untuk mengembangkan sumber pendapatan desa sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 26 ayat (1) Undang–Undang  Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Potensi untuk melakukan penyelewengan terhadap dana tersebut akan semakin terbuka yakni dalam kasus korupsi sehingga perlu adanya kontrol melalui pola good governance. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisis dan mengkaji permasalahan normatif adanya pertentangan norma pada asas transparansi dan asas keterbukaan pada pola pemerintahan yang baik yang berbasis ­e-government yang mempengaruhi terhadap pengelolaan sumber pendapatan desa. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian berjenis normatif. Kemudian menggunakan pendekatan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conseptual approach). Prinsip good governance dapat dijadikan sebagai perwujudan terhadap konsep transparansi dan keterbukaan yang cenderung memiliki pertentangan norma. Melalui prinsip good governance ini, sistem politik dan suasana politik sangat berpengaruh dalam proses penegakan hukum. Termasuk didalamnya yakni penggunaan serta kewajiban dalam setiap sistem pemerintahan bahkan di tingkat desa untuk menggunakan pola e-government dalam mencapai good governance. Pengelolaan sumber pendapatan desa yang dilakukan dengan menerapkan prinsip good governance sangat relevan dengan era reformasi birokrasi yang saat ini sedang diprogramkan oleh pemerintah karena dipandang memiliki banyak manfaat karena sesuai dengan kebijakan e-government dalam sistem pemerintahan Indonesia.
KONSEP PENYERTAAN TINDAK PIDANA DAN PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN BERDASARKAN INTERPRETASI HUKUM Maliyanto Effendi; Moh. Zeinudin; Miftahul Munir
Jurnal ADIL Vol 12, No 2 (2021): DESEMBER 2021
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/ajl.v12i2.2113

Abstract

Perbuatan pidana dalam hal ini adalah penggelapan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang memiliki hubungan kerja dan itu dilakukan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat dengan cara menyesatkan. Sehingga dua frasa tersebut menimbulkan multi tafsir. Yakni melalui modus penggelapan dari apa yang telah berada dalam kekuasaannya. Oleh sebab itu, diantara kedua Pasal ini terjadi Norma Samar (Vague Norm). Metode penelitian hukum ini berjenis yuridis normatif dengan pendekatan masalah perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conseptual approach). Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan. Untuk menganalisis bahan hukum yang diperoleh, akan digunakan metode analisis normatif yakni deskriptif kualitatif melalui penafsiran atau interpretasi hukum. Pasal 55 KUHP tentang penyertaan tindak pidana (Deelneming) dengan Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dengan pemberatan berdasarkan analisis secara penafsiran gramatikal memiliki relevansi yang sangat dekat dengan melihat pada indikator berikut ini yaitu pada frasa “karena ada hubungan kerja” dan “menyalahgunakan kekuasaan atau martabat” yang diartikan sama menurut lazim bahasa secara umum.
REKONTRUKSI HUKUM PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 20013 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN Moh. Zeinudin; Arief Santoso
Jurnal Jendela Hukum Vol 8 No 1 (2021): JENDELA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24929/fh.v8i1.1333

Abstract

Hukum perkawinan beda agama masih terus terjadi, walaupun telah keluar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68 Tahun 2014 yang menolak secara keseluruhan permohonan perkawinan beda agama. Perdebatan akademik juga terus terjadi dalam sejarah politik hukum perkawinan di Indonesia. Bahkan jika dikaji dengan seksama, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UUP) yang merupakan kodifikasi hukum perkawinan nasional yang berlaku di Indonesia juga tidak mengatur perkawinan campuran beda agama. Kondisi pengaturan hukum yang demikian, telah melahirkan beragam penafsiran hukum dan yurisprudensi tentang hukum perkawinan beda agama, baik yang sifatnya mengabulkan, maupun yang menolak permohonan perkawinan beda agama. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa perkawinan beda agama terus terjadi dalam berbagai bentuk praktiknya di Indonesia dengan memanfaatkan celah-celah hukum dan keragaman penafsiran tentang syarat sahnya perkawinan menurut hukum agama sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) UUP. Artikel ini akan mengkaji dinamika pengaturan perkawinan beda agama menurut UUP dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (UU Aminduk).
REKONSTRUKSI HUKUM PERKAWINAN BEDA AGAMA BERBASIS HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Moh. Zeinudin; Oos Ariyanto
Jurnal Jendela Hukum Vol 8 No 2 (2021): JENDELA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24929/fh.v8i2.1575

Abstract

Tidak seperti perkawinan campuran beda kewarganegaraan, perkawinan beda agama ternyata masih belum diatur secara jelas dan tegas dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Kondisi pengaturan yang demikian, berpotensi melanjutkan perdebatan panjang tak pernah usai sepanjang dinamika politik hukum perkawinan di Indonesia. Bahkan hingga saat ini, berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa perkawinan beda agama masih terjadi dalam berbagai bentuk praktiknya di Indonesia dengan memanfaatkan celah-celah hukum dan banyaknya interpretasi tentang boleh tidaknya perkawinan beda agama. Atikel ini ditulis dalam rangka mengkaji persoalan perkawinan beda agama yang berbasis nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM) yang menjamin kepastian hukum, yaitu terpenuhinya hak moral dan hak legal yang menjunjung tinggi martabat kemanusiaan berdasarkan Pancasila dan Konstitusi Negara Indonesia.
PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF KEADILAN BERMARTABAT Moh. Zeinudin; Oos Ariyanto
Jurnal Jendela Hukum Vol 9 No 1 (2022): JENDELA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24929/fh.v9i1.1955

Abstract

Perkawinan beda agama bukanlah suatu fenomena yang baru dan Pengaturan tentang perkawinan beda agama terus menjadi perbincangan hangat di Indonesia bahkan pada saat ini perkawinan beda agama belum jelas dalam undang-undang undang perkawinan pada perubahan undang-undang perkawinan pada tahun 2019 yaitu undang-undang nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang diharapkan adanya suatu pengaturan perkawinan beda agama ternyata setelah diundangkan belum ada aturan yang jelas juga terkait dengan perkawinan beda agama. Karena perkawinan beda agama di Indonesia sudah menjadi fenomena lama sebelum ada perubahan terkait undang-undang perkawinan. Sehingga permasalahan yang akan dikaji bagaimana perkawinan beda agama dalam perspektif keadilan bermartabat. Kajian ini merupakan penelitian yang mengkombinasikan antara penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis yang menggunakan paradigma konstruktivisme. Dalam konteks melakukan penemuan hukum, teori keadilan bermartabat menganut prinsip bahwa secara doktriner, maupun dogmatika hukum, harus ada penemuan hukum yang mengikuti sifat hukum yang selalu progresif di dalam lapisan filsafat hukum, teori hukum, dogmatika hukum serta hukum dan praktik hukum, serta berfungsi untuk menjaga nilai-nilai dan moralitas.
STUDI KOMPARATIF TENTANG ASPEK ONTOLOGI PEMBAGIAN WARIS MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT JAWA Moh. Zeinudin dan Fikri
UNIFIKASI : Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/unifikasi.v3i2.755

Abstract

Abstract In the socio-anthropological study, Islam embraced by the indigenous people of Java were quite influential in many aspects of their lives. Even in reality, has always found a dialogical relationship between Islamic law and customary law Java. In connection of that, this article attempts to examine and analyze the similarities and differences on aspects of ontology division of inheritance according to Islamic law and customary law Java. Despite these similarities, especially in the type and status of the estate but it also found differences in the using and distribution of the estate, class of heirs, as well as part of the child. Key Word: ontology, the division of inheritance, islamic inheritance law, customary law Java. Abstrak Dalam telaah sosio-antropologis, agama Islam yang dianut oleh masyarakat Jawa ternyata cukup berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Bahkan dalam realitas, selalu ditemukan hubungan yang dialogis antara hukum Islam dan hukum adat Jawa. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, artikel ini mencoba untuk mengkaji dan menganalisis persamaan dan perbedaan tentang aspek ontologi pembagian waris menurut hukum Islam dan hukum adat Jawa. Walaupun terjadi kesamaan terutama dalam jenis dan status harta warisan, tetapi ternyata juga ditemukan perbedaan dalam hal pemanfaatan dan pembagian harta waris, golongan ahli waris, serta bagian anak. Kata Kunci: ontologi, pembagian waris, hukum waris Islam, hukum adat Jawa.
Kekerasan Atas Nama Agama dalam Perspektif Islam dan Konstitusi Negara Moh Zeinudin
JURNAL KEISLAMAN TERATEKS Vol 1 No 1 (2016): OKTOBER
Publisher : STAI MIFTAHUL ULUM TARATE PANDIAN SUMENEP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (191.603 KB)

Abstract

Peristiwa kekerasan atas nama agama kerap terjadi di berbagaidaerah di Indonesia. Kenyataan ini sungguh ironis terjadi, pada saat bangsaini telah berkometmen menggulirkan reformasi di segala bidang demi mewujudkankehidupan yang demokratis dan berkeadilan. Betapapun perangkathukum sudah disiapkan untuk mencapai tujuan reformasi, namun dalamkenyataannya keberagamaan yang eksklusif telah memunculkan ektrimismedan anarkisme beragama. Penghakiman yang dilakukan kelompok agamatertentu terhadap kelompok agama lain yang tidak sepaham dan se-alirankerap terjadi dimana-mana. Dalam situasi yang demikian, konstitusi negaradan peran pemerintah sebagai birokrasi negara kembali dipertanyakan keberadaannya.Bertitiktolak dari uraian diatas, maka muncul kritik-kritik ilmiah yangtajam terhadap doktrin agama yang diduga sebagai sumbu utama lahirnyakekerasan atas nama agama. Disamping itu, dialog antar iman dan antarmazhab (aliran) agama dianggap sebagai sebuah keniscayaan yang harus(terus) dilakukan untuk mewujudkan perdamaian, kerukunan hidup beragama,keadilan, dan kebebasan beragama dan berkeyakinan berdasarkankonstitusi yang berlaku di Indonesia.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEMBUAT SERTIFIKAT AKSIN COVID-19 TANPA VAKSINASI Moh. Zeinudin; R. Aj. Nindya Rizky Utamie
Jurnal Jendela Hukum Vol 10 No 1 (2023): JENDELA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wiraraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24929/jjh.v10i1.2951

Abstract

Covid-19 rocked Indonesia in early 2020. In the course of time, Covid-19 has spread to 34 provinces in Indonesia. The member of these cases is increasing every day. Cries of confusion from the people sounded fromall directions. In dealing with this, the Government of Indonesia issued a program that cannot be separated from the pro and con attitudes of the community, namely the vaccination program. Behind this program it turns out that it also gave birth to several “rogue” parties who became the issues of the Covid-19 Vaccine Certificates without going through the vaccination proces either in the form of letters of electronic documents. Some experts have dismissed the issue of this. Things like this are the Government’s homeworks to be throughly investigated and no longer appear in the community.