Kadarudin Kadarudin
Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

KONVENSI HAK ANAK SEBAGAI INSTRUMEN PENANGANAN ANAK-ANAK KORBAN KEKERASAN DAN EKSPLOITASI Iin Karita Sakharina; S.M. Noor; Marcel Hendrapati; Aidir Amin Daud; Abdul Maasba Magassing; Kadarudin Kadarudin
The Juris Vol 2 No 2 (2018): JURNAL ILMU HUKUM : THE JURIS
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/juris.v2i2.38

Abstract

Children as entrusted by God must be guarded and given protection from all kinds of crimes that can happen anytime and anywhere. As a form of con- cern for the international community, several international legal instruments are made both in the form of declarations and conventions which basically regulate the types of children's rights that must be protected by anyone, as well as forms of crimes against children's rights. International instruments on the protection of children's rights as set out in United Nations Resolution No. 44/25 dated November 20, 1989 concerning the Convention on the Rights of the Child.
PERSOALAN HUKUM NELAYAN DAN KELOMPOK NELAYAN DI KABUPATEN TAKALAR Abd. Asis; Slamet Sampurno; Amir Ilyas; Dara Indrawati; Audyna Mayasari Muin; Kadarudin
The Juris Vol 2 No 2 (2018): JURNAL ILMU HUKUM : THE JURIS
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/juris.v2i2.55

Abstract

Geographically, Takalar Regency is mostly surrounded by the ocean and also borders the Makassar Strait, although geographically it is not the same as other regencies such as those in South Sulawesi (for example Selayar Islands Regency) but according to BPS Takalar Regency that sectors that have contributed Takalar's economy is very large, it is still in the agricultural sector, which is 49.94 percent, with the fisheries sub-sector contributing around 36.73 percent, thus the Regional Government of Takalar Regency should pay more attention to the lives of fishermen so that the fishermen do not change professions to jobs that on land.
TINJAUAN HUKUM ATAS BATAS MINIMAL USIA UNTUK MELAKUKAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 16 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Padma D. Liman; Birkah Latif; Nur Azisa; Andi Syahwiah A. Sapiddin; Anhar Aswan; Maria Deriana Rosari Putrina Naha; Kadarudin Kadarudin
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2021): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v5i2.5633

Abstract

Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan junto Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 mengatur bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur bathin/rokhani juga mempunyai peranan yang penting. Salah satu akibat perkawinan yang dapat membentuk keluarga yang bahagia, adalah dengan hadirnya keturunan dalam perkawinan tersebut, yang pemeliharaan dan pendidikannya menjadi hak dan kewajiban orang tua. Agar diperoleh keturunan yang baik dan sehat maka calon suami dan istri yang akan melangsungkan perkawinan harus telah matang jiwa raganya sehingga dapat pula mewujudkan tujuan perkawinan karena tercipta keluarga yang harmonis dan tidak mudah berakhir dengan perceraian. Di samping itu, perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Ternyata bahwa batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi. Berhubung dengan hal itu, maka diperlukan pengaturan batas usia minimal untuk kawin bagi pasangan calon suami isteri.
PROBLEMATIKA PENGGUNAAN RUANG BAWAH TANAH DARI ASPEK YURIDIS Ismail Alrip; Kadarudin Kadarudin
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2021): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v5i2.5938

Abstract

Saat ini penggunaan atau pemanfaatan ruang bawah tanah sudah menjadi kebutuhan, khususnya bagi para pengembang di bidang pembangunan properti, seperti mall, apartemen, perhotelan, dan transportasi. Berbagai problematika yang melatari penggunaan ataupun pemanfaatan ruang bawah tanah di masyarakat, terlebih saat ini penggunaan ruang bawah tanah akibat pengembangan sektor usaha yang terbentur dengan terbatasnya luas lahan utamanya di kota-kota besar yang ada di Indonesia menjadi dasar bagi kami tim penulis untuk memetakan dan menganalisis izin penggunaan ruang bawah tanah dan masalah yuridis penggunaan ruang bawah tanah. Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang dikumpulkan melalui studi dokumen. Bahan hukum yang terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Izin penggunaan ruang bawah tanah belum merata di setiap kota-kota besar yang ada di Indonesia, seperti Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Makassar, Medan, dan wilayah-wilayah lainnya dimana pengembang meluaskan sektor bisnisnya dengan memanfaatkan ruang bawah tanah, terlebih ketika Rancangan Undang-Undang tentang Pertanahan pada Tahun 2019 yang diharapkan dapat menambal ketidakjangkauan hukum sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria sebagai amanat dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 juga belum diundangkan hingga saat ini. Masalah yuridis penggunaan ruang bawah tanah adalah belum adanya aturan yang spesifik mengenai hal tersebut, adapun Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria serta Pasal 4 tersebut secara tegas hanya mengatur mengenai alas hak atas tanah di atas permukaan bumi saja, sehingga dapat dianggap bahwa hak atas sebidang tanah juga meliputi hak atas ruang bawah tanah di bawah sebidang tanah tersebut.