Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Pengolahan Limbah Domestik Dengan Teknologi Taman Tanaman Air (Constructed Wetlands) Anna Catharina Sri Purna Suswati; Gunawan Wibisono
The Indonesian Green Technology Journal Vol 2, No 2 (2013)
Publisher : Program Pascasarjana Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (797.257 KB)

Abstract

Perkembangan penduduk dan keterbatasan sarana sanitasi dan instalasi pengolah air limbah menyebabkan tingginya pencemaran air permukaan, terutama air sungai. Instalasi Pengolah air Limbah rumah tangga dipandang mahal dan sulit diterapkan di negara berkembang. Namun, constructed wetland (CW) menawarkan teknologi mudah dan murah dalam perencanaan maupun pengoperasian sistem pengolahan air limbah rumah tangga.       Dalam tulisan ini dibahas mengenai tipe CW, jenis tanaman yang digunakan dalam CW, media tumbuh dalam CW , bentuk CW, kinerja CW, dan biaya ekonomisnya. Constructed Wetland  tipe Free Surface Flow, cocok di pinggiran kota, sebagai pengolah air limbah secara terpusat dan sekaligus menjadi tempat rekreasi. Constructed Wetland tipe Horizontal Subsurface Flow (SSF) cocok untuk daerah perkotaan yang tidak terjangkau fasilitas pengolahan air limbah yang terpusat, sehingga dapat dibangun secara individual. CW tipe SSF lebih fleksibel dalam penempatannya, dan tidak memerlukan lahan yang luas. Pemilihan jenis tanaman dalam CW-SSF disesuaikan dengan lokasi tempat CW dibangun, teduh atau terpapar panas. Kinerja CW lebih baik menggunakan kombinasi berbagai jenis tanaman, dibandingkan dengan menggunakan tanaman tunggal. Kata kunci: Constructed Wetlands, air limbah Domestik.
ANALISIS LUASAN CONSTRUCTED WETLAND MENGGUNAKAN TANAMAN IRIS DALAM MANGOLAH AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER) Anna Catharina Sri Purna Suswati; Gunawan Wibisono; Aniek Masrevaniah; Diana Arfiati
The Indonesian Green Technology Journal Vol 1, No 3 (2012)
Publisher : Program Pascasarjana Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (917.582 KB)

Abstract

Perkembangan penduduk dan ketidakcukupan sarana sanitasi dan instalasi pengolah limbah menyebabkan tingginya pencemaran sungai. Instalasi Pengolah Limbah rumah tangga dipandang mahal dan sulit diterapkan di negara berkembang. Namun, bana buatan (constructed wetland) menawarkan teknologi yang mudah dan murah dalam perencanaan maupun pengoperasian sistem pengolahan air limbah rumah tangga. Dalam penelitian ini dibangun bana buatan dengan sistem sub surface flow (SSF) menggunakan media kerikil dan botol bekas serta tanaman Iris p. dengan ukuran (2 x 1 x 0,650) m3 di sebuah rumah tinggal. Pemilihan tanaman Iris berdasarkan kinerjanya dalam menghilangkan bahan pencemar air limbah serta kemudahannya untuk diperoleh. Tujuan dari penelitian ini adalah mengolah air limbah rumah tangga non-tinja (grey water) untuk mengurangi pencemaran air tanah. Analisis kecukupan luasan dikaji dengan metode Reed, Kadlec dan Knight, serta Crites dan Tchobanoglous. Analisis didasarkan atas penurunan nilai BOD limbah setelah diolah menggunakan bana buatan. Hasil analisis menunjukkan bahwa penurunan BOD dengan waktu tinggal 3 hari mencapai lebih dari 91%, sedangkan luasan yang dibutuhkan antara 1,0 hingga kurang dari 2,5 m2 saja. Hasil tersebut menunjukkan bahwa disain ini bisa diterapkan di halaman rumah tinggal tipe kecil sekalipun. Keywords: bana buatan, luasan, grey water, Iris. p 
PENINGKATAN LINGKUNGAN HIJAU SKALA RUMAH TANGGA DI TENGAH PANDEMI COVID-19 (Percontohan di RT 8, RW 4, Perumahan Karanglo Indah, Desa Balearjosari) Anna Catharina Sri Purna Suswati; Hermanto Silalahi
Asawika : Media Sosialisasi Abdimas Widya Karya Vol 6 No 1 (2021): Jurnal Asawika Vol 6-1
Publisher : LPPM Unika Widya Karya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37832/asawika.v6i01.47

Abstract

abstrakUndang-undang Republik Indonesia No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menetapkan harustersedia Ruang Terbuka Hijau sebesar 30% dari luas Daerah Aliran Sungai (DAS). Dan dalam Permen ATRNomor 16 tahun 2018 ditetapkan harus tersedia RTH privat sebesar 10%. Hal itu bertujuan untukmeningkatkan kualitas lingkungan hidup di wilayah perkotaan, diantaranya penyediaan resapan, penyegaranudara, dan tentunya aspek estetika. Namun tidak banyak masyarakat Indonesia yang mengetahui adanyaperaturan tersebut. Bahkan banyak pengembang yang tidak memperhatikan aspek tersebut. Sehingga parapembeli rumah tidak tahu adanya persyaratan dalam mendirikan atau mengembangkan bangunan yang harusmenyediakan RTH.Di Perumahan Karanglo Indah (dalam kasus ini sebagai percontohan adalah wilayah RT 8) masihdirasakan kurangnya Ruang Terbuka Hijau di sebagian besar rumah, seperti lingkungan hijau. Hal ini karenahalaman rumah sudah penuh tertutup bangunan. Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) ini bertujuan untukmemberikan pemahaman kepada masyarakat tentang arti pentingnya RTH. Pengabdian kepada Masyarakat inidilaksanakan saat pandemi Covid-19, yang harus mengikuti protokol kesehatan dan physical distancing, makapemberian pemahaman hanya diberikan kepada Ketua RT, ketua PKK dan dasa wisma. Hasil dari pelaksanaankegiatan berupa percontohan lingkungan hijau berupa penanaman tanaman sayur, baik secara hidroponikvertikal maupun apung dan tanaman dalam polybag. Upaya ini selain untuk menambah lingkungan hijau jugamendukung kegiatan Kemandirian Pangan di era pandemi Covid-19 AbstractLaw No.26 of 2007 on Spatial Planning determines that 30% of Watershed must be available for open spaces. TheRegulation of The Minister of Agragrian and Spatial Planning Number 16 of 2018 determines that 10% of openspaces must be available for private open spaces. It aims to improve the quality of environment in urban areasincluding the availability of infiltration, air freshening, and aesthetic aspects. However, not many Indonesians knowthis regulation. Even many developers do not pay attention to this aspect and house buyers do not know the openspace requirements for building or developing buildings. Most houses at Karanglo Indah Housing ( as a pilotproject, RT 8, RW 4) are still lack of open spaces as the green environment. This is because the yard is full ofbuildings. This Community Service aims to provide information to that community so that they understand theimportance of open space. Since the Community Service was carried out during the Covid-19 pandemic which mustcomply with health protocols and physical distancing, the information is only given to the head of NeighborhoodAssociation, head of Family Welfare Group and head of a Group of ten families. The result of this activity is a pilotgreen environment as planting vegetable plants, both vertical and floating hydroponics and plants in polybags.Besides enlarging the green environment, this activity also supports food independence activities in the era ofCovid-19 pandemic.
RESPON MASYARAKAT PENGHUNI PERMUKIMAN SEKITAR INDUSTRI KERAMIK TERHADAP PENCEMARAN UDARA AKIBAT AKTIVITAS PEMBAKARAN KERAMIK (Response of Surrounding Inhabitant of Ceramic Industry to Air Pollution Resulted from the Ceramic Combution Activity) Anna Catharina Sri Purna Suswati; Stefanus Yufra M. Taneo
Jurnal Manusia dan Lingkungan Vol 11, No 3 (2004): November
Publisher : Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jml.18624

Abstract

ABSTRAKPerbedaan pendapat seringkali terjadi di antara kelompok masyarakat tentang dampak polusi udara akibat aktivitas industri karena berbagai sebab, antara lain perbedaan tingkat pendidikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persepsi dan tingkat pengetahuan penghuni pemukiman di sekitar industri keramik tentang polusi udara dan mengidentifikasi respon mereka tentang dampak negatif dari aktivitas pembakaran keramik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perserpsi dan tingkat pengetahuan di antara kelompok masyarakat, yakni pemilik industri keramik, penghuni sekitar industri keramik, dan pemerintah setempat. Perbedaan persepsi disebabkan adanya perbedaan kepentingan di antara kelompok masyarakat tersebut. Berbagai macam cara dilakukan oleh masyarakat sekitar sebagai respon terhadap dampak negatif akibat aktivitas pembakaran keramik. Sebagian penduduk sekitar industri keramik cenderung apatis, utamanya penduduk asli. Berdasarkan pertimbangan budaya, teknis, dan ekonomi maka disarankan agar industri keramik Betek tetap dipertahankan di lokasi yang ada sekarang dengan perbaikan teknologi agar dapat meminimalkan polusi udara. ABSTRACTDifferent perceptions are very often occurred amongst the group of societies concerning the impacts of air pollution resulted from industrial activity due to, among others, the differences in level of knowledge. Therefore, the study aims at describing the perceptions and level of knowledge of inhabitant around the ceramic industry about air pollution and identifying their responses to the negative impacts of the ceramic combustion activity. The research showed that there were differences of perceptions and level of knowledge among the group of societies i.e. the owner of ceramic industry, surrounding inhabitant, and the local government. It is caused by differences of conflict of interest among parties. Various of ways were found as the response of surrounding inhabitant to the negative impacts of ceramic combustion activity. It was also found that a certain percentage of people tend to be apathetic especially for the indigenous people. The study suggested to retain the ceramic industry at the current location based on socio-culture, technical and economic considerations but they have to improve or/and change the technology to minimize the negative impacts of air pollution.
EDUKASI MEMERANGI SAMPAH PLASTIK BAGI SISWA SD DAN SMP DI KABUPATEN PASURUAN Anna Catharina Sri Purna Suswati; Bernardus Crisanto Putra Mbulu
Asawika : Media Sosialisasi Abdimas Widya Karya Vol 8 No 2 (2023): Desember : Asawika
Publisher : LPPM Unika Widya Karya Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37832/asawika.v8i02.147

Abstract

AbstrakProsentase sampah plastik di Indonesia menduduki peringkat kedua, setelah sampah organic, yaitu14% dari total. Indonesia termasuk salah satu dari 8 negara terbesar kontributor sampah plastik di laut.Berdasarkan data tersebut, pemerintah berusaha mengurangi limbah plastik melalui berbagai cara, sehingga perludilakukan pemilahan sampah plastik mulai dari sumbernya (rumah tangga). Pemahaman kesadaran memilahsampah plastik dapat dilakukan melalui edukasi, salah satunya kegiatan edukasi terhadap siswa SD, SLB danSMP di Kabupaten Pasuruan. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka memperingati World Environment Daydengan tema Beat Plastic Pollution. Kegiatan dilakukan dengan penayangan video singkat dampak sampahplastik terhadap biota laut; lomba mewarna tote bag sesuai tema; dan lomba memilah sampah organik, anorganikdan B3. Dari hasil penayangan video, terdapat 57,1% peserta SD memahami isi pesan dalam video tersebut, dan75% peserta SLB dan SMP yang memahami. Seluruh peserta paham untuk memilah sampah organic darisampah lain. Sedangkan dalam memilah sampah anorganik, 50% peserta SD bisa memilah dengan benar;sementara peserta SLB dan SMP hanya 25% bisa memilah dengan benar. Pemahaman memilah limbah B3, 100% peserta SMP,75% peserta SD dan 50% peserta SLB bisa memilah, meski masih ada kesalahan.Kata kunci : edukasi, pemilahan, sampah plastikAbstractThe percentage of plastic waste in Indonesia ranks second after organic waste, constituting 14% of the total.Indonesia is among the eight largest contributors of plastic waste in the oceans. The government has beenmaking efforts to reduce plastic waste through various means, emphasizing the need for plastic wastesegregation at its sources (households). Awareness and understanding of plastic waste segregation can beachieved through education, including educational activities for elementary, special needs, and junior highschool students in Pasuruan Regency. These activities are conducted in commemoration of World EnvironmentDay with the theme "Beat Plastic Pollution." The activities include the screening of a short video illustrating theimpact of plastic waste on marine life, tote bag colouring competition, and waste segregation competition fororganic, inorganic, and hazardous waste. From the video screening, 57.1% of elementary school participantsunderstood the message, while 75% of special needs and junior high school participants understood it. Allparticipants understood how to segregate organic waste from other waste types. However, when it came tosegregating inorganic waste, only 50% of elementary school participants could do so correctly, while only 25%of special needs and junior high school participants could do it. For segregation of hazardous waste, 100% ofjunior high school participants, 75% of elementary school participants, and 50% of special needs participantscould do it, with some errors.Keywords: education, segregation, plastic waste.