Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

AGAMA ISLAM DI MUNA PADA MASA PEMERINTAHAN RAJA TITAKONO:1600-1625 Marwan Rahman; La Ode Ali Basri; Hayari Hayari
Journal Idea of History Vol 3 No 1 (2020): Volume 3 Nomor 1, Januari - Juni 2020
Publisher : Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/history.v3i1.1000

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Jalur-jalur apa yang digunakan dalam proses penyebaran agama Islam di Muna pada masa pemerintahan Raja Titakono: 1600-1625, (2) Bagaimana perkembangan agama Islam di Muna pada masa pemerintahan Raja Titakono: 1600-1625, (3) Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat ajaran agama Islam di Muna pada masa pemerintahan Raja Titakono: 1600-1625. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarahyang dikemukakan oleh Kuntowijoyo yang terdiri dari lima tahapan yaitu: (1) PemilihanTopik (2) Heuristik Sumber (3) Verifikasi Sumber (4) Interpretasi Sumber (5) Historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Jalur-jalur yang digunakan dalam penyebaran dan pengembangan agama Islam di Muna pada masa pemerintahan Raja Titakono :1600-1625 melalui: (a) Jalur perdagangan, (b) Jalur tasawuf, (c) Jalur kesenian. (2) Agama Islam pada masa pemerintahan Raja Titakono:1600-1625 mulai berkembang secara perlahan setelah kedatangan Firus Muhammad. (3) Faktor pendukung dan penghambat penyebaran agama Islam di Muna pada masa pemerintahan Raja Titakono: 1600-1625 yaitu, pertama, faktor pendukung: (a) Kedatangan Mubaligh Firus Muhammad di Muna membuat agama Islam mengalami perkembangan secara perlahan, (b) Sikap toleransi Raja Titakono terhadap agama Islam, (c) Pengaruh penyebar Islam sebelumnya, membuat masyarakat Muna telah memiliki keyakinan agama Islam sebelum datangnya Firus Muhammad. Faktor penghambat penyebaran agama Islam pada masa pemerintahan Raja Titakono yakni masyarakat Muna masih memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme.
GERAKAN DI/TII DI DISTRIK ABUKI : 1956-1962 Leo Waldiansyah; La Ode Ali Basri
Journal Idea of History Vol 3 No 2 (2020): Volume 3 Nomor 2, Juli - Desember 2020
Publisher : Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/history.v3i2.1122

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui awal masuknya Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Abuki pada tahun 1956, untuk mengetahui aktivitas DI/TII di Distrik Abuki pada tahun 1956-1962, serta untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan aktivitas DI/TII di Abuki pada tahun 1956-1962. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) pemilihan topik; (2) pengumpulan sumber; (3) kritik sumber (eksternal dan internal); (4) interpretasi sumber (analisis dan sintesis); serta (5) historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa awal masuknya anggota DI/TII di Abuki, Konawe, Sulawesi Tenggara, pada tahun 1956 melalui jalur pegunungan Ulu Iwoi dan Sungai Konaweeha yang sampai di Abuki pada tanggal 3 April 1956. Aktivitas anggota DI/TII di Abuki adalah menguasai daerah, melakukan propaganda, membuat pemerintahan militer dan penggalangan kekuatan, melakukan perekrutan, serta menguasai seluruh Distrik Abuki dan melakukan ekspansi wilayah. Aktivitas DI/TII di Abuki pada tahun 1956-1962 membawa dampak negatif dan positif bagi masyarakat abuki pada masa itu.
KADIE LAPANDEWA SEBAGAI MATANA SORUMBA KESULTANAN BUTON PADA MASA PEMERINTAHAN SULTAN DAYANU IKHSANUDDIN: 1610-1631 Halimuna Halimuna; La Ode Ali Basri; Hayari Hayari
Journal Idea of History Vol 4 No 1 (2021): Volume 4 Nomor 1, Januari - Juni 2021
Publisher : Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/history.v4i1.1300

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab Kadie Lapandewa dijadikan sebagai Matana Sorumba Kesultanan Buton, untuk mengetahui kedudukan Kadie Lapandewa dalam struktur pemerintahan Kesultanan Buton, dan untuk mengetahui fungsi Kadie Lapandewa sebagai Matana Sorumba Kesultanan Buton bagian Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah menurut Kuntowijoyo yang terdiri dari lima tahap yaitu: (1) Pemilihan topik; (2) Heuristik sumber; (3) Verifikasi sumber; (4) Interpretasi sumber; serta (5) Historiografi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Kadie Lapandewa dijadikan sebagai Matana Sorumba Kesultanan Buton karena Lapandewa sebelumnya merupakan bagian dari pertahanan dan keamanan Kerajaan Tobe-Tobe sehingga sebagai Matana Sorumba yang salah satu tugas utamanya adalah untuk menjaga keamanan wilayah tertentu, dalam hal ini keamanan wilayah Lapandewa, diharapkan dapat terlaksana dengan baik; (2) Kesultanan Buton dalam strukturnya terdiri atas dua bagian besar yaitu Wilayah Barat (Sukanaeo) yang dipimpin oleh Bontona Peropa dan Wilayah Timur (Matanaeo) yang dipimpin oleh Bontona Baluwu. Lapandewa termasuk dalam wilayah Matanaeo. Kadie Lapandewa dalam struktur pemerintahan Kesultanan Buton termasuk dalam pembinaan Bontona Baluwu yang merupakan salah satu anggota Siolimbona; (3) Fungsi Kadie Lapandewa sebagai Matana Sorumba Kesultanan Buton bagian Selatan dapat terlihat dalam fungsi politik, fungsi ekonomi, fungsi sosial, dan fungsi pertahanan.
BENTENG LIAMOPUTE DI KECAMATAN TONGKUNO KABUPATEN MUNA : 1575-1968 Marlini Marlini; La Ode Ali Basri; Hamuni Hamuni
Journal Idea of History Vol 4 No 2 (2021): Volume 4 Nomor 2, Juli - Desember 2021
Publisher : Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/history.v4i2.1453

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan latar belakang pembangunan Benteng Liamopute dan fungsi Benteng Liamopute yang terletak di Kecamatan Tongkuno (Kabupaten Muna). Selain membahas latar belakang dan fungsinya, penelitian ini juga akan menguraikan benda-benda peninggalan sejarah yang terdapat di Benteng Liamopute. Penelitian ini menggunakan metode sejarah menurut Louis Gottschalk dengan melalui empat tahapan kerja antara lain: heuristik atau pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi sumber, dan historiografi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latar belakang pembangunan Benteng Liamopute yang berlokasi di Kecamatan Tongkuno bertujuan untuk membentengi diri atau sebagai benteng pertahanan dan keamanan masyarakat di masa lalu. Benteng Liamopute dibangun pada masa pemerintahan Lapatola Kamba yakni pada tahun 1575. Benteng ini memiliki letak yang strategis dimana berada di atas bukit dengan dikelilingi oleh jurang yang cukup curam sehingga sangat urgen untuk menjadi tempat persembunyian para pasukan perang dari kalangan musuh. Alasan masyarakat di masa itu memberikan nama “Liamopute” sebagai nama Benteng Liamopute dikarenakan gua yang berada di sekitaran benteng tersebut memiliki dinding yang berwarna putih. Sejak tahun 1968 hingga masa kini, Benteng Liamopute digunakan sebagai tempat kunjungan wisata sejarah bagi masyarakat Muna bahkan masyarakat dari luar Pulau Muna. Selain berfungsi sebagai kunjungan wisata, keberadaan Benteng Liamopute juga sangat membantu ingatan masyarakat Muna melalui benda-benda peninggalan sejarah yang berada di benteng tersebut. Peninggalan sejarah yang terdapat di dalam maupun di luar Benteng Liamopute terdiri atas bangunan fisik Benteng Liamopute, pintu masuk Benteng Liamopute, koinaha (tapak kaki), koburu (kuburan), Gua Liamopute, dan benda-benda peninggalan sejarah lainnya.
KANSORO: DARI DESA YANG DITINGGALKAN MENJADI DESA KAMPANI YANG DIHUNI KEMBALI, 1974-2021 Rahmatia Bole; La Ode Ali Basri; Hayari Hayari; Hasni Hasan
Journal Idea of History Vol 5 No 1 (2022): Volume 5 Nomor 1, Januari - Juni 2022
Publisher : Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/history.v5i1.1651

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Kansoro: Desa yang Ditinggalkan Menjadi Desa Kampani yang Dihuni Kembali, 1974-2021. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang mengacu pada langkah-langkah sebagai berikut: (1) Pemilihan topik, (2) Pengumpulan sumber, (3) Verifikasi (4) Interpretasi (5) Historiografi. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa: 1) Keadaan Desa Kansoro sebelum ditinggal warga, Desa Kansoro adalah desa yang berada di Kecamatan Lawa Kabupaten Muna, Desa Kansoro memiliki tanah yang subur dan coock dijadikan sebagi tempat perkebunan. Selain itu antara sesama warga desa saling tolong menolong serta saling menghargai. Warga Kansoro menggantungkan hidup dengan bertani dan beternak. 2) Penyebab Desa Kansoro ditinggalkan oleh penduduknya tahun 1974-1994, karena adanya wabah penyakit Kolera yang menyerang penduduk Desa Kansoro pada tahun 1974 dimana wabah penyakit kolera menyebar begitu cepat sehingga menyebabkan banyak orang meninggal. Selain itu penyebab lain ditinggalkannya Desa Kansoro pada tahun 1994 kerena telah selesainya kontrak warga eks kusta. 3) Desa Kansoro dihuni kembali setelah ditinggalkan oleh warganya. Warga Desa Lindo yang menempati daerah Kansoro dan menjadikannya sebagai tempat perkebunan, dan lama-kelamaan warga desa mulai menetap dengan membentuk desa baru dari hasil pemekaran Desa Lindo yaitu Desa Kampani.
MODERNISASI PERTANIAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI PETANI SAWAH DI DESA DURIASI KECAMATAN WONGGEDUKU KABUPATEN KONAWE (1983-2021) Sulianti; La Ode Ali Basri; Subhan Effendi; Hasni Hasan
Journal Idea of History Vol 5 No 2 (2022): Volume 5 Nomor 2, Juli - Desember 2022
Publisher : Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/history.v5i2.1887

Abstract

Penelitian ini membahas tentang modernisasi pertanian di Desa Duriasi Kecamatan Wonggeduku. Alat-alat pertanian yang digunakan awalnya masih sangat tradisional kemudian berkembang dengan menggunakan peralatan modern. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan (1) kondisi kehidupan sosial ekonomi petani sawah sebelum dan setelah modernisasi pertanian di Desa Duriasi, (2) dampak modernisasi pertanian terhadap kehidupan sosial ekonomi petani sawah di Desa Duriasi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian sejarah. Penelitian ini menggunakan lima langkah penelitian sejarah terdiri dari : (1) pemilihan topik, (2) heuristik sumber, (3) verifikasi sumber, (4) interpretasi sumber, dan (5) historiografi. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Kondisi kehidupan sosial ekonomi petani sebelum modernisasi pertanian di Desa Duriasi di antaranya: gotong royong dengan solidaritas sosial yang tinggi, sistem pertanian bersifat tradisional, rendahnya hasil panen dan pendapatan, kondisi perumahan semi permanen. Pascamodernisasi pertanian, kehidupan sosial ekonomi masyarakat mengalami perubahan, yakni lunturnya tradisi gotong royong, tingkat pendidikan keluarga petani lebih maju, kualitas kesehatan keluarga petani meningkat, buruh tani kehilangan pekerjaan dan termarginalisasi, hasil panen dan pendapatan petani meningkat, dan kemampuan petani membangun perumahan meningkat. (2) Dampak modernisasi pertanian terhadap kehidupan sosial ekonomi petani sawah, yaitu modernisasi pertanian mengubah sistem pertanian tradisional, munculnya pengusaha baru di bidang agribisnis, luas areal persawahan semakin bertambah, serta bertambahnya pengetahuan petani sawah.
RITUAL KASAMBUNO WITE PADA TRADISI PERLADANGAN MASYARAKAT MUNA Mirna Yanti; La Ode Ali Basri; Rahmat Sewa Suraya
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 1 No 1 (2018): Volume 1 Nomor 1, Januari - Juni 2018
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v1i1.844

Abstract

Tujuan dalam penelitian ini adalah, (1) Untuk mengetahui mengapa masyarakat Muna di Desa Lupia selalu melakukan Ritual Kasambuno Wite, (2) Untuk mengetahui proses pelaksanaan Ritual Kasambuno Wite pada masyarakat Muna di Desa Lupia, (3) Serta untuk mengetahui makna yang terkandung dalam Ritual Kasambuno Wite di Desa Lupia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data, dilakukan dengan teknik pengamatan partisipatif, wawancara mendalam, dokumentasi, serta perekaman/video. Data dianalisis dengan tekhnik sebagai berikut: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan ritual Kasambuno Wite selalu dilaksanakan oleh masyarakat Muna di Desa Lupia karena didasari oleh beberapa alasan: (1) Untuk melestarikan tradisi, (2) Adanya keyakinan masyarakat bahwa ritual Kasambuno Wite dapat mencegah hama pada tanaman, (3) Upaya menghindari gangguan makhluk gaib. Pelaksanaan Ritual Kasambuno Wite dilakukan melalui beberapa tahap pelaksanaan, yakni: (1) Pelaksanaan pada saat pra-upacara (2) Pelaksanaan upacara, yakni proses pelaksanaan Ritual Kasambuno Wite. Makna dalam pelaksanaan Ritual Kasambuno Wite, terdiri atas dua, yaitu (1) Makna religi (2) Makna ekonomi.
Ritual Nyera pada Mesin Kapal bagi Masyarakat Etnis Bajo di Desa Banu-Banua Jaya Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara Taufiq Said; La Ando La Ando; La Ode Ali Basri; La Ode Marhini
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 7 No 1 (2024): Volume 7 No 1, Juni 2024
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v7i1.2602

Abstract

This research aims to analyze the importance of the Nyera Ritual on Ship Engines for the Bajo Ethnic Community and the meaning of the Nyera ritual in the Bajo ethnic community in Banu-Banua Jaya Village, Kulisusu District, North Buton Regency. The research method for collecting data was carried out using observation, interviews and documentation techniques. Using Edward B Tylor's theoretical basis, the technique for determining informants uses the purposive technique. Data were analyzed using data collection techniques, data reduction, data presentation and drawing conclusions. The results of this research show that the importance of the Nyera ritual consists of 5 types: 1.) Purification, 2.) Protection/Safety, 3.) Preserve, 4.) Fortune, 5). Friendship. The meaning in the Nyera ritual has 3 types of meaning: 1.) The meaning of materials such as water, incense, chicken, 2.) The meaning of the Nyera Ritual process, namely reciting prayers on water, the meaning of bathing a chicken, the meaning of reciting prayers on a knife, the meaning of wiping chicken blood on each side of the machine. 3.) The meaning of the final stage of reading prayers on the machine so that all wishes are carried out. The Nyera Ritual can be fulfilled by the Almighty and the meaning of giving syndikka money so that the person giving the syndikka money has good fortune.