Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Insisiva Dental Journal : Majalah Kedokteran Gigi Insisiva

Efek Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum Basilicum L.) Sebagai Agen Penghambat Pembentukan Biofilm Streptococcus Mutans Rosita Dwi Susanto, Like; Nuryanti, Archadian; Arie Wahyudi, Ivan
Insisiva Dental Journal Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Insisiva Dental Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kemangi (Ocimum basilicum L.) merupakan tanaman yang sering digunakan untuk obat tradisional. Kandungan eugenol dalam minyak atsiri daun kemangi memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Gram positif. Streptococcus mutans adalah bakteri anaerobik fakultatif Gram positif di dalam rongga mulut yang banyak ditemukan dalam plak biofilm. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek minyak atsiri daun kemangi (Ocimum basilicum L.) sebagai agen penghambat pembentukan biofilm Streptococcus mutans. Penelitian ini dimulai dari pengadaan daun kemangi, kemudian dilakukan destilasi uap air hingga didapat minyak atsiri. Konsentrasi minyak atsiri yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1%, 0,5%, 0,25%, 0,125%, dan 0,0625% dengan menggunakan pelarut PEG 400 2,5%. Uji agen penghambat pembentukan biofilm dilakukan pada microplate round bottom 96 wells dengan pewarnaan kristal violet 0,5%. Pembacaan nilai absorbansi menggunakan microplate readerdengan panjang gelombang 595nm. Data yang didapat diolah menggunakan rumus penghambatan pembentukan biofilm. Daya penghambatan pembentukan biofilm dinyatakan sebagai nilai IC50 yang dianalisis menggunakan metode Probit pada program SPSS versi 16. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi minyak atsiri daun kemangi 0,0625%, 0,125%, 0,25%, 0,5%, dan 1% dapat menghambat pembentukan biofilm S. mutans sebesar4,451%, 40,121%, 80,416%, 88,586%, dan 94,812%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah minyak atsiri daun kemangi (Ocimum basilicum L.) memiliki efek sebagai agen penghambat pembentukan biofilm Streptococcus mutans dengan IC50 pada konsentrasi 0,168%.
Efektivitas Penggunaan Saliva Dibandingkan Povidin-Iodin 10% Terhadap PenyembuhanLuka Pada Kutaneus Tikus Sprague Dawley Arie Wahyudi, Ivan; Magista, Malida; Angel, Merry
Insisiva Dental Journal Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Insisiva Dental Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Saliva merupakan bagian dari lingkungan rongga mulut yang mempuyai peran penting menjaga intergritas dari jaringan rongga mulut, pada proses mastikasi dan fonasi. Saliva mengandung growth factors seperti Epidermal Growth Factor (EGF) yang diyakini berfungsi sebagai faktor penyembuhan luka dalam rongga mulut sehingga luka lebih cepat sembuh dibandingkan dengan luka di kulit. Penggunaan povidon-iodin 10% untuk membersihkan, mengirigasi, dressing luka masih kontroversial dikarenakan povidon-iodin 10% tidak secara efektif  membantu menyembuhkan luka dengan tampak keadaan luka yang tidak sembuh secara sempurna, mengurangi kekuatan rekonstruksi kulit, ataupun terjadinya infeksi. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas saliva sebagai faktor yang mempercepat penyembuhan luka pada kutaneus dibandingkan dengan povidon-iodin 10% dengan mengamati kecepatan penyembuhan luka dan hasil remodeling kulit. Pengamatan dilakukan pada prosespenyembuhan luka selama 21 hari sesuai dengan fase-fase penyembuhan yang akan dilalui yaitu fase inflamatori, fase proliferatif, dan fase remodelling jaringan. Pengamatan dilakukan pada aspek klinis dan histologis. Aspek klinis dilihat pada perubahan area hiperemia dan edema pada daerah luka hasil eksisi. Evaluasi histologis pada luka dilakukan pada hari ke-1, 3, 5, 7, 14, dan 21 setelah perlukaan dengan parameter ketebalan epitel dan kepadatan serabut kolagen. Hasil penelitian menjukkan terdapat kecepatan penyembuhan luka dan hasilrekonstruksi yang berbeda meskipun secara analisis statistik perbedaan tersebut tidak signifikan (p>0,05). Saliva yang mengandung EGF, yang berfungsi memacu poliferasi sel, diferensiasi sel, dan migrasi sel, akan mempercepat penyembuhan luka dengan rekonstruksi luka yang paling baik. Penyembuhan luka menggunakan NaCl lebih baik dibandingkan dengan penggunaan povidin-iodin 10% karena NaCl menciptakan keadaan lembab pada area lukadapat mempercepat terbentuknya stratum corneum dan angiogenesis untuk proses penyembuhan luka. Kesimpulan: saliva dapat mempercepat penyembuhan luka, sehingga kedepannya saliva dengan kandungan EGF nya dapat menjadi sumber obat yang baru untuk penyembuhan luka. Kata kunci: saliva, povidon-iodin 10%, lukakutaneus
Efektivitas Penggunaan Saliva Dibandingkan Povidin-Iodin 10% Terhadap PenyembuhanLuka Pada Kutaneus Tikus Sprague Dawley Arie Wahyudi, Ivan; Magista, Malida; Angel, Merry
Insisiva Dental Journal: Majalah Kedokteran Gigi Insisiva Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/di.v2i1.551

Abstract

Saliva merupakan bagian dari lingkungan rongga mulut yang mempuyai peran penting menjaga intergritas dari jaringan rongga mulut, pada proses mastikasi dan fonasi. Saliva mengandung growth factors seperti Epidermal Growth Factor (EGF) yang diyakini berfungsi sebagai faktor penyembuhan luka dalam rongga mulut sehingga luka lebih cepat sembuh dibandingkan dengan luka di kulit. Penggunaan povidon-iodin 10% untuk membersihkan, mengirigasi, dressing luka masih kontroversial dikarenakan povidon-iodin 10% tidak secara efektif  membantu menyembuhkan luka dengan tampak keadaan luka yang tidak sembuh secara sempurna, mengurangi kekuatan rekonstruksi kulit, ataupun terjadinya infeksi. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas saliva sebagai faktor yang mempercepat penyembuhan luka pada kutaneus dibandingkan dengan povidon-iodin 10% dengan mengamati kecepatan penyembuhan luka dan hasil remodeling kulit. Pengamatan dilakukan pada prosespenyembuhan luka selama 21 hari sesuai dengan fase-fase penyembuhan yang akan dilalui yaitu fase inflamatori, fase proliferatif, dan fase remodelling jaringan. Pengamatan dilakukan pada aspek klinis dan histologis. Aspek klinis dilihat pada perubahan area hiperemia dan edema pada daerah luka hasil eksisi. Evaluasi histologis pada luka dilakukan pada hari ke-1, 3, 5, 7, 14, dan 21 setelah perlukaan dengan parameter ketebalan epitel dan kepadatan serabut kolagen. Hasil penelitian menjukkan terdapat kecepatan penyembuhan luka dan hasilrekonstruksi yang berbeda meskipun secara analisis statistik perbedaan tersebut tidak signifikan (p0,05). Saliva yang mengandung EGF, yang berfungsi memacu poliferasi sel, diferensiasi sel, dan migrasi sel, akan mempercepat penyembuhan luka dengan rekonstruksi luka yang paling baik. Penyembuhan luka menggunakan NaCl lebih baik dibandingkan dengan penggunaan povidin-iodin 10% karena NaCl menciptakan keadaan lembab pada area lukadapat mempercepat terbentuknya stratum corneum dan angiogenesis untuk proses penyembuhan luka. Kesimpulan: saliva dapat mempercepat penyembuhan luka, sehingga kedepannya saliva dengan kandungan EGF nya dapat menjadi sumber obat yang baru untuk penyembuhan luka. Kata kunci: saliva, povidon-iodin 10%, lukakutaneus
Efek Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum Basilicum L.) Sebagai Agen Penghambat Pembentukan Biofilm Streptococcus Mutans Like Rosita Dwi Susanto; Archadian Nuryanti; Ivan Arie Wahyudi
Insisiva Dental Journal: Majalah Kedokteran Gigi Insisiva Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/di.v2i1.556

Abstract

Kemangi (Ocimum basilicum L.) merupakan tanaman yang sering digunakan untuk obat tradisional. Kandungan eugenol dalam minyak atsiri daun kemangi memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Gram positif. Streptococcus mutans adalah bakteri anaerobik fakultatif Gram positif di dalam rongga mulut yang banyak ditemukan dalam plak biofilm. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek minyak atsiri daun kemangi (Ocimum basilicum L.) sebagai agen penghambat pembentukan biofilm Streptococcus mutans. Penelitian ini dimulai dari pengadaan daun kemangi, kemudian dilakukan destilasi uap air hingga didapat minyak atsiri. Konsentrasi minyak atsiri yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1%, 0,5%, 0,25%, 0,125%, dan 0,0625% dengan menggunakan pelarut PEG 400 2,5%. Uji agen penghambat pembentukan biofilm dilakukan pada microplate round bottom 96 wells dengan pewarnaan kristal violet 0,5%. Pembacaan nilai absorbansi menggunakan microplate readerdengan panjang gelombang 595nm. Data yang didapat diolah menggunakan rumus penghambatan pembentukan biofilm. Daya penghambatan pembentukan biofilm dinyatakan sebagai nilai IC50 yang dianalisis menggunakan metode Probit pada program SPSS versi 16. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi minyak atsiri daun kemangi 0,0625%, 0,125%, 0,25%, 0,5%, dan 1% dapat menghambat pembentukan biofilm S. mutans sebesar4,451%, 40,121%, 80,416%, 88,586%, dan 94,812%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah minyak atsiri daun kemangi (Ocimum basilicum L.) memiliki efek sebagai agen penghambat pembentukan biofilm Streptococcus mutans dengan IC50 pada konsentrasi 0,168%.