Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Pengaruh Lama Perendaman dan Jenis Minuman Beralkohol Bir dan Tuak terhadap Kekerasan Email Gigi Manusia (In Vitro) Magista, Malida; Nuryanti, Archadian; Wahyudi, Ivan Arie
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Vol 21, No 1 (2014)
Publisher : Majalah Kedokteran Gigi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Erosi gigi merupakan hilangnya lapisan email gigi karena asam. Jenis asam, pH rendah, serta kandungan kalsium, fosfat, dan fluoride pada bir dan tuak diduga merupakan faktor kimiawi penyebab erosi gigi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh lama perendaman dan jenis minuman beralkohol bir dan tuak terhadap kekerasan email gigi manusia (in vitro). Penelitian ini menggunakan 14 sampel gigi premolar pertama atas. Setiap gigi dibagi menjadi 2 bagian, bukal dan palatal. kemudian dibagi menjadi 7 kelompok perlakuan, yaitu kelompok (A1) perendaman dalam bir (ringan); (A2) kelompok perendaman dalam bir sedang; kelompok (A3) perendaman dalam bir berat, kelompok (B1): perendaman dalam tuak ringan, (B2): perendaman dalam tuak sedang, (B3): perendaman dalam tuak berat dan kelompok kontrol (C). Uji kekerasan email gigi dilakukan menggunakan Micro Vickers Hardness Tester. Pengujian kekerasan awal email gigi dilakukan sebelum perendaman gigi. Perendaman gigi premolar pertama atas pada bir dan tuak dilakukan selama 10 detik, 50 detik, dan 250 detik perhari dengan penyimpanan subjek penelitian pada saliva buatan. Uji kekerasan akhir email gigi dilakukan setelah perlakuan selama 30 hari. Nilai perubahan kekerasan email gigi merupakan selisih nilai kekerasan akhir dan nilai kekerasan awal email gigi. Sebagai tambahan data, pada bir dan tuak juga diukur kandungan pH, kalsium, dan fosfor. Data dianalisis menggunakan uji ANAVA dua jalur dilanjutkan dengan uji LSD. Hasil analisis ANAVA dua jalur menujukkan bahwa jenis minuman dan lama perendaman berpengaruh bermakna terhadap kekerasan email gigi (p<0,05). Hasil uji LSD menunjukkan adanya perbedaan rerata yang signifikan (p<0,05) antar kelompok uji bir dan tuak. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh jenis minuman beralkohol bir dan tuak dan lama perendaman terhadap kekerasan email gigi manusia (in vitro). ABSTRACT: The Effect Of Contact Time And Alcohol Beverages Beer And Tuak On Human Dental Enamel Hardness (In Vitro). Dental erosion is the loss of dental hard tissue, associated with acid. Acid type, low pH, and concentration of calcium, phosphate, and fluoride are being estimated as chemical factors of dental erosion. The purpose of this study was to determine the effect of contact time and alcohol beverages beer and tuak on human dental enamel hardness (in vitro).This study was using 14 samples maxillary first premolar. Each tooth was divided into two parts, buccal and palatal. Then divided into 7 treatment groups, i.e. groups of light beer “drinkers” (A1), moderate beer “drinkers” group (A2), heavy beer “drinker” group (A3), light tuak “drinker” group (B1), moderate tuak “drinkers” group (B2), the group “drinkers” heavy tuak (B3) and control group (C). Enamel hardness values were monitored using Micro Vickers Hardness Tester. Initial enamel hardness value was tested before the treatment. Maxilla first premolar teeth were exposed to beer and tuak for 10 seconds, 50 seconds, and 250 seconds per day for 30 days in the presence of artificial saliva. Final enamel hardness value was monitored after 30 days of treatment. Enamel hardness difference values were calculated by subtracting initial and final enamel hardness value. As supporting data, It was measured pH and concentration of calcium and phosphor in beer and tuak. Data was being analyzed by two-way ANOVA and LSD test. Results showed that contact time and alcohol beverage beer and tuak had a significant influence to enamel hardness value (p<0.05). LSD test showed that some groups had significant average difference (p<0.05). It was concluded that contact time and type of alcohol beverages beer and tuak had effect on human dental enamel hardness (in vitro).
Pengaruh Ekstrak Kulit Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia Swingle) Konsentrasi 10% Terhadap Aktivitas Enzim Glukosiltransferase Streptococcus mutans U, Zenia Adindaputri; Purwanti, Nunuk; Wahyudi, Ivan Arie
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Vol 20, No 2 (2013)
Publisher : Majalah Kedokteran Gigi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Streptococcus mutans merupakan bakteri yang berperan sebagai agen utama penyebab karies gigi, yang memiliki enzim glukosiltransferase (GTF). Enzim GTF akan mengubah sukrosa menjadi fruktosa dan glukan. Salah satu herbal tradisional yang dapat berperan sebagai antibakteri adalah kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) yang mengandung polifenol terutama flavonoid. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) konsentrasi 10% terhadap aktivitas enzim GTF Streptococcus mutans. Penelitian ini menggunakan ekstrak kulit jeruk nipis konsentrasi 10% sebagai perlakuan, chlorhexidine gluconate 0,12% sebagai kontrol positif, serta akuades steril sebagai kontrol negatif. Metode penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu penyiapan ekstrak kulit jeruk nipis konsentrasi 10%, penyiapan enzim GTF dari supernatan Streptococcus mutans, dan pengujian aktivitas enzim GTF melalui analisis konsentrasi fruktosa dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Pembacaan luas area fruktosa dilakukan berdasarkan waktu retensi. Satu unit aktivitas enzim GTF di definisikan sebagai 1 µmol fruktosa/ml dari enzim/jam. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan one way ANOVA.Hasil perhitungan aktivitas enzim GTF dengan one way ANOVA menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol negatif (p<0,05), dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan kontrol positif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak kulit jeruk nipis konsentrasi 10% dapat menghambat aktivitas enzim glukosiltransferase Streptococcus mutans. ABSTRACT, The Influence of 10% Concentrate of Citrus Aurantifolia Swingle on The Activities of Streptococcus Mutans Glucocyl Transferase Enzyme. Streptococcus mutans is a bacteria which has glucosyl transferase (GTF) enzyme and acts as the main agent that causes dental caries. GTF enzyme will convert sucrose into fructose and glucan. Lime peel (Citrus aurantifolia Swingle) is one of the traditional herbs which has flavonoid as an antibacterial agent. The purpose of this research is to investigate the effect of 10% concentration of lime peel extract (Citrus aurantifolia Swingle) to the activity of GTF enzyme Streptococcus mutans.This research used 10% concentration of  lime peel extract as the treatment, 0.12% chlorhexidine gluconate as a positive control, and distillate water as anegative control. The method of this research consists of three steps; preparing the lime peel extract concentration of 10%, preparing the GTF enzyme from the supernatant of Streptococcus mutans, and testing GTF enzyme activity by analyzing the fructose concentration using High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Perusal of the fructose area was based on the retention time of fructose. One unit of GTF enzyme activity is defined as the 1 μmol fructose / ml of enzyme / hour.  The obtained data then were analyzed by one way ANOVA. The result showed a significant difference between treatment group with the negative control (p <0.05), and there are no significant difference with the positive control. This research concludes that 10% lime peel extract can inhibit the GTF enzyme activity of Streptococcus mutans.
Efek Pemberian Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Barbadensis Miller) pada Soket Gigi terhadap Kepadatan Serabut Kolagen Pasca Ekstraksi Gigi Marmut (Cavia Porcellus) Yuza, Fatma; Wahyudi, Ivan Arie; Larnani, Sri
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Vol 21, No 2 (2014)
Publisher : Majalah Kedokteran Gigi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tindakan ekstraksi gigi menyebabkan terjadinya luka sehingga akan melibatkan proses penyembuhan luka padajaringan. Salah satu tahap penting dari proses penyembuhan luka pasca esktraksi gigi adalah terbentuknya serabutkolagen. Lidah buaya (Aloe barbadensis Miller) mengandung saponin, vitamin C dan acemannan yang diduga membantuproses pembentukan serabut kolagen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak lidah buayaterhadap kepadatan serabut kolagen pada proses penyembuhan luka pasca ekstraksi gigi marmut (Cavia porcellus).Lidah buaya yang digunakan berasal dari Sleman, Yogyakarta. Pembuatan ekstrak menggunakan metode maserasidan pelarut air. Selanjutnya, dua puluh tujuh ekor marmut dibagi ke dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.Kelompok perlakuan terdiri dari kelompok ekstrak lidah buaya 45% dan 90%. Ekstrak lidah buaya sebanyak 0,05mlditeteskan kedalam soket gigi marmut pasca ekstraksi gigi pada kelompok perlakuan. Soket gigi marmut kelompokkontrol tidak diberi aplikasi zat aktif apapun. Tiga ekor subjek dari masing-masing kelompok dikorbankan pada hari ke-3,7, dan 14 setelah ekstraksi gigi. Preparat histologis kepadatan kolagen soket gigi marmut diamati dengan menggunakanmikroskop cahaya perbesaran 400x. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkandengan uji Post Hoc menggunakan uji Mann-Whitney untuk membandingkan kepadatan kolagen antar kelompok pascaekstraksi gigi marmut. Hasil uji statistik antar kelompok menunjukkan bahwa ekstrak lidah buaya 90% berpengaruh padapembentukan serabut kolagen jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0,05) pada hari ke-7 pasca ekstraksigigi marmut. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak lidah buaya 90% dapat membantu meningkatkan kepadatanserabut kolagen soket gigi hari ke-7 pasca ekstraksi gigi marmut. ABSTRACT: The Effect of Aloe Barbadensis Miller Extract to The Density of Collagen Fibers in The WoundHealing Process after Tooth Extraction of Guinea Pig (Cavia porcellus). Tooth extraction causes wound that wouldinvolve wound healing process on tissue. One of the important stages of wound healing process after dental extractionis the formation of collagen fibers. Aloe barbadensis Miller contains saponins, vitamin C and ace mannan that allegedlyassist the process of collagen fibers formation. The purpose of this study was to determine the effect of Aloe barbadensisMiller extract to the density of collagen fibers in the wound healing process after tooth extraction of guinea pig (Caviaporcellus). Aloe vera is used in this study came from Sleman, Yogyakarta. Extract is made with maceration method andwater as the solvent. Furthermore, twenty-seven guinea pigs were divided into a control group and treatment groups.The treatment groups consisted 45% Aloe barbadensis Miller extract group and 90% Aloe barbadensis Miller extractgroup. Aloe barbadensis Miller extract as much as 0.05 ml dropped into guinea pigs tooth sockets after tooth extractionin the treatment groups. Guinea pig’s tooth socket of the control group was not given any active substance. Three guineapigs of each group were sacrificed on day 3, 7, and 14 after tooth extraction. Histology preparations of guinea pig teethsockets density of collagen were observed using light microscope 400x magnification. Analyzing data is done by Kruskal-Wallis test followed by Post Hoc test using the Mann-Whitney test for comparing collagen density between groups.Statistically results between groups showed that the extract of 90% Aloe barbadensis Miller affected the formation ofcollagen fibers when compared to the control group (p <0.05) on day 7 after tooth extraction of guinea pig. The conclusionof this study was 90% Aloe barbadensis Miller extract increased the density of collagen fibers from the tooth socket sevendays after tooth extraction of guinea pig.
Efek Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum Basilicum L.) Sebagai Agen Penghambat Pembentukan Biofilm Streptococcus Mutans Rosita Dwi Susanto, Like; Nuryanti, Archadian; Arie Wahyudi, Ivan
Insisiva Dental Journal Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Insisiva Dental Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kemangi (Ocimum basilicum L.) merupakan tanaman yang sering digunakan untuk obat tradisional. Kandungan eugenol dalam minyak atsiri daun kemangi memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Gram positif. Streptococcus mutans adalah bakteri anaerobik fakultatif Gram positif di dalam rongga mulut yang banyak ditemukan dalam plak biofilm. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek minyak atsiri daun kemangi (Ocimum basilicum L.) sebagai agen penghambat pembentukan biofilm Streptococcus mutans. Penelitian ini dimulai dari pengadaan daun kemangi, kemudian dilakukan destilasi uap air hingga didapat minyak atsiri. Konsentrasi minyak atsiri yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1%, 0,5%, 0,25%, 0,125%, dan 0,0625% dengan menggunakan pelarut PEG 400 2,5%. Uji agen penghambat pembentukan biofilm dilakukan pada microplate round bottom 96 wells dengan pewarnaan kristal violet 0,5%. Pembacaan nilai absorbansi menggunakan microplate readerdengan panjang gelombang 595nm. Data yang didapat diolah menggunakan rumus penghambatan pembentukan biofilm. Daya penghambatan pembentukan biofilm dinyatakan sebagai nilai IC50 yang dianalisis menggunakan metode Probit pada program SPSS versi 16. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi minyak atsiri daun kemangi 0,0625%, 0,125%, 0,25%, 0,5%, dan 1% dapat menghambat pembentukan biofilm S. mutans sebesar4,451%, 40,121%, 80,416%, 88,586%, dan 94,812%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah minyak atsiri daun kemangi (Ocimum basilicum L.) memiliki efek sebagai agen penghambat pembentukan biofilm Streptococcus mutans dengan IC50 pada konsentrasi 0,168%.
Efektivitas Penggunaan Saliva Dibandingkan Povidin-Iodin 10% Terhadap PenyembuhanLuka Pada Kutaneus Tikus Sprague Dawley Arie Wahyudi, Ivan; Magista, Malida; Angel, Merry
Insisiva Dental Journal Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Insisiva Dental Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Saliva merupakan bagian dari lingkungan rongga mulut yang mempuyai peran penting menjaga intergritas dari jaringan rongga mulut, pada proses mastikasi dan fonasi. Saliva mengandung growth factors seperti Epidermal Growth Factor (EGF) yang diyakini berfungsi sebagai faktor penyembuhan luka dalam rongga mulut sehingga luka lebih cepat sembuh dibandingkan dengan luka di kulit. Penggunaan povidon-iodin 10% untuk membersihkan, mengirigasi, dressing luka masih kontroversial dikarenakan povidon-iodin 10% tidak secara efektif  membantu menyembuhkan luka dengan tampak keadaan luka yang tidak sembuh secara sempurna, mengurangi kekuatan rekonstruksi kulit, ataupun terjadinya infeksi. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas saliva sebagai faktor yang mempercepat penyembuhan luka pada kutaneus dibandingkan dengan povidon-iodin 10% dengan mengamati kecepatan penyembuhan luka dan hasil remodeling kulit. Pengamatan dilakukan pada prosespenyembuhan luka selama 21 hari sesuai dengan fase-fase penyembuhan yang akan dilalui yaitu fase inflamatori, fase proliferatif, dan fase remodelling jaringan. Pengamatan dilakukan pada aspek klinis dan histologis. Aspek klinis dilihat pada perubahan area hiperemia dan edema pada daerah luka hasil eksisi. Evaluasi histologis pada luka dilakukan pada hari ke-1, 3, 5, 7, 14, dan 21 setelah perlukaan dengan parameter ketebalan epitel dan kepadatan serabut kolagen. Hasil penelitian menjukkan terdapat kecepatan penyembuhan luka dan hasilrekonstruksi yang berbeda meskipun secara analisis statistik perbedaan tersebut tidak signifikan (p>0,05). Saliva yang mengandung EGF, yang berfungsi memacu poliferasi sel, diferensiasi sel, dan migrasi sel, akan mempercepat penyembuhan luka dengan rekonstruksi luka yang paling baik. Penyembuhan luka menggunakan NaCl lebih baik dibandingkan dengan penggunaan povidin-iodin 10% karena NaCl menciptakan keadaan lembab pada area lukadapat mempercepat terbentuknya stratum corneum dan angiogenesis untuk proses penyembuhan luka. Kesimpulan: saliva dapat mempercepat penyembuhan luka, sehingga kedepannya saliva dengan kandungan EGF nya dapat menjadi sumber obat yang baru untuk penyembuhan luka. Kata kunci: saliva, povidon-iodin 10%, lukakutaneus
Efektivitas Penggunaan Saliva Dibandingkan Povidin-Iodin 10% Terhadap PenyembuhanLuka Pada Kutaneus Tikus Sprague Dawley Arie Wahyudi, Ivan; Magista, Malida; Angel, Merry
Insisiva Dental Journal: Majalah Kedokteran Gigi Insisiva Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/di.v2i1.551

Abstract

Saliva merupakan bagian dari lingkungan rongga mulut yang mempuyai peran penting menjaga intergritas dari jaringan rongga mulut, pada proses mastikasi dan fonasi. Saliva mengandung growth factors seperti Epidermal Growth Factor (EGF) yang diyakini berfungsi sebagai faktor penyembuhan luka dalam rongga mulut sehingga luka lebih cepat sembuh dibandingkan dengan luka di kulit. Penggunaan povidon-iodin 10% untuk membersihkan, mengirigasi, dressing luka masih kontroversial dikarenakan povidon-iodin 10% tidak secara efektif  membantu menyembuhkan luka dengan tampak keadaan luka yang tidak sembuh secara sempurna, mengurangi kekuatan rekonstruksi kulit, ataupun terjadinya infeksi. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas saliva sebagai faktor yang mempercepat penyembuhan luka pada kutaneus dibandingkan dengan povidon-iodin 10% dengan mengamati kecepatan penyembuhan luka dan hasil remodeling kulit. Pengamatan dilakukan pada prosespenyembuhan luka selama 21 hari sesuai dengan fase-fase penyembuhan yang akan dilalui yaitu fase inflamatori, fase proliferatif, dan fase remodelling jaringan. Pengamatan dilakukan pada aspek klinis dan histologis. Aspek klinis dilihat pada perubahan area hiperemia dan edema pada daerah luka hasil eksisi. Evaluasi histologis pada luka dilakukan pada hari ke-1, 3, 5, 7, 14, dan 21 setelah perlukaan dengan parameter ketebalan epitel dan kepadatan serabut kolagen. Hasil penelitian menjukkan terdapat kecepatan penyembuhan luka dan hasilrekonstruksi yang berbeda meskipun secara analisis statistik perbedaan tersebut tidak signifikan (p0,05). Saliva yang mengandung EGF, yang berfungsi memacu poliferasi sel, diferensiasi sel, dan migrasi sel, akan mempercepat penyembuhan luka dengan rekonstruksi luka yang paling baik. Penyembuhan luka menggunakan NaCl lebih baik dibandingkan dengan penggunaan povidin-iodin 10% karena NaCl menciptakan keadaan lembab pada area lukadapat mempercepat terbentuknya stratum corneum dan angiogenesis untuk proses penyembuhan luka. Kesimpulan: saliva dapat mempercepat penyembuhan luka, sehingga kedepannya saliva dengan kandungan EGF nya dapat menjadi sumber obat yang baru untuk penyembuhan luka. Kata kunci: saliva, povidon-iodin 10%, lukakutaneus
Isolation and Characterization of Mouse Specificity Protein 6 Promoter Ivan Arie Wahyudi; Taigo Horiguchi; Keiko Miyoshi; Taro Muto; Trianna Wahyu Utami; Hiroko Hagita; Takafumi Noma
The Indonesian Journal of Dental Research Vol 1, No 1 (2010)
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1856.428 KB) | DOI: 10.22146/theindjdentres.9984

Abstract

Specificity protein 6 (SP6) is a member of the SP/Krüppel-like transcription factor family and plays key roles in tooth development. To study its biological roles, it is important to understand the spatiotemporal regulation of Sp6 gene expression. For this purpose, we first identified two separate 5' ends of the Sp6 cDNA by 5' RACE analysis using mouse mandibular RNA. Next, we isolated mouse genomic DNA fragments covering the Sp6 gene including two putative mouse Sp6 promoter regions and generated a series of luciferase reporter constructs. We confirmed the activity of both promoters by a luciferase assay and found strong second promoter activity in dental epithelial cells. Unexpectedly, we also detected potential third promoter activity in the intron 2 of the Sp6 gene. Last, we also found that bone morphogenetic protein and wingless signals could enhance Sp6 promoter activity in dental epithelial cells, suggesting the regulatory roles of two cytokines in Sp6 gene expression during tooth development. Our findings may shed new light on the regulatory mechanisms of Sp6 gene expression and provide a possible linkage between cytokine regulation of Sp6 expression and inductive epithelial and mesenchymal interactions.
Efek Pemberian Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Barbadensis Miller) pada Soket Gigi terhadap Kepadatan Serabut Kolagen Pasca Ekstraksi Gigi Marmut (Cavia Porcellus) Fatma Yuza; Ivan Arie Wahyudi; Sri Larnani
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Vol 21, No 2 (2014): December
Publisher : Faculty of Dentistry, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1014.512 KB) | DOI: 10.22146/majkedgiind.8743

Abstract

Tindakan ekstraksi gigi menyebabkan terjadinya luka sehingga akan melibatkan proses penyembuhan luka pada jaringan. Salah satu tahap penting dari proses penyembuhan luka pasca esktraksi gigi adalah terbentuknya serabut kolagen. Lidah buaya (Aloe barbadensis Miller) mengandung saponin, vitamin C dan acemannan yang diduga membantuproses pembentukan serabut kolagen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak lidah buaya terhadap kepadatan serabut kolagen pada proses penyembuhan luka pasca ekstraksi gigi marmut (Cavia porcellus). Lidah buaya yang digunakan berasal dari Sleman, Yogyakarta. Pembuatan ekstrak menggunakan metode maserasi dan pelarut air. Selanjutnya, dua puluh tujuh ekor marmut dibagi ke dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan terdiri dari kelompok ekstrak lidah buaya 45% dan 90%. Ekstrak lidah buaya sebanyak 0,05ml diteteskan kedalam soket gigi marmut pasca ekstraksi gigi pada kelompok perlakuan. Soket gigi marmut kelompok kontrol tidak diberi aplikasi zat aktif apapun. Tiga ekor subjek dari masing-masing kelompok dikorbankan pada hari ke-3, 7, dan 14 setelah ekstraksi gigi. Preparat histologis kepadatan kolagen soket gigi marmut diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkandengan uji Post Hoc menggunakan uji Mann-Whitney untuk membandingkan kepadatan kolagen antar kelompok pasca ekstraksi gigi marmut. Hasil uji statistik antar kelompok menunjukkan bahwa ekstrak lidah buaya 90% berpengaruh pada pembentukan serabut kolagen jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0,05) pada hari ke-7 pasca ekstraksi gigi marmut. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak lidah buaya 90% dapat membantu meningkatkan kepadatan serabut kolagen soket gigi hari ke-7 pasca ekstraksi gigi marmut. The Effect of Aloe Barbadensis Miller Extract to The Density of Collagen Fibers in The Wound Healing Process after Tooth Extraction of Guinea Pig (Cavia porcellus). Tooth extraction causes wound that would involve wound healing process on tissue. One of the important stages of wound healing process after dental extraction is the formation of collagen fibers. Aloe barbadensis Miller contains saponins, vitamin C and ace mannan that allegedly assist the process of collagen fibers formation. The purpose of this study was to determine the effect of Aloe barbadensis Miller extract to the density of collagen fibers in the wound healing process after tooth extraction of guinea pig (Caviaporcellus). Aloe vera is used in this study came from Sleman, Yogyakarta. Extract is made with maceration method and water as the solvent. Furthermore, twenty-seven guinea pigs were divided into a control group and treatment groups. The treatment groups consisted 45% Aloe barbadensis Miller extract group and 90% Aloe barbadensis Miller extractgroup. Aloe barbadensis Miller extract as much as 0.05 ml dropped into guinea pigs tooth sockets after tooth extraction in the treatment groups. Guinea pig’s tooth socket of the control group was not given any active substance. Three guinea pigs of each group were sacrificed on day 3, 7, and 14 after tooth extraction. Histology preparations of guinea pig teethsockets density of collagen were observed using light microscope 400x magnification. Analyzing data is done by Kruskal-Wallis test followed by Post Hoc test using the Mann-Whitney test for comparing collagen density between groups. Statistically results between groups showed that the extract of 90% Aloe barbadensis Miller affected the formation of collagen fibers when compared to the control group (p <0.05) on day 7 after tooth extraction of guinea pig. The conclusion of this study was 90% Aloe barbadensis Miller extract increased the density of collagen fibers from the tooth socket seven days after tooth extraction of guinea pig.
Pengaruh Minyak Atsiri Kapulaga (Amomum cardamomum) terhadap Kadar Metil Merkaptan yang Dihasilkan Bakteri Porphyromonas gingivalis (Kajian In Vitro) Nuning Wahyu Utami; Ivan Arie Wahyudi; Sri Larnani
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Vol 19, No 1 (2012): August
Publisher : Faculty of Dentistry, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (709.04 KB) | DOI: 10.22146/majkedgiind.15645

Abstract

Latar Belakang: Helitosis disebabkan pembentukan senyawa-senyawa sulfur atau Volatile Sulfur Compound (VSC) oleh bakteri. Metil merkaptan merupakan komponen VSC yang paling dominan menyebabkan bau pada halitosis. Agen antibakteri digunakan untuk mengatasi halitosis dengan cara menurunkan kadar metil merkaptan yang dihasilkan bakteri. Minyak atsiri kapulaga (Amomum cardamomum) diduga memiliki khasiat anti bakteri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh minyak atsiri kapulaga (Amomum cardamomum) terdapat kadar metil merkaptan yang dihasilkan porphyromonas gingivalis. Metode Penelitian: Setiap sumuran pada microplate ditetesi minyak atsiri kapulaga  (Amomum cardamomum) konsentrasi minyak atsiri kapulaga 0% (control negatif), 6,25%, 12,5%, 25%, 50%. Selanjutnya setiap sumuran yang telah ditetesi minyak atsiri kapulaga berfbagai konsentrasi, kemudian ditetesi suspensi bakteri porphyromonas gingivalis pada media TSB dan diinkubasi anaerob selama 48 jam. Tiap perlakuan menggunakan sampel sebanyak 5 sehingga sumuran yang dibutuhkan sebanyak 25. Setelah itu, semua sumuran ditetesi metionin dan DTNB kemudian diinkubasi anaerob selama 12 jam. Hasil inkubasi tersebut kemudian dilihat absorbansi metil merkaptan dengan microplate reader. Hasil Penelitian: Absorbansi kadar metil merkaptan yang dihasilkan pada minyak atsiri kapulaga 0%, 6,25%, 12,5%, 25%, 50% secara berurutan adalah 1,38, 0,217, 0,215, 0,204, 0,196. Minyak atsiri kapulaga (Amomum cardamomum) berpengaruh terhadap kadar metil merkaptan yang dihasilkan porphyromonas gingivalis. Terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok minyak atsiri kapilaga konsentrasi 0% sebagai kontrol negatif dengan minyak atsiri kapulaga 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan tidak ada perbedaan bermakna antara minyak atsiri kapulaga konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50%. Kesimpulan: minyak atsiri kapulaga (Amomum cardamomum) dapat menurunkan kadar metil merkaptan yang dihasilkan bakteri porphyromonas gingivalis.Background: Halitosis is caused by the formation of sulfur compounds or Volatile Sulfur Compound (VSC) by bacteria. Methyl merkaptan is the main compound that causes halitosis. Antibacterial agents are often used to treat halitosis by reducing level of methyl merkaptan produced by bacteria. One of the antibacterial agents derived from natural plant oil is cardamom (Amomum cardamomum). The objective of this study was to determine the effect of essential oil of cardamom (Amomum cardamomum) on methyl mercaptan level produced by porphyromonas gingivalis. Method: Essential oil of cardamom (Amomum cardamomum) was expelled on every well on microplate in concentration of 0% (as negative control) 6,25%, 12,5%, 25%, 50%. All wells that have been expelled with cardamom essential oil in different concentration then etched with porphyromonas gingivalis bacterial suspension in TSB media and were incubated anaerobically for 48 hours. Each treatment group had 5 samples so that 25 wells were needed. After that, all the wells etched with DTNB methionine and were incubated anaerobically for 12 hours. The result of those incubation were observed the absorbance of methyl mercaptan with microplate reader. Result: absorbation level of methyl mercaptan were produced cardamom essential oil in concentration 0%, 6,25%, 12,5%, 25%, 50% in sequence1,38, 0,217, 0,215, 0,204, 0,196. The essential oil of cardamom (Amomum cardamomum) affected the levels of methy mercaptan produced porphyromonas gingivalis. There was significant difference between group of cardamom essential oils in concentration 0% as negative control with group of cardamomum essential oil in concentration of  6,25%, 12,5%, 25%, 50%. Conclusion: the essential oil of cardamom (Amomum cardamomum) couid decrease methyl mercaptan level produced by porphyromonas gingivalis.  
Efek Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum Basilicum L.) Sebagai Agen Penghambat Pembentukan Biofilm Streptococcus Mutans Like Rosita Dwi Susanto; Archadian Nuryanti; Ivan Arie Wahyudi
Insisiva Dental Journal: Majalah Kedokteran Gigi Insisiva Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/di.v2i1.556

Abstract

Kemangi (Ocimum basilicum L.) merupakan tanaman yang sering digunakan untuk obat tradisional. Kandungan eugenol dalam minyak atsiri daun kemangi memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Gram positif. Streptococcus mutans adalah bakteri anaerobik fakultatif Gram positif di dalam rongga mulut yang banyak ditemukan dalam plak biofilm. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek minyak atsiri daun kemangi (Ocimum basilicum L.) sebagai agen penghambat pembentukan biofilm Streptococcus mutans. Penelitian ini dimulai dari pengadaan daun kemangi, kemudian dilakukan destilasi uap air hingga didapat minyak atsiri. Konsentrasi minyak atsiri yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1%, 0,5%, 0,25%, 0,125%, dan 0,0625% dengan menggunakan pelarut PEG 400 2,5%. Uji agen penghambat pembentukan biofilm dilakukan pada microplate round bottom 96 wells dengan pewarnaan kristal violet 0,5%. Pembacaan nilai absorbansi menggunakan microplate readerdengan panjang gelombang 595nm. Data yang didapat diolah menggunakan rumus penghambatan pembentukan biofilm. Daya penghambatan pembentukan biofilm dinyatakan sebagai nilai IC50 yang dianalisis menggunakan metode Probit pada program SPSS versi 16. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi minyak atsiri daun kemangi 0,0625%, 0,125%, 0,25%, 0,5%, dan 1% dapat menghambat pembentukan biofilm S. mutans sebesar4,451%, 40,121%, 80,416%, 88,586%, dan 94,812%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah minyak atsiri daun kemangi (Ocimum basilicum L.) memiliki efek sebagai agen penghambat pembentukan biofilm Streptococcus mutans dengan IC50 pada konsentrasi 0,168%.