Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Keanekaragaman Ficus Spp. di Gunung Tilu RPH Karangkancana BKPH Luragung KPH Kuningan Perum Perhutani Divre Jabar-Banten Rani Mardiani Hardinah; Yayan Hendrayana; Deni Deni
Wanaraksa Vol 11, No 2 (2017)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/wanaraksa.v11i2.4413

Abstract

Abstrak: Ficus adalah pohon yang memulai hidupnya sebagai epifit ketika bijinya bersemai dicelah atau retakan pohon induknya (atau struktur seperti bangunan dan jembatan). Keberadaan Ficus pada kawasan hutan Gunung Tilu dapat dijadikan sebagai indikator proses terjadinya suksesi hutan karena peran dari satwa liar yang memakan bijinya dan kemudian memicu terjadinya komunitas lanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengehetahui keanekaragaman ficus spp. dan pola sebaran jenis ficus spp. yang terdapat di kawasan Hutan Gunung Tilu RPH Karangkancana dengan metode kombinasi. Data dianalisis dengan intensitas sampling, indeks Keragaman dan indeks Morisita. Hasil penelitian ditemukan 11 jenis ficus spp. jenis Beunying (Ficus fistulosa) 39 individu , Bunut (Ficus glabella BL.) 23 individu,  Calodas (Ficus Callophylla Blume.) 20 individu, Caringin (Ficus benjamina L) 58 individu, Ki Darangdang (Ficus cusvidata) 37 individu ,  Ki Hampelas (Ficus ampelas Burm.F.) 6 individu, Kiara Beas (Ficus Sundaica Blume) 12 individu,  Kiara Karasak (Ficus kurzii king.) 32 individu,  Kondang (Ficus variagata Bl.) 45 individu, Leles (Ficus glandulifera (wall.Exmiq)King) 56 individu, Renghas (Ficus alba) ditemukan 63 individu. Kawasan hutan lindung Gunung Tilu jenis ficus spp. merupakan habitat yang baik berdasarkan kerapatannya, frekuensi,dan dominasi vegetasinya, dilihat dari jumlah individu dan keragaman jenis di setiap plot yang ditemukan dengan persebaran yang mengelompok.Kata Kunci : Hutan Lindung; Gunung Tilu; keanekaragaman; ficus spp.; satwaliar
PERDAGANGAN SATWA LIAR JENIS KUKANG (Nycticebus sp) DI PASAR HEWAN PLERED KECAMATAN WERU KABUPATEN CIREBON Erni Nuraeni; Toto Supartono; Deni Deni
Wanaraksa Vol 12, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/wanaraksa.v12i1.4541

Abstract

Perdagangan satwa liar ilegal merupakan ancaman serius terhadap pelestarian satwa liar di Indonesia. Kukang adalah salah satu primata yang paling banyak diperdagangkan baik di pasar tradisional dan pasar online (cyber market). Masuknya kukang di Appendix I dari Konvensi Perdagangan yang Terancam Punah (CITES), menurut IUCN kukang dikategorikan sebagai Terancam Kritis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data menggunakan observasi, investigasi, literatur, wawancara berbagai pihak terkait perdagangan satwa liar. Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif dan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan ada aktivitas perdagangan spesies kukang liar yang terjadi di pasar hewan Plered. Motif pedagang dipengaruhi oleh faktor ekonomi, fasilitas dan infrastruktur yang memadai, dan promosi oleh komunitas pecinta hewan melalui media sosial. Pola perdagangan satwa liar yang dilindungi melalui pemburu, pengepul, pedagang dan pembeli. Penegakan hukum di Indonesia tentang perdagangan satwa liar tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 7/1999 tentang Pelestarian Spesies Tanaman dan Satwa dan Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah yaitu pendekatan dan pengawasan pemerintah untuk mengendalikan pembelian hewan. Memperkuat pelaksanaan pengamanan peraturan dan penegakan hukum yang konsisten terhadap pelanggaran. Kata kunci: perdagangan satwa liar; kukang; hewan yang dilindungi; terancam punah
Keanekaragaman Jenis Mamalia Besar di Kawasan Bukit Sarongge RPH Ciniru BKPH Garawangi KPH Kuningan Peni Apriyani; Iing Nasihin; Deni Deni
Wanaraksa Vol 11, No 2 (2017)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/wanaraksa.v11i2.4414

Abstract

Abstrak: Bukit Sarongge merupakan kawasan hutan lindung yang secara administrasi terletak di Desa Pinara, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan, yang juga merupakan hutan yang dikelola oleh Perhutani Kuningan, BKPH Garawangi, RPH Ciniru. Penelitian ini difokuskan pada mamalia besar yang memiliki berat badan lebih dari 5 kilogram. Keberadaan mamalia sangat berperan penting dalam keseimbangan ekosistem alam, karena mamalia memiliki peranan ekologis sebagai indikator kerusakan habitat dan pencemaran udara. Tumbuhan juga berperan bagi keberlangsungan hidup mamalia sebagai sumber makanan, bahkan hewan karnivora sesungguhnya sangat bergantung pada tumbuhan karena makanannya merupakan hewan herbivora. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman jenis mamalia besar dan struktur vegetasi sebagai penyedia pakan. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 2016 dikawasan bukit Sarongge dengan menggunakan metode transek garis dan analisis vegetasi. Jenis mamalia besar yang ditemukan terdapat 5 jenis yaitu babi hutan (Sus scrofa), kijang (Muntiacus muntjak), lutung jawa (Trachypithecus auratus), macan tutul (Panthera pardus), surili (Presbytis comata). keanekaragaman jenis yaitu H’= 1,13 menunjukan bahwa tingkat keanekaraman jenis mamalia besar termasuk kriteria sedang. Sedangkan nilai kemerataan jenis yaitu J’= 0,70 yang menunjukan bahwa tingkat komunitas dalam keadaan yang cukup merata. Dan untuk jenis tumbuhan yang paling mendominasi pada tingkat semai, pancang, tiang, pohon yaitu jenis mahoni (Swittenia mahagoni). Kata kunci : Bukit Sarongge, vegetasi, indikator; keanekaragaman jenis; mamalia besar.
KEAWETAN ALAMI JENIS KAYU JATI (Tectona grandis, linn. F.), MAHONI (Swietenia macrophylla King) DAN SENGON (Paraserianthes falcataria, L) PADA UMUR 5 TAHUN Chandra Candiana; Sulistyono Sulistyono; Deni Deni
Wanaraksa Vol 13, No 01 (2019)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/wanaraksa.v13i1.4647

Abstract

ABSTRAK. Penelitian ini dipandang perlu dilakukan mengingat banyak jenis kayu dari hutan rakyat khususnya jenis jati, mahoni dan sengon yang sering digunakan oleh masyarakat Kuningan sebagai bahan bangunan ataupun bahan furniture yang belum diketahui keawetannya di ruangan terbuka dan tertutup. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan keawetan alami jenis kayu jati, mahoni dan sengon di ruangan terbuka dan tertutup.Metode pengujian kualitas alami jenis kayu jati, mahoni, dan sengon di ruangan ruangan terbuka menggunakan metode Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7207-2006. Sedangkan pengujian kualitas alami jenis kayu jati, mahoni, dan sengon di ruangan terbuka menggunakan metode uji lapangan (grave yard test) America Society for Testing Materials (ASTM) D 17558-02. Berdasarkan hasil pengujian keawetan alami kayu umur 5 tahun pada ruangan tertutup, Kayu Jati (Kelas Awet II) dan kayu Mahoni (Kelas Awet II) Sedangkan kayu Sengon memiliki nilai keawetan yang lebih rendah (Kelas Awet III). Berdasarkan hasil pengujian keawetan alami kayu umur 5 tahun pada ruangan terbuka, Kayu Jati dan kayu Sengon memiliki  (Nilai Keawetan 7) Sedangkan kayu Mahoni (Nilai Keawetan 6).Kata Kunci: Keawetan Alami; Jati; Mahoni; Sengon; ruangan terbuka; ruangan tertutupABSTRACT. This research is deemed necessary considering that there are many types of wood from community forests, especially teak, mahogany and sengon which are often used by the Kuningan community as building materials or furniture materials whose durability is unknown in open and closed spaces. The purpose of this study was to determine the natural durability of teak, mahogany and sengon species in open and closed spaces. The method of testing the natural quality of teak, mahogany, and sengon wood in open spaces uses the Indonesian National Standard (SNI) 01-7207-2006 method. . Meanwhile, testing the natural quality of teak, mahogany, and sengon wood in open spaces uses the American Society for Testing Materials (ASTM) D 17558-02 field test method. Based on the results of natural durability testing for wood aged 5 years in a closed room, teak wood (Durability Class II) and Mahogany wood (Durability Class II), while Sengon wood has a lower durability value (Durability Class III). Based on the test results of natural durability of wood aged 5 years in open spaces, teak wood and Sengon wood have (Durability Value 7) while Mahogany wood (Durability Value 6).Keywords: Natural Durability; Teak; Mahogany; Sengon; open room; closed room.
KONTRIBUSI AGROFORESTRI TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI DESA CIBINUANG KUNINGAN JAWA BARAT Ria Nopitasari; Ai Nurlaila; Deni Deni
Wanaraksa Vol 13, No 02 (2019)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/wanaraksa.v13i02.4684

Abstract

Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan yang menggabungkan tanaman pertanian dan kehutanan atau peternakan dalam satu bidang lahan. Penelitian ini berlokasi di Desa Cibinuang Kabupaten Kuningan dalam kelompok tani hutan Harapan Mulya dengan tujuan penelitian untuk mengetahui pendapatan petani agroforestri, untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pendapatan petani dan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan. Dari hasil penelitian yang dilakukan terdapat 17 jenis tanaman yang ditemukan, tingkat pendapatan tertinggi adalah jenis tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum) sebesar Rp. 3.919.000 per / tahun sedangkan produktivitas tertinggi pada tanaman petai (Parkia speciosa) adalah 221,43 papan / tahun. Pendapatan rata-rata petani dari agroforestri Rp. 10.754.852 / tahun dengan pengeluaran dari agroforestri Rp. 917.600/tahun, sedangkan pendapatan non-agroforestri rata-rata Rp 2.800.100/tahun. Kemudian kontribusi sistem agroforestri terhadap pendapatan responden sebesar 79,34% dan kontribusi pengelolaan lahan pada sistem non-agroforestri sebesar 20,76%. Faktor yang mempengaruhi tingkat agroforestri yang dapat mempengaruhi pendapatan adalah variabel luas lahan.Kata Kunci: Agroforestry, Pendapatan, Rumah tangga, pertanian
Association of dominant tree species in lowland forest of Mount Ciremai National Park Yayan Hendrayana; Deni Deni; Ade Muhammad Irsyad Habibi
Mangifera Edu Vol 7 No 1 (2022): Jurnal Mangifera Edu
Publisher : Universitas Wiralodra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31943/mangiferaedu.v7i1.142

Abstract

The vegetation of the Karangsari rehabilitation zone of Mount Ciremai National Park vegetation consists of several trees that grow together and interact with each other. This study aimed to determine species diversity and dominant tree associations in the rehabilitation zone of Karangsari Block, Mount Ciremai National Park. Field data collection using the checkered line method on a predetermined number of sampling plots. Furthermore, it was analyzed using the Important Value Index (IVI) to determine the dominant tree species and to determine the association relationship using a 2 x 2 contingency table. The study found 22 tree species with a diversity index value of 1.4. The dominant trees found in the study area were tusam (Pinus merkusii), saninten (Castanopsis argantea), anggrit (Nauclea sp), and avocado (Persea americana). There are six pairs of association relationships between dominant trees four pairs are positive and two are negative. This information is essential for future management of the use zone.
Analisis Perambahan Hutan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (Studi Kasus Desa Tirom Kecamatan Pematang Sawa Kabupaten Tanggamus) Deni Deni
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 5, No 1 (2011)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (13646.922 KB) | DOI: 10.22146/jik.578

Abstract

Taman Nasional di Indonesia sebagian besar memiliki masalah terkait keberadaan manusia. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), sejak penunjukannya selalu ada konflik dengan masyarakat di sekitarnya. Di TNBBS telah ada tindakan penggunaan lahan illegal dimana hal ini sering disebut dengan perambahan hutan. Perambahan hutan yang terjadi di Desa Tirom menjadi menarik untuk diperhatikan karena Desa Tirom memiliki penanganan konflik yang lebih rumit dibandingkan dengan desa-desa lainnya di sekitar TNBBS.Penelitian ini mencoba mengungkap faktor apa saja yang menyebabkan tindakan perambahan hutan oleh masyarakat Desa Tirom di Kecamatan Pematang Sawa, Kabupaten Tanggamus. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan metode kuantitatif untuk menguji factor kepemilikan lahan legal dan pendapatan masyarakat sebagai factor yang mempengaruhi tindakan perambahan hutan. Dalam metode kualitatif, responden dipilih secara purposive dan wawancara dilakukan secara mendalam, sementara itu teknik survey dilakukan untuk menguji secara kuantitatif.Berdasarkan hasil wawancara mendalam disimpulkan adanya beberapa masalah social ekonomi yang dialami masyarakat Desa Tirom seperti pendapatan rendah, sedikitnya sumber penghidupan dan kurangnya kapasitas masyarakat dalam mengelola pertanian lahan sempit. Berdasarkan hasil analisis regresi diketahui bahwa tidak ada hubungan yang kuat antara tindakan perambahan lahan dengan pendapatan dan kepemilikan lahan pribadi. Studi ini menunjukkan juga bahwa ada faktor lain (selain faktor pendapatan dan kepemilikan lahan pribadi) yang menyebabkan perambahan hutan oleh masyarakat Desa Tirom. Faktor-faktor ini perlu dikaji dalam penelitian lebih lanjut.Kata kunci: Perambahan, Desa Tirom, Taman Nasional Bukit Barisan SelatanAnalysis of Forest Encroachment in Bukit Barisan Selatan National Park (Study case in Tirom Village, Pematang Sawa Sub Regency, Tanggamus Regency)AbstractMost of National Parks in Indonesia have their problems related to human existence in conservation area. Since its establishment, there has been a conflict between Bukit Barisan Selatan National Park (BBSNP) with the surrounding communities. In the BBSNP, there have been acts of illegal landusage where it is commonly referred as forest encroachment. Forest encroachment in Tirom village is becoming interesting to study because it needs more complicated handling compared to other villages.This study aims to reveal the factors led to forest encroachment action by people of Tirom village, Pematang Sawa sub-district, Tanggamus District. This social research used descriptive qualitative and quantitative methods to test the legal land ownership factors and people income as factors affecting forest encroachment action. In this method, respondents were chosen purposively and interview was conducted deeply (in-depth interview) on each respondent.Based on the results of in-depth interviews it is concluded that there are several socio-economic problems experienced by the Tirom village including low income, limited sources of livelihood, and low capacity of communities in managing small areas. Based on regression analysis resultsit was shown that there is no strong relationship between the act of appropriation (as seen from the encroachment of land area) with revenues and private land ownership. This study also shows that there are other factors (beside income and private land ownership factors) that led to forest encroachment by the Tirom Village communities. These other factors need to be tested through further research.
Kajian Awal terhadap Potensi Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi, Jawa Barat dalam Upaya Pengembangan Ekowisata Deni Deni
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 4, No 1 (2010)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (703.281 KB) | DOI: 10.22146/jik.1556

Abstract

Preliminary Study of Potentiality of Hunting Park of Mt. Masigit KareumbiConservation Area, West Java for Ecotourism DevelopmentMasigit Kareumbi Hunting Park, with all its uniqueness, specificity, beauty, natural phenomena, landscape and ecosystem types is the basis of capital whose existence required to be continuously explored and analyzed in order to develop ecotourism development. Ecotourism potential of Masigit Kareumbi Hunting Park have not been optimally managed to develop as ecotourism product to improve the life quality of surrounding local communities. This research was conducted to provide information on potential development of Masigit Kareumbi Hunting Park. Field survey was performed to determine the selected locations that can strategically be developed as natural tourism objects. The results of the study showed that Masigit Kareumbi Hunting Park had the diversity potencies of flora, fauna, landscape and ecosystem types potential to be developed for ecotourism products. These potencies should be optimized for the hunting park as well as to increase income of local community. 
STRATEGI PENGEMBANGAN KAMPUNG ADAT KUTA SEBAGAI DESTINASI WISATA Anggi Setiadi; Agus Yadi Ismail; Deni Deni
Journal of Forestry And Environment Vol 6, No 1 (2023): Journal of Forestry and Environment
Publisher : Faculty of Forestry and Environment, Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/jfe.v6i1.9064

Abstract

Kuta Traditional Village development is faced with a lack of human resources who understand the importance of tourism awareness, lack of support to improve infrastructure and development budgets are still a major problem for rural communities to develop tourist objects and make their villages progress to become tourist villages. The objectives of this study are 1) Knowing the management strategy for the development of Kuta Traditional Village as a tourist destination; 2) Knowing the development strategy of the Kuta Traditional Village. The research method used was a questionnaire and FGD which were then analyzed using IFAS and EFAS as well as a SWOT analysis. From the research results it is known that 1) the authenticity of the Kuta traditional village; 2) Traditional social life; 3) Customs and customs that are still adhered to; 4) Traditional ceremonies are still being held; and 5) The sacredness of the Leuweung Gede forest is a potential that can make Kuta Traditional Village a tourist destination. The IFAS and EFAS analysis shows a score of 2.07 for strengths, 1.78 for weaknesses and 1.40 for opportunities and 1.53 for threats. In the SWOT diagram, the position of the Kuta Traditional Village is in quadrant II. Diversification (0.14 x-axis and -0.06 y-axis), which means that Kuta Traditional Village is in a position that has threats but still has strength, to minimize these threats the strategy that can be used is the ST strategy.Pengembangan Kampung Adat Kuta dihadapkan dengan kurangnya sumberdaya manusia yang mengerti akan pentingnya kesadaran pariwisata, kurangnya dukungan untuk mneingkatkan infrastuktur merupakan dan anggaran pengembangan masih menjadi permasalahan utama bagi masayarakat desa untuk mengembangkan objek wisata dan menjadikan desanya maju untuk menjadi desa wisata. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Mengetahui strategi pengelolaan pengembangan Kampung Adat Kuta sebagai destinasi wisata; 2) Mengetahui strategi pengembangan Kampung Adat Kuta. Metode penelitian yang digunakan adalah kuesiner dan FGD yang kemudian dianalisis menggunakan IFAS dan EFAS serta analisis SWOT. Dari hasil penelitian diketahui bahwa 1) Keaslian kampung adat kuta; 2) Kehidupan sosial masyarakat yang masih tradisional;  3) Adat dan istiadat yang masih dipegang teguh; 4) Masih sering dilaksanakannya upacara adat; dan 5) Kesakralan hutan leuweung gede merupakan potensi yang dapat menjadikan Kampung Adat Kuta sebagai destinasi wisata. Analisis IFAS dan EFAS menunjukan skor 2.07 untuk kekuatan, 1.78 untuk kelemahan dan 1.40 untuk peluang dan 1.53 untuk ancaman. Dalam diagram SWOT posisi Kampung Adat Kuta berada pada kuadran II. Diversifikasi (sumbu x 0.14 dan sumbu y -0.06) yang artinya Kampung Adat Kuta berada dalam posisi yang memiliki ancaman namun masih memiliki kekuatan, untuk meminimalkan ancaman tersebut strategi yang dapat digunakan adalah strategi ST
TINGKAT KENYAMANAN HUTAN KOTA BUNGKIRIT DI KABUPATEN KUNINGAN BERDASARKAN KERAPATAN VEGETASI, IKLIM MIKRO DAN PERSEPSI MASYARAKAT Silvi Sahidah; Iing Nasihin; Deni Deni
Journal of Forestry And Environment Vol 5, No 2 (2022): Journal of Forestry and Environment
Publisher : Faculty of Forestry and Environment, Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/jfe.v5i2.9028

Abstract

Green Open Space is part of the open space of an urban area filled with plant vegetation, one of which is the City Forest. Bungkirit City Forest is part of the green open space in Kuningan Regency which is maintained to overcome environmental problems. The existence of this urban forest is an important component in maintaining the comfort of the city for its residents through the function of forming the city's microclimate. This research aims to identify the types of trees that make up the City Forest, determine comfort based on the Temperature Humidity Index (THI) and community perception. Vegetation data is carried out by vegetation analysis to determine the type and number of trees, composition of vegetation types and tree density, determining data collection points is carried out based on the purposive method. Air temperature and humidity were collected by measuring within 5 weeks using a thermohygrometer, while perception data was collected by interview using a questionnaire. The results of identifying tree vegetation show that there is an influence of vegetation density on air temperature and humidity which influences the level of comfort with the composition of vegetation types dominated by the Gmelina (Gmelina arborea) type. The THI value inside the Bungkirit City Forest area can be categorized as comfortable, seen from the average for 5 weeks, the comfort index reaches 24.25, while outside the area it falls into the uncomfortable category with an average comfort index reaching 26.73, which means the value This exceeds the moderate category level, namely 26. The comfort level of Bungkirit City Forest based on perception is relatively high, with 87.5% stating that it is comfortable.Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan bagian ruang terbuka dari suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh vegetasi tumbuhan, salah satunya yaitu Hutan Kota. Hutan Kota Bungkirit merupakan bagian dari ruang terbuka hijau di Kabupaten Kuningan yang dipertahankan keberadaannya untuk mengatasi permasalahan lingkungan. Keberadaan hutan kota ini merupakan komponen penting dalam mempertahankan kenyamanan kota bagi penduduknya melalui fungsi pembentuk iklim mikro kota. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi jenis pohon penyusun Hutan Kota, mengetahui kenyamanan berdasarkan Temperature Humidity Index (THI) serta persepsi masyarakat. Data vegetasi dilakukan dengan analisis vegetasi untuk mengetahui jenis dan jumlah pohon, komposisi jenis vegetasi dan kerapatan pohon, penentuan titik pengambilan data dilakukan berdasarkan metode purposive. Suhu dan kelembaban udara dikumpulkan dengan cara pengukuran dalam waktu 5 minggu menggunakan alat termohigrometer, sedangkan untuk data persepsi dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Hasil dari identifikasi vegetasi pohon menunjukkan adanya pengaruh kerapatan vegetasi terhadap suhu dan kelembaban udara yag mempengaruhi tingkat kenyamanan dengan komposisi jenis vegetasi didominasi oleh jenis Gmelina (Gmelina arborea). Nilai THI di dalam kawasan Hutan Kota Bungkirit dapat dikategorikan nyaman dilihat dari rata-rata pada 5 minggu, indeks kenyamanan mencapai 24,25, sedangkan di luar kawasan masuk ke dalam kategori tidak nyaman dengan rata-rata indeks kenyamanan mencapai 26,73 yang artinya nilai tersebut melebihi tingkat kategori sedang yaitu 26. Tingkat kenyamanan Hutan Kota Bungkirit berdasarkan persepsi tergolong tinggi sebesar 87,5% menyatakan nyaman.