Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial budaya

NILAI EDUKASI MITOS DAN RELEVANSINYA DENGAN PENANAMAN NILAI PADA KELUARGA MINANGKABAU KONTEMPORER: TINJAUAN AWAL Yunarti .; Winda Rahmadani
Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya Vol 19, No 1 (2017): (June)
Publisher : Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (137.004 KB) | DOI: 10.25077/jantro.v19.n1.p55-65.2017

Abstract

Joseph Campbell explains one of the four mythical functions is a pedagogic function that is how humans live life as human beings under any circumstances. Some forms of folklore with pedagogic educative function are as a tool or complement in education and enculturation values such as stories to educate children disciplined, obedient, diligent and intelligent. The enculturation process to ensure the individual achieves maturity and cultural maturity so as to support the social order. In addition to the family as the first institution for the enculturation values in children, the social environment system that becomes interaction area will also affect each other's attitude and parenting ways and the environment. From the preliminary research, it was concluded that the observed myths of education were no longer present in the daily lives of the five families of informants. On the 5 myths traced, only the Malin Kundang myth is still well known. The substance of the values contained in the myth is accepted but is considered to be no longer to be found in the realities of everyday life. In the changing context, the enculturation process of the Minangkabau has shifted along with the swift entry of new values through new communication media
Pernikahan Usia Anak : Manifestasi Disfungsi Sistem Tigo Tali Sapilin dalam Masyarakat di Nagari Sialang, Kabupaten 50 Kota, Sumbar Yulkardi Yulkardi; Jelly Jelly; Yunarti Yunarti
Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya Vol 22, No 2 (2020): (December)
Publisher : Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jantro.v22.n2.p264-275.2020

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan analisis mengenai kasus pernikahan usia anak atau disebut juga pernikahan usia dini yang terjadi dalam masyarakat nagari Sialang.  Masyarakat Sialang yang terdiri dari empat jorong yaitu Jorong Sialang Bawah, Jorong Sialang Atas, Jorong Ronah Bengkek dan Jorong Kampung Harapan.  Kasus pernikahan dini paling banyak terjadi di Jorong Ronah Bengkek dan kampung Harapan, uniknya di dua Jorong ini juga banyak ditemukan kasus kehamilan sebelum menikah.  Masyarakat Sialang menganggap bahwa kehamilan sebelum menikah merupakan suatu dosa, sehingga harus dilakukan ritual doro yang merupakan prosesi ‘pembersihan dosa’.  Hal ini berbeda dengan kasus pernikahan dini. Untuk kasus pernikahan dini, masyarakat tidak menganggap bahwa hal tersebut merupakan sebuah masalah.  Menikah di usia muda dianggap sebagai sebuah solusi untuk permasalahan sosial yang tidak bisa diselesaikan oleh lembaga agama, adat dan pemerintahan nagari.  Tiga lembaga ini disebut dengan tigo tali sapilin.  Temuan penelitian menunjukkan bahwa lembaga tigo tali sapilin menjadikan pernikahan di usia muda menjadi solusi dari permasalahan sosial yang ada dalam masyarakat.  Fenomena ini dapat dianalisis dengan menggunakan teori Robert K. Merton mengenai disfungsi sistem sosial.  Hal ini terbukti dengan data mengenai doro yang dijadikan sebagai sarana pengintegrasian bagi pasangan yang hamil di luar nikah, tetapi tidak adanya sarana pengintegrasian bagi pelaku pernikahan dini.  Selain itu, menikah diusia muda dianggap sebagai sarana penghambat bagi kasus kehamilan sebelum menikah.  Tigo tali sapilin dianggap mampu menyelesaikan permasalahan kehamilan di luar nikah dengan cara membiarkan pernikahan usia anak sebagai salah satu langkah strategisnya.  Hal ini membuktikan bahwa tigo tali sapilin mengalami disfungsi dalam menangani fenomena pernikahan usia anak dalam masyarakat Sialang.