Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Motif Naratif Fiksi Postmodern dalam Novel Anak Gembala yang Tertidur Panjang di Akhir Zaman Karya A. Mustafa Kajian Postmodernisme Linda Hutcheon Intan Helendia Putri; Warni Warni; Liza Septa Wilyanti
Kajian Linguistik dan Sastra Vol. 1 No. 2 (2022): September 2022
Publisher : Prodi Sastra Indonesia, FKIP Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.265 KB) | DOI: 10.22437/kalistra.v1i2.20296

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan motif naratif fiksi postmodern dalam novel AGTPAZ menggunakan kajian postmodernisme Linda Hutcheon. Metode pada penelitian ini ialah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan motif naratif fiksi postmodern dengan kajian poetika postmodernisme Linda Hutcheon di dalam novel AGTPAZ berkaitan dengan persoalan legitimasi dan bentukan perspektif yang dilakukan oleh sebagian orang untuk memperoleh tujuannya. Hal tersebut tergambar dari isu-isu mengenai Ahmadiyah dan praktik politik di Indonesia, dan representasi politik terhadap pelaku LGBT. Motif naratif fiksi postmodern menunjukkan, bahwa novel AGTPAZ memiliki kebaruan estetika dan stilistika yang menjadikan karya sebagai bentuk kritis di masa lalu, bukan sebagai bentuk nostalgia. Bentuk kritis dalam fiksi postmodernisme tergambar dari fokus persoalan di dalam novel AGTPAZ yang kompleks dengan mengungkapkan berbagai ketimpangan sosial yang terjadi, seperti humanisme universal, tidak terjebak pada doktrin, dan memandang fakta individual seperti seksualitas sebagai masalah yang manusiawi.
Klasifikasi Leksikon dalam Tradisi Adat Menegak Rumah di Desa Air Liki Kabupaten Merangin Rengki Afria; Neldi Harianto; Julisah Izar; Intan Helendia Putri
Prosiding Seminar Nasional Humaniora Vol. 2 (2022): Prosiding Seminar Nasional Humaniora
Publisher : Jurusan Sejarah, Seni, dan Arkeologi, FKIP Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (210.609 KB)

Abstract

Abstrak Tradisi adat merupakan suatu kebiasaan yang menjadi identitas suatu masyarakat daerah tertentu. Sebagaimana dengan penelitian ini yang bertujuan untuk mendeskrisikan makna kultural dalam tradisi adat Menegak Rumah Desa Air Liki, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Tradisi ini diadakan oleh tuan rumah yang ingin mendirikan rumah baru sebagai simbol untuk mbujok (merayu) makhluk-makhluk sekitar agar tidak mengganggu saat proses pembuatan rumah. Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan leksikologi. Data dan sumber data dalam penelitian diperoleh dari wawancara, rekaman, dan pencatatan yang berasal dari informan. Hasil dari penelitian ini didapatkan 24 leksikon yang muncul dalam tradisi adat menegak rumah di Desa Air Liki, Kabupaten Merangin. Jika dikategorikan ke dalam kelas kata, terdiri dari 17 kata benda, yaitu balehong, hak tambun, pelambang, kencah, donso, tungku, lesung, kohan, takatang, tikar, menyan, puyan, okok nau, lopeik bugaih, nagosari, gulai cempodak, dogan,. Selanjutnya 5 kata kerja, yaitu balahak, sayo paek, taganai, silek, sambut talam. Dan 2 pronomina, yaitu datuk langkah, dan datuk ninek mamak. Sedangkan untuk makna kultural didapatkan 18 leksikon, yang terdiri atas 4 leksikon masuk ke dalam makna kultural dalam bentuk makanan dan minuman, seperti lopeik bugaih, nagosari, gulai cempodak, dan dogan. Terdapat 4 leksikon makna kultural dalam bentuk benda-benda perlengkapan, seperti kohan, menyan, puyan, dan okok nau. Terdapat 2 makna kultural nama kegiatan, seperti silek, dan sambut talam. Kata Kunci: Tradisi, adat, negak rumah, klasifikasi, leksikon Abstract Customary tradition is a habit that becomes the identity of a particular local community. As with this research which aims to describe the cultural meaning in the traditional tradition of Menegak Rumah Desa Air Liki, Merangin Regency, Jambi Province. This tradition is held by the host who wants to build a new house as a symbol for mbujok (seducing) the surrounding creatures so as not to interfere with the house-making process. The method in this research is descriptive qualitative using a lexicology approach. Data and data sources in the study were obtained from interviews, recordings, and records from informants. The results of this study obtained 24 lexicons that appear in the traditional tradition of upholding houses in Air Liki, Merangin Regency. If categorized into word classes, it consists of 17 nouns, namely balehong, hak tambun, symbol, kencah, donso, tungku, lesung, kohan, takatang, tikar, menyan, puyan, okok nau, lopeik bugaih, nagosari, gulai cempodak, dogan. Furthermore, 5 verbs, namely balahak, sayo paek, taganai, silek, sambut talam. And 2 pronouns, namely datuk langkah, and datuk ninek mamak. Whereas for cultural meaning, there are 18 lexicons, consisting of 4 lexicons that enter cultural meanings in the form of foof and drinks such as lopeik bugaih, nagosari, gulai cempodak, and dogan. There are 4 lexicons of cultural meaning in the form of equipment object, such as kohan, menyan, puyan, and okok nau. There are 2 cultural meanings of the activity, such as silek, and sambut talam. Keywords: tradition, custome, negak rumah, classification, lexicon