Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Pelaku Ekonomi Kreatif Berdasarkan Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Noviriska Noviriska
Jurnal Ilmiah Publika Vol 10, No 2 (2022): JURNAL ILMIAH PUBLIKA
Publisher : Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/publika.v10i2.7630

Abstract

Hak kekayaan Intelektual (HKI) ialah hak yang lahir berdasarkan hasil karya intelektual seseorang, sehingga HKI merupakan konstruksi hukum terhadap perlindungan terhadap kekayaan intelektual sebagai hasil karya ciptaan pencipta ataupun penemunya. Metode Penelitian ini menggunakan jenis  penelitian yuridis normatif dan empiris dengan  sifat penelitian deskriptif. Hasil penelitian  masih kurangnya kesadaran masyarakat khususnya para pelaku ekonomi Kreatif dalam hal melindungi karya ciptaannya dan tidak didaftarkan akibatnya banyak terjadi pelanggaran terhadap karya mereka. Keberadaan HKI bisa menjadi sumber peningkatan penghasilan bagi para pelaku ekonomi kreatif. Hak Kekayaan Intelektual telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Sehingga seseorang yang melanggar Hak Kekayaan Intelektual akan dikenai sanksi berdasarkan undang-undang tersebut.
Perlindungan Hukum Dalam Transaksi Jual Beli On Line Dan Dampak Yang Ditimbulkan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dwi Atmoko; Noviriska Noviriska
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 6 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i6.6841

Abstract

Pada masa pandemi Covid - 19 perkembangan transaksi bisnis di Indonesia mengalami perubahan, terutama cara bertransaksi . Perubahan  teknologi memberikan terobosan yaitu jaringan internet dalam skala globalPermasalahan yang dikaji dalam penelitian ini bertujuan untuk meneliti bentuk perlindungan hükum bagi konsumen dalam berbelanja online melalui fitur Marketplace pada aplikasi social E-commerce yaitu Facebook. Dalam transaksi melalui marketplace memberikan efek negatif yang dapat merugikan bagi pihak konsumen, yang dimana cenderung tidak adanya perlindunngan hukum. Pada dasarnya kewajiban dari seorang pelaku usaha menurut pasal 7 Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999  menjunjung tinggi beritikad baik dan memberikan informasi yang benar dan jelas dalam melakukan kegiatan usahanya. Maka adanya perlimdungan hukum terhadap konsumen memberikan jaminan dan menfasilitas untuk menuntut kerugian dalam melakukan transaksi jual beli secara langsung. Metode Penelitian ini adalah bahwa dalam sengketa penelitian yuridis normative dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach).Hasil Penelitian ini juga menjelaskan bahwa dalam sengketa antara konsumen dan pelaku usaha selama ini peraturan yang digunakan untuk melindungi hak-hak konsumen adalah undang-undang Nomor. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, namun undang-undang ini tidak secara khusus mengatur mengenai hak-hak konsumen dalam social e-commerce.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA YANG DIBATALKAN SURAT PERINTAH PENYIDIKAN MELALUI PUTUSAN PRAPERADILAN (KASUS PUTUSAN NOMOR: 67/PID.PRAP/2015/PN.JKT.SEL.) Aldifa Fahrul Huda; Noviriska Noviriska; Lukman Hakim
Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran (JRPP) Vol. 7 No. 1 (2024): In-Progress Volume 7 No 1 Tahun 2024
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jrpp.v7i1.24689

Abstract

Pada kasus tindak pidana pada Kasus Putusan Nomor: 67/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. yang kemudian mengajukan gugatan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan termohon Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini antara lain mengenai: 1) Aturan hukum terhadap pembatalan surat perintah penyidikan melalui putusan praperadilan terkait penetapan tersangka; dan, 2) Kelemahan yang terjadi pada penerapan ketentuan praperadilan dalam penetapan tersangka di dalam perkara tindak pidana korupsi.Penulis berharap dengan penelitan ini dapat menemukan dan memahami aturan hukum terhadap pembatalan surat perintah penyidikan melalui putusan praperadilan terkait penetapan tersangka serta mengetahui bagaimanaka kelamahan yang terjadi pada penerapan ketentuan praperadilan dalam penetapan tersangka di dalam perkara tindak pidana korupsi. Metode yang digunakan dalam penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum kepustakaan atau data sekunder belaka.Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah ditemukan beberapa kelemahan penyidik dalam menjalankan wewenangnya sebagai penegak hukum yang menyebabkan terampasnya hak asasi manusia. Penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan sebagai tersangka sehari setelah diperiksa sebagai saksi terhadap para tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan 21 (dua puluh satu) Gardu Induk (1.610 MVA) jaringan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara PT. PLN (Persero) Tahun Anggaran 2011, 2012, 2013 tanpa didahului adanya minimal dua alat bukti yang sah dan meyakinkan. Pada kasus penetapan tersangka tersebut terjadi kesalahan administrasi penyidikan dan kesalahan prosedur penyidikan dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka tanpa didahului dua alat bukti yang kuat secara sah dan meyakinkan. Aturan hukum yang digunakan terhadap pembatalan surat perintah penyidikan melalui putusan praperadilan terkait penetapan tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi pada Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 yang diputuskan bahwa ketentuan Pasal 77 huruf (a) KUHAP tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan.
Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Atas Eksekusi Hak Tanggungan Dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah Ferdinansyah Ferdinansyah; M.S. Tumanggor; Noviriska Noviriska
Action Research Literate Vol. 8 No. 4 (2024): Action Research Literate
Publisher : CV Syntax Corporation Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46799/arl.v8i4.281

Abstract

Ketentuan pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggunan (UUHT) memberikan hak kepada Kreditur selaku pemegang hak tanggungan yakni “ Apabila debitur cedera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak  untuk menjual objek  hak tanggungan atas  kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil  pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Secara umum lelang eksekusi hak tanggungan timbul karena adanya perjanjian kredit dengan objek jaminan benda tidak bergerak,  di mana terhadap jaminan berupa benda tidak bergerak tersebut telah dibebankan hak tanggungan, dan diketahui bahwa Sertifikat hak tanggungan tersebut memiliki kekuatan eksekutorial yang dipersamakan kekuatannya dengan putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk pengaturan hukum pelaksanaan atas Eksekusi Hak Tanggungan berdasarkan pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah dan menganalisis serta meninjau bentuk Perlindungan hukum bagi debitur atas Eksekusi Hak Tanggungan dalam penyelesaian kredit bermasalah. Metode penelitian pada penelitian ini adalah metode yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dan analisa deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan pengaturan eksekusi Hak Tanggungan dalam penyelesaian kredit bermasalah diatur oleh Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Dalam ketentuan ini, Seakan akan melampaui batas kewenangan hakim terkait hak eksekutorial, sehingga ketentuan pasal 6 tersebut sejatinya perlu dilakukan amandemen karena Pasal 6 UUHT memberikan wewenang kepada pemegang Hak Tanggungan untuk melakukan eksekusi atas kekuasaan sendiri.
Analisis Yuridis Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Berasal Dari Hasil Tindak Pidana Penggelapan Dan Penipuan Ditinjau Dari UU TPPU Jo Eddy Susanto; Juanda Juanda; Noviriska Noviriska
Action Research Literate Vol. 8 No. 4 (2024): Action Research Literate
Publisher : CV Syntax Corporation Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46799/arl.v8i4.282

Abstract

Tindak pidana asal di dalam tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Dalam normatif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang pasal 2 (1) mengenai hasil tindak pidana, adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana ada 26 macam, termasuk penipuan dan penggelapan. Perbuatan ini dilakukan karena kurangnya pengawasan sehingga dapat menimbulkan peluang bagi pelaku untuk melakukan tindak pidana pencucian uang. Karena perbuatan pelaku tindak pidana pencucian uang dilakukan untuk memperkaya diri sendiri dan merugikan orang lain. Apabila terjadi di suatu instansi pemerintah dengan menggunakan uang negara sehingga negara dirugikan dan sehingga dapat mempengaruhi perekonomian negara. Studi kasus ini difokuskan pada kasus penggelapan uang sesuai dengan putusan pengadilan No 707/PID. B/2021/ PN JKT. BRT yang terjadi pada PT Caraka Tirta Pratama dengan terdakwa Suci Margawati yang menjabat selaku Staff Crewing. Terhitung sejak tanggal 10 Januari 2014 sebagaimana Surat Keterangan Kerja No. 01/PUCTP/I/2021, tanggal 28 Januari 2021 dengan tugas membuat daftar Rekapitulasi Penggajian Crew Kapal dan juga membuat Payroll Gaji Crew Kapal PT. Caraka Tirta Pratama. Dalam kasus ini Suci Margawati. Didalam tindak pidana pencucian uang terdapat beberapa tahapan yang dilakukan oleh pelaku untuk menyembunyikan hasil tindak kejahatannya. Adapun tahapan dalam tindak pidana pencucian uang ini adalah sebagai berikut yaitu placement, layering dan Integrasi. Karena perbuatan tindak pidana pencucian uang sudah benar-benar sangat meresahkan dan merugikan para korban dibutuhkan adanya perundang- undangan baru yang mengatur tentang perampasan asset atau pun memiskinkan pelaku tindak pidana pencucian uang. Maka bisa menjadi pertimbangan untuk menaikkan denda menjadi dua kali lipat yang harus dibayarkan pelaku tindak pidana pencucian uang serta agar dapat menimbulkan efek jera bagi para pelaku tindak pidana pencucian uang.