Safirah Wulandah
Universitas Pendidikan Indonesia

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Social capital in the tradition of eating bedulang in the people of Cerucuk Village, Badau District, Belitung Regency Safirah Wulandah; Muhamad Iqbal; Iing Yulianti
Harmoni Sosial: Jurnal Pendidikan IPS Vol 8, No 2 (2021): September
Publisher : Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/hsjpi.v8i2.49164

Abstract

Indonesia has a variety of cultures that attract tourists because each has its uniqueness. Currently, cultural preservation is carried out to preserve and maintain Indonesian culture because every culture or tradition has social capital that can influence the community's social capital to achieve common goals. One culture or tradition with social capital is the tradition of eating bedulang, a tradition in the Belitung Regency. This study aims to determine the social capital in the tradition of eating bedulang in the Cerucuk Village community, Badau District, Belitung Regency. The approach used is a qualitative approach with a case study method. Data collection techniques using observation, interviews, and documentation studies. The findings of this study include the following: First, there is a traditional consultation in cooperation in preparing the implementation of the tradition of eating Bedulang; Second, there is a reciprocal relationship between expectations and what is felt by the community after following the tradition of eating bedulang so that it creates mutual trust between people; Third, there are values and norms in the tradition of eating bedulang, namely ethical values, aesthetic values, religious values, and social values as well as religious norms, decency norms, decency norms, and legal norms; Fourth, the impact of social capital contained in the tradition of eating bedulang is very influential by providing good benefits for people's lives in achieving common goals.
Urgensi Kurikulum Merdeka dalam Pembelajaran Sosiologi pada Pendidikan Abad 21 Safirah Wulandah; Achmad Hufad; Eko Sulistiono
Jurnal Sosialisasi: Jurnal Hasil Pemikiran, Penelitian dan Pengembangan Keilmuan Sosiologi Pendidikan Volume 10, Nomor 1 Maret 2023
Publisher : Universitas Negeri Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26858/sosialisasi.v1i1.41771

Abstract

Kurikulum merdeka yang didesain oleh Menteri Pendidikan menjadi jawaban dalam pendidikan abad 21 pada pembelajaran sosiologi. Dengan penerapan student centered learning atau berfokus pada siswa, pendidikan dirancang dengan menyesuaikan pendidikan abad 21 ini dalam pembelajaran sosiologi. Dalam kurikulum merdeka menjadi bentuk perbaikan dan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya untuk mengatasi learning loss dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode library research atau studi kepustakaan yang diperoleh dari berbagai sumber seperti jurnal, artikel dan buku. Adapun hasil dari penelitian ini ialah bahwa kurikulum menjadi urgensi dalam pendidikan abad 21 dalam pembelajaran sosisologi dengan beberapa konsep kurikulum merdeka yang mendukung. Dengan adanya penerapan kurikulum merdeka dan pendidikan abad 21 dalam pembelajaran sosiologi, guru dituntut untuk mengkombinasikan strategi, model, metode dan media pembelajaraan yang kreatif dan sesuai dengan perkembangan zaman siswa agar pembelajaran sosiologi menjadi menyenangkan dan membuat siswa menjadi lebih paham. Dengan penerapan student centered learning, siswa diharapkan mampu menjadi warga negara yang senantiasa manjadi problem solver untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan masyarakat dengan kemampuan analisis dan eksplorasi dari berbagai sumber pembelajaran. Oleh karena itu, kurikulum merdeka memiliki peran penting dalam pembelajaran sosiologi dan pendidikan abad 21.
FENOMENA CYBERBULLYING: KRISIS ETIKA KOMUNIKASI NETIZEN PADA MEDIA SOSIAL INSTAGRAM Safirah Wulandah
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 12, No 2 (2023)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v12i2.70025

Abstract

Cyberbullying is an act of bullying carried out on the internet such as social media, one of which is Instagram. The phenomenon of cyberbullying is important because the impact of cyberbullying is very dangerous for victims and perpetrators because of its psychological impact, but people still consider this problem unimportant. The phenomenon of cyberbullying is caused by the crisis of communication ethics in language politeness in netizens so that they dare to say harsh words. In this study, the phenomenon of cyberbullying is analyzed using Alfred Schutz's phenomenological theory.  This research uses a qualitative approach and library research method by extracting information from books, journals and the internet web regarding the phenomenon of cyberbullying on Instagram social media and Alfred Schutz's phenomenological theory. In the analysis, researchers also took samples of several celebrities involved in the phenomenon of cyberbullying on Instagram, namely @rachelvennya and @wirda_mansur. The results of the research are (1) cyberbullying carried out on these two celebgrams, namely harsh words in the form of insults sent by netizens via direct messages and comments on the celebgram's account. Alfred Schutz's phenomenological theory views the phenomenon of cyberbullying as a reality that exists in the world in which there are goals and reasons for netizens to do this. Netizens want to express their resentment towards the celebrity by sending harsh words to humiliate her, (2) communication ethics in terms of language politeness is important to be applied in face-to-face and virtual interactions, (3) the form of handling this cyberbullying phenomenon is the legal norms of Law Number 11 of 2008 which changed to Law Number 19 of 2016 and education on the application of communication ethics in society.Keywords: Cyberbullying, Ethics, Phenomenology, Instagram, CommunicationAbstrakCyberbullying merupakan suatu tindakan perundungan yang dilakukan di internet seperti media sosial yang salah satunya instagram. Fenomena cyberbullying ini menjadi penting karena dampak dari cyberbullying sangat berbahaya untuk korban dan pelaku karena berdampak pada psikisnya, namun masyarakat masih menganggap masalah ini tidak penting. Fenomena cyberbullying ini disebabkan karena krisisnya etika komunikasi dalam kesantunan bahasa pada netizen sehingga berani melontarkan kata-kata kasar. Dalam penelitian ini, fenomena cyberbullying dianalisis menggunakan teori fenomenologi Alfred Schutz.  Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode library research dengan menggali informasi dari buku, jurnal dan web internet mengenai fenomena cyberbullying pada media sosial instagram dan teori fenomenologi Alfred Schutz. Dalam analisisnya, peneliti juga mengambil sampel beberapa selebgram yang terlibat fenomena cyberbullying di instagram yaitu @rachelvennya dan @wirda_mansur. Adapun hasil penelitiannya yaitu (1) cyberbullying yang dilakukan pada dua selebgram ini yaitu kata-kata kasar berupa penghinaan yang dikirimkan oleh netizen melalui direct message dan komentar pada akun selebgram tersebut. Teori fenomenologi Alfred Schutz memandang fenomena cyberbullying ini ada suatu kejadian realitas yang ada di dunia yang didalamnya terdapat tujuan dan sebab netizen melakukan hal tersebut. Netizen ingin mengungkapkan rasa kesalnya terhadap selebgram tersebut dengan mengirimkan kata-kata kasar untuk mempermalukannya, (2) etika komunikasi dalam hal kesantunan bahasa menjadi hal penting untuk diterapkan dalam interaksi tatap muka dan tatap maya, (3) bentuk penangan fenomena cyberbullying ini yaitu adanya norma hukum UU Nomor 11 Tahun 2008 yang berubah menjadi UU Nomor 19 tahun 2016 dan edukasi penerapan etika komunikasi pada masyarakat.Kata Kunci: Cyberbullying, Etika, Fenomenologi, Instagram, Komunikasi