Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Optimalisasi Bukaan Jendela Untuk Pencahayaan Alami Dan Konsumsi Energi Bangunan Riska Dwi Chaerani; Suprayogi Suprayogi; Ery Djunaedy
eProceedings of Engineering Vol 4, No 3 (2017): Desember, 2017
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kondisi Indonesia yang tepat berada pada garis khatulistiwa menjadikan Indonesia mempunyai iklim tropis, sehingga sering kita merasakan suhu yang panas walaupun berada di dalam ruangan. Selain itu, konsumsi energi bangunan akan mengalami peningkatan akibat dari tingginya penggunaan AC serta lampu. Banyaknya cahaya matahari yang masuk maka semakin baik sistem pencahayaannya, tetapi konsumsi beban pendinginan mengalami peningkatan karena suhu didalam ruangan menjadi tinggi. Namun hal tersebut dapat teratasi dengan mencari luas bukaan dimensi jendela yang tepat terhadap pencahayaan alami dengan memperhitungkan energi bangunan yang dihasilkan. Objek pada simulasi adalah bangunan tipe ruko dan bangunan tipe kecamatan, luas lantai masing-masing ± 70 m2 dan ± 600 m2, dengan variable luas bukaan jendela 20% sampai 80%. Masingmasing bangunan akan dikombinasikan tiga jenis material kaca yang berbeda yaitu dengan nilai U-Value, SHGC, VT serta ditambahkan kombinasi arah orientasi bangunan yaitu utara, barat, timur dan selatan. Hasil penelitian menunjukan, pada gedung tipe ruko penghematan energi terbaik diperoleh Kaca 1 dengan luas bukaan jendela 40% untuk orientasi Barat, 40% untuk orientasi Timur, 30% untuk orientasi Utara, dan 40% untuk orientasi Selatan. Sementara gedung tipe Kecamatan penghematan energi terbaik diperoleh Kaca 1 dengan luas bukaan jendela 70% untuk orientasi Barat, Timur dan Utara sedangkan orientasi Selatan 80%. 
Penilaian Silau Di Dalam Ruangan Dengan Menggunakan Metode Fotografi High Dynamic Range M. Octa Nasrullah; Ery Djunaedy; Suprayogi Suprayogi
eProceedings of Engineering Vol 5, No 3 (2018): Desember 2018
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Indeks silau dalam SNI 03-2396-2001 yang ada di indonesia mengacu pada CIBSE Publication TM 10 . Standar ini dipakai sejak tahun 2001 dan saat ini belum ada penelitian lebih lanjut. Sementara penelitian tentang indeks silau di luar indonesia sudah berkembang. Metode sederhana yang dapat digunakan sebagai alat ukur silau dan indeks yaitu fotografi High Dynamic Range (HDR). Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk membangun cara mengukur silau di indonesia agar standar yang ada dapat dikembangkan. Untuk membangun cara mengukur silau tersebut dilakukan dengan membuat gambar HDR, dan evaluasi silau yang menghasilkan nilai Daylight Glare Probability (DGP). Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapat hasil bahwa teknik fotografi High Dynamic Range (HDR) dapat digunakan sebagai metode cara untuk mengukur silau siang hari. Nilai DGP dipengaruhi oleh iluminansi vertikal dengan konsi sudut pengambilan gambar yang sama. Sedangkan untuk kondisi sudut pengmbilan gambar yang berbeda-beda nilai DGP tidak hanya dipengaruhi oleh nilai iluminansi vertikal, tetapi ada faktor-faktor lain yang yang mempengaruhi. Kata kunci : silau, high dynamic range, daylight glare probabilitas Abstract Glare index in SNI 03-2396-2001 in Indonesia refers to CIBSE Publication TM 10 . This standard has been used since 2001 and there is currently no further research. While research on glare index outside Indonesia has been developed. A simple method that can be used as a glare and index tool is High Dynamic Range (HDR) photography. Therefore research is needed to build a way of measuring glare in Indonesia so that existing standards can be developed. To build a way of measuring the glare is done by creating an HDR image, and a glare evaluation that results in Daylight Glare Probability (DGP) values. Based on the research, it was found that High Dynamic Range (HDR) photography technique can be used as a method of measuring daylight glare. DGP values are affected by vertical illuminance with the same angle of shooting angle. As for the different angle picture angling conditions DGP values are not only influenced by the value of vertical illuminance, but there are other factors that affect. Keywords: glare, high dynamic range, daylight glare probability
Kuantifikasi Massa Termal Dalam Bangunan Pada Daerah Tropis Kadek Surya Dharma; Ery Djunaedy; Suprayogi Suprayogi
eProceedings of Engineering Vol 3, No 3 (2016): Desember, 2016
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki karakteristik suhu rata-rata 350C, sehingga pengkondisian termal dalam bangunan menjadi perhatian utama agar tercapainya kenyamanan termal bagi penghuni bangunan. Konsep massa termal merupakan mekanisme menyerap, menyimpan dan melepaskan panas pada material bangunan yang bertujuan untuk menurunkan temperatur puncak dan beban pendinginan puncak pada bangunan yang menggunakan AC. Bangunan yang mempunyai massa termal yang baik tentunya dibangun dengan material yang sesuai dengan iklim setempat. Parameter yang bisa merepresentasikan massa termal adalah kapasitas panas, effusivitas termal, diffusivitas termal, waktu termal, volume selubung dan luas permukaan dalam bangunan. Bangunan yang dibangun dengan material beton bisa dipastikan mempunyai massa termal yang lebih baik jika dibandingkan dengan bangunan yang dibangun dengan kayu ketebalan yang sama karena beton mempunyai nilai kapasitas panas yang lebih besar daripada kayu. Tetapi ketika dua bangunan dibangun dengan material beton yang berbeda jenis tidak bisa ditentukan secara langsung bangunan yang mempunyai massa termal yang lebih baik. Oleh karena itu diperlukan perhitungan massa termal dan simulasi pada masing-masing jenis bangunan untuk mendapatkan massa termal yang optimum. Massa termal optimum merupakan nilai massa termal yang sudah tidak berpengaruh lagi terhadap perubahan suhu maupun beban pendinginan dalam bangunan. Hasil penelitian memperoleh parameter yang paling merepresentasikan massa termal adalah waktu termal, karena memiliki tingkat korelasi paling tinggi terhadap suhu dalam bangunan yaitu sebesar -0.85. Waktu termal optimum setelah dianalisis yaitu sebesar 181042 s (≈50 jam). ), maka jika t > 50 jam masa termal tidak efektif lagi, karena tidak terjadi penurunan signifikan suhu dalam bangunan. Hasil dari penelitian juga menunjukkan semakin lama waktu termal maka fluktuasi suhu permukaan dalam bangunan semakin rendah. Kata kunci : Massa termal, parameter massa termal, temperatur puncak dan beban pendinginan puncak
Pemodelan Bukaan Untuk Ventilasi Alami Dalam Bangunan Sampoerna Romadhona; M Ramdlan Kirom; Ery Djunaedy
eProceedings of Engineering Vol 5, No 3 (2018): Desember 2018
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Rancangan arsitektur bangunan di wilayah yang beriklim tropis selalu dilengkapi dengan berbagai jenis bukaan yang bertujuan untuk memasukkan angin dari luar ke dalam ruangan sehingga berfungsi sebagai ventilasi alami. Namun, pada saat tahap perancangan bangunan, belum ada upaya untuk merumuskan bagaimana cara untuk memodelkan bukaan tersebut dengan cara yang mudah. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui cara memodelkan bukaan untuk ventilasi alami. Pemodelan bukaan tersebut dibutuhkan untuk menghitung aliran udara dalam bangunan. Ventilasi dibutuhkan agar udara di dalam ruangan tetap sehat dan nyaman bagi manusia. Pada penelitian ini telah dilakukan pemodelan bukaan untuk ventilasi alami pada tiga studi kasus dengan menggunakan model AirflowNetwork pada perangkat lunak EnergyPlus. Objek penelitian pada tugas akhir ini adalah bangunan Belgian PASSYS cell, bangunan kotak dan bangunan masjid. Berdasarkan studi kasus kedua, bukaan tipe casement menghasilkan aliran udara tertinggi sedangkan bukaan tipe hung, sliding dan hopper menghasilkan aliran udara terendah. Pada model bangunan masjid telah dilakukan pemodelan bukaan dengan dua simulasi yang berbeda, aliran udara dalam bangunan masjid mengalami penurunan seiring dengan pengurangan bukaan yang didefinisikan. Kenyamanan termal model bangunan kotak sederhana berada pada rentang -1.04 sampai 2.22 dan pada model bangunan masjid berada pada rentang -1.26 sampai 3.26. Kata kunci: bukaan, ventilasi alami, kenyamanan termal. Abstract Architectural buildings in tropical regions are always equipped with various types of openings that aim to enter the wind from the outside into the room so that it serves as a natural ventilation. However, during the design stage of the building, there has been no attempt to formulate how to model the openings in an easy way. This research was conducted to find out how to model openings for natural ventilation. Modeling the openings required to calculate the air flow in a building. Ventilation is needed to keep the air in the room healthy and comfortable for humans. In this research, there has been modeling of openings for natural ventilation in three case studies using the AirflowNetwork model on the EnergyPlus software. In this model we need input data that is discharge coefficient and opening factor value. The object of this research is Belgian PASSYS cell building, box building and mosque building. Based on a second case study, casement type openings produce the highest airflow while hung, sliding and hopper type openings produce the lowest airflow. In the model of mosque building has been done with the modeling of openings with two different simulations, air flow within the mosque building decreased along with the reduction of defined openings. The thermal comfort of the box building model is in the range of -1.04 to 2.22 and the mosque building model is in the range of -1.26 to 3.26. Keywords: opening, natural ventilation, thermal comfort
Metode Benchmarking Energi Bangunan Dengan Menggunakan Building Energy Map (bemap) Berbasis Web Tantri Apriyaningrum; Ery Djunaedy; M. Ramdlan Kirom
eProceedings of Engineering Vol 4, No 3 (2017): Desember, 2017
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Benchmarking merupakan metode untuk menentukan kinerja energi bangunan dengan cara menghitung dan mengontrol kinerja satu set bangunan serupa dengan membandingkan antara bangunan tersebut. Metode benchmarking di Indonesia masih sangat sederhana. Untuk menilai kinerja bangunan, variabel yang digunakan hanya IKE (Intensitas Konsumsi Energi dalam kWh/m2) sebagai parameter boros atau tidaknya konsumsi energi bangunan. Oleh karena itu diperlukan variabel lain agar metode benchmarking lebih akurat dengan ditampilkan pada skor benchmarking. Variabel yang ditambahkan pada penlitian ini yaitu luas total bangunan dan CDD (Cooling Degree Days) yang dikalikan dengan luas bangunan ber-AC. Variabel tersebut berpengaruh sebesar 63% terhadap IKE dengan analisis regresi linier berganda. Hasil persamaan regresi tersebut digunakan untuk mencari IKE adjusted, lalu didapat skor benchmarking dengan menghitung persentil IKE adjusted. IKE aktual yang besar belum tentu menunjukkan bangunan dengan penggunaan energi yang tinggi atau boros. Karena skor bergantung dari IKE adjusted yang relatif dengan variabel luas bangunan total, luas ber-AC, dan CDD. Pada penelitian ini, skor benchmarking yang dihasilkan tersebut selanjutnya ditampilkan pada website BeMap (Building Energy Map) agar mempermudah pemilik bangunan melakukan benchmarking.
Studi Pengaruh Penggunaan Filter Kalman Pada Pengukuran Intensitas Cahaya Dalam Sistem Smart Home Muhammad Pandu Aryo Gumilang; Ery Djunaedy; Reza Fauzi Iskandar
eProceedings of Engineering Vol 5, No 3 (2018): Desember 2018
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Sistem Smart Home merupakan informasi dan teknologi terintegrasi yang berbasis hardware dan software dengan fokus untuk memaksimalkan keamanan serta kenyamanan pemilik hunian tempat tinggal. Rumah yang nyaman adalah rumah yang memiliki pencahayaan yang baik di setiap ruangannya, pencahayaan dalam rumah dibutuhkan untuk optimalisasi setiap aktivitas, perbedaan aktivitas manusia dalam suatu rumah membutuhkan intensitas cahaya tertentu. Standar Nasional Indonesia memiliki nilai refrensi intensitas cahaya untuk menjadikan ruangan yang nyaman, untuk ruang tamu, ruang makan, dan ruang kerja adalah 120 ~ 250 lux. Untuk membuat smart home yang memiliki pencahayaan yang baik maka dibutuhkan tolak ukur pencahayaan di dalam rumah, salah satu sensor cahaya yang dapat dijadikan alat ukur adalah sensor LDR (Light Dependent Resistor), Sensor LDR memiliki kekurangan yaitu hasil sensor yang berfluktuasi, data yang dihasilkan sensor LDR belum baik untuk sistem pengukuran dan akan menyulitkan sistem smart home itu sendiri. maka dari itu dibutuhkan filter kalman yaitu filter yang dapat memprediksi nilai sehingga didapatkan hasil yang stabil, hasil akhir menunjukan bahwa filter kalman mampu menghilangkan fluktuasi dengan error 7.57% sehingga akurasi relative pengukuran adalah 92.43% lebih baik dibanding tidak menggunakan filter kalman, untuk correlation pearson 0.995 dan nilai standar deviasi 19.88. Kata Kunci: Smart Home, Smart House, eHome, Intensitas Cahaya, Filter Kalman Abstrak The Smart Home system is information and integrated technology based on hardware and software with a focus on maximizing the security and comfort of residential dwellers. A comfortable house is a house that has good lighting in each room, lighting in the house is needed to optimize each activity, the difference in human activity in a house requires a certain intensity of light. The Indonesian National Standard has a light intensity reference value to make the room comfortable, for the living room, dining room, and work space is 120 ~ 250 lux. To make a smart home that has good lighting, a lighting measurement is needed in the house, one of the light sensors that can be used as a measuring instrument is the LDR (Light Dependent Resistor) sensor, the LDR sensor has a fluctuating sensor result, the data generated by the sensor LDR is not good for measurement systems and will complicate the smart home system itself. Therefore it is necessary to use the Kalman filter which is a filter that can predict values so that a stable result is obtained, the final result shows that the Kalman filter is able to eliminate fluctuations with an error of 7.57% so that the relative accuracy of measurement is 92.43% better than not using the Kalman filter, for Pearson correlation 0.995 and the standard deviation value of 19.88. Keywords: Smart Home, Smart House, eHome, Light Intensity, Kalman Filter, Logaritmic
Perancangan Sistem Rumah Sakit Hemat Energi Yunita Anggraini; Ery Djunaedy; Saladin Prawirasasra
eProceedings of Engineering Vol 6, No 1 (2019): April 2019
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Rumah sakit merupakan sebuah bangunan yang dalam perancangan dan pembangunannya harus mengikuti standar ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Namun pada kenyataannya masih banyak rumah sakit di Indonesia yang beroperasi belum memenuhi standar persyaratan yang berlaku. Rumah sakit memiliki tingkat konsumsi energi yang terbilang tinggi, hal ini di karenakan pelayanan yang tersedia selama 24 jam dalam 7 hari, peralatan medis, persyaratan untuk udara bersih, dan pengendalian penyakit yang secara terus menerus dilakukan. Oleh karenanya dengan tuntutan operasional yang demikian dibutuhkan perancangan dan pembangunan yang baik agar energi yang dikonsumsi tidak berlebihan. Maka dari itu, dilakukan penelitian pada proyek pembangunan rumah sakit yang sedang berlangsung, yaitu Rumah Sakit Salman Hospital (RSSH). Pada penelitian ini akan dilakukan pemodelan dan perancangan sistem rumah sakit menggunakan perangkat lunak SketchUp, OpenStudio dan EnergyPlus yang mengacu pada ketentuan yang berlaku guna mendapatkan nilai intensitas konsumsi energi (IKE) yang presentable serta untuk mengetahui nominal biaya yang dibutuhkan supaya sistem rumah sakit dapat ditingkatkan dan memenuhi peraturan pemerintah yang sudah ditetapkan. Pada penelitian ini dilakukan 3 studi kasus dengan 3 skenario masukan sistem yang berbeda. Skenario 1 Gedung RSSH dengan kondisi pendefinisian masukan sistem Heating, Ventilation, and Air Conditioning (HVAC) yaitu menggunakan Variable Refrigerant Flow (VRF) tetapi tidak menggunakan Dedicated Outdoor Air System (DOAS) dan tidak menggunakan Fresh Air. Skenario 2 Gedung RSSH dengan kondisi pendefinisian masukan sistem Heating, Ventilation, and Air Conditioning (HVAC) yaitu menggunakan Variable Refrigerant Flow (VRF) tetapi tidak menggunakan Dedicated Outdoor Air System (DOAS) dan menggunakan Fresh Air. Skenario 3 Gedung RSSH dengan kondisi pendefinisian masukan sistem Heating, Ventilation, and Air Conditioning (HVAC) yaitu menggunakan Variable Refrigerant Flow (VRF) dan menggunakan Dedicated Outdoor Air System (DOAS) juga menggunakan Fresh Air. Hasil penelitian menunjukkan pada model bangunan dengan skenario 1 menghasilkan IKE sebesar 123.219 kWh/m2 /tahun, skenario 2 menghasilkan IKE sebesar 127.755 kWh/m2 /tahun, dan pada skenario 3 menghasilkan IKE sebesar 212.136 kWh/m2 /tahun. Dapat dilihat bahwa pengkondisian udara dengan masukan sistem VRF menghasilkan nilai tingkat konsumsi energi yang paling rendah. Kata kunci : IKE, HVAC, VFR, DOAS Abstract A hospital is a building that in its design and construction must follow the standards set by the government. But in reality, there are still many hospitals in Indonesia that have not meet the applicable standard requirements. Hospitals have a high level of energy consumption, this is because the services are available for 24 hours in 7 days, medical equipments, requirements for clean air, and disease control are continuously carried out. Therefore, with such operational demands, good design and development are needed so that the energy consumed is not excessive. With this case research was carried out on an ongoing hospital development project, Rumah Sakit Salman Hospital (RSSH). In this study, hospital system modeling and design will be made using open source software SketchUp, OpenStudio and EnergyPlus, it will be carried out which refers to the applicable provisions in order to obtain a presentable Energy Use Index (EUI) and to determine the cost needed so that the hospital system can be improved and comply with the government regulations that have been set. In this study, 3 cases studies were conducted with 3 different system input scenarios. Scenario 1 is the RSSH building with input definition for Heating, Ventilation, and Air Conditioning (HVAC) systems using Variable Refrigerant Flow (VRF) but not using Dedicated Outdoor Air Systems (DOAS) and not using Fresh Air. Scenario 2 is the RSSH building with input definition for Heating, Ventilation, and Air Conditioning (HVAC) systems using Variable Refrigerant Flow (VRF) and Fresh Air but not using Dedicated Outdoor Air Systems (DOAS). Scenario 3 is the RSSH building with input definition for Heating, Ventilation, and Air Conditioning (HVAC) systems using Variable Refrigerant Flow (VRF) and using Dedicated Outdoor Air Systems (DOAS) also using Fresh Air. The results of the study show that the building model with scenario 1 produces EUI at 123.219 kWh/m2 /year, scenario 2 produces IKE at 127.755 kWh / m2 / year, and in scenario 3 produces IKE at 212.136 kWh / m2 / year. It can be seen that, air conditioning with input of VRF systems produces the lowest Energy Use Index (EUI). Key Words: EUI, HVAC, VFR, DOAS
Pengukuran Radiasi Matahari Untuk Perhitungan Faktor Matahari Syukron Dwi Apriyadi; Ery Djunaedy; Wahyu Sujatmiko
eProceedings of Engineering Vol 6, No 1 (2019): April 2019
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Data ketersediaan radiasi matahari di suatu tempat sangatlah penting untuk keperluan bangunan hemat energi. Data ini digunakan untuk mengestimasi beban panas yang seharusnya dihindari masuk ke dalam ruangan agar energi yang digunakan untuk mendinginkan ruangan tidak besar. SNI 03-06389-2010 Konservasi Energi Selubung Bangunan hanya memiliki data radiasi matahari untuk Kota Jakarta, sedangkan untuk kota-kota lain belum tersedia. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran radiasi matahari dengan instrumen buatan untuk menerima radiasi matahari dari empat arah mata angin yaitu timur, barat, utara, dan selatan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan sensor cahaya yaitu sensor BH1750 di tempat tinggi yang tidak terhalang oleh bayangan di Kota Bandung dan diukur dari pukul 07.00 hingga 18.00 berdasarkan waktu pengukuran data yang tertera pada SNI-03- 06389-2010. Hasil data kalibrasi dilakukan pengujian Mean Bias Error (MBE) dengan metode observasi di masing-masing sensor dengan rentang 2,32 sampai dengan 6,17 dan memiliki nilai Coefficient of Variation of Root Mean Square Error CV(RSME) di masing-masing sensor dengan rentang 11,13 sampai dengan 29,61. Masingmasing eror MBE dan CV(RSME) ini masih dalam batas toleransi dalam standar pada ASHRAE. Setelah alat terkalibrasi dilakukan pengukuran radiasi matahari, pengukuran dilakukan dengan metoda diukur secara langsung dan masing-masing sensor menghadap arah mata angin dengan menggunakan kompas selama 7 hari yang dimulai pada tanggal 23 sampai dengan 29 September 2018. Hasil pengukuran selama 7 hari didapatkan bahwa permukaan dinding yang mengarah ke arah timur, selatan, utara, dan barat mendapat paparan radiasi matahari sebesar 362, 240, 331, 254 dalam satuan W/m2 . Kata kunci : Radiasi Matahari, Faktor Matahari Abstract Availability of solar radiation data in somewhere is very important for the purposes of energy efficient buildings. This data is used to estimate the load of heat that should be avoided entering into the room, so that the energy used to cool the room which not large. SNI 03- 06389-2010 conservation of Sheath building energy (Konservasi Energi Selubung Bangunan) only has data on solar radiation for the city of Jakarta, while for other cities is not yet available. This research was conducted on the measurement of solar radiation with artificial instruments to receive solar radiation of the four direction wind namely East, West, North, and South. The measurement is carried out using BH1750 sensor in high place which is not deterred by a shadow in the city of Bandung and measured from 07.00 a.m to 18.00 p.m based on measurement data provided on SNI-03-06389-2010. The results of the calibration data is done testing the Mean Bias Error (MBE) with the method of observation in each sensor with a range of 2,32 up to 6,17 and have the value of Coefficient of Variation of Root Mean Square Error CV (RSME) in each sensor with the range 11,13 up to 29,61. Each of this errors is still within tolerance within the ASHRAE standard After the calibration of instrument was measured by solar radiation, measurement is carried out for 7 days beginning on the date of 23 to 29 September 2018. Measurement results for 7 days is obtained that the surface of the wall that leads to the East, South, North and West of the Solar radiation exposure of 362, 240, 254, 331 in units of W/m2. Keywords: Solar Radiation, Solar FactorPengukuran Radiasi Matahari Untuk Perhitungan Faktor Matahari
Perbandingan Kenyamanan Termal Dan Kualitas Udara Di Ruangan Ac Dan Tidak Ber – Ac Muhammad Alfi Sazali; Ery Djunaedy; M. Ramdlan Kirom
eProceedings of Engineering Vol 6, No 1 (2019): April 2019
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Kenyamanan ruangan merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan aktivitas ruangan. Untuk mewujudkan ruangan yang nyaman secara termal maka diperlukan sistem HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning). Pada penelitian kali ini bertujuan untuk membandingkan kenyamanan termal pada Mengetahui perbandingan kenyaman termal dan kualitas udara pada ruangan yang menggunakan pengkondisi udara (Air Conditioner) dan tidak menggunakan alat pengkondisi udara (Air Conditioner). metode yang digunakan untuk menentukan kenyamanan termal bagi pengguna ruangan adalah metode PMV. PMV (Predicted Mean Vote) merupakan nilai rata-rata yang menggambarkan bagaimana sensasi termal yang dirasakan penghuni terhadap ruangan yang ditempatinya. Sedangkan pada kualitas udara dilakukan pengukuran dengan mengetahui kadar CO2 pada ruangan ber - AC dan tidak ber – AC. Penelitian ini melakukan pengukuran dan pengambilan data menggunakan alat ukur yang telah ditentukan dan dilakukan pada ruangan yang telah diidentifikasi dan klasifikasi. Data yang diambil meliputi data temperatur, kelembaban, kadar karbondioksida pada ruangan dan data survey dari setiap mahasiswa yang ada pada ruangan. Hasil penelitian menunjukkan ditemukan hubungan yang signifikan dengan analisis regresi linier antara AMV dan PMV, dimana nilai PMV memiliki nilai 1 poin lebih besar dari nilai AMV. Hal ini menunjukan bahwa responden yang melakukan kegiatan pada ruangan-ruangan tersebut sudah terbiasa dengan kondisi ruangan dan mereka dapat mentolerir kondisi yang tergolong hangat jika dilihat pada standar. Dan diperoleh dari pengukuran CO2 pada ruangan ber – AC dan tidak ber – AC didapatkan bahwa bahwa ruangan ber – AC memiliki konsentrasi rata – rata CO2 sebesar 1076.54 ppm lebih tinggi dibandingkan ruangan yang tidak ber – AC memiliki konsentrasi sebesar 683.65 ppm. Kata kunci: Kenyamanan termal, kualitas udara, PMV, HVAC. Abstract Comfortable is an aspect that need be considered when carrying out activities in the room. HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning) systems are needed to create a thermally comfortable room. This study aims to compare thermal comfort in knowing the ratio of thermal comfort and air quality in rooms using air conditioners and not using air conditioner. The method used to determine thermal comfort for room users is the PMV method. PMV (Predicted Mean Vote) is an average value that describes how the thermal sensation felt by residents to the room they occupy. While the air quality is measured by knowing the level of CO2 in the air-conditioned room and not airconditioned.This study measures and retrieves data using a predetermined measuring instrument and is carried out in the identified space and classification. The data taken included data on temperature, humidity, carbondioxide levels in the room and survey data of each student in the room.The results showed a significant relations that found with linear regression analysis between AMV and PMV, where the PMV value has a value of 1 point greater than the AMV value. This shows that respondents who do activities in the rooms are familiar with the condition of the room and they can tolerate conditions that are classified as warm when viewed in the standard. And obtained from the measurement of CO2 in air-conditioned and non-air-conditioned rooms found that the air-conditioned room has an average concentration of CO2 of 1076.54 ppm higher than the room that is not air-conditioned has a concentration of 683.65 ppm. Key word: Thermal comfort, air quality, PMV, HVAC
Pengaruh Konfigurasi Atap Bangunan Terhadap Beban Termal Ruangan Cornellius Wisesa Wisnu Bayu Kresna; Ery Djunaedy; M Saladin Prawirasasra
eProceedings of Engineering Vol 6, No 2 (2019): Agustus 2019
Publisher : eProceedings of Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Pendingin udara berperan besar dalam konsumsi energi rumah tangga di Indonesia. Meningkatnyapertumbuhan ekonomi Indonesia diikuti dengan peningkatan penggunaan pendingin udara, namun tidakdiikuti dengan konfigurasi atap bangunan yang sesuai. Bangunan memiliki beberapa bagian yang menjadiselubung bangunan dan atap merupakan selubung teratas yang terpapar pancaran matahari sepanjanghari. Ada banyak jenis konfigurasi atap yang terdiri dari berbagai macam material. Ada beberapapenelitian yang menyebutkan tiap material atap mempengaruhi beban termal pada ruang dibawahnya.Namun belum diketahui konfigurasi yang paling baik dalam mencegah peningkatan beban termal ruangyang disebabkan radiasi matahari. Dengan kecilnya beban termal maka mengurangi konsumsi energipendingin ruangan. Pada penelitian ini telah dilakukan pengujian menggunakan EnergyPlus dengan 7material atap, 6 material plafon, 4 material insulasi, dan 2 jenis aluminium foil dengan 5 skenario. Hasilnyapada bangunan studi kasus berupa minimarket di Universitas Telkom, konfigurasi skenario 3 denganmaterial atap bitumen, insulasi polyester dan aluminium foil bubble pada bagian bawah atap, dan plafonakustik memiliki performa yang paling baik. Kata Kunci: Selubung bangunan, beban termal, konfigurasi atap.Abstract Air conditioning contributes for energy consumption of residential building in Indonesia. The Indonesiaeconomic growth followed by increased use of air conditioning, but not followed by appropriate roofconfiguration. Building has a several parts as building envelope and the roof is the upper building envelopeexposed to the sun’s rays throughout the day. There is a lot of building roof configuration composed by variouskinds of materials. Several study said that every materials give an effect to thermal loads of the room. However,it is not known which configuration is best in preventing an increase in room thermal load caused by solarradiation. A small thermal loads help to reduce the air conditioning energy consumption. In this study, testinghas been carried out using enegyPlus with 7 roofing materials, 6 ceiling materials, 4 insulation materials, and2 types of aluminum foil with 5 scenarios. The result is in case studies building: minimarkets at TelkomUniversity, scenario 3 configuration with bitumen roofing material, polyester insulation with bubble aluminumfoil below roofing material, and acoustic ceiling has the best performance.Keywords: Building envelope, thermal loads, roof configuration.