Arief Syahrul Alam
Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

URGENSI PENERAPAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG TERHADAP PELAKU PENCURIAN Muhamad Chaidar; Arief Syahrul Alam
Wijaya Putra Law Review Vol 2 No 1 (2023): April
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38156/wplr.v2i1.90

Abstract

Untuk mengetahui bentuk sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang hasil pencurian. Jenis penelitian dalam penulisan ini dilakukan dengan jenis penelitian hukum normatif berupa penelitian kepustakaan yang menggunakan 3 bahan hukum yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Penelitian hukum ini menitikberatkan pada studi kepustakaan yang berarti akan lebih banyak menelaah dan mengkaji aturan-aturan hukum yang ada dan berlaku. Sanksi pidana daripada tindak pidana pencucian uang itu sendiri tercantum dalam Pasal-pasal di atas, yaitu : 1). Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 (pelaku aktif) “setiap orang yang menempatkan, mentrasnfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah)”, 2). Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 (pelaku aktif )”, 3). Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 (pelaku pasif).
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN PENGIDAP GANGGUAN KEJIWAAN DALAM PRESPEKTIF HUKUM PIDANA Afridus Darto; Arief Syahrul Alam; Fifin Dwi Purwaningtyas
Jurnal Ilmu Hukum Wijaya Putra Vol 1 No 2 (2023): September
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38156/jihwp.v1i2.128

Abstract

Dalam hukum pidana seharusnya seorang hakim wajib memperhatikan dari setiap faktor dan kondisi pelaku sebelum memutus perkaranya dan hakim juga harus bisa mengetahui peristiwa-peristiwa terkait, semisal mengoreksi kebenaran dan memperkirakan kemampuan pelaku dalam mempertanggungjawabkan tindak pidana yang dilakukan jika pelaku merupakan pengidap gangguan kejiwaan. Fokus permasalahan dari penelitian ini 1. Bagaimana Pengaturan Hukum Bagi pelaku Tindak Pidana Pembunuhan yang dilakukan Oleh Orang yang Mengalami Gangguan Kejiwaan ? 2. Bagaimana Pertanggung Jawaban Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Pengidap Gangguan Kejiwaan dalam prespektif Hukum Pidana ?. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tipe penelitian Normatif. Kesimpulannya, Pelaku tindak pidana adalah kelompok atau orang yang melakukan perbuatan atau tindak pidana yang bersangkutan dengan arti orang yang melakukan dengan unsur kesengajaan atu tidak seperti yang diisyaratkan oleh Undang-Undang atau yang telah timbul akibat yang tidak dikehendaki oleh Undang-Undang. Saran, Penanganan dan penjangkauan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) merupakan fokus dinas sosial, menyediahkan kebutuhan setiap bulan yang disalurkan Yayasan, Kerjasama dengan Dinas Dukcapil dalam memfasilitasi pengurusan admistrasi kependudukan bagi ODGJ yang tidak memiliki dokumen kependudukan.
TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN HAK MORAL PENCIPTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.28 TAHUN 2014 Wendelina Ernatudera; Arief Syahrul Alam; Andy Usmina Wijaya
Jurnal Ilmu Hukum Wijaya Putra Vol 1 No 2 (2023): September
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38156/jihwp.v1i2.131

Abstract

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman seni dan budaya hal ini sejalan dengan keanekaragaman etnik suku, bangsa dan agama secara keseluruhan yang merupakan potensi nasional yang perlu di lindungi. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum hak moral pencipta di Indonesia menurut undang-undang hak cipta dan bagaimana perlindungan hukum terhadap pelanggaran hak moral pencipta di Indonesia. Dengan menggunakan penelitian normative dapat disimpulkan bahwa pengaturan hukum hak moral pencipta telah diatur dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2014 tentang hak cipta Hak moral merupakan hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta, hak ekslusif dalam hal ini hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta. Perlindungan hukum terhadap pelanggaran hak moral pencipta telah diantur dalam UUHC. Konsep perlindungan ini berlaku bagi pencipta atas ciptaanya. Perlindungan hukum tersebut merupakan Upaya untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Pemerintah telah melakukan Upaya pengurangan terhadap adanya pelanggaran hak cipta dimana Upaya-upaya tersebut merupakan penyesuaian dan pembentukan perundang-undangan yang dapat diberikan adalah perlindungan dengan cara disahkannya Undang-Undang No.28 Tahun 2014.
PENGATURAN RESTORATIVE JUSTICE TERHADAP PELAKU DAN KORBAN DALAM PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA ANAK Usyadat Taufan; Arief Syahrul Alam; Muhamad Chaidar
Jurnal Ilmu Hukum Wijaya Putra Vol 1 No 2 (2023): September
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38156/jihwp.v1i2.143

Abstract

Pada hakikatnya hukum dibuat untuk memberikan perlindungan dan keadilan bagi masyarakat luas. Selain jalur litigasi, saat ini pemerintah melalui aparat penegak hukumnya mulai menerapkan metode non ligitasi, yakni penyelesaian perkara pidana diluar peradilan yang disebut restorative justice. Restorative Justice (Keadilan Berbasis Musyawarah) adalah satu pendekatan utama,yang saat ini, berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, wajib dilakukan dalam perkara anak yang berhadapan dengan hukum. Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri. Mekanisme tata cara dan peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuik menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak korban dan pelaku. Dari latar belakang tersebut, pada penelitian ini terdapat dua rumusan masalah, yaitu 1. Bagaimanakah pengaturan restorative justice terhadap pelaku dan korban dalam penyelesaian perkara tindak pidana anak berdasarkan peraturan perundang-undangan ? 2. Bagaimanakah perlindungan hukum restorative justice terhadap pelaku dan korban dalam penyelesaian perkara tindak pidana anak?. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan atau data sekunder saja melalui jenis pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Dari hasil penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa Keadilan restoratif adalah sebuah konsep pemikiran yang merespons pengembangan sistem peradilan pidana dengan menitikberatkan pada kebutuhan pelibatan masyarakat dan korban yang dirasa tersisihkan dengan mekanisme yang bekerja pada sistem peradilan pidana yang ada pada saat ini. Restorative justice bisa menjadi obat bagi penyelesaian berbagai macam kasus yang melibatkan anak-anak.
RESTORATIVE JUSTICE DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN OLEH ANAK Dimas Rizky Rizaldy; Arief Syahrul Alam; Muhamad Chaidar
Jurnal Ilmu Hukum Wijaya Putra Vol 1 No 2 (2023): September
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38156/jihwp.v1i2.154

Abstract

Anak yang berhadapan dengan hukum bukan hanya sebatas anak yang berkonflik dengan hukum atau anak sebagai pelaku Tindak Pidana. Tapi juga mencakup anak yang menjadi korban dan anak yang menjadi saksi dari suatu perbuatan tindak pidana. Untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Restorative Justice. Dalam hal ini, pihak-pihak terkait duduk bersama untuk mencari penyelesaian yang adil bagi korban dan pelaku. Penerapan restorative justice bagi anak yang berhadapan dengan hukum merupakan suatu perubahan regulasi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Sasarannya adalah anak yang berhadapan dengan hukum, dengan tujuan mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan. Sebelumnya hanya anak sebagai pelaku yang ditangani dari konteks pidana. Kini UU SPPA mengatur juga anak sebagai korban dan termasuk anak sebagai saksi.