Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Oto Rhino Laryngologica Indonesiana

Adenoma pleomorfik kelenjar saliva pada bayi Perkasa, Muhammad Fadjar; Kurniawati, Dewi
Oto Rhino Laryngologica Indonesiana Vol 43, No 2 (2013): Volume 43, No. 2 July - December 2013
Publisher : PERHATI-KL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (108.529 KB) | DOI: 10.32637/orli.v43i2.73

Abstract

Latar belakang: Adenoma pleomorfik adalah tumor kelenjar saliva yang paling sering ditemukan, yang merupakan suatu tumor jinak campuran yang terdiri dari sel-sel epitel dan diferensiasi mesenkimal. Adenomapleomorfik (AP) paling banyak ditemukan pada kelenjar saliva minor yang terdapat pada palatum, kemudian bibir, dasar rongga mulut, lidah, tonsil, faring, daerah retromolar dan rongga hidung. Kasus adenoma pleomorfik pada tonsil sangat jarang ditemukan, insiden AP lebih sering pada wanita dibanding pria dan terjadi pada usia 40-60 tahun, paling banyak pada usia 43-46 tahun. Tujuan: Melaporkan satu kasus AP pada tonsil seorang bayi yangberumur 7 bulan yang dilakukan tindakan ekstirpasi tumor trans-oral. Kasus: Seorang bayi perempuan umur 7 bulan, berat 6 kg datang dengan keluhan utama mendengkur. Dari alloanamnesis (ibunya) riwayat mendengkur dialami sejak anak berusia 4 bulan, bunyi napas bertambah keras sejalan dengan bertambahnya umur. Pada usia 6bulan pasien mulai sesak napas terutama saat minum susu, kadang-kadang disertai regurgitasi saat minum susu, tidak ada riwayat demam, kejang dan influenza sebelumnya. Dari pemeriksaan fisis Telinga Hidung Tenggorok (THT) tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan otoskopi dan rinoskopi anterior. Pada pemeriksaan faringoskopiditemukan massa pada pole atas fossa tonsilaris, tonsil T1 di inferior dari massa. Tonsil kiri T1 tenang. Bayi ini didiagnosis tumor tonsil kanan. Penatalaksanaan: Dilakukan tindakan eksterpasi tumor pada rongga mulut. Hasil pemeriksaan histopatologik jaringan tumor setelah tindakan eksterpasi tumor trans oral adalah adenoma pleomorfik sesuai dengan gambaran makroskopis massa. Kesimpulan: Suatu kasus tumor kelenjar saliva, yang sangat jarang terjadi pada anak.Kata kunci : Adenoma pleomorfik, tumor kelenjar saliva, ekstirpasi tumor trans oral.
Hubungan tipe deviasi septum nasi klasifikasi Mladina dengan kejadian rinosinusitis dan fungsi tuba Eustachius Tanty Tanagi Toluhula; Abdul Qadar Punagi; Muhammad Fadjar Perkasa
Oto Rhino Laryngologica Indonesiana Vol 43, No 2 (2013): Volume 43, No. 2 July - December 2013
Publisher : PERHATI-KL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (111.376 KB) | DOI: 10.32637/orli.v43i2.69

Abstract

Latar belakang: Deviasi septum nasi yang mengubah aliran udara dalam rongga hidung dapat mempengaruhi fungsi drainase dan ventilasi sinus paranasal dan tuba Eustachius. Tujuan: Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tipe deviasi septum nasi menurut klasifikasi Mladina dengan kejadian rinosinusitis dan fungsi tuba Eustachius. Metode: Penelitian dengan desain cross sectional ini melibatkan 70 penderita deviasi septum nasi. Dilakukan pemeriksaan nasoendoskopik untuk menentukan tipe deviasi septum berdasarkan klasifikasi Mladina,pemeriksaan CT Scan sinus paranasal potongan koronal untuk menentukan adanya rinosinusitis dan timpanometri untuk menentukan fungsi tuba Eustachius. Data dianalisis menggunakan uji chi square likelihood ratio. Hasil:Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe deviasi septum nasi yang paling banyak ditemukan adalah tipe 5 yaitu dengan orientasi horisontal (38,6%). Kejadian rinosinusitis pada penderita deviasi septum nasi sebanyak 54 kasus (77,1%), tipe timpanogram pada penderita deviasi septum nasi yang terbanyak adalah tipe A (82,9%), sedangkan tipe B (1,4%), tipe C (4,3%) dan mayoritas mengalami gangguan fungsi tuba Eustachius (62,9%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p>0,05 yang berarti tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara tipe deviasi septum nasi menurut klasifikasi Mladina dengan kejadian rinosinusitis dan fungsi tuba Eustachius. Kesimpulan: Walau tidakterdapat hubungan yang bermakna antara tipe deviasi septum nasi dengan klasifikasi Mladina namun dari segi jumlah lebih banyak ditemukan rinosinusitis dan gangguan fungsi tuba Eustachius pada penderita deviasi septum nasi. Kata kunci: Deviasi septum, klasifikasi Mladina, rinosinusitis, fungsi tuba Eustachius.
Analisis pedigree gangguan pendengaran dan ketulian pada penduduk dusun Sepang, Polewali Mandar, Sulawesi Barat Muhammad Fadjar Perkasa; Abdul Qadar Punagi; Khaeruddin K
Oto Rhino Laryngologica Indonesiana Vol 42, No 1 (2012): Volume 42, No. 1 January - June 2012
Publisher : PERHATI-KL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (452.808 KB) | DOI: 10.32637/orli.v42i1.32

Abstract

Background. Pedigree Analysis of hearing loss and deafness in the population of Sepang hamlet, Tenggelang village, Luyo district, Polewali Mandar regency, West Sulawesi. Purpose: To determine the inheritance pattern of hearing loss and deafness in the population of Sepang Hamlet. Methods:  Explorative study was conducted among 167 people using pure tone audiometry Interacoustics AD229  type, impedance audiometry Madsen Electronics Zodiac type 901 and Otoread Interacoustics TEOAE. Pedigree of the subjects were made and  analyzed.   Results: The result of Chi-square goodness of fit showed that the test of conformity with the notion of inheritance pattern of hearing loss and deafness were autosomal dominant, obtain the results of χ²= 6.721>χ² = 3.84 and p value =0,01<0,05, with df = 1, while assuming conformance testing inheritance pattern of hearing loss and deafness were autosomal recessive, obtain the results of χ ² =0,628 < χ²tabeltabel=3.84 and p value= 0.428>0.05 with df = 1. Conclusion: The inheritancepattern of hearing loss and deafness in familial marriage in the population of Sepang hamlet, Tenggelang village, Luyo district, Polewali Mandar regency, West Sulawesi was found to be  autosomal recessive transmission.   Keywords: pedigree analysis, familal marriage, hearing loss, deafness, Polewali Mandar, West Sulawesi.   Abstrak :  Latar Belakang: Gangguan pendengaran dan ketulian ditemukan pada penduduk Dusun Sepang, Desa Tenggelang, Kecamatan Luyo, Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat yang mempunyai adat perkawinan keluarga. Tujuan: Analisis pedigree ini bertujuan menentukan pola pewarisan gangguan pendengaran dan ketulian pada penduduk dusun tersebut. Metode: Jenis penelitian ini adalah studi eksploratif dengan jumlah subjek sebanyak 167 orang. Pemeriksaan yang dilakukan adalah audiometri nada murni menggunakan audiometer merk Interacoustics tipe AD229, Audiometer impedans merk Madsen Electronics tipe Zodiac 901 dan TEOAE merk Interacoustics tipe Otoread. Subjek dibuatkan pedigree dan dianalisis. Hasil: Uji statistik chi-square test goodness of fit menunjukkan bahwa uji kesesuaian dengan anggapan pola pewarisan gangguan pendengaran dan ketulian secara autosomal dominan didapatkan nilai χ²  hasil=6,721 > χ² = 3,84 dan nilai p= 0,01<0,05 dengan df = 1, sedangkan uji kesesuaian dengan anggapan pola pewarisan gangguan pendengaran dan ketulian secara autosomal resesif didapatkan nilai  χ²  hasil=0,628 <χ²tabeltabel =3,84 dan nilai p=0,428>0,05 dengan df =1. Kesimpulan: Pola pewarisan gangguan pendengaran dan ketulian pada perkawinan keluarga pada penduduk dusun Sepang, Desa Tenggelang, Kecamatan Luyo, Kabupaten polewali Mandar Sulawesi Barat terjadi melalui transmisi autosomal resesif. Kata Kunci : analisis pedigree, perkawinan keluarga, gangguan pendengaran, ketulian, Polewali Mandar, Sulawesi Barat
Penanganan meningosil dan atresia koana bilateral Muhammad Fadjar Perkasa
Oto Rhino Laryngologica Indonesiana Vol 43, No 1 (2013): Volume 43, No. 1 January - June 2013
Publisher : PERHATI-KL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (618.435 KB) | DOI: 10.32637/orli.v43i1.17

Abstract

Latar belakang: Atresia koana adalah tertutupnya satu atau kedua posterior kavum nasi oleh membranabnormal atau tulang. Hal ini dapat terjadi bersamaan dengan kelainan kongenital lainnya. Atresia koanabilateral menyebabkan keadaan darurat pada saat kelahiran. Angka kejadian atresia koana adalah 1 kasus per5000 - 8000 kelahiran. Kejadian pada perempuan dua kali lebih banyak daripada laki-laki. Tujuan: Membahassatu kasus bayi dengan atresia koana bilateral yang didiagnosis di ruang operasi, yang tidak terdeteksisebelumnya karena adanya meningosil. Kasus: Bayi perempuan 16 hari dengan meningosil dan atresia koanabilateral. Penatalaksanaan: Pasien menjalani koanoplasti transnasal dan pemasangan stent. Pasien sembuhdengan baik. Kesimpulan: Atresia koana dapat terjadi bersama dengan kelainan kongenital lainnya, sehinggamemerlukan pemeriksaan yang teliti karena atresia koana bilateral menyebabkan keadaan darurat danmemerlukan penanganan segera.Kata kunci : atresia koana, koanoplasti, stent.ABSTRACTBackground: Choanal atresia is a condition where one or both posterior nasal cavity is blocked byabnormal bony or soft tissue. This condition can occur concomitant with other congenital anomalies. Bilateralchoanal atresia causes emergency situation at birth. The incidence of choanal atresia is one case per 5000-8000births and are twice as much in females. Purpose: To discuss a case of bilateral choanal atresia which wasdiagnosed in the operating theatre, undetected previously because of the meningocele. Case: A baby girl 16 daysold with meningocele and bilateral choanal atresia. Management: The patient underwent transnasalchoanoplasty and stenting. The result was satisfactory. Conclusion: Choanal atresia can occure with othercongenital abnormalities, so careful examination is mandatory as bilateral choanal atresia needs promptmanagement.Keywords : choanal atresia, choanoplasty, stent