Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

APLIKASI GRADASI GABUNGAN DI LABORATORIUM DAN GRADASI HOT BIN ASPHALT MIXING PLANT CAMPURAN LATASTON (HRS – BASE) TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL Welem M.W.L. Daga; Theodorus Paling; Yermias Elvis Lay
JUTEKS : Jurnal Teknik Sipil Vol 2 No 2 (2017): JUTEKS (Jurnal Teknik Sipil)
Publisher : P3M- Politeknik Negeri Kupang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (13529.965 KB) | DOI: 10.32511/juteks.v2i2.170

Abstract

Perencanaan yang baik terkadang meleset dalam pelaksanaannya, yang akibatnya akan berdampak pada masyarakat pengguna jalan. Komposisi gradasi perkerasan lentur yang digunakan sering tidak sesuai dengan desain perencanaan dan peruntukkannya. Banyak upaya yang dilakukan untuk melihat kembali komposisi yang digunakan gradasi yang digunakan. Diantaranya dengan melihat perbandingan gradasi gabungan di laboratorium dengan gradasi gabungan pada unit Hot Feed Bin di Asphalt Mixing Plant (AMP) yang berbeda jauh, juga sering menghadapi kendala akibat tidak pernah diadakan kalibrasi pada saringan yang ada pada unit Hot Feed Bin di AMP. Dari faktor sumber daya manusia sering diakibatkan oleh sikap para operator pelaksana perkerjaan konstruksi jalan yang amat sering mengabaikan pentingnya pengukuran dan kalibrasi gradasi gabungan di laboratorium, maupun gradasi gabungan di unit Hot Feed Bin di Asphalt Mixing Plant (AMP). Sering terjadinya pencampur-bauran agregat dalam muatan bin, tipe yang benar dari feeders, termasuk tipe belt untuk agregat pasir halus, pintu feeders jarang dikalibrasi secara tepat dan terpasang dengan kuat, tidak terjaganya secara terpisah ukuran agregat di lokasi stockpile, menjadi penyebab penyimpangan pada Job Mix Agregate Formula (JMAGF). Penelitian komparasi aplikasi gradasi gabungan di laboratorium dan gradasi di unit Hot Feed Bin Asphalt Mixing Plant (AMP) yang mengacu pada Spesifikasi Baru Beton Aspal Campuran Panas perlu dilakukan untuk mendapatkan kinerja gradasi Job Mix Agregate Formula (JMAGF) campuran Lataston (HRS – Base) di Laboratorium dan membandingkannya dengan gradasi Job Mix Agregate Formula (JMAGF) dengan kadar aspal yang sama campuran Lataston (HRS -Base) di unit Hot Feed Bin Asphalt Mixing Plant (AMP).
PENENTUAN KELAS KUAT KAYU LOKAL DI PULAU TIMOR SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI Koilal Alokabel; Yermias Elvis Lay; Tedy Wonlele
JUTEKS : Jurnal Teknik Sipil Vol 2 No 2 (2017): JUTEKS (Jurnal Teknik Sipil)
Publisher : P3M- Politeknik Negeri Kupang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (13317.274 KB) | DOI: 10.32511/juteks.v2i2.168

Abstract

Penggunaan kayu lokal sebagai bahan konstruksi di NTT umumnya dan Pulau Timor khususnya sering digunakan tidak hanya sebagai bangunan milik masyarakat tetapi juga pada bangunan negara atau proyek pemerintah. Jenis-jenis kayu lokal di Pulau Timor yang sering dipakai sebagai bahan konstruksi seperti Kayu Jambu Air, Kabesak, Johar, Mahoni, Ketapang Hutan, Jati Putih (Gamalina) dan beberapa jenis kayu lain yang banyak terdapat di Pulau Timor. Permasalahan yang sering timbul adalah klaim mutu kayu lokal yang tidak mudah dibuktikan oleh kontraktor karena sebagian besar kayu lokal belum masuk dalam daftar jenis mutu kayu dalam Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 1961 atau SNI Kayu Tahun 2002. Hal ini menyebabkan ketidakpastian hukum kontrak antara pengguna jasa (pemerintah) dan penyedia jasa (kontraktor) karena umumnya untuk konstruksi syarat kelas kuat kayu dan mutu kayu wajib dicantumkan. Disatu sisi pengguna jasa menginginkan kayu sebagai bahan konstruksinya harus dari kayu kelas II misalnya sedangkan disisi yang lain penyedia jasa atau kontraktor menggunakan kayu lokal yang menurutnya termasuk kayu kelas II, karena ketersediaan kayu kelas II di pasaran sulit diperoleh. Hasil penelitian menunjukan bahwa kuat tekan rata-rata kayu Gamalin adalah 30,39 Mpa, kayu Kabesak 34 Mpa, kayu Johar 62,18 Mpa, kayu Jambu Air 48,58 Mpa, kayu Ketapang Hutan 33, 07 Mpa, kayu Mahoni 30,49 Mpa. Kadar air kayu Gamalin adalah 18,30 %, kayu Kabesak 17,73 %, kayu Johar 18,83 %, kayu Jambu Air 19,90 %, kayu Ketapang Hutan 18,85 %, kayu Mahoni 18,73 %. Berat jenis kayu Gamalin adalah 0,54 kayu Kabesak 0,62, kayu Johar 0,85, kayu Jambu Air 0,67, kayu Ketapang Hutan 0,58, kayu Mahoni 0,54. Hasil ini menunjukkan bahwa kayu lokal Timor sangat kuat, mempunyai kadar air yang baik dan mempunyai berat jenis yang baik pula.
KAJIAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU PADA PROYEK KONSTRUKSI Melchior Bria; Anastasia H Muda; Yermias Elvis Lay
JUTEKS : Jurnal Teknik Sipil Vol 1 No 2 (2016): JUTEKS JURNAL TEKNIK SIPILJUTEKS (Jurnal Teknik Sipil)
Publisher : P3M- Politeknik Negeri Kupang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1239.233 KB) | DOI: 10.32511/juteks.v1i2.115

Abstract

Dalam pembangunan infrastruktur, mutu konstruksi kita masih jauh dari harapan. Hal ini disebabkan salah satunya adalah belum membudayanya penerapan sistem manajemen mutu pada proses/tahapan siklus proyek. Untuk itu perlu dikaji kriteria-kriteria yang dapat dipakai untuk menerapkan SMM dan bagaimana penerapan SMM pada Proyek Konstruksi? Untuk itu, dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode survey dimana responden adalah beberapa perusahan jasa konstruksi yang ada di wilayah Kupang dan sekitarnya, Kefamenanu dan Soe. Hasil identifikasi diuji validitas dan reliabilitas sehingga diperoleh ranking faktor sub kriteria dalam kriteria. Selanjutnya dengan menggunakan teknik zero one akan diperoleh suatu gambaran tentang penerapan system manajemen mutu. Dari hasil analisis diperoleh kriteria dan subkriteria yang valid dan reliable adalah Identifikasi standar mutu; Penentuan cara memenuhi standar mutu; Pelaksanaan Rencana Mutu; Kegiatan sistemik dalam melaksanakan mutu untuk memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan; Memantau hasil?hasil spesifik Proyek, Menentukan penyimpangan terhadap standar, Mengidentifikasi tindakan untuk menghilangkan penyebab kinerja yang tidak memuaskan. Sedangkan penerapan dari kriteria di atas sebagai manifestasi penerapan system manajemen mutu dalam industri jasa konstruksi pada ketiga wilayah penelitian adalah belum berjalan sebagaimana mestinya, yang ditunjukan dari jumlah bobot 13,79 lebih tinggi dari penerapan SMM secara sistematis (bobot 12,07).