Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) sebagai Bahan Minuman Instan Penambah Imunitas Lailatul Azkiyah; Agustia Dwi Pamujiati; Eko Yuliarsha Sidhi; Ahmad Haris Hasanuddin Slamet; Kresna Widigdo Margo Utomo
JATIMAS : Jurnal Pertanian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 3 No. 1 (2023): MEI
Publisher : Kadiri University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/jatimas.v3i1.4561

Abstract

Family medicinal plants (TOGA) are efficacious as medicines to fulfil the needs of family medicines. TOGA has many types of plants that can be used for roots, leaves, bark, flowers, and rhizomes depending on the type of plant. One of the TOGA that is used for its rhizomes is ginger. Ginger contains phenolic compounds such as gingerols, shogaols, zingeron, and diarylheptanoids which have antioxidant activity. Ginger is generally used as a ginger drink. Making ginger tea is also considered impractical because you have to peel the ginger first. So it is necessary to carry out technical guidance on processing ginger into instant ginger granules. Processing into granules was chosen because it is more stable physically and chemically and does not easily agglomerate. The purpose of this community service is to transfer knowledge and technology in the cultivation and processing of instant ginger. This community service was carried out for 25 housewives of RT 5 RW 2 in Mojoroto Village, Mojoroto District, Kediri City. This activity was divided into two stages, namely the stage of giving lectures and field practice, namely ginger cultivation and ginger processing. The results of the community service showed that during the lecture stage, the cultivation of ginger in used sacks, and the processing of instant ginger granules received very positive responses from the participants. Many participants followed closely and communicated actively with the community service team.  Tanaman obat keluarga (TOGA) berkhasiat untuk obat dalam mencukupi kebutuhan obat-obatan keluarga. Beberapa jenis TOGA dapat dimanfaatkan akar, daun, kulit batang, bunga, dan rimpangnya. Salah satu TOGA yang dimanfaatkan rimpangnya adalah jahe. Jahe mengandung senyawa fenolik seperti gingerol, shogaol, zingeron, diarilheptanoid yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Jahe umumnya digunakan sebagai wedang jahe. Pembuatan wedang jahe pun dirasa kurang praktis karena harus mengupas jahe terlebih dahulu. Maka perlu dilakukan bimbingan teknis pengolahan jahe menjadi granul jahe instan. Pengolahan menjadi granul dipilih karena lebih stabil secara fisik dan kimia serta tidak mudah menggumpal. Tujuan pengabdian kepada masyarakat ini untuk berbagi ilmu dan teknologi dalam budidaya dan pengolahan jahe instan. Sasaran kegiatan ini adalah ibu-ibu rumah tangga RT 5 RW 2 sebanyak 25 orang di Kelurahan Mojoroto Kecamatan Mojoroto Kota Kediri. Kegiatan ini dilakukan dengan dua Langkah, yaitu memberikan ceramah dan praktek lapang yaitu budidaya jahe serta pengolahan jahe. Hasil pengabdian kepada masyarakat menunjukkan bahwa pada tahap ceramah, budidaya jahe dalam karung bekas dan pengolahan granul jahe instan sangat mendapatkan respon positif dari peserta. Banyak peserta yang mengikuti dengan seksama dan berkomunikasi secara aktif kepada tim pengabdian kepada masyarakat.
Komparasi Penghasilan Perkebunan Tebu Antara Metode Lahan Penyewaan dan Lahan Mandiri Mochamad Jabar Rozaq Zuhdi; Tutut Dwi Sutiknjo; Eko Yuliarsha Sidhi; Agustia Dwi Pamujiati; Djunaedi Djunaedi; Kresna Widigdo Margo Utomo
JINTAN : Jurnal Ilmiah Pertanian Nasional Vol. 3 No. 2 (2023): JULY
Publisher : Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/jintan.v3i2.4721

Abstract

The plantation subsector plays a significant role in Indonesia's agricultural sector, providing a considerable supply of raw materials for the processing industry. Sugarcane is one of the key commodities in this subsector. This study aims to: 1) Identify the income from sugarcane farming under a leasing system compared to direct ownership and 2) Determine the factors contributing to the income disparity between sugarcane farmers who use the leasing system and those under direct ownership. This research applied a quantitative descriptive method to provide an overview of sugarcane farming operations in both systems. From the study results, under the direct ownership system, although the initial costs were somewhat high, fertilizer and seeds were lower, leading to a lower total production cost of approximately IDR39,334,028.00. On the other hand, the seed and fertilizer costs were relatively high under the leasing system, resulting in a total production cost of IDR45,500,578.00. Even though the revenue from the leasing-based sugarcane farming was higher than that of direct ownership, the net income from direct ownership sugarcane farming was greater than the leasing system, creating an income difference of around IDR4,745,305.00 or an added value increase of 11.84% compared to the income of leasing-based sugarcane farmers. The t-test was used for comparative analysis, and it was found that t-calculated 0.594 < t-table 1.782, indicating no significant difference between the two systems, and both are equally profitable. Subsektor perkebunan memegang peranan penting dalam bidang pertanian Indonesia, berkontribusi besar dalam pasokan bahan baku untuk industri pengolahan. Salah satu komoditi kunci dalam subsektor ini adalah tebu. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi pendapatan dari usaha tani tebu dalam sistem penyewaan dibandingkan dengan kepemilikan langsung. Selanjutnya penelitian ini juga bisa mengetahui faktor-faktor yang berkontribusi terhadap komparasi pengasilan petani tebu yang menggunakan lahan sewa dengan lahan kepemilikan pribadi. Penelitian ini menerapkan metode deskriptif kuantitatif untuk memperoleh gambaran tentang operasi usaha tani tebu dalam kedua sistem tersebut. Dari hasil studi, pada sistem kepemilikan langsung, meskipun biaya awal cukup tinggi, namun biaya untuk pupuk dan benih lebih rendah, sehingga total biaya produksi menjadi lebih rendah, yaitu sekitar Rp39.334.028,00. Sementara pada sistem sewa, biaya benih dan pupuk relatif tinggi, yang mengakibatkan total biaya produksi mencapai Rp45.500.578,00. Meski penerimaan dari usaha tani tebu berbasis sistem sewa lebih tinggi dibandingkan dengan sistem kepemilikan langsung, namun pendapatan bersih dari usaha tani tebu sistem kepemilikan langsung lebih besar dibandingkan dengan sistem sewa, menciptakan perbedaan pendapatan sekitar Rp4.745.305,00 atau peningkatan nilai tambah sebesar 11,84% dibandingkan dengan pendapatan petani tebu sistem sewa. Uji t digunakan untuk analisis komparatif, dan ditemukan bahwa t-hitung 0,594 < t-tabel 1,782, yang menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara kedua sistem, dan keduanya sama-sama menguntungkan.