Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

MODEL PENGELOLAAN TEMPAT ISTIRAHAT PADA JALAN NON TOL (MANAGEMENT MODEL OF REST AREA ON NON TOLL ROADS) Pangihutan, Harlan; Hendrawan, Hendra
Jurnal Jalan-Jembatan Vol 33 No 2 (2016)
Publisher : Direktorat Bina Teknik Jalan dan Jembatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (231.904 KB)

Abstract

ABSTRAKTempat istirahat merupakan bagian dari perlengkapan jalan yang tidak berkaitan langsung dengan pengguna jalan yang pelaksanaannya merupakan kewajiban dari penyelenggara jalan. Tujuan dari penyediaan tempat istirahat pada jalan non tol selain untuk mengurangi jumlah kecelakaan juga untuk mendorong pengembangan ekonomi lokal daerah setempat. Investasi yang diperlukan untuk mengelola tempat istirahat tidaklah sedikit, dengan demikian diperlukan model kelembagaan, pembiayaan, dan standar pelayanan yang optimal agar tempat isirahat pada jalan non tol dapat berkelanjutan. Tulisan ini bertujuan untuk membahas model kelembagaan, pembiayaan, dan standar pelayanan yang optimal yang sesuai dengan kondisi di Indonesia. Metode yang digunakan untuk menjawab tujuan tersebut yaitu melalui kajian pustaka terkait legalitas hukum dan wawancara dengan pemangku kepentingan. Hasil kajian dan wawancara dianilisis secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa model kelembagaan yang tepat mengacu kepada regulasi yang ada yaitu Unit Pelayanan Teknis (UPT). Jenis pembiayaan dengan bentuk UPT hanya mencakup kegiatan pemeliharaan dan operasional manajemen. Standar pelayanan bentuk UPT ini mencakup perkerasan jalan, tempat parkir, utilitas, dan fasilitas yang mencakup pengamanan, pemeliharaan aset, serta operasional manajemen. Kata kunci: tempat istirahat, jalan non tol, model kelembagaan, UPT, pembiayaan, standar pelayanan  ABSTRACT Rest area is a part of road facilities which is not directly related to road users and its implementation is the authority of road organizer. The purpose of non toll rest area provision is to reduce the number of traffic accidents and also to encourage local economic growth. To manage such area requires relatively big investation, therefore, institutional model,  financing and optimum  service standard are required, so that it  becomes sustainable. The study aims to discuss institutional model, financing and optimum standard of services suited to Indonesian condition. The method used to achieve the goal is by conducting literature review related to legal aspects and stakeholder interview. The results were analyzed by qualitative and descriptive methods. Based on that analysis result, suitable institutional model conforming with the existing regulation is Technical Service Unit (TSU), financing of TSU covers for maintenance activity and operational management, while service standard covers road pavement, parking lot, utilities, and other facilities including security, asset maintenance, and operational management.Keywords: rest area, non tol roads, institutional model, TSU, financing, standard services
PEMODELAN JARINGAN JALAN HIGH GRADE HIGHWAY DALAM MENDUKUNG TARGET MP3EI DI KORIDOR I-SUMATERA Pangihutan, Harlan; Purnama, Achmad Sidhi
Jurnal Jalan-Jembatan Vol 32 No 2 (2015)
Publisher : Direktorat Bina Teknik Jalan dan Jembatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1142.569 KB)

Abstract

ABSTRAKDalam dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) koridor ekonomi Sumatera mempunyai tema Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lambang Energi Nasional. Secara geostrategis, Sumatera diharapkan menjadi “Gerbang ekonomi nasional ke Pasar Eropa, Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, serta Australia”. Secara umum, Koridor Ekonomi Sumatera berkembang dengan baik di bidang ekonomi dan sosial dengan kegiatan ekonomi utama seperti perkebunan kelapa sawit, karet serta batubara. Dengan target pertumbuhan ekonomi, USD 15.000 per kapita pada tahun 2025, maka dapat dibayangkan betapa pesatnya kegiatan ekonomi di Pulau Sumatera terutama untuk kegiatan ekonomi utama seperti kelapa sawit, karet, dan batubara. Hal ini tentu akan berdampak pada kondisi lalu lintas di Pulau Sumatera itu sendiri. Dengan menggunakan pendekatan pertumbuhan produksi, studi ini bertujuan untuk memperkirakan kondisi Jaringan Jalan Nasional di Pulau Sumatera sampai tahun 2030. Kondisi jaringan jalan akan dinilai berdasarkan angka rata-rata derajat kejenuhan serta waktu tempuh dari ujung Provinsi Lampung sampai Banda Aceh.  Hasilnya, pada tahun 2014, kondisi Jalan Lintas Timur nilai derajat kejenuhannya 0,494 dan waktu tempuhnya 51 jam. Untuk memvalidasi hasil tersebut, digunakan data waktu tempuh dari IRMS , yang bila dihitung dari Provinsi Lampung sampai Banda Acehadalah 50,3 jam, artinya model tidak begitu jauh berbeda dengan kondisi aslinya. Berikutnya dengan angka pertumbuhan rata-rata 9,69%, kondisi Jalan Lintas Timur pada tahun 2020 nilai derajat kejenuhannya 0,758 dan waktu tempuhnya 63,1 jam. Artinya pada tahun 2020 ini jaringan Jalan Lintas Timur berada dalam kondisi hamper jenuh. Bila tidak dilakukan sesuatu, maka target pertumbuhan ekonomi yang disebutkan dalam MP3EI tidak akan tercapai, karena yang terjadi adalah transportasi biaya tinggi. Untuk itu pada tahun 2020 sudah harus dibangun suatu jaringan jalan baru untuk mendukung pergerakan yang semakin besar ini. Bila dilakukan pelebaran jalan, maka kondisi jaringan jalan akan membaik. Jalan Lintas Timur derajat kejenuhannya turun sampai ke angka 0, 437 dan waktu tempuhnya 49,0 jam. Begitu juga pada tahun 2025, derajat kejenuhan masih dibawah batas jenuh, yaitu 0,685 dengan waktu tempuh 57,8 jam. Kondisi baru memburuk pada tahun 2030, derajat kejenuhan sudah sampai ke angka 1,053 dengan waktu tempuh 122,2 jam. Dengan rencana Kementerian Pekerjaan Umum membangun suatu jaringan jalan High Grade Highway untuk mendukung program MP3EI, yang menghubungkan sebagian besar Pusat Kegiatan Nasional (PKN) di Pulau Sumatera. Hasilnya masalah yang terjadi pada tahun 2030 kondisi Jalan Lintas Timur membaik, derajat kejenuhan turun sampai ke angka 0,711 dan waktu tempuhnya 67,9 jam. Hal ini menunjukkan bahwa, selain program HGH, pelebaran jalan di jalan lintas sangat dibutuhkan dalam mendukung transportasi barang dan permintaan perjalanan yang semakin besar di masa mendatang.Kata kunci : High Grade Highway, Dokumen MP3EI, jalan lintas timur Sumatera, derajat kejenuhan, Pemodelan Jaringan Jalan
KENDARAAN DESAIN UNTUK PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN DI INDONESIA Lawalata, Greece Maria; Rahman, Faisal; Sebayang, Ida Rumkita; Gardenia, Vera; Amelia, Sri; Pangihutan, Harlan; -, Parbowo
Jurnal Jalan-Jembatan Vol 36 No 2 (2019)
Publisher : Direktorat Bina Teknik Jalan dan Jembatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kendaraan desain adalah kendaraan yang dipilih untuk mempresentasikan semua kendaraan yang berada di jalan. Kendaraan desain diperlukan untuk merancang geometrik jalan dan perkerasan jalan. Kendaraan desain yang digunakan untuk perancangan geometrik jalan dimaksudkan untuk mengetahui radius putar, pola pelebaran lintasan, jarak pengereman, tinggi mata pengemudi, kemampuan melakukan percepatan dan perlambatan, dll. Produk kendaraan pada saat ini telah meningkat dengan pesat sehingga perlu ditentukan kembali. Makalah ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi kendaraan desain dan tinggi mata pengemudi berdasarkan dominasi panjang kendaraan-kendaraan <9 meter (kelas jalan 3), <12 meter (kelas jalan 2), <18 meter (kelas jalan 1) yang beredar pada saat ini melalui data sekunder dan primer dengan cara analisis deskriptif. Pengelompokan kendaraan disesuaikan dengan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No. 22/2009. Data sekunder adalah data jenis dan dimensi kendaraan yang beredar. Data primer adalah data identifikasi kelompok merek kendaraan yang melalui 21 ruas jalan kelas-kelas 1, 2, dan 3 di Sumatera, Sulawesi, Maluku, dan Jawa. Analisis dilakukan terhadap dominasi panjang kendaraan, dominasi kendaraan yang melewati 21 ruas jalan, persentile panjang kendaraan ke-85, penentuan kendaraan desain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlu adanya 12 kendaraan desain yang meliputi 3 kendaraan mobil penumpang (tinggi mata pengemudi 1,5m), 2 bis (tinggi mata pengemudi 1,9m), dan 7 truk berbagai ukuran (tinggi mata pengemudi 2,2-2,3). Penggunaan kendaraan desain tersebut adalah memilih kendaraan yang sesuai dengan kebutuhan dan peraturan yang berlaku. Kata kunci: dominasi kendaraan, kendaraan desain, dimensi kendaraan, tinggi mata pengemudi, tata cara geometrik jalan.