Ratih Aryani
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Peranan Uji Ekivalensi In Vitro Dan Ekivalensi In Vivo dalam Penentuan Kualitas Obat Niken Fitria Yuliar; Fitrianti Darusman; Ratih Aryani
Bandung Conference Series: Pharmacy Vol. 3 No. 2 (2023): Bandung Conference Series: Pharmacy
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsp.v3i2.7944

Abstract

Abstract. Drugs are available in the form of innovator and copy drugs. The high cost of innovator drugs makes it difficult for patients to obtain the drugs they need. Therefore, many pharmaceutical industries have developed copy drugs from their innovator drugs. To get a distribution license, the pharmaceutical industry must conduct an equivalence study on copy drugs to ensure that the copy drug has the same efficacy, safety and quality as the innovator drug. However, several surveys show that most patients believe that the effectiveness of copy drugs is not equivalent to the innovator drug. This study aims to determine the role of in vitro equivalence and in vivo equivalence studies in determining drug quality. This study is expected to provide benefits for the public so they are no longer hesitant to use copy drugs. The equivalence study has an important role in ensuring that the quality of the copy drug is equivalent to the innovator drug in terms of efficacy, safety and quality of the copy drug. Abstrak. Obat tersedia dalam bentuk obat inovator dan obat copy. Tingginya harga obat inovator membuat pasien sulit untuk memperoleh obat yang dibutuhkan. Sehingga banyak industri farmasi yang mengembangkan obat copy dari obat inovatornya. Untuk mendapatkan izin edar, industri farmasi harus melakukan uji ekivalensi terhadap obat copy guna menjamin obat copy memiliki khasiat, keamanan dan mutu yang setara dengan obat inovatornya. Namun, beberapa survei menunjukkan sebagian besar pasien percaya bahwa efektivitas obat copy tidak setara dengan obat inovatornya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan uji ekivalensi in vitro dan ekivalensi in vivo dalam penentuan kualitas obat. Sehingga penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi masyarakat agar tidak lagi ragu menggunakan obat copy. Uji ekivalensi memiliki peran penting dalam menjamin kualitas dari obat copy setara dengan obat inovator dalam hal khasiat, keamanan serta mutu obat copy.
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Teh Hijau (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) Terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus Penyebab Bau Kaki Delfiana Aura Efrida; Sani Ega Priani; Ratih Aryani
Bandung Conference Series: Pharmacy Vol. 3 No. 2 (2023): Bandung Conference Series: Pharmacy
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsp.v3i2.7950

Abstract

Abstrak. Bau kaki dapat menandakan kehigienisan seseorang yang buruk dan berdampak pada hubungan sosial dengan menurunnya kepercayaan diri yang disebabkan oleh adanya bakteri Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus. Daun teh hijau (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) mengandung epigallocatechin gallate (EGCG) yang berpotensi sebagai antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun teh hijau terhadap bakteri penyebab bau kaki. Telah dilakukan penetapan parameter standar simplisia daun teh hijau. Metode ekstraksi yang dilakukan yaitu metode refluks menggunakan pelarut etanol 96%. Dilakukan penapisan fitokimia pada simplisia dan ekstrak etanol daun teh hijau. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun teh hijau dilakukan dengan metode difusi sumuran agar. Penetapan parameter standar simplisia berupa parameter spesifik dan nonspesifik telah memenuhi persyaratan. Penapisan fitokimia simplisia dan ekstrak etanol daun teh hijau mengandung golongan senyawa berupa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, polifenolat, kuinon, monoterpen dan seskuiterpen, serta triterpenoid dan steroid. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun teh hijau terhadap bakteri penyebab bau kaki diperoleh nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) sebesar 0,1%. Abstract. Foot odor can indicate a person’s poor hygiene and impact social relationships with decreased self-confidence caused by the presence of Staphylococcus epidermidis and Staphylococcus aureus bacteria. Green tea leaves (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) contain epigallocatechin gallate (EGCG) which has antibacterial potential. This study aims to determine the antibacterial activity of ethanol extract of green tea leaves against bacteria that cause foot odor. Standard parameters of green tea leaf simplisia have been determined. The extraction method was carried out by reflux method using 96% ethanol solvent. Phytochemical screening was carried out on simplisia and ethanol extract of green tea leaves. The antibacterial activity test of ethanol extract of green tea leaves was carried out by the agar well diffusion method. Determination of standard parameters of simplisia in the form of specific and nonspecific parameters has met the requirements. Phytochemical screening of simplisia and ethanol extract of green tea leaves contains compound groups in the form of alkaloids, flavonoids, saponins, tannins, polyphenolates, quinones, monoterpenes and sesquiterpenes, as well as triterpenoids and steroids. The antibacterial activity of ethanol extract of green tea leaves against bacteria that cause foot odor obtained a Minimum Inhibitory Concentration (MIC) value of 0.1%.
FORMULASI DAN KARAKTERISASI SISTEM NIOSOM ETIL VITAMIN C Ratu Nabila Afriandini; Aulia Fikri Hidayat; Ratih Aryani
Bandung Conference Series: Pharmacy Vol. 3 No. 2 (2023): Bandung Conference Series: Pharmacy
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsp.v3i2.8627

Abstract

Abstrak. Etil vitamin C merupakan salah satu senyawa turunan vitamin C yang memiliki stabilitas yang lebih baik di banding turunan lainnya, yang memiliki fungsi sebagai whitening agent. Namun senyawa etil vitamin C diketahui sulit berpenentrasi kedalam kulit yang dikarenakan memiliki kelarutan yang tinggi dalam air. Niosom merupakan salah satu sistem penghantaran yang dapat meningkatkan senyawa untuk berpenetrasi pada penghantaran dengan rute topikal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula niosom etil vitamin C yang optimum berdasarkan karakterisasi yang dilakukan dan membandingkan daya penentrasi niosom etil vitamin C dengan etil vitamin C murni. Dibuat tiga formula dalam pembuatan niosom dengan memvariasikan komposisi surfaktan dengan perbandingan jumlah kolesterol : span 60 adalah (1:1), (1:3), dan (1:5) dengan metode hidrasi lapis tipis. Niosom yang diperoleh dari hasil karakterisasi efisiensi penjerapan, ukuran partikel, indeks polidispersitas, dan potensial zeta. Pada F1 (1:1) dengan nilai efisiensi penjerapan 75%±0,010, ukuran partikel 1,380 µm dengan ukuran yang kurang homogen dan potensial zeta -49,7±0,115 mV dipilih sebagai formula terbaik. Selanjutnya dilakukan uji penetrasi secara in vitro pada formula terbaik yang dibandingkan dengan etil vitamin C murni menggunakan metode sel difusi franz. Hasil penetrasi yang didapat memberikan nilai jumlah kumulatif terpenetrasi niosom etil vitamin C 39,8532±1,174 µg/cm2 dan fluks 19,9627±0,587 µg/cm2.jam sedangkan hasil penetrasi etil vitamin C murni memberikan nilai jumlah kumulatif terpenetrasi 25,0956±0,542 µg/cm2 dan fluks 12,5478 ±0,271 µg/cm2.jam. Sehingga hasil uji penetrasi menunjukan niosom etil vitamin C memiliki kemampuan penetrasi yang lebih baik dibanding etil vitamin C murni Abstract. Ethyl ascorbic acid is one of the compounds derived from vitamin C which has better stability compared to other derivatives, which has a function as a whitening agent. However, the ethyl compound of vitamin C is known to be difficult to penetrate into the skin due to its high solubility in water. Niosomes are one of the delivery systems that can increase compounds to penetrate the topical route of delivery. This study aims to obtain the optimum ethyl ascorbic acid niosome formula based on the characterization performed and to compare the penetrating power of ethyl ascorbic acid niosome with pure etil ascorbic acid . Three formulas were prepared for the manufacture of niosomes by varying the surfactant composition with a ratio of total cholesterol: span 60, namely (1:1), (1:3), and (1:5) using the thin layer hydration method. Niosomes which have been obtained from the results of the characterization of entrapment efficiency, particle size, polydispersity index, and zeta potential. In F1 (1:1) with an adsorption efficiency value of 75% ± 0.010, a particle size of 1.380 µm with a less homogeneous size and a zeta potential of -49.7 ± 0.115 mV was chosen as the best formula. Furthermore, an in vitro penetration test was carried out on the best formula compared to pure ethyl ascorbic acid using the Franz diffusion cell method. The penetration results obtained gave a cumulative amount penetrated by ethyl ascorbic acid niosome 39.8532 ± 1.174 µg/cm2 and a flux of 19.9627 ± 0.587 µg/cm2.hour while the penetration results of pure ethyl ascorbic acid gave a cumulative amount penetrated 25.0956 ± 0.542 µg/cm2 and a flux of 12.5478 ±0.271 µg/cm2.hour. So the results of the penetration test showed that niosome ethyl ascorbic acid has a better penetration ability than pure ethyl ascorbic acid
Potensi Ekstrak Daun Tin (Ficus carica L.) Sebagai Antibakteri Syavina Nur Zahira; Ratih Aryani; Budi Prabowo Soewondo
Bandung Conference Series: Pharmacy Vol. 3 No. 2 (2023): Bandung Conference Series: Pharmacy
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsp.v3i2.8932

Abstract

Abstract: The most common infection in humans is a bacterial infection that can potentially cause severe disease, septic shock, and multiorgan dysfunction. Disease-causing bacteria include Escherichia coli and Staphylococcus aureus. Treatment of bacterial infections is done using antibiotics. However, the irrational use of antibiotics can lead to antibiotic resistance. Antibiotic resistance can lead to failure in treating various infectious diseases, so alternative treatments are needed from natural ingredients with antibacterial mechanisms. Fig leaf extract contains different secondary metabolites which can be used as antibacterials. This study aims to determine the antibacterial activity of fig leaf extract against E.coli and S.aureus bacteria and determine the compounds contained in fig leaf extract that have the potential as antibacterial agents. The method used in this study is the Systematic Literature Review (SLR) method from research journals that have been published. The results showed that fig leaf extract had better antibacterial activity in inhibiting gram-positive bacteria such as S.aureus. The best antibacterial activity of fig leaf extract was n-hexane extract because, at a concentration of 0.2%, it inhibited E.coli and S.aureus bacteria by 9 mm (medium) and 12 mm (strong), respectively. Fig leaf extract contains flavonoids, tannins, and terpenoids, which have an antibacterial mechanism. Abstrak: Infeksi yang paling umum terjadi pada manusia adalah infeksi bakteri yang berpotensi menyebabkan terjadinya infeksi berat, syok septik, dan disfungsi multiorgan. Bakteri penyebab penyakit diantaranya adalah Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Pengobatan infeksi bakteri dilakukan dengan menggunakan antibiotik. Namun, pengunaan antibiotik yang irasional dapat menimbulkan terjadinya resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik dapat mengakibatkan kegagalan dalam pengobatan berbagai jenis penyakit infeksi, sehingga diperlukan alternatif pengobatan yang bersumber dari bahan alam yang memiliki mekanisme sebagai antibakteri. Ekstrak daun tin memiliki berbagai kandungan metabolit sekunder yang dapat digunakan sebagai antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun tin terhadap bakteri E.coli dan S.aureus, serta mengetahui senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun tin yang berpotensi sebagai antibakteri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Systematic Literature Review (SLR) dari jurnal-jurnal penelitian yang telah dipublikasikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun tin memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dalam menghambat bakteri gram positif seperti S.aureus. Aktivitas antibakteri ekstrak daun tin terbaik adalah ekstrak n-heksan karena pada konsentrasi 0,2% dapat menghambat bakteri E.coli dan S.aureus berturut-turut sebesar 9 mm (sedang) dan 12 mm (kuat). Senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun tin adalah flavonoid, tanin, dan terpenoid yang memiliki mekanisme sebagai antibakteri.