Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

EFEKTIVITAS KERJA SAMA (SYIRKAH) DALAM BENTUK AKAD MUSAQAH Khadijatul Musanna
Al-Mustashfa: Jurnal Penelitian Hukum Ekonomi Syariah Vol 7, No 1 (2022)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/jm.v7i1.9630

Abstract

Syirkah merupakan perjanjian kerja sama yang dilakukan oleh pihak satu dengan pihak kedua atau lebih dalam suatu usaha. Syirkah yang di bahas dalam penelitian ini adalah kerja sama bercocok tanam, dengan kata lain dikenal dengan akad Musaqah. Penelitian ini bertujuan mengetahui  kerja sama (syirkah) dalam bentuk akad Musaqah secara efektif dan benar, baik dari segi  pengertian, landasan hukum, jenis-jenis akad Musaqah, rukun syarat, hal-hal berakhirnya akad, serta tujuan dan manfaat adanya kerja sama Musaqah.  Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis murni dari kajian pustaka. Data yang diperoleh dari berbagai literatur yang bersumber dari nash (Al-qur’an dan Hadist) serta dari pendapat perspektif 4 Imam Mazhab dan para Fuqaha yang ahli di bidangnya. Adapun hasil dari penelitian ini adalah terdapat beberapa ulama yang tidak menyetujui keabshahan Musaqah yaitu Abu Hanifah dan Zufair ibn Huzail menurutnya sistem bagi hasil musaqah tidak adil karena ketika panen hasil dibagi sama rata. Sedangkan pendapat ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa Musaqah dibolehkah apabila memnuhi standarisasi ketentuan rukun, syarat, berakhirnya musaqah dan jelas manfaatnya Musaqah. Musaqah dikatakan efektif dan benar implementasinya apabila telah terpenuhinya shigat, Al-Aqidani, tanah dan tanaman pohon, masa kerja dan buah.Kata Kunci: Syirkah, Akad, Musaqah.
Contemporary Era of Credit Practices According to Classical Jurisprudence Scholars Khadijatul Musanna
Az-Zarqa': Jurnal Hukum Bisnis Islam Vol 14, No 1 (2022): Az-Zarqa'
Publisher : Sharia and Law Faculty of Sunan Kalijaga Islamic State University Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/azzarqa.v14i1.2489

Abstract

Abstrak: Kredit merupakan transaksi jual beli dengan pembayaran yang dilakukan secara bertahap/angsuran dalam jangka waktu tertentu, dimana pembayaran akan lebih mahal daripada pembayaran secara tunai. Dalam Hukum Islam kredit dikenal dengan istilah bai’ bit taqsith. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan Hukum Islam terkait transaksi kredit. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan data yang diperoleh berdasarkan studi kepustakaan. Adapun hasil penelitian dapat disampaikan bahwa status jual beli kredit memiliki dua pendapat yang kontroversi, Syekh Muhammad Nasiruddin al-Albani dan Imam Ibnu Qutaibah melarang transaksi kredit karena mangandung dua akad dalam satu transaksi sehingga terdapat unsur riba di dalamnya. Sedangkan Imam Mustafa, Imam Hanafi, Imam Syafi’i, Zaid bin Ali Al Muayyad Billah membolehkan transaksi kredit dengan memenuhi syarat dan ketentuan penetapan harga yang wajar. Adapun menurut hemat penulis transaksi kredit condong ke pendapat yang membolehkan, alasannya karena telah memenuhi standarisasi prinsip etika bisnis Islam dan adanya pendapat para ulama yang menyatakan boleh, sebagai penguat bahwa transaksi kredit halal.Abstract: Credit is a sale and purchase transaction with payments made in stages/installments over a certain period of time, where payments will be more expensive than cash payments. In Islamic law, credit is known as bai' bit taqsith. This study aims to determine the views of Islamic law related to credit transactions. This research uses qualitative research methods and the data obtained are based on literature study. The results of the study can be conveyed that the status of buying and selling credit has two controversial opinions, Sheikh Muhammad Nasiruddin al-Albani and Imam Ibn Qutaibah forbid credit transactions because they contain two contracts in one transaction so that there is an element of usury in it. Meanwhile, Imam Mustafa, Imam Hanafi, Imam Syafi'i, Zaid bin Ali Al Muayyad Billah allow credit transactions by fulfilling the terms and conditions of fair pricing. In the opinion of the author, credit transactions are inclined to an opinion that allows, the reason being that they have met the standardization of Islamic business ethics principles and the opinion of scholars who state that they are allowed, as reinforcement that credit transactions are halal.
PENGGUNAAN E-WALLET OVO PERSPEKTIF ULAMA SYAFI'IYAH Khadijatul Musanna; Riadhus Sholihin; Maula Sari
Asy-Syari'ah Vol 24, No 1 (2022): Asy-Syari'ah
Publisher : Faculty of Sharia and Law, Sunan Gunung Djati Islamic State University of Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v24i1.18073

Abstract

Abstract: This study analyzes the status of the legal status that applies to payments through OVO based on the perspective of Ulama Syafi'yah. The research method used is descriptive qualitative, based on normative juridical regarding the laws applicable to OVO, analyzed conceptually using the opinions of Syafi'iyah Scholars. The results show that the payment system of the OVO application tends to use wadi'ah contracts, this can be seen from the elements, namely, contracts, objectives and objects of contracts that are clear and certain. Additionally, the object of the contract in the use of the OVO application has a feature in the form of a stored balance, so that at any time it can be taken back by the account owner without the need for permission from OVO as the application provider, this further strengthens the perception that OVO is oriented in the wadi'ah contract.Abstrak: Penelitian ini bertujuan menganalisis status hukum yang berlaku terhadap pembayaran melalui OVO berdasarkan perspektif Ulama Syafi’yah. Adapun metode penlitian yang digunakan adalah  deskriptif kualitatif, berdasarkan yuridis normatif mengenai hukum yang berlaku pada OVO, dianalisis secara konseptual  menggunakan pendapat dari Ulama Syafi’iyah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem pembayaran aplikasi OVO cenderung menggunakan akad wadi’ah, hal ini  terlihat dari unsur yaitu kontrak, tujuan dan objek akad yang sudah jelas dan pasti. Selain itu, secara objek akad dalam penggunaan aplikasi OVO terdapat fitur berupa saldo yang tersimpan, sehingga sewaktu-waktu dapat diambil kembali oleh pemilik akun tanpa perlu izin dari pihak OVO selaku penyedia aplikasi, hal ini semakin memperkuat persepsi bahwa OVO berorientasi dalam akad wadi’ah.
EKSISTENSI QANUN NOMOR 10 TAHUN 2018 TERHADAP PENGELOLAAN ZAKAT DI ACEH khadijatul musanna
Kasbana Vol 2 No 2 (2022): Juli
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Darul Falah Bondowoso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Zakat merupakan pendapatan terbesar negara yang bersumber dari umat Muslim, khususnya provinsi Aceh. Qanun Nomor 10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal merupakan peraturan daerah Aceh yang mengatur tentang pengelolaan Zakat. penelitian ini ditulis dengan tujuan untuk dapat mengetahui dan membenahi eksistansi Qanun Zakat Aceh (Nomor 10 Tahun 2018), serta dikaji dengan memakai metode pendekatan Islam dan pendekatan yuridis normative berlandaskan studi literasi kepustakaan. Adapun hasil penelitian yang dapat penulis sampaikan adalah mengenai Muzakki pada pasal 102 terdapat redaksi bahasa yang masih rancu yaitu istilah usaha, seharusnya dalam Qanun ini dapat disebut secara spesifik usaha-usaha yang dimaksud dalam hal menjadi Muzakki atau orang yang berhak untuk berinfak. Disisi lain dalam pasal 122 mengenai penyaluran zakat kepada 8 asnaf salah satunya adalah budak, di era sekarang budak tidak lagi menjadi hal yang eksis dan dapat disampaikan budak tidak ada lagi, sebagaimana pada yang ada pada zaman yang sudah berlalu. oleh karena itu alangkah lebih baik tidak perlu dibahas kembali mengenai budak dalam Qanun ini . Adapun pada pasal 160 tentang Uqubat (sanksi kepada muzakki dan amil zakat yang melanggar) dapat dikatakan menjadi wadah pelengkap aturan tentang zakat sebagai tambahan terhadap Undang-Undang No. 38 Tahun 1999. Dimana pada Undang-Undang ini lebih banyak membahas aturan tentang pelanggaran yang dilakukan oleh amil zakat dan tidak mengatur tentang sanksi terhadap muzakki.
MEKANISME PELAKSANAAN PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI BAPMI PADA PERDAGANGAN SAHAM DI PASAR MODAL khadijatul musanna
Kasbana Vol 3 No 1 (2023): Januari
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Darul Falah Bondowoso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The purpose of this study is to examine the procedures and cases of capital market dispute settlement which were resolved through the Indonesian Capital Market Arbitration Board. Formally, the capital market is an activity related to public offerings and securities trading, one of which is stock trading in the capital market. In this study using normative juridical research methods. The data obtained comes from primary data, namely data from the Indonesian Capital Market Arbitration Board, while secondary data comes from literature related to law related to dispute resolution. The results of the research obtained are that in BAPMI there are not many cases that have been completed, the case of pawning shares is one of the cases that has been successfully resolved through the media. The BAPMI mediation procedure consists of registration, verification, appointment of mediator and peace agreement. With regard to other cases of PT Nikko Securities Indonesia and PT. Bank Permata Tbk is a case that has been decided by BAPMI, but was canceled and submitted to the District Court.
E-Commerce Practice in the Light of Mashlahah Mursalah Khadijatul Musanna
Journal of Islamic Economics Lariba Vol. 8 No. 2 (2022)
Publisher : Department of Islamic Economics, Islamic University of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/jielariba.vol8.iss2.art12

Abstract

Technology has now become a vessel that plays a role in meeting the needs of people's lives from various fields, especially in many sectors of the real economy. Since the emergence of e-commerce, there have been many conveniences for sellers and buyers in meeting their daily needs. This convenience is the initial foundation of Maslahah Al-Mursalah. This study aims to examine e-commerce from the perspective of Maslahah Al-Mursalah. The research methodology used is descriptive qualitative. Sources of data collected are based on primary and secondary data. The research results obtained in this study are e-commerce practices from the perspective of sharia contracts have similarities with As-salam practices. Through this e-commerce, many benefits can be obtained. So it can be seen that muamalah activities, such as buying and selling bai' as-salam contained in e-commerce practices, are a type of maslahah (convenience/providing benefits) at the level of maslahah hajiyyat.
Debates in Modern Economic Transactions: Assessing the Gopay Agreement in the Perspective of Indonesian Ulama Khadijatul Musanna; Ali Sodiqin
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 56, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v56i2.1040

Abstract

Abstract: This article examines the debates of Indonesian scholars regarding the Gopay contract and the law of its transactions. This article attempts to answer two questions: why do the scholars have different opinions about the Gopay contract? And what are the legal consequences of these different opinions? Using a normative approach and Sharia contract theory, the following conclusions are obtained: first, scholars differ in opinion regarding the contract used in Gopay. The Fatwa Council of Al-Irsyad and Erwandi Tarmizi believe that the contract in Gopay is a qardh contract or debt. So, making transactions with the Gopay application is unlawful because it contains elements of usury (riba), namely discounts given by Gojek to customers. Muhammadiyah believe that Gopay transaction could be categorized as ijarah maushufah fi dzimmah scheme. So, making transaction with it is permissible as for other marketing. Meanwhile, Nahdlatul Ulama and DSN-MUI scholars believe that the Gopay contract as a wadi’ah (safekeeping) contract. So, making transactions with the Gopay application is permissible because the discount given by Gojek to customers or consumers is just a gift or bonus and does not include usury. This article finds that in assessing cases of modern transactions, apart from the perspective of halal and haram, contemporary scholars also seem confused as to which scheme is suitable for such transactions. Thus, in the case of Gopay, there are three schemes that appear in the opinion of scholars, namely qardh, wadī’ah, and ijarah maushufah fi dzimmah contracts.Abstrak: Artikel ini mengkaji perdebatan para ulama Indonesia terkait akad Gopay dan hukum bertransaksi dengannya. Ada dua pertanyaan yang hendak dijawab dalam artikel ini: mengapa para ulama berbeda pendapat tentang akad dalam Gopay?, dan apa konsekuensi hukum dari perbedaan pendapat tersebut? Menggunakan pendekatan normatif dan teori perjanjian syariah diperoleh simpulan sebagai berikut: pertama, terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama terkait akad yang digunakan dalam Gopay. Dewan Fatwa Al-Irsyad dan Erwandi Tarmizi berpendapat bahwa akad dalam Gopay adalah akad qardh atau hutang piutang sehingga melakukan transaksi dengannya adalah haram karena di dalamnya mengandung unsur riba, yakni adanya diskon yang diberikan oleh pihak Gojek kepada pelanggan atau konsumen. Muhammadiyah menyatakan bahwa Gopay merupakan skema ijarah maushufah fi dzimmah sehingga transaksinya diperbolehkan sebagaikmana transaksi muamalah lain dalam perdagangan. Sementara para ulama dari kalangan Nahdlatul Ulama dan DSN-MUI memandang bahwa akad Gopay adalah akad wadi’ah (penitipan). Oleh sebab itu, melakukan transaksi dengan aplikasi Gopay adalah boleh karena diskon yang diberikan pihak Gojek kepada para pelanggan atau konsumen hanyalah sebuah hadiah atau bonus semata dan hal itu tidak termasuk riba. Artikel ini menemukan bahwa dalam menilai transaksi dalam ekonomi modern, selain dari perspektif halal dan haram, para ulama kontemporer juga tampak kebingungan untuk menilai skema yang cocok untuk transaksi tersebut. Oleh karena itu, dalam kasus Gopay, ada tiga skema yang muncul dalam penilaian ulama, yaitu akad qardh, wadi’ah, dan ijarah maushufah fi dzimmah. Keywords: Gopay Agreement; Qardh; Wadi’ah; usury; gifts; Sharia agreement