Wahid, Abdul
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Cirebon

Published : 14 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

KEKUATAN ALAT BUKTI AKTA OTENTIK TERHADAP AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 2016 JUNCTO PASAL 1868 KUHPERDATA Abdul Wahid; Elya Kusuma Dewi; Sarip Sarip
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 4, No 2 (2019)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.694 KB) | DOI: 10.24235/mahkamah.v4i2.5372

Abstract

The State of the Republic of Indonesia is a legal state (rechstaat) where the principle of state law is to ensure the certainty, order and protection of the law aimed at obtaining the truth and not being a state based on power (machtstaat) or where power is subject to law. The development of the law in the life of the society requires legal certainty on the legal relationship of individuals and subjects of law. Law is one of the means that everybody needs to fill their lives, especially in the economic system that enters the era of globalization. The need is manifested in the form of clear legal products and has legal certainty and strict law enforcement action of law enforcement officials. The public's need for legal products as a written evidence tool in a courtesy proof resulted in every public lawsuit involving the parties to be included in a letter of law. If a particular article is made so as to be a means of proof, then the letter or article is called the act is a special writing made to be written evidence. The act as a written evidence tool in certain cases is a powerful evidence tool for parties bound thereto. It is clear that the authentic deed in society is a widespread public need in civil law as regulated by the KUHPerdata, especially on the need for written proof.
HARTA BERSAMA DAN KEDUDUKAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA TKW YANG BERCERAI DARI PERKAWINAN SIRRI DI DESA BUNDER Abdul Wahid
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (65.815 KB) | DOI: 10.24235/mahkamah.v3i1.2579

Abstract

HARTA BERSAMA DAN KEDUDUKAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA TKW YANG BERCERAI DARI PERKAWINAN SIRRI DI DESA BUNDER   Abdul WahidUniversitas Muhammadiyah CirebonFakultas HukumJalan Tuparev Nomor 70 CirebonTelp/WA : 08179095378; Email : abdulwahid.lawyercrb@gmail.com ABSTRAKHidup bersama antara seorang pria dan seorang wanita mempunyai akibat yang sangat penting dalam masyarakat, baik terhadap kedua belah pihak maupun keturunannya serta anggota masyarakat yang lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu peraturan yang mengatur tentang hidup bersama antara lain syarat-syarat untuk peresmian hidup bersama, pelaksanaannya, kelanjutannya dan berakhirnya perkawinan itu. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, merupakan salah satu wujud aturan tata tertib pernikahan yang dimiliki oleh negara Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, di samping aturan-aturan tata tertib pernikahan yang lain yaitu Hukum Adat dan Hukum Agama. Agar terjaminnya ketertiban pranata pernikahan dalam masyarakat, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Peraturan Pemerintah Nomor  9 Tahun 1975 menentukan bahwa setiap perkawinan harus dicatat oleh petugas yang berwenang. Namun kenyataan memperlihatkan fenomena yang berbeda. Hal ini tampak dari maraknya pernikahan siri atau pernikahan di bawah tangan rumah tangga TKW yang terjadi di Desa Bunder Susukan Cirebon.Penelitian ini difokuskan pada bagaimana pembagian harta bersama rumah tangga TKW yang bercerai dari perkawinan sirri di Desa Bunder dan bagaimana kedudukan anak dalam rumah tangga TKW yang bercerai dari perkawinan sirri di Desa Bunder. Urgensi dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pembagian harta bersama rumah tangga TKW yang bercerai dari perkawinan sirri di Desa Bunder dan mengetahui kedudukan anak dalam rumah tangga TKW yang bercerai dari perkawinan sirri di Desa Bunder.Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, dengan spesifikasi penelitian deskriptif kualitatif. Jenis data yang dipergunakan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan meliputi: Wawancara dan studi kepustakaan baik berupa buku-buku, perundang-undangan, dokumen-dokumen, dan sebagainya.Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sistem pembagian harta bersama dalam rumah tangga TKW yang bercerai dari perkawinan sirri yaitu, (a) apabila suami lebih banyak bekerja dibanding isteri, menghasilkan harta maka bagian suami sama besar dengan bagian isteri dihitung dari jumlah banyaknya aset dalam keluarga, (b) apabila isteri lebih banyak bekerja dibanding suami, menghasilkan harta maka bagian isteri lebih besar dibanding bagiannya suami dihitung dari jumlah banyaknya aset dalam keluarga, dan (c) apabila suami atau isteri bekerja mengahasilkan harta yang sama banyaknya maka bagian isteri lebih besar dibanding bagian suami.Adapun kedudukan anak dari perkawinan sirri secara yuridis keberadaan anak nikah sirri tersebut tetap mendapat pengakuan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum, sebagaimana ketentuan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945. Kata Kunci : Harta Bersama, Anak, Cerai, Perkawinan Sirri  TREASURE TOGETHER AND POSITION CHILDREN IN HOUSEHOLD TKW HOUSEHOLD FROM SIRRI MARKET IN VILLAGE BUNDER ABSTRACTLiving together between a man and a woman has a very important consequence in society, both to both parties and their descendants and other members of society. Therefore, it is necessary to have a regulation that regulates the common life among other conditions for the inauguration of the collective life, its implementation, the continuation and the end of the marriage. Act No. 1 of 1974 concerning Marriage, is one form of marriage rule rules owned by the state of Indonesia as a sovereign nation, in addition to other rules of marriage discipline namely Customary Law and Religious Law. In order to ensure the order of marriage institutions in society, Law No. 1 of 1974 jo. Government Regulation No. 9 of 1975 stipulates that every marriage should be recorded by authorized officers. But reality shows different phenomena. This is evident from the rise of siri or marriage marriage under the hands of household TKW that occurred in the village Bunder Susukan Cirebon.This study focuses on how the division of joint property of TKW households is divorced from Sirri marriage in Bunder Village and how the position of the child in the household of TKW is divorced from sirri marriage in Bunder Village. The urgency of this research is to know the division of joint property of TKW households divorced from sirri marriage in Bunder village and to know the position of the child in the household of TKW which divorced from sirri marriage in Bunder village.The approach method used in this research is empirical juridical, with qualitative descriptive research specification. Types of data used include primary data and secondary data. Data collection techniques used include: Interviews and literature studies either in the form of books, legislation, documents, and so on.Based on the results of this study can be concluded that the system of division of common property in households TKW divorced from marriage sirri that is, (a) if the husband works more than wife, resulting in wealth then the husband's part as big as the wife is calculated from the amount of assets in the family , (b) if the wife works more than the husband, yields the property, the wife's part is greater than the husband's share is calculated from the amount of assets in the family, and (c) if the husband or wife works to produce as much wealth then the wife is bigger than part husband.The position of the child from the marriage of sirri in the juridical existence of the married son of sirri still gets the recognition, protection and the certainty of the just law and equal treatment before the law, as the provisions of Article 28D paragraph (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Keywords: Joint Treasure, Child, Divorce, Sirri Marriage  
UPAYA HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA JUAL BELI TANAH SECARA DI BAWAH TANGAN Abdul Wahid; Elya Kusuma; Sarip Sarip
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/mahkamah.v5i1.6005

Abstract

Tanah dan bangunan adalah benda tidak bergerak (benda tetap) sehingga proses jual belinya berbeda dengan jual beli benda bergerak seperti kendaraan, televisi, dan lain-lain. Secara hukum, jual beli benda bergerak terjadi secara tunai dan seketika, yaitu selesai ketika pembeli membayar harganya dan penjual menyerahkan barangnya. Hal tersebut berbeda dengan jual beli tanah dan bangunan yang memerlukan akta otentik. Penelitian ini mengkaji tindakan hukum masyarakat awam yang menjadi polemik terkait jual beli tanah secara di bawah tangan. Penulis melakukan penelitian hukum normatif (normative law research) menggunakan studi kasus normatif berupa produk perilaku hukum. Teknik analisis yang digunakan adalah inventarisasi hukum positif, asas-asas dan doktrin hukum, penemuan hukum dalam perkara in concreto, sistematik hukum, taraf sinkronisasi, perbandingan hukum dan sejarah hukum. Kajian ini menyimpulkan bahwa praktik jual beli tanah secara di bawah tangan adalah sah dan mengikat secara hukum serta pembeli juga dapat untuk memproses peralihan hak/balik nama Sertifikat Hak Milik (SHM) dari penjual kepada pembeli.
ANALISA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN (POJK) NOMOR 77/POJK.01/2016 TENTANG LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI (LPMUBTI) TERHADAP PENGGUNAAN FINANCIAL TECHNOLOGY (FINTECH) PADA INDUSTRI JASA PERBANKAN DI WILAYAH III CIREBON Diana Fitriana; Nur Rahman; Abdul Wahid
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 6, No 1 (2021)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/mahkamah.v6i1.7722

Abstract

AbstractTechnology makes conventional financial systems seem impractical and time consuming. Bank offices or ATMs are also becoming less desirable, from buying and selling transactions to lending and borrowing and funds can be accessed with the internet and smart phones, and financial transactions are far from rigid and complicated. However, this phenomenon has an impact both directly and indirectly on the banking service industry as an official financial service provider, banks have already introduced bank products, bank loan services and so on to the public. The Financial Services Authority (OJK) has made rules to be obeyed by lending business operators from user to user, or commonly known as Fintech peer to peer lending (P2P lending), namely POJK Number 77 / POJK.01 / 2016, this regulation aims to protect consumers related to security of funds and data, prevention of money laundering and terrorism financing, financial system stability, to managers of Fintech companies.Teknologi membuat sistem keuangan konvensional terlihat tidak praktis dan memakan waktu yang cukup lama. Kantor bank atau ATM pun menjadi kurang diminati, dari transaksi jual beli sampai urusan pinjam meminjam danapun bisa diakses dengan internet serta ponsel canggih, dan urusan transaksi keuangan jauh dari kata kaku dan berbelit. Namun, fenomena ini memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung kepada industri jasa perbankan sebagai penyedia jasa layanan keuangan resmi, perbankan sudah lebih dulu memberikan pengenalan produk bank, jasa pinjaman bank dan lain sebagainya kepada masyarakat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membuat aturan untuk ditaati oleh penyelenggara bisnis pinjaman dari pengguna ke pengguna, atau biasa disebut dengan Fintech peer to peer lending (P2P lending) yaitu POJK Nomor 77/POJK.01/2016, peraturan ini bertujuan untuk melindungi konsumen terkait keamanan dana dan data, pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme, stabilitas sistem keuangan, hingga para pengelola perusahaan Fintech.Kata kunci: Financial Technology (Fintech), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank.
DIGITALISASI REGISTRASI DESA (LETTER C) TANAH DALAM OPTIMALISASI PELAYANAN DI TENGAH PANDEMI COVID19 DI PEMERINTAH DESA KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN CIREBON Abdul Wahid; Rohadi Rohadi
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 6, No 2 (2021)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/mahkamah.v6i2.9162

Abstract

Abstrak  Kondisi saat ini pemerintah desa di Kabupaten Cirebon dalam meyediakan informasi registrasi desa (letter C) masih menggunakan buku induk tanah yang rentan rusak karena kondisinya sudah lama dan belum diperbaharui. Proses pendaftaran tanah konversi hak tanah adat menjadi hak milik diperlukan suatu alat bukti salah satunya adalah registrasi desa (letter C). Untuk itu diperlukan, Pemerintah desa di Kecamatan Susukan Kabupaten Cirebon dapat berinovasi dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dalam memberikan pelayanan registrasi desa (letter C) dengan konsep digitalisasi agar tercipta pemerintahan yang baik (good governance). Permasalahan penelitian ini tentang bagaimana peran Pemerintah Desa dalam memberikan pelayanan registrasi desa (letter C) di Kecamatan Susukan Kabupaten Cirebon dan bagaimana upaya Pemerintah Desa dalam memberikan pelayanan registrasi desa (letter C) dikaitkan dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-government. Metode yang digunakan berupa penelitian yuridis empiris atau yuridis sosiologis. Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis. Penelitian ini menggunakan data primer sebagai sumber data utama dan dibantu data sekunder sebagai sumber data pendukung. Data primer diperoleh dengan observasi dan wawancara. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi kepustakaan (library research).Kata kunci: Digitalisasi, Letter C, Optimalisasi, Pelayanan, Pandemi Covid-19. Abstract The current condition of the village government in the Cirebon Regency in providing village registration information (letter C) is still using the land master book which is vulnerable to damage because its condition is old and has not been updated. The land registration process for converting customary land rights into property rights requires evidence, one of which is village registration (letter C). For this reason, it is necessary that the village government in Susukan District, Cirebon Regency can innovate by utilizing technological advances in providing village registration services (letter C) with the concept of digitalization to create good governance. The problem of this research is how the role of the Village Government in providing village registration services (letter C) in Susukan District, Cirebon Regency, and how the Village Government's efforts in providing village registration services (letter C) are associated with Presidential Instruction Number 3 of 2003 concerning National Development Policies and Strategies e-government. The method used is in the form of empirical juridical research or sociological juridical research. The specification of this research is descriptive-analytical. This study uses primary data as the main data source and is assisted by secondary data as a source of supporting data. Primary data was obtained by observation and interviews. Secondary data collection is done by literature study (library research).Keywords: Digitization, Letter C, Optimization, Services, Pandemic Covid-19.
KEMAJEMUKAN VISI NEGARA HUKUM PANCASILA DALAM MISI HUKUM NEGARA INDONESIA Sarip Sarip; Abdul Wahid
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 2 No 2 (2018): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (188.747 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2018.v2.i2.p109-124

Abstract

Kemajemukan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Kemajemukan merupakan hasil catatan sejarah negara hukum Indonesia. Negara hukum Indonesia yang bertumpu pada Pancasila sebagai falsafah negara bangsa merupakan visi negara. Teori negara hukum Arsitoteles walaupun sederhana, sampai perkembangan konsepsi negara hukum Pancasila merupakan sarana yang dapat digunakan untuk menjawab permasalahan negara hukum dalam hukum negara itu sendiri. Hasilnya negara hukum dapat dikatakan sebagai visi negara Indonesia sedangkan hukum negara dapat dikatakan sebagai misi yang digunakan untuk mencapai visi negara hukum Pancasila. Visi negara hukum mesti diurai dengan hukum negara harus melibatkan nilai-nilai Pancasila dalam menggapai negara hukum Pancasila.
RETRACTED: Upaya Hukum Cessionaris Terhadap Hak Tagih Atas Jaminan Hak Tanggungan Berdasarkan Pengalihan Hutang (Cessie) Diana Fitriana; Abdul Wahid
Jurnal Hukum Sasana Vol. 7 No. 2 (2021): Jurnal Hukum Sasana
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v7i2.808

Abstract

This article has been retracted at the request of publisher. Reason: This article is virtually identical to the previously published article "Upaya Hukum Cessionaris Terhadap Hak Tagih Atas Jaminan Hak Tanggungan Berdasarkan Pengalihan Hutang (Cessie), Lex jurnalica, Volume 18 No. 3 (2021), 246-257 authored by Diana Fitriana, Abdul Wahid, Urip Giyono.
Pendekatan Problem Solving Bhabinkamtibmas Dalam Pembinaan Keamanan Dan Ketertiban Masyarakat Di Desa Bunder Kecamatan Susukan Kabupaten Cirebon Abdul Wahid Wahid; Galih Rinenda Putra
Jurnal Risalah Hukum Volume 17, Nomor 1, Juni 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/risalah.v17i1.491

Abstract

Forms of law violations that often occur are minor persecution, fights, and others. Violations of these laws can cause conflicts and disturbances for others and can lead to clashes between groups. This type of research is qualitative research, using a field research approach, producing descriptive data in the form of the Bhabinkamtibmas Problem Solving Approach in Community Security and Order Development. The purpose of this study was to determine the problem-solving approach of Bhabinkamtibmas in fostering security and public order in Bunder Village, Susukan District, Cirebon Regency. The results of this study are that Bhabinkamtibmas supervises the settlement of criminal acts of persecution through penal mediation at the Susukan Police Station and provides a place for the litigants to negotiate to obtain a peace agreement. The settlement of criminal acts of persecution through penal mediation at the Susukan Police, Cirebon Regency can only be done once. Perpetrators of criminal acts of persecution whose cases have been resolved by penal mediation and if they repeat the crime will be processed according to the applicable laws and regulations until the judicial stage, provided that investigators attach evidence of a statement made by the perpetrator of the crime. Keywords: Approach; Problem Solving; Bhabinkamtibmas
ALAT BUKTI TINDAK PIDANA CYBERCRIME DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Abdul Wahid; Akhmad Shodikin
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 7, No 1 (2022)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/mahkamah.v7i1.10256

Abstract

Abstract: Cybercrime is defined as an unlawful act that utilizes computer technology based on the sophistication of the development of internet technology. The difficulty of obtaining evidence and proving cybercrime is a new problem in resolving the case. The validity of the evidence is based on fulfilling the terms and conditions in both formal and material aspects. The purpose of this paper is to find out how the provisions of the evidence in cybercrime.  Abstrak: Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi komputer yang berbasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet. Sulitnya mendapat alat bukti dan melakukan pembuktian pada tindak pidana cybercrime, menjadi masalah baru dalam penyelesaian kasus tersebut. Keabsahan alat bukti didasarkan pada pemenuhan syarat dan ketentuan baik segi formil dan materiil. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan-ketentuan alat-alat bukti pada tindak pidana cybercrime.  
ALAT BUKTI TINDAK PIDANA CYBERCRIME DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Abdul Wahid; Akhmad Shodikin
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 7, No 1 (2022)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/mahkamah.v7i1.10256

Abstract

Abstract: Cybercrime is defined as an unlawful act that utilizes computer technology based on the sophistication of the development of internet technology. The difficulty of obtaining evidence and proving cybercrime is a new problem in resolving the case. The validity of the evidence is based on fulfilling the terms and conditions in both formal and material aspects. The purpose of this paper is to find out how the provisions of the evidence in cybercrime.  Abstrak: Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi komputer yang berbasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet. Sulitnya mendapat alat bukti dan melakukan pembuktian pada tindak pidana cybercrime, menjadi masalah baru dalam penyelesaian kasus tersebut. Keabsahan alat bukti didasarkan pada pemenuhan syarat dan ketentuan baik segi formil dan materiil. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan-ketentuan alat-alat bukti pada tindak pidana cybercrime.