Undang Ahmad Darsa
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

SERPIHAN TERPENDAM KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT KANEKES BADUY: SERPIHAN TERPENDAM KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT KANEKES BADUY Elis Suryani Nani Sumarlina; Undang Ahmad Darsa; Ike Rostikawati Husen
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora Vol 4 No 3 (2022): Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH), Oktober, 2022
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/jkbh.v4i3.61

Abstract

Kearifan lokal budaya yang dimiliki oleh suatu suku bangsa, khususnya yang ada di Nusantara ini, tersirat lewat tinggalan nenek moyang para pendahulunya. Demikian halnya dengan karuhun orang Sunda, yang menyimpan falsafah hidup, gagasan, ide, dan pemikiran cemerlang, yang dapat dijadikan acuan serta masih sejalan dengan kehidupan masa ini. Salah satu tinggalan masa lalu tersebut berkaitan dengan keteguhan terhadap tradisi, adat istiadat, dan kepercayaan yang mereka anut. Andai kita cermati sistem kepercayaan yang ada di masyarakat adat Baduy, mereka penganut ajaran Selam Wiwitan/Sunda Wiwitan. Ajaran yang mereka anut dan yakini merupakan salah satu kepercayaan kepada Sang Pencipta (Gusti Allah), yakni ajaran yang menekankan tanggung jawab manusia terhadap pemeliharaan dan pelestarian alam dan lingkungannya, yang ditinggalkan oleh nenek moyang mereka sejak ratusan tahun silam, yang terus dipelihara, eksis, dan diimplementasikan hingga saat ini. Keberadaan ajaran Selam Wiwitan berkelindan erat dengan adat istiadat dan tradisi. Lewat ajaran Selam Wiwitan, kearifan lokal dimaksud tersirat lewat nilai-nilai kehidupan manusia pada masa silam yang sudah memiliki norma-norma sebagai makhluk sosial yang tertata dan saling memerlukan serta berinteraksi di antara satu sama lainnya, baik di dalam komunitas itu sendiri maupun dengan komunitas lainnya di luar Baduy. Masyarakat Adat Baduy pun memiliki sistem perhitungan dan penanggalan, sebagai ‘acuan dan pedoman’ perhitungan dan penanggalannya yang disebut ‘kolénjér’ dan ‘sastra’. Lewat metode penelitian deskriptif analisis dan metode kajian budaya secara multidisiplin, baik etnografi, sosial, antropologi, komunikasi, maupun tradisi lisan, dapat diungkap apa dan bagaimana adat, tradisi, dan sistem religi yang terungkap di masyarakat adat Baduy, yang secara umum tidak bertolak belakang dengan sistem kepercayaan lainnya.
KETERKAITAN DALANG DAN LAKON WAYANG PURWA DALAM JEJAK-JEJAK ARKAISME : KETERKAITAN DALANG DAN LAKON WAYANG PURWA DALAM JEJAK-JEJAK ARKAISME Undang Ahmad Darsa; Elis Suryani Nani Sumarlina; Rangga Saptya Mohamad Permana
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora Vol 4 No 3 (2022): Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH), Oktober, 2022
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/jkbh.v4i3.73

Abstract

Salah satu seni pertunjukan klasik di kalangan masyarakat Sunda yang masih tetap eksis sampai hari ini adalah seni pertunjukan Wayang Golek. Selain Wayang Golek, pernah tercatat jenis-jenis pertunjukan wayang, seperti wayang bendo, wayang golek papak (cepak), wayang golek modern, wayang kulit, dan wayang topeng. Bahkan, ada jenis wayang yang sudah hampir tidak dikenal lagi di kalangan masyarakat Sunda ialah yang disebut Wayang Lilingong. Seseorang yang berprofesi memainkan pertunjukan para tokoh dalam lakon wayang disebut dalang. Adapun istilah dalang dimaksudkannya sebagai pencerita yang merangkum sebuah kisah yang bersumber dari sebuah otoritas. Dalam kaitan ini, karya yang ditampilkannya tidak saja indah tetapi memiliki otoritas sebagaimana dulunya dikisahkan oleh seorang dalang yang bijaksana dan suci.
SERPIHAN TERPENDAM SISTEM TEKNOLOGI DAN PEMBAGIAN TATARUANG MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA: SERPIHAN TERPENDAM SISTEM TEKNOLOGI DAN PEMBAGIAN TATARUANG MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA Elis Suryani Nani Sumarlina; Rangga Saptya Mohamad Permana; Undang Ahmad Darsa
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora Vol 5 No 1 (2023): Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH), Februari, 2023
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/jkbh.v5i1.104

Abstract

Kearifan lokal budaya yang dimiliki suatu bangsa atau suku bangsa, berkembang seiring perkembangan teknologi dan perkembangan zaman. Meskipun demikian, adat dan tradisi, beserta tinggalan budaya warisan nenek moyang kita harus tetap dijaga, dilindungi, dan dilestarikan agar tidak musnah ditelan masa. Tulisan ini mengulas dan berupaya mengenalkan keanekaragaman budaya Sunda yang terdapat di Kampung Naga, yang merupakan salah satu kekayaan dan khazanah kebudayaan Sunda, hasil kreativitas dan peninggalan nenek moyang orang Sunda pada masa lampau, yang keberadaannya saat ini sudah tidak dikenali, tidak diketahui, tidak dimengerti, bahkan sudah tidak dipahami oleh masyarakat Sunda pada umumnya. Selain itu, perkembangan zaman dan teknologi yang semakin canggih, diiringi adanya kemampuan manusia dalam berinteraksi sosial, menjadikan suku bangsa yang ada di Indonesia, cenderung menuju kepada kebudayaan industri. Tetapi, masih terdapat beberapa suku bangsa yang tetap bersikukuh mempertahankan adat istiadat dan tradisi lamanya. Salah satu di antaranya adalah Masyarakat Kampung Naga, yang tinggal di Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Sistem teknologi dan pembagian tataruang yang berlaku di masyarakat tersebut mnarik untuk disajikan dalam tulisan ini, karena berbeda dari masyarakat lainnya. Kajian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analisis komparatid, melalui metode kajian budaya dan etnografi, di samping antropologi. Hasil yang diperoleh, beragam alat dan tataruang yang digunakan masih bersifat tradisional, namun memiliki fungsi yang tidak kalah dari masyarakat modern. Hal ini juga berkaitan dengan sistem sosial masyarakat adat Kampung Naga yang tidak bisa dipisahkan dari tri tangtu di bumi, melipti tatalampah, tatawayah, dan tatawilayah.
RINEKASASTRA MAJAS DALAM TEKS NASKAH MANTRA SUNDA: RINEKASASTRA MAJAS DALAM TEKS NASKAH MANTRA SUNDA Elis Suryani Nani Sumarlina; Rangga Saptya Mohamad Permana; Undang Ahmad Darsa
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora Vol 5 No 3 (2023): Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH), Oktober, 2023
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/jkbh.v5i3.177

Abstract

Unsur majas dalam sebuah teks puisi tidak dapat dilepaskan dari kajian linguistik dan stuktur karya sastra. Demikian pula dalam teks mantra yang memiliki fungsi sangat penting, dalam upaya menunjang kepuitisan teks mantra itu sendiri, di samping unsur rima, irama, diksi, dan citraan. Melalui majas itulah teks mantra mampu menarik perhatian pembaca, membuat lebih hidup, serta dapat menimbulkan kesegaran, terutama dalam upaya menimbulkan kejelasan gambaran angan. Unsur Majas dalam teks naskah mantra Sunda mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain agar gambaran menjadi jelas, lebih menarik, dan lebih hidup. Yang dimaksud majas dalam teks mantra Sunda adalah kiasan kata untuk menghidupkan lukisan maupun perasaan yang akan diungkapkan lebih nyata, tergambarkan lebih jelas, lebih terasa, dan lebih ekspresif. Bahasa yang digunakan dalam majas lebih menonjol, melalui kata-kata yang susunan dan artinya sengaja disimpangkan dari susunan dan artinya yang biasa, menjadi luar biasa, untuk mendapatkan kesegaran dan kekuatan makna serta ekspresi dengan cara memanfaatkan perbandingan, pertentangan, dan pertautan hal yang satu dengan hal lainnya yang ada dalam sebuah teks mantra. Menggunakan metode penelitian deskriptif analisis, melalui metode kajian struktur puisi mantra dan maknanya, sehingga majas yang terdapat dalam teks mantra Sunda, yang meliputi majas perbandingan, majas pertentangan, dan majas pertautan dapat ditelusuri melalui rinekasastra-nya ‘upaya memperhalus perkataan (cerita) agar lebih indah’, karena bahasa itu dianggap hanya sekadar ‘bahan’, keindahan dan kehalusan bahasa menjelma setelah mengalami pengolahan (digubah oleh pengarang).
PERILAKU KOMUNIKASI KELOMPOK-KELOMPOK INDIVIDU DI TERMINAL LEUWI PANJANG PADA ERA PRA-TRANSPORTASI UMUM DARING: PERILAKU KOMUNIKASI KELOMPOK-KELOMPOK INDIVIDU DI TERMINAL LEUWI PANJANG PADA ERA PRA-TRANSPORTASI UMUM DARING Rangga Saptya Mohamad Permana; Elis Suryani Nani Sumarlina; Undang Ahmad Darsa
KABUYUTAN Vol 2 No 1 (2023): Kabuyutan, Maret 2023
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/kabuyutan.v2i1.122

Abstract

Bisa dibilang, Terminal Leuwi Panjang (selanjutnya disebut TLP) adalah salah satu terminal bus terbesar di wilayah Bandung Raya, jika bukan yang terbesar. Terminal yang berada di lahan seluas 15.545,43 m2 ini kini berkonsep mixed-use, di mana terminal tidak hanya sebagai simpul transportasi naik-turun penumpang, namun juga menjadi pusat perekonomian dan kegiatan masyarakat. Terdapat banyak perilaku komunikasi yang berlangsung di antara kelompok-kelompok individu melalui interaksi-interaksi yang mereka lakukan di TLP. Penulis merasa bahwa perilaku-perilaku komunikasi yang terjadi di TLP sebelum maraknya transportasi daring yang dimulai pada tahun 2014-2015 di Bandung merupakan fenomena yang menarik untuk dibahas, karena kaya akan konteks komunikasi di dalamnya, terutama dalam konteks komunikasi persuasif. Kajian dalam artikel ini bertujuan untuk menjelaskan dan menggambarkan bagaimana perilaku komunikasi kelompok-kelompok individu di TLP pada era pra-transportasi umum daring. Penulis menggunakan metode observasi dalam penelitian ini. Penulis mengobservasi lima kelompok individu utama yang selalu ada di tiap terminal bus, termasuk di TLP, yakni sopir, kondektur dan kernet, calo penumpang, calon penumpang, serta pedagang. Adapun fenomena yang diamati adalah perilaku-perilaku komunikasi dari kelima kelompok individu tersebut, lebih tepatnya dari unsur komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Hasil menunjukkan bahwa terdapat lima belas proposisi yang melibatkan para sopir, kondektur dan kernet, calo penumpang, calon penumpang serta pedagang, di mana kelimabelas proposisi tersebut menunjukkan berbagai konteks komunikasi, mulai dari komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi persuasif, yang ditunjukkan melalui kode-kode verbal dan nonverbal, di mana konteks bahasa dan budaya juga terlibat di dalam tiap interaksi yang mereka lakukan.
IMPLEMENTASI KOMUNIKASI POLITIK BERBASIS KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT BADUY: IMPLEMENTASI KOMUNIKASI POLITIK BERBASIS KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT BADUY Elis Suryani Nani Sumarlina; Rangga Saptya Mohamad Permana; Undang Ahmad Darsa
KABUYUTAN Vol 2 No 1 (2023): Kabuyutan, Maret 2023
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/kabuyutan.v2i1.129

Abstract

Setiap suku bangsa tentu memiliki kearifan lokal secara turun temurun, demikian halnya dengan masyarakat Sunda. Salah satunya yang masih eksis saat ini adalah sistem pemerintahan, kepemimpinan, dan pembagian kekuasaan, di masyarakat adat Baduy, yang dikenal dengan Tri Tangtu Di Buana, yakni Tiga kelembagaan yang memiliki kekuasaan dalam bidangnya masing-masing, yang terdiri dari Prebu, Rama, dan Resi. Ketiganya berkelindan erat dengan lembaga kapuunan (pemerintahan) masyarakat adat Baduy dan disebut Tangtu Telu, yang merepresentasikan tiga kapuunan yang mengatur kehidupan komunitas masyarakat adat Baduy, yakni Puun Ponggawa (Prebu) di Cibeo, Puun Rama di Cikeusik, dan Puun Resi di Cikartawana. Ketiga lembaga tersebut, membawahi beberapa jabatan yang berfungsi sebagai pembantu dan penyambung lidah, baik kepada masyarakat Baduy maupun untuk berurusan dengan pihak luar (pemerintah), yang terdiri atas puun, jaro tangtu, pangiwa, dan jaro pamaréntah; serta pemimpin tiap kampung, yaitu kokolot lembur. Keterjalinan lembaga dan jabatan di sana, membuka peluang terjadinya aktivitas komunikasi politik. Bagaimana implementasi komunikasi politik dalam lembaga kapuunan (pemerintahan) Baduy tersebut merupakan tujuan dari penelitian ini, dengan menggunakan penelitian kualitatif, khususnya metode fenomenologi, melalui metode pengumpulan data wawancara dan observasi. Hasil menunjukkan bahwa implementasi komunikasi politik yang terjadi dalam proses penunjukkan/pemilihan puun, jaro tangtu, jaro pamaréntah dan kokolot lembur dilaksanakan dan diterapkan dalam pemberian kuasa dan jabatan dalam berbagai konteks komunikasi, yaitu komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok secara top-down dan bottom-up.
KABAYAN, SANG TRICKSTER SUNDA: ANTARA HUMOR DAN KRITIK: KABAYAN, SANG TRICKSTER SUNDA: ANTARA HUMOR DAN KRITIK Rangga Saptya Mohamad Permana; Elis Suryani Nani Sumarlina; Undang Ahmad Darsa
KABUYUTAN Vol 2 No 2 (2023): Kabuyutan, Juli 2023
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/kabuyutan.v2i2.163

Abstract

Kisah Trickster, dalam tradisi lisan di seluruh dunia, adalah sebuah cerita yang menampilkan seorang protagonis yang memiliki kekuatan magis dan dicirikan sebagai ringkasan dari hal-hal yang berlawanan. Genre cerita rakyat Trickster muncul dalam beberapa bentuk di setiap budaya, termasuk di Indonesia, khususnya di masyarakat Sunda, lewat sosok Kabayan. Kabayan merupakan sosok yang bisa dititipi pesan, tergantung dari tujuan, motivasi dan misi pengarangnya. Dalam setiap dongengnya, Kabayan tidak pernah lepas dari unsur humor dan beberapa pencipta memasukkan unsur-unsur kritik dalam nuansa humor Kabayan. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan kajian mengenai Kabayan sebagai medium kritik. Tujuan dari kajian ini adalah untuk menjelaskan bahwa Kabayan bisa digolongkan sebagai sosok Trickster dan untuk menjelaskan bagaimana sosok Kabayan bisa digunakan sebagai medium kritik. Penulis menggunakan metode kajian literatur dalam kajian ini, dengan menggunakan referensi-referensi yang membahas konsep-konsep mengenai Trickster, Kabayan dan tokoh-tokoh sejenisnya, dan Kabayan sebagai medium kritik. Hasil menunjukkan bahwa Kabayan adalah Trickster berwujud manusia yang tergolong ke dalam “Pahlawan Cerdik”, di mana tokoh Trickster lain yang mendekati sosoknya adalah Juha dan Abu Nawas dari Timur Tengah. Kabayan juga diakui secara global sebagai salah satu sosok Trickster dalam buku Trickster and Hero: Two Characters in the Oral and Written Traditions of the World (2012) karya Harold Scheub. Terkait dengan Kabayan sebagai medium kritik, salah satu contoh yang paling relevan adalah ketika Utuy Tatang Sontani menggunakan sosok Kabayan dalam karya pementasan teaternya yang berjudul Si Kabayan (1959), di mana ia menggunakan Kabayan sebagai medium untuk mengkritisi masyarakat Indonesia yang terlalu bergantung pada hal-hal mistis untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka miliki.
MENGUNGKAP PATILASAN KEARIFAN LOKAL SUNDA: MENGUNGKAP PATILASAN KEARIFAN LOKAL SUNDA Elis Suryani Nani Sumarlina; Undang Ahmad Darsa; Ike Rostikawati Husen
KABUYUTAN Vol 2 No 2 (2023): Kabuyutan, Juli 2023
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/kabuyutan.v2i2.170

Abstract

Seiring Perkembangan zaman, tinggalan budaya masa silam di era kasajagatan kini, keberadaannya kian terabaikan dan terkikis ‘materi’. Ini bukti ‘kekurangengeuhan’ pemerintah dalam upaya melindungi, memelihara, serta melestarikannya. Patilasan budaya Sunda termasuk benda-benda pusaka yang berada di museum, keraton, maupun kesultanan, karena kurangnya dana pemeliharaan dan penjagaan, beberapa benda pusaka raib digondol orang yang tidak bertanggung Jawab hanya demi segenggam ringgit. Sungguh sangat disayangkan, pedang dan beberapa benda pusaka lainnya pun ada yang raib berpindah tangan ke negeri orang, tidak terkecuali naskah-naskah Sunda buhun ‘kuno’. Benda pusaka, selain yang tersimpan di keraton atau museum, masih banyak patilasan budaya Sunda masa silam yang perlu mendapat perhatian dan perlakuan yang sama dari pemerintah. Di antaranya, prasasti, kabuyutan, situs, maupun naskah serta kearifan lokal yang terkandung di dalamnya. Kepedulian masyarakat Sunda terhadap budaya dan patilasan budaya karuhunnya memang sudah ada yang teraktualisasikan. Tinggalan kearifan lokal budaya Sunda dimaksud termasuk naskah Sunda kuno, ada yang sudah tersimpan aman di Museum Sri Baduga Maharaja Bandung, Museum Geusan Ulun Sumedang, dan Kraton Kacirebonan, Kanoman, Kasepuhan, Museum Pasulukan Loka Gandasasmita Garut, dan Museum Lintas Budaya Nusantara di Mahpar Galunggung, yang tak ternilai harganya. Tulisan ini berupaya mengenalkan kembali tinggalan kearifan lokal dimaksud, melalui metode penelitian deskriptif dan metode kajian filologis, arkeologis, dan kajian budaya. Hasil yang didapat, jika dipelihara dan dikembangkan, serta dikemas dengan baik, tinggalan kearifan lokal Sunda tersebut dapat menjadi objek wisata yang sangat menguntungkan, di samping wahana ilmu pengetahuan dan sarana pendidikan.
TUNAS BERSEMI DI BUMI NUSANTARA: PERTALIAN ANTARA TARUMANAGARA - KUTAI KARTANEGARA BERDASARKAN TRADISI PERNASKAHAN KUNO: TUNAS BERSEMI DI BUMI NUSANTARA: PERTALIAN ANTARA TARUMANAGARA - KUTAI KARTANEGARA BERDASARKAN TRADISI PERNASKAHAN KUNO Undang Ahmad Darsa; Rangga Saptya Mohamad Permana; Elis Suryani Nani Sumarlina
KABUYUTAN Vol 2 No 2 (2023): Kabuyutan, Juli 2023
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/kabuyutan.v2i2.171

Abstract

Pada saat ketika seluruh sistem geopolitik dan ekonomi global nampak berada dalam perputaran perkembangan tatanan baru, sebuah penelaahan terhadap teks-teks tertulis khususnya tradisi naskah kuno mengenai dasar-dasar ideologis dari pemerintahan asli bukanlah tidak pada tempatnya dan malahan mungkin akan menjadi penarik perhatian yang melebihi minat teoretika semata-mata. Konsepsi-konsepsi ideologis keagamaan dan filsafat (religio philosophical) yang menjadi dasar dan membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) masa lalu masih merupakan energi-energi yang hidup yang harus kita perhitungkan, dan tentu saja dengan memasukkan buah-buah pemikiran baru. Dengan demikian, kita mengelakkan pemutusan seluruhnya hubungan dengan masa silam, suatu penghancuran yang berbahaya bagi pemikiran dan kebudayaan bangsa.