Noer Rahmi Ardiarini
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Published : 15 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

PERBEDAAN WAKTU EMASKULASI TERHADAP KEBERHASILAN PERSILANGAN GANDUM (Triticum aestivum L.) DI CANGAR BATU Nanik Indah Dwi Winawanti; Noer Rahmi Ardiarini; Damanhuri Damanhuri
Produksi Tanaman Vol. 5 No. 3 (2017)
Publisher : Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Gandum (Triticum aestivum L.) ialah tanaman serealia yang berasal dari daerah subtropis. Produksi gandum pada saat ini masih terlalu rendah. Salah satu metode yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produksi gandum adalah dengan persilangan. Diharapkan dengan adanya persilangan ini bisa menciptakan galur  yang unggul dengan umur genjah, produktivitas tinggi, dan adaptif pada dataran menengah-tinggi. Penelitian ini menggunakan tiga waktu emaskulasi yang berbeda. Emaskulasi adalah suatu tindakan membuang semua benang sari yang masih muda dari kuncup bunga betina, dengan maksud agar bunga tersebut tidak mengalami penyerbukan sendiri. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mempelajari waktu emaskulasi yang baik terhadap keberhasilan persilangan tanaman gandum. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Cangar Batu, Jawa Timur, pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Februari 2015. Alat yang di gunakan dalam penelitian ini ialah pinset, gunting, klip, sabit, tangkil, polibag, tali rafia, cetok, gembor, selang, mistar, timbangan, kamera, colour chart, kertas label, kantong kertas transparan, benang dan alat tulis. Bahan yang di gunakan ialah empat genotip gandum, yang terdiri dari SO-3, SO-10, Dewata dan M-9. Urea, SP-36, Kcl, air, tisu dan alkohol 70%. Untuk set persilangan terdiri dari : SO-3 X M-9, SO-10 X M-9, SO-3 X DEWATA, SO-10 X DEWATA. Waktu emaskulasi yang dilakukan yaitu 1, 2, dan 3 hari sebelum persilangan. Keberhasilan persilangan pada emaskulasi 1 hari (78.75%) dan emaskulasi 3 hari  (87.50%) sebelum persilangan menunjukkan berbeda nyata. Emaskulasi yang dilakukan 3 hari sebelum persilangan (sebelum anthesis) dapat meningkatkan keberhasilan persilangan gandum.
HUBUNGAN KEKERABATAN PLASMA NUTFAH BAMBU KOLEKSI KEBUN RAYA PURWODADI BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI Riza Anissatul Fitriana; Titut Yulistyarini; Andy Soegianto; Noer Rahmi Ardiarini
Produksi Tanaman Vol. 5 No. 5 (2017)
Publisher : Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bambu merupakan tumbuhan yang memiliki banyak kegunaan. Banyaknya spesies bambu di dunia merupakan sumber plasma nutfah yang perlu dipelajari dan dilestarikan. Karakterisasi tanaman bambu berperan dalam kegiatan konservasi plasma nutfah serta pemanfaatannya bagi masyarakat. Analisis hubungan kekerabatan berdasarkan karakter morfologi melalui kegiatan karakterisasi plasma nutfah bambu perlu dilakukan untuk mengetahui pengelompokan aksesi bambu menurut kerabat dekatnya baik sebagai data informasi, informasi umum kepada masyarakat maupun sebagai kegiatan awal untuk pemuliaan bambu selanjutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kekerabatan plasma nutfah bambu koleksi Kebun Raya Purwodadi berdasarkan karakter morfologi serta mengevaluasi ada atau tidaknya duplikasi spesies pada koleksi. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2015 di area koleksi bambu UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi-LIPI Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu metode pengamatan langsung yang dilakukan dengan mengkarakterisasi semua jenis bambu berdasarkan lembar pengamatan yang telah dibuat. Data kualitatif hasil karakterisasi dianalisis klaster menggunakan software NTSYS pc 2.02 dan disajikan dalam bentuk dendrogram hubungan kekerabatan yang dilengkapi dengan koefisien kemiripan. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat duplikasi spesies pada plasma nutfah bambu koleksi Kebun Raya Purwodadi berdasarkan karakter morfologi vegetatif. Hubungan kekerabatan 32 aksesi bambu berdasarkan karakter vegetatif memiliki rentang koefisien kemiripan 0,65-1,00 dan membentuk 2 klaster besar yaitu klaster A dan klaster B. Hubungan kekerabatan 6 aksesi bambu berdasarkan karakter vegetatif dan generatif memiliki koefisien kemiripan dengan rentang antara 0,66-0,93. Karakter-karakter pada percabangan, buluh dan pelepah buluh adalah karakter utama yang mempengaruhi hubungan kekerabatan bambu.
EVALUASI KETAHANAN BEBERAPA GALUR KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L.) Verdc.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN Dian Prabawati; Kuswanto Kuswanto; Noer Rahmi Ardiarini
Produksi Tanaman Vol. 5 No. 6 (2017)
Publisher : Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Salah satu permasalahan yang sering mengganggu sektor pertanian adalah bencana kekeringan. Penanaman tanaman tahan kekeringan adalah salah satu cara memperbaiki permasalahan kekeringan. Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdc.) salah satu tanaman tahan kering yang berasal dari Afrika. Meskipun tahan kekeringan, tidak semua galur mampu tumbuh optimum. Penelitian dilaksanakan di kebun Percobaan Jatikerto, Malang.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketahanan galur kacang bogor Indonesia dan mencari kebutuhan air minimum kacang bogor untuk tumbuh optimal. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial Tersarang dengan menggunakan dua faktor perlakuan yaitu galur kacang bogor Indonesia (CKB1, BBL, dan UB Cream) dan taraf penyiraman (100% KL, 75% KL, 50% KL dan 25% KL). Hasil menunjukkan, tidak ada interaksi pada setiap parameter pengamatan. Secara terpisah, galur galur kacang bogor Indonesia memberikan pengaruh nyata pada tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, jumlah polong dan jumlah biji. Sedangkan pada perlakuan taraf penyiraman berpengaruh nyata pada parameter pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, jumlah polong, jumlah biji dan berat biji. Galur BBL memiliki tingkat ketahanan yang paling baik dibandingkan dengan CKB1 dan UB Cream. Kebutuhan air minimum yang mampu digunakan kacang bogor untuk tumbuh optimum adalah 75% KL atau 300-400 ml tiap kali penyiraman
OBSERVASI PLASMA NUTFAH BAMBU DI KABUPATEN MALANG Riskyhanti Octriviana; Ainnurasjid Ainnurasjid; Noer Rahmi Ardiarini
Produksi Tanaman Vol. 5 No. 6 (2017)
Publisher : Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bambu merupakan salah satu tanaman yang mudah ditemukan ditemukan di Indonesia untuk berbagai kepentingan khususnya di Jawa, dan pemanfaatannya sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Indonesia (Wiyono, 2012). Penelitian dilakukan dari bulan Maret hingga Juni 2015, di Kabupaten Malang yang meliputi 4 (empat) kecamatan antara lain Kecamatan Tajinan), Kecamatan Wonosari, Kecamatan Wajak, dan Kecamatan Kromengan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi lapang dan wawancara. Analisa data disajikan dalam data deskriptif dengan analisis vegetasi berdasarkan gambaran seluruh obyek yang diamati dengan cara membuat plot ukuran 10 mx10 m.. Pengambilan sampel dilakukan purposive sampling. Didapatkan 75 sampel plot pengamatan di Kecamatan Tajinan, Wajak, Wonosari, dan Kromengan. Ditemukan 13 jenis bambu antara lain bambu apus (Gigantochloa apus), jawa (Gigantochloa atter), petung (Dendrocalamus asper), rampal (Schizostachyum zollingeri), ampel (Bambusa vulgaris), ori (Bambusa blumeana), jabal (Schizostachyum brachycladum), wulung (Gigantochloa atroviolacea), wuluh (Schizostachyum silicatum), kuning (Bambusa vulgaris var. Striata), rampal kuning (Schizostachyum brachycladum cv. Kuning), jakarta (Thyrsostachys siamensis), dan  tutul (Bambusa maculata). INP tertinggi di Kecamatan Tajinan yaitu G.atter 0,44% kemudian di Kecamatan Wajak, INP tertinggi yaitu G.apus 0,48%. Kecamatan Kromengan INP tertinggi G.atter 0,79%. Nilai INP tertinggi di Kecamatan Wonosari yaitu G.atter 16,07% di Desa Sumberdem dan 0,71% di Desa Wonosari. Bambu memiliki banyak potensi pemanfaatan di bidang keperluan rumah, industri, kerajinan, konstruksi, dan konservasi.
EVALUASI KESERAGAMAN DALAM AKSESI BUNGA MATAHARI (Helianthus annus L.) BERDASARKAN KARAKTER GENERATIF Intan Dwi Putri Warastuti; Arifin Noor Sugiharto; Noer Rahmi Ardiarini
Produksi Tanaman Vol. 5 No. 7 (2017)
Publisher : Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perbaikan varietas tanaman menyerbuk silang bisa dilakukan dengan perbaikan populasi.Pada proses penggaluran atau pembuatan varietas baru diperlukan adanya kemurnian genetik pada populasi.Bunga matahari merupakan tanaman menyerbuk silang.Penanaman bunga matahari dilakukan pada satu tempat yang sama tanpa kontrol persilangan, sehingga potensi persilangan antar aksesi sangat tinggi. Perkawinan secara acak dapat meningkatkan heterozigositas suatu populasi tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasikeseragaman dalam aksesi  aksesi bunga matahari dan mengetahui hubungan filogenetik pada setiap aksesi sehingga mempermudah kegiatan pemuliaan tanaman selanjutnya. Evaluasi keseragaman dilakukan dengan uji kekerabatan menggunakan analisis cluster. Hasil analisis cluster menunjukkan bahwa dari 29 aksesi yang digunakan dalam penelitian, terdapat 13 aksesi yang telah seragam(HA 1, HA 7, HA 8, HA 10, HA 11, HA 25, HA 27, HA 28, HA 39, HA 40, HA 44, HA 45 dan HA 47) berdasarkankarakter bunga dan 7 aksesi yang telah seragam (HA 1, HA 18, HA 25, HA 28, HA 44, HA 45 dan HA 46) berdasarkan karakter biji.
KERAGAMAN PLASMA NUTFAH BAMBU DI KABUPATEN MALANG JAWA TIMUR Nanang Wahyu Prajaka; Izmi Yulianah; Noer Rahmi Ardiarini
Produksi Tanaman Vol. 5 No. 7 (2017)
Publisher : Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bambu merupakan tanaman monokotil (berkeping satu) dan termasuk keluarga rerumputan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bambu berdasarkan karakter morfologi, serta mengetahui keragaman jenis bambu yang ada di Kabupaten Malang. Penelitian dilakukan mulai April hingga Juli 2015 di 4 kecamatan di Kabupaten Malang yaitu Kecamatan Tajinan, Kecamatan Wonosari, Kecamatan Wajak, dan Kecamatan Kromengan. Alat yang digunakan meliputi alat tulis, penggaris, form pengamatan karakter morfologi bambu, kamera, meteran, pisau, gunting, parang, gergaji, cetok, pedoman color chart RHS, termometer, klinometer, dan altimeter. Bahan yang digunakan meliputi kertas label, plastik sampel, tali rafia dan plasma nutfah bambu di lokasi penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei yang meliputi observasi, wawancara dan pengamatan karakter morfologi tanaman bambu. Hasil dari penelitian bambu di Kabupaten Malang diperoleh 13 jenis (spesies) yang termasuk ke dalam 5 marga yaitu Bambusa, Schizostachyum, Gigantochloa, Dendrocalamus dan Phyllostachys. Pada identifikasi tingkat spesies, masing-masing bambu yang ditemukan dengan masih menggunakan nama lokal dapat ditentukan masing-masing nama ilmiahnya. Nama-nama bambu yang ditemukan sebagai berikut Bambu Ampel (Bambusa vulgaris), Bambu Apus (Gigantochloa apus), Bambu Jabal (Schizostachyum aequiramosum), Bambu Jakarta (Phyllostachys aurea), Bambu Jawa (Gigantochloa atter), Bambu Kuning (Bambusa vulgaris var. Striata.), Bambu Ori (Bambusa blumeana), Bambu Petung (Dendrocalamus asper), Bambu Rampal Kuning (Schizostachyum brachycladum), Bambu Rampal (Schizostachyum zollingeri), Bambu Tutul (Bambusa maculata), Bambu Wuluh (Schizostachyum silicatum), dan Bambu Wulung (Gigantochloa atroviolacea).
UJI KESERAGAMAN GALUR DAN KEKERABATAN ANTAR GALUR KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L.) Verdc.) HASIL SINGLE SEED DESCENT KEDUA Aldita Adin Nugraha; Noer Rahmi Ardiarini; Kuswanto Kuswanto
Produksi Tanaman Vol. 5 No. 7 (2017)
Publisher : Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemuliaan kacang bogor masih belum banyak dilakukan. Koleksi galur lokal yang telah ada menjadi langkah yang dapat dipilih, sebagai upaya pengambangan varietas. Pemanfaatan galur lokal dihadaptakn pada masalah keragaman yang luas. Single Seed descent adalah metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan keseragaman agar didapatkan galur dengan kemurnian genetik yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui keseragaman dalam galur kacang bogor dan kekerabatan antar galur kacang bogor.  Uji keseragaman dalam galur dilakukan menggunakan nilai koefisien keragaman genotip dan fenotip serta analisis cluster antar tanaman dalam galur, Kekerabatan antar galur diduga melalui analisis cluster antar galur. Berdasarkan parameter kuantitatif, 20 galur kacang bogor memiliki karakter yang seragam. Berdasarkan parameter kualitatif, didapatkan satu galur dengan tingkat keseragaman dalam kisaran 0,9 – 1, serta tujuh belas galur dengan tingkat keseragaman dalam kisaran 0,8 – 0,9. Kekerabatan antar galur menunjukkan galur UB Cream memiliki kekerabatan terjauh dengan galur lain. Kekerabatan yang dekat antar galur dari daerah  yang sama diketahui antara galur PWBG 5.1.1 dengan PWBG 3.1.1, PWBG 5.3.1 dengan GSG 1.1.1, GSG 1.5 dengan GSG 2.1.1 dan GSG 2.5 dengan GSG 3.1.2 serta galur dari daerah berbeda seperti JLB 1 dengan BBL 6.1.1.
PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH JENIS BAP TERHADAP PERTUMBUHAN PLANLET SUB KULTUR JARINGAN TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. Merr) Shela Yaka Purita; Noer Rahmi Ardiarini; Nur Basuki
Produksi Tanaman Vol. 5 No. 7 (2017)
Publisher : Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Teknik kultur jaringan merupakan alternatif untuk memecahkan masalah rendahnya produktifitas tanaman nanas yang belum mampu memenuhi permintaan pasar. Teknologi ini telah banyak digunakan untuk pengadaan bibit seragam dan kualitasnya terjamin terutama pada berbagai tanaman hortikultura. Melalui kultur jaringan, tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan sehingga dapat dihasilkan bibit yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi BAP (Benzyl Amino Purin) yang baik untuk mempercepat pertumbuhan tunas planlet tanaman nanas yang diperbanyak melalui sub kultur jaringan. Penelitian dilaksanakan pada bulan pril hinggal Juni 2015. Penelitin dilaksanakan di Laboraturium Kultur Jaringan Dinas Pertanian Kabupaten Kediri, menggunakan Rancangan Acak Lengkap, Bahan planlet sub kultur yang digunakan adalah mata tunas dari mahkota nanas kultivar MD2. Peneletian ini terdiri dari satu faktor perlakuan penamabahan zat pengatur tumbuh BAP, (P0) kontrol: (P1) 0,5 ppm: (P2) 0,75 ppm: (P3) 1 ppm: (P4) 1,5 ppm: (P5) 2 ppm. Analisis data yang digunakan adalah uji F. Apabila uji F memberikan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf 5%. Hasil Penelitian menunjukan bahwa perlakuan pemberian BAP dengan konsentrasi 2 ppm berpengaruh nyata terhadap planlet tumbuh, awal munculnya tunas, awal munculnya daun, jumlah tunas, jumlah daun, dan tinggi planlet.
EVALUASI POTENSI DAN DESKRIPSI DELAPAN GENOTIP KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus L.) Dyah Ayu Laras Sukma; Kuswanto Kuswanto; Noer Rahmi Ardiarini
Produksi Tanaman Vol. 5 No. 9 (2017)
Publisher : Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Indonesia memiliki keragaman kecipir terbesar sehingga perlu untuk diketahui potensinya.  Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi dan mendeskripsikan delapan genotip kecipir. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu delapan genotip kecipir lokal. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015-Juli 2015 di Kebun Percobaan Jatikerto Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Penelitian disusun menggunakan petak tunggal dengan metode pengamatan tanaman tunggal (single plant). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat delapan genotip kecipir yang berpotensi dikembangkan di Indonesia. Salah satu yang, memiliki potensi terbesar dan disukai konsumen adalah genotip Semarang 2. Semarang 2 memiliki ciri-ciri rasa manis dan renyah, serta
KARAKTERISTIK AGRONOMI 14 FAMILI F5 CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) DI DATARAN MENENGAH Martina Sari Dewi; Lita Soetopo; Noer Rahmi Ardiarini
Produksi Tanaman Vol. 5 No. 11 (2017)
Publisher : Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Produktivitas cabai merah di Indonesia masih rendah, rataan nasional hanya 5,5 t ha-1, sedangkan potensinya dapat mencapai 20 t ha-1. Upaya perbaikan terhadap hasil cabai merah di dataran menengah dapat dilakukan melalui program pemuliaan tanaman, yaitu perakitan varietas unggul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik 14 famili cabai merah di dataran menengah dan mengetahui famili yang memiliki potensi hasil tinggi. Percobaan menggunakan rancangan blok tunggal, dengan 14 famili sebagai perlakuan dan 3 tetua sebagai kontrol. Pengamatan menggunakan teknik single plant. Penelitian dilaksanakan di Desa Kepuharjo, Karangploso, Malang, pada bulan Februari hingga Agustus 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata umur berbunga paling cepat pada famili B5.27.20 dan B6.42.14, umur panen paling cepat yaitu famili B2.58.5, jumlah buah per tanaman tertinggi yaitu famili A4.92.14, bobot buah per tanaman tertinggi dan bobot per buah tertinggi yaitu famili A1.26.19, diameter buah tertinggi yaitu famili A5.17.17, panjang buah tertinggi yaitu famili A1.54.14, tebal daging buah tertinggi yaitu famili A4.92.14, dan tinggi tanaman tertinggi yaitu famili B2.58.5. Seluruh famili memiliki tekstur permukaan buah dominan halus dan bentuk buah memanjang. Famili F5 cabai merah yang terpilih yaitu A1.26.19, B2.58.20, A4.92.14, A1.54.14, dan A1.8.14.