Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

KHK 1983 Kanon 663 §1 dan Implementasinya dalam Pemaknaan dan Penghayatan Kontemplasi dalam Konstitusi Ordo Karmel Tandautama, Kevin Hendrarto; Sinaga, Andreas Marison; Endi, Yohanes; Wilson B. Lena Meo, Yohanes
Jurnal Teologi Praktika Vol 4, No 2 (2023): Desember
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Tenggarong

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51465/jtp.v4i2.87

Abstract

KHK 1983 Kanon 663 §1 dan Implementasinya dalam Pemaknaan dan Penghayatan Kontemplasi dalam Konstitusi Ordo Karmel. Tulisan ini berfokus pada implementasi KHK 1983 Kanon 663 §1 dalam pemaknaan dan penghayatan kontemplasi dalam Konstitusi Ordo Karmel sebagai tarekat hidup bakti. Metode yang digunakan ialah studi literasi dari berbagai sumber. Alur pembahasan tulisan ini ialah membahas hubungan antara hukum universal Gereja dan hukum partikular atau tarekat; tafsiran atas Kanon 663 §1 kedudukan dan konteksnya; kemudian melihat implementasinya dalam Konstitusi Ordo Karmel sebagai tarekat religius. Dari hasil penelitian dapat ditemukan beberapa hal sebagai berikut. Tujuan utama lembaga hidup bakti adalah mengikuti Yesus Kristus sebagaimana diwujudkan dalam penghayatan nasihat injil. Karisma-karisma masing-masing tarekat yang menjiwai cara hidupnya merupakan karya Roh Kudus yang menjadi misi Gereja. Hukum Gereja sebagai hukum universal berusaha agar karisma-karisma ini dapat dihayati sesuai Tradisi dan ajaran Magisterium. Dalam perwujudan hak dan kewajibannya, kontemplasi dan persatuan dengan Allah dalam doa adalah tugas utama dan pertama bagi terutama bagi semua religius. Hal ini dapat dilihat dari pemaknaan dan penghayatan kontemplasi dalam konstitusi Ordo Karmel tahun 2019. 
Menelaah Pengertian Dialog demi Mencapai Dialog Kehidupan Pabayo, Ricky Setiawan; Endi, Yohanes; Raharso, Alphonsus Tjatur
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 6, No 2 (2024): Maret 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v6i2.473

Abstract

The main focus of this discussion is to examine the attitude of Saint Francis of Assisi and Sultan Malik al-Kamil in building tolerance between religions, especially in West Borneo. St. Francis of Assisi's concern for the war that claimed so many lives at that time, made him feel that humans had begun to forget the social value of other people's lives so that an attitude of mutual suspicion arose within themselves to bring each other down through their religious beliefs. Religion is a personal human affair with God, not a human affair that interferes with the affairs of other human beings with the God they believe in. Therefore, if there is someone who interferes in such matters, a different ideological understanding will emerge. The government is trying to promote a prosperous life by daring to accept the differences that exist in Indonesia. The interreligious dialogue that was created aims to provide answers to the problems that occur to create peace. The goal to be achieved from this research is to build a lively dialogue that overrides religious ideology that leads to acts of tolerance towards others. Therefore, it is necessary for the Indonesian people to first understand what is meant by dialogue. Dialogue is understood as an artistic value in understanding when discussing the meaning, when someone conveys something, it is hoped that it will be responded with sympathy for the other person. If this is not done, then the dialogue is only limited to ordinary discussions or only to dispel suspicions. The novelty of this research is to examine and reflect on the attitude of the meeting of Saints and Sultans in building peace in maintaining the value of life in humans, which at this time has also begun to be forgotten due to differences.
Kebebasan Politik Menurut Hannah Arendt dan Relevansinya Bagi Masyarakat Indonesia Ranubaya, Fransesco; Nikodemus; Endi, Yohanes
Politeia: Jurnal Ilmu Politik Vol. 15 No. 2 (2023): Politeia: Jurnal Ilmu Politik
Publisher : Talenta Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32734/politeia.v15i2.10206

Abstract

The study focuses on freedom and politics, which are often contrasted, as if politics and freedom are contradictory. There is an assumption that there is no freedom in politics or that people are free to do anything with politics. This assumption has developed so that the two can never be united. In the political situation, a political theorist named Hannah Arendt felt an anxiety. The purpose of writing this scientific paper is to explore the idea of political freedom according to Hannah Arendt and find its relationship in Indonesian society. The method used in this writing is the literature method with a literature approach. The research results of this study discuss work that is not related to daily activities (labor) but work (work) for a common goal. Meanwhile, in relation to Indonesian politics, work ethic is an attitude that leads to the best results, high competitiveness, optimism and looking for productive and innovative ways to sustain an independent Indonesia. Regarding freedom, Arendt takes the Athenian polis as a model of communicative and open speech space which is the same as politics
Perkawinan Adat Timor Suku Dawan, Buraen dan Hubungannya Dengan Perkawinan Gereja Katolik Ton, Sekundus Septo Pigang; Rapael, Rapael; Endi, Yohanes
In Theos : Jurnal Pendidikan dan Theologi Vol. 4 No. 6 (2024): Juni
Publisher : Actual Insight

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56393/intheos.v4i6.2156

Abstract

Penulisan artikel ini berfokus pada Perkawinan Adat Timor Suku Dawan, Buraen dan Hubungannya dengan Perkawinan Gereja Katolik. Perkawinan merupakan hal yang sangat penting. Setiap budaya dan agama memiliki cara yang khas dalam memaknai perkawinan dan menempatkannya pada posisi yang istimewa. Tetapi dalam hal ini tidak semua agama maupun budaya saling menerima satu sama lain. Maka dalam artikel ini dibahas mengenai hubungan antara perkawinan adat Timor suku Dawan dan perkawinan dalam Gereja Katolik. Supaya bisa diketahui bagaimana perkawinan dalam Gereja Katolik dan perkawinan adat Timor serta apa tujuan dari keduanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data dari studi literatur dan hasil wawancara. Penulisan artikel ini menemukan bahwa perkawinan Gereja Katolik adalah monogami dan tidak terceraikan. Sama halnya juga dengan perkawinan adat Timor suku Dawan yakni satu dan tak terceraikan. Sehingga tidak ada pertentangan di antara keduanya. Dalam perkawinan adat Timor Dawan juga selalu berpuncak dengan doa sebagaimana Allah pencipta (Usi Neno) sebagai pemersatu dan pemberi rahmat dalam perkawinan tersebut.
Tradisi Kawin Tangkap Adat Sumba: Tinjauan Kritis dalam Perspektif Kitab Hukum Kanonik Kanon 1089 Buru, Cosmas; Babo, Alkuinus Ison; Endi, Yohanes
In Theos : Jurnal Pendidikan dan Theologi Vol. 4 No. 9 (2024): September
Publisher : Actual Insight

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56393/intheos.v4i9.2472

Abstract

Fokus penelitian ini adalah mengkaji perkawinan Katolik berdasarkan Kitab Hukum Kanonik (Kanon 1089) terhadap kawin tangkap dalam tradisi Sumba. Praktik kawin tangkap dewasa ini mengalami penyempitan makna yang berujung pada penculikan perempuan dengan maksud untuk dinikahi. Kawin tangkap kerap kali dibaluti dengan aneka bentuk kekerasan seperti intimidasi, manipulasi, eksploitasi, dan mengabaikan kebebasan perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk memberi pemahaman baru bahwa praktik kawin tangkap secara paksa digolongkan sebagai halangan nikah sebagaimana tertera dalam Kitab Hukum Kanonik (Kan. 1089). Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah studi kepustakaan (library research). Temuan dari penelitian ini adalah kesepakatan antara suami-istri yang dilandasi cinta kasih dalam perkawinan Gereja Katolik merupakan salah satu unsur fundamental yang menentukan sahnya sebuah perkawinan. Melalui terang Kitab Hukum Kanonik, Gereja membantu kedua mempelai yang hendak dinikahkan mengikuti prosedur penyelidikan kanonik sehingga keduanya mendapat status yang jelas dan pada akhirnya dapat mengikrarkan janji perkawinan mereka di hadapan Allah dan Gereja.
Menganalisis Tradisi Paru Dheko dalam Budaya Ende-Lio Dalam Lensa Kitab Hukum Kanonik Mbeo, Emanuel Katarino; Baju, Viktorius; Rupi, Damianus Ngai; Endi, Yohanes
In Theos : Jurnal Pendidikan dan Theologi Vol. 4 No. 9 (2024): September
Publisher : Actual Insight

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56393/intheos.v4i9.2480

Abstract

Tulisan ini membahas tema adat Ende-Lio paru dheko serta hubungannya dengan konsep pernikahan dalam agama Katolik. Penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih jauh makna perkawinan paru dheko yang merupakan tradisi turun temurun dan masih dilestarikan oleh masyarakat Ende-Lio. Perkawinan paru dheko akan diintegrasikan dengan perkawinan dalam Gereja Katolik, agar dapat menemukan kesamaan nilai yang dapat memberikan pemahaman yang komprehensif dan bermanfaat bagi masyarakat adat yang masih melestarikan perkawinan paru dheko. Metode yang digunakan ialah metode kepustakaan, dengan sumber primernya ialah buku Kitab Hukum Kanonik dan sumber primernya ialah buku dan artikel yang relevan. Tulisan ini akan berdampak pada kelestarian budaya paru dheko dalam di ende- -lio, sebab dengan mayoritas umatnya yang memeluk agama Katolik, kesamaan nilai atau makna perkawinan sangatlah penting untuk menghindari tabrakan antara makna perkawinan adat dan agama. Temuan dalam tulisan ini bahwa ada korelasi nilai dan tujuan antara perkawinan paru dheko dengan perkawinan dalam Gereja Katolik. Sehingga antara perkawinan paru dheko dan perkawinan dalam Gereja Katolik memiliki dasar yang sama yaitu cinta dan tujuan yang sama yaitu kebahagiaan keluarga.
Peran Sinamot Dan Dalihan Na Tolu Dalam Perkawinan Batak Toba Menurut Ajaran Gereja Katolik Gaol, Covin Lumban; Sitohang, Rocky Aditia; Endi, Yohanes
In Theos : Jurnal Pendidikan dan Theologi Vol. 4 No. 10 (2024): Oktober
Publisher : Actual Insight

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56393/intheos.v4i10.2502

Abstract

Penelitian ini menyoroti peran Sinamot dan Dalihan Na Tolu dalam perkawinan adat Batak serta hubungannya dengan perkawinan menurut Gereja Katolik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah studi kepustakaan. Penulis merujuk berbagai sumber literatur yang mencakup teks-teks budaya, literatur teologi, serta penelitian terdahulu yang relevan. Melalui analisis, penulis menemukan bahwa tradisi Sinamot dan Dalihan Na Tolu dalam perkawinan adat Batak mencerminkan nilai-nilai yang sejalan dengan ajaran Gereja Katolik (suci, kesatuan dan tidak terceraikan). Sinamot, meskipun secara fisik merupakan pemberian materi, memiliki makna yang mendalam sebagai penopang kesatuan dan ketidakterceraian perkawinan, sesuai dengan ajaran Gereja Katolik tentang kesucian perkawinan. Sementara Dalihan Na Tolu berperan dalam menciptakan hubungan kekeluargaan yang harmonis, menjaga kesatuan pasangan dan keluarga, serta mencegah perceraian, yang sejalan dengan prinsip kesatuan dalam ajaran Gereja Katolik. Dengan demikian, kesimpulan penelitian ini menggambarkan keselarasan antara tradisi Sinamot dan Dalihan Na Tolu dalam perkawinan adat Batak dengan perkawinan menurut ajaran Gereja Katolik.
Makna Belis dalam Perkawinan Matrilineal Masyarakat Ngada (Ditinjau Berdasarkan Kitab Hukum Kanonik No. 1062) Kowe, Agustinus; Endi, Yohanes; Suherli, Silvius; Pao, Saferinus
Jurnal Adat dan Budaya Indonesia Vol. 6 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jabi.v6i1.60620

Abstract

Belis adalah sebuah tradisi adat yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Flores NTT. Belis merupakan mas kawin yang diberikan oleh pihak pria kepada pihak wanita dalam pernikahan adat. Tujuan dari penelitian ini ialah menilai makna Belis dalam perkawinan adat Ngada. Masyarakat Ngada memegang teguh bahwa perkawinan sebagai model persekutuan pribadi antara laki-laki dan perempuan. Perkawinan matrilineal merupakan bagian penting bagi masyarakat Ngada dalam kekerabatan, yang mana perempuan diutamakan sebagai ahli waris dan penerus tahta dalam keluarga. Hampir seluruh masyarakat Ngada, menganut sistem perkawinan matrilineal. Perkawinan sistem matrilineal ini tidak terletak pada kaum perempuan saja, tetapi mempunyai relasi yang erat dengan persekutuan atau lembaga tertentu. Sistem matrilineal di tengah masyarakat Ngada dijalankan berdasarkan kemampuan dan berbagai penilaian, keluarga, dan masyarakat secara luas terutama oleh kaum perempuan. Sistem perkawinan tersebut diajarkan secara turun-temurun, disepakati, dan dipatuhi. Bagi Gereja Katolik perkawinan merupakan sebuah sakramen yakni tanda dan sarana yang pada dasarnya menyelamatkan. Masalah yang muncul adalah orang tidak dapat membayar Belis apabila hal itu diminta dengan harga atau nilai yang tinggi. Tujuan agar menyajikan kepada pembaca bahwa Belis ini dapat dibayar sesuai dengan kemampuan. Metode yang digunakan adalah kepustakaan. Hasil dari makna Belis ini menyatakan sesungguhnya bahwa Belis itu dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama.  Tulisan ini menemukan arti dan makna Belis dalam terang kitab hukum kanonik (KHK) 1062.
PANDANGAN GEREJA KATOLIK TERHADAP BÖWÖ DALAM TRADISI PERKAWINAN SUKU NIAS Sunggu, Febri Ompu; Giawa, Agusman; Endi, Yohanes
Gaudium Vestrum - Jurnal Kateketik Pastoral VOL. 7, NO. 2, DESEMBER 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Kateketik Pastoral Katolik (STKPK) Bina Insan Keuskupan Agung Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61831/gvjkp.v7i2.187

Abstract

This reaserch discusses the meaning of böwö or dowry in traditional Nias marriage and the Catholic Church's view. In general, böwö has a high meaning of respect for a marriage and for the family that has cared for the child. However, today the author sees that the tradition of giving böwö or dowry no longer prioritizes the original meaning of the böwö. My hypothesis is that the original meaning of the dowry or böwö in traditional Nias marriages has lost its meaning. The dowry or böwö is limited to showing one's status. Someone who can provide a large dowry or böwö is considered a mature person and automatically has a place in social life. However, for those who are unable to pay off the dowry or böwö that has been determined, they will have to pay over a long period of time, which will affect the welfare of the family. The meaning of dowry or böwö was first in line with the Catholic Church, but nowadays it is completely contradictory. Catholic marriage emphasizes the well-being of the family, but a high böwö can be a burden. In accordance with the Catholic Church's view, the author finds that today the fulfilment of böwö is facultative, as böwö is not the determinant of whether a marriage is valid or not. Family welfare is paramount in Catholic marriages.
KESEMPURNAAN CINTA KASIH DALAM PERNIKAHAN TANPA ANAK Doja, Alfredsius Ngese; Alfanov, Yosafat Reynaldi K.; Endi, Yohanes
Gaudium Vestrum - Jurnal Kateketik Pastoral VOL. 8, NO. 1, JUNI 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Kateketik Pastoral Katolik (STKPK) Bina Insan Keuskupan Agung Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61831/gvjkp.v8i1.221

Abstract

The focus of this study is to explore the meaning of love for married couples who have not been blessed with children. The methodology used is a qualitative study with a phenomenological approach. Data processing techniques were carried out using the Interpretative Phenomenological Analysis (IPA) method with several sources of online articles. The lives of married couples are unique in their daily lives when they are not blessed with children. When everyone lives as a married couple, they really hope for the presence of children. In this undesirable situation, the couple was able to rise. This is what will be studied in this research, namely why married couples are able to rise from resilience. The purpose of this study is to find out what kind of love is lived by married couples who have not been blessed with children. Researchers found that in looking at a marriage the presence of children is not the only goal of marriage. Then good communication between married couples can strengthen the relationship between them.