Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Tindak Pidana Penggelapan dalam Hukum Positif Ditinjau Menurut Hukum Islam Jamhir Jamhir; Mustika Alhamra
Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum Vol 8, No 1 (2019)
Publisher : Islamic Criminal Law Department, Faculty of Sharia and Law, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/legitimasi.v8i1.6441

Abstract

Tindak pidana penggelapan adalah salah satu kejahatan terhadap harta kekayaan manusia yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP). Mengenai tindak pidana penggelapan itu sendiri diatur di dalam buku kedua tentang kejahatan di dalam Pasal 373–Pasal 377 KUHP, yang merupakan kejahatan yang sering kali terjadi dan dapat terjadi di segala bidang bahkan pelakunya di berbagai lapisan masyarakat, baik dari lapisan bawah sampai masyarakat lapisan atas. Tindak pidana penggelapan  merupakan kejahatan yang berawal dari adanya suatu kepercayaan pada orang lain, dan kepercayaan tersebut hilang karena lemahnya suatu kejujuran. Ancaman pidana bagi pelaku tindak pidana penggelapan juga telah diatur dalam Pasal yang sama. Sedangkan hukum Islam tidak mengatur secara khusus bagi pelaku tindak pidana ini, namun bisa dianalogikan menjadi ghulul, ghasab, sariqah, khianat. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tindak pidana penggelapan yang terdapat dalam hukum positif dan bagaimana ketentuan ancaman hukuman tindak pidana penggelapan dalam hukum Islam. Tujuan penelitian ini yaitu: untuk mengetahui hukum Islam yang mengatur tentang penggelapan dan untuk mengetahui ketentuan ancaman hukuman tindak pidana penggelapan dalam hukum Islam. Dalam penulisan ini menggunakan metode hukum normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Sedangkan teknik pengumpulan data diperoleh dengan cara penelitian pustaka. Berdasarkan hasil penelitian dapat dipahami bahwa dalam hukum Islam bagi tindak pidana penggelapan maka dikenakan hukuman ta’zir. Hukuman ta’zir diberlakukan dari yang ringan hingga terberat sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku. Ghulul, ghasab, sariqah, khianat. Hukuman ta’zir yang terberat bisa dijatuhi pada khianat,dalam beberapa kasus tertentu. Hukum Islam memandang dari segala tindakan yang dapat merugikan atau membahayakan dan juga dilihat dari perbuatan yang dilakukan baik secara sengaja maupun tidak disengaja demi kemaslahatan umat manusia.
Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Pencemaran Daerah Aliran Sungai Krueng Teunom (Studi Kasus Merkuri di Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya) Harry Fajar Rizki; Syahrizal Abbas; Jamhir Jamhir
Dusturiyah: Jurnal Hukum Islam, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/dusturiyah.v11i1.8323

Abstract

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya sistematis dan terpadu guna melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah akan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Dilakukan melalui tindakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan penegakan hukum. Penelitian ini bertujuan menjawab permasalahan : Pertama, bagaimana penegakan hukum lingkungan menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di daerah aliran sungai Krueng Teunom. Kedua, bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh LSM di Aceh terhadap dampak penegakan hukum pencemaran daerah aliran sungai Krueng Teunom. Ketiga, faktor apakah yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum terhadap pencemaran daerah aliran sungai Krueng Teunom. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris. Teknik pengumpulan data yaitu dengan studi dokumen, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, telah terjadi penegakan hukum lingkungan terhadap pencemaran daerah aliran sungai Krueng Teunom. Kedua, LSM telah melakukan upaya-upaya seperti mendesak pemerintah  agar segera menangani pencemaran merkuri dan mendesak Pemerintah Daerah Aceh (Pemda) untuk melakukan penelitian terhadap baku mutu air. Ketiga, adanya tarik menarik kepentingan antara Pemda Aceh Jaya dengan para pengusaha. Adapun saran dari peneliti khususnya kepada Pemerintah Aceh Jaya agar selalu melakukan sosialisasi mengenai dampak dari pencemaran daerah aliran sungai. Kemudian kepada LSM yang ada di Aceh Jaya agar mengawal Pemerintah dalam hal penegakan hukum terhadap pencemaran daerah aliran sungai, dan untuk mahasiswa agar meneliti lebih lanjut tentang pencemaran daerah aliran sungai Krueng Teunom dari sudut pandang yang bertentangan dengan Undang-undang.
HUKUM WARIS ISLAM MENGAKOMODIR PRINSIP HUKUM YANG BERKEADILAN GENDER Jamhir Jamhir
Takammul : Jurnal Studi Gender dan Islam Serta Perlindungan Anak Vol 8, No 1 (2019): TAKAMMUL
Publisher : Pusat Studi Wanita UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.264 KB) | DOI: 10.22373/takamul.v8i1.4862

Abstract

Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam dimungkinkan banyak dari anggota masyarakat yang mengunakan sistem hukum Islam. Tetapi seiring dengan perkembangan zaman yang ditandai dengan kemajuan dan teknologi prinsip-prinsip dalam hukum Islam terus mengalami kemajuan yang pesat dan selalu mengikuti perubahan zaman guna untuk kemaslahatan umat di dunia. Tanpa membedakan baik laki-laki maupun perempuan. Dari uraian pembahasan tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Hukum Waris Islam telah mengakomodir prinsip hukum yang berkeadilan gender.
Hukum Pidana Di Provinsi Aceh Analisis Terhadap Dampak Penerapan Qanun Syari’at Jamhir Jamhir
Jurnal Justisia : Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 4, No 2 (2019)
Publisher : Law Department, Sharia and Law Faculty.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (287.132 KB) | DOI: 10.22373/justisia.v4i2.5964

Abstract

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berlakunya syari`at Islam di NAD tidak berimplikasi kepada munculnya dualisme hukum pidana. Hukum pidana Islam yang berlaku di NAD baru sebagian kecil saja, yaitu; 1). Tentang Pelaksanaan Syari`at Islam Bidang Aqidah, Ibadah, dan Syi`ar Islam yang diatur oleh Qanun Nomot 11 Tahun 2002, 2). Tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya yang diatur oleh Qanun Nomor 12 Tahun 2003., 3). Tentang Maisir (Perjudian) yang diatur oleh Qanun Nomor 13 Tahun 2003., 4). Tentang Khalwat (Mesum) yang diatur oleh Qunun Nomor 14 Tahun 2003., 5). Tentang Pengelolaan Zakat yang diatur oleh Qanun Nomor 7 Tahun 2004. Hukum pidana Islam itu hanya berlaku bagi masyarakat muslim (baik masyarakat NAD, maupun bukan) yang melakukan tindak pidana di NAD, sedang bagi non muslim tidak berlaku sama sekali, demikian juga masyarakat NAD yang melakukan tindak pidana di luar NAD. Dalam bentuk realitas belum ada perkara yang dimohonkan banding, apalagi kasasi ke Mahkamah Agung, karenanya belum terlihat adanya keputusan Mahkamah Agung yang membatalkan atau pun mengukuhkan putusan Mahkamah Syari`ah, dan Mahkamah Syari`ah Propinsi yang berdasar kepada qanun tersebut. Secara teoritis, dipahami bahwa Otonomi khusus yang seluas-luasnya bagi NAD untuk melaksanakaan syari`at Islam, mengantarkan kita untuk mempedomani prinsip hukum lex specialis derogat lex generalis (peraturan khusus dapat mengesampingkan berlakunya suatu peraturan yang bersifat umum), artinya KUHP & KUHAP tidak diberlakukan bagi masyarakat muslim di NAD sepanjang telah diatur oleh Qanun.
NILAI-NILAI ADAT GAYO BERSANDARKAN HUKUM ISLAM SEBAGAI PEDOMAN DALAM MENYELESAIKAN KASUS HUKUM PADA MASYARAKAT GAYO Jamhir Jamhir
Jurnal Justisia : Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 2, No 1 (2017)
Publisher : Law Department, Sharia and Law Faculty.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/justisia.v2i1.2645

Abstract

Sistem budaya masyarakat Gayo bernilai spiritual dan berorientasi akhlâq al-karîmah. Nilai-nilai budaya ini membentuk pergaulan hidup bersama berlandaskan syariat Islam. Tulisan ini bertujuan untuk menelaah dan mengangkat kembali nilai budaya Gayo yang dipandang relevan dengan ajaran Islam. Penulis menemukan bahwa nilai-nilai budaya Gayo; genap mupakat “syuro” (musyawarah), amanat (amanah), Tertib, Alang tulung beret bantu (saling-tolong menolong”, Gemasih (kasih sayang), setie (setia), bersikemelen (berkompetisi) memiliki nilai-nilai spiritual bagi masyarakat Gayo. Sistem-sitem nilai tersebut menurut analisis penulis sejalan dengan ajaran Islam. Sinergisitas antara Islam dan nilai-nilai budaya Gayo pada akhirnya diharapkan mampu menyelesaikan kasus hukum yang terjadi pada masyarakat Gayo. Hal ini tentunya dapat terwujud jika ada upaya nyata untuk mengimplementasikan nilai-nilai budaya tersebut pada tataran praktis. Kata Kunci: Nilai Adat Gayo, Menyelesaikan, Kasus Hukum, Islam
PELAYANAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL Rifa Yasira; Jamhir Jamhir
Jurnal Justisia : Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 3, No 2 (2018)
Publisher : Law Department, Sharia and Law Faculty.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (335.161 KB) | DOI: 10.22373/justisia.v3i2.5933

Abstract

Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan, pelayanan juga dapat diartikan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Pelayanan kesehatan pada masa kini sudah merupakan industri jasa kesehatan utama dimana setiap rumah sakit bertanggung jawab gugat terhadap penerima jasa pelayanan kesehatan. Keberadaan dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari penerima jasa pelayanan tersebut. Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang memuaskan harapan dan kebutuhan derajat masyarakat dengan biaya yang dapat dipertanggung jawabkan melalui pelayanan yang efektif oleh pemberi pelayanan, pada institusi pelayanan yang diselenggarakan secara efisien. Interaksi ketiga pilar utama pelayanan kesehatan yang serasi, selaras, dan seimbang merupakan panduan dari kepuasan tiga pihak, dan ini merupakan pelayanan kesehatan yang memuaskan.
Penyelesaian Kasus Jarimah Ikhtilat Di Gayo Menurut Hukum Islam Jamhir Jamhir
Jurnal Justisia : Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 5, No 2 (2020)
Publisher : Law Department, Sharia and Law Faculty.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/justisia.v5i2.8454

Abstract

This research discusses "The settlement of the Jarimah Ikhtilat case in Gayo according to Islamic law". The formulation of the problem put forward is (1). How is the settlement of Jarimah ikhtilath according to Gayo customary law? (2) How is the settlement of Jarimah ikhtilath in Gayo according to Islamic law? This research is descriptive analysis. Using a qualitative approach, namely research describing the results of objective research on situations encountered in the field and analyzed according to Islamic law. The conclusion of this study shows that the customary legal sanctions given to ikhtilath actors in Gayo are a fine of one complete goat or a fine on the agreement of the village sarak opat. If viewed according to Islamic law, that customary law sanctions do not contradict the concept of Islamic law. Because, in Islam it is stipulated that the perpetrator of ikhtilath is part of the finger of ta'zir, where the imposition of the sentence is fully handed over by the government, both in type and size, starting from the lightest punishment such as giving advice to the perpetrator, fines, lashing or exile up to the highest punishment, namely the perpetrator must be killed. The customary law sanctions regarding the ikhtilath case in Gayo include ta'zir sanctions, which type and size are determined by Sarak Opat, namely in the form of a fine of one goat.
REVITALISASI HUKUM ADAT DI ACEH Jamhir Jamhir
Jurnal Justisia : Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Law Department, Sharia and Law Faculty.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/justisia.v1i1.2562

Abstract

Kajian ini membahas mengenai revitalisasi hukum adat di Aceh. Ketika berbicara adat, secara sendirinya telah berbicara dan melibatkan hukum syari’at. Hukum Islam yang telah mengkristal dan menjiwai masyarakat adat Aceh tidak hanya dalam wacana, tetapi juga menjadi kesadaran dan aplikasi moral seluruh masyarakatnya. Hal inilah yang kemudian terekam dalam ungkapan “hadih Madja”, Adat ngon syari’at lagee dzat ngon sifeut. Adat dan adat istiadat di Provinsi Aceh memiliki keberagaman sesuai dengan sub-sub etnis masing-masing. Keberagaman tersebut menunjukkan kekayaan dan khazanah dari sub-sub etnis-etnis tersebut. Hukum adat di Aceh telah menjadi perekat dan pemersatu di dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga menjadi modal dalam pembangunan. Oleh karena itu nilai-nilai adat dan adat istiadat tersebut perlu dilestarikan, direvitalisasikan dan dikembangkan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Dalam pembahasan tentang revitalisasi hukum adat di Aceh ini akan dijelaskan tentang; Pengertian adat dan hukum adat dalam beberapa terminologi, sejarah penerapan adat dan hukum adat di Aceh, Payung hukum penerapan hukum adat di Aceh, legalitas lembaga-lembaga adat Aceh, lembaga-lembaga adat pasca penandatanganan MOU Helsinki, peranan lembaga adat dalam penegakan syari’at. Kata Kunci: Revitalisasi, Hukum Adat, Aceh
Saksi Testimonium de Auditu dalam Sidang Perceraian Ihdi Karim Makinara; Jamhir Jamhir; Sarah Fadhilah
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 3, No 2 (2020): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v3i2.7699

Abstract

Saksi yang dihadirkan dalam persidangan seharusnya saksi yang betul-betul mengetahui langsung perkara yang disidangkan, bukan saksi yang mengetahui perkara dari cerita orang lain atau saksi yang mengambil kesimpulan sendiri terhadap kesaksiannya dan kemudian memberikan sebuah kesaksian di persidangan. Namun pada praktiknya, sering kali saksi yang dihadirkan dalam sebuah persidangan adalah saksi yang tidak mengalami sendiri, melihat atau mendengar sendiri perkara yang disengketakan, namun ia dipanggil sebagai seorang yang akan memberi kesaksian. Kesaksian seorang saksi yang demikian disebut dengan saksi Testimonium de Auditu. Dalam hal ini, ada pengadilan yang memakai saksi tersebut sebagai alat bukti, ada juga yang sama sekali tidak memakai kesaksian yang demikian sebagai pertimbangan untuk membuat sebuah putusan. Salah satu putusan yang menolak sebuah kesaksian Testimonium de Auditu adalah putusan Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh, dengan nomor putusan No 133/Pdt.G/2019/MS-Bna, sedangkan putusan yang menerima saksi Testimonium de Auditu sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan sebuah perkara salah satunya yaitu putusan No. 113/Pdt.G/2019/MS-Aceh.  Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelittian kualitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka (library research), dan penelitian lapangan (field research). Hasil dari penelitian ini adalah Pertimbangan hakim dalam putusan tinggat pertama yaitu keterangan saksi telah sesuai dengan Pasal 308 dan Pasal 309 RBg. Oleh karena itu kesaksian yang dihadirkan menurut pendapat hakim telah memenuhi syarat formil dan materil sebagai saksi. Atas pertimbangan tersebut maka gugatan yang diajukan oleh penggugat diterima oleh majelis hakim tingkat pertama. Kekuatan saksi testimonium de auditu dalam perkara perceraian tidak dapat dijadikan alat bukti utama dalam mengambil keputusan karena tidak memenuhi syarat sebagai saksi, namun saksi testimonium de auditu ini dapat dipakai dalam hal apabila saksi langsung sudah tidak ada, namun saksi testimonium de auditu tersebut tetap harus mengetahui perkara tersebut dari saksi langsung, bukan dari orang lain. Ditinjau dari hukum Islam, saksi testimonium de auditu dikenal dengan istilah saksi istifadhah. Kesaksian yang seperti ini dalam islam hanya dibolehkan dalam beberapa perkara yaitu perkara nasab, kematian, perwakafan, pernikahan, serta kepemilikan atas suatu barang. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan perkara cerai gugat. Pada putusan tingkat banding, tentang alat bukti saksi ini kembali dianalisa satu persatu, salah satunya yaitu alat bukti saksi dan ditemukan bahwa saksi pertama merupakan saksi testimonium de auditu sehingga pengadilan tingkat banding membatalkan putusan tingkat pertama.
IMPLEMENTASI KHIYÂR TA’YĪN PADA TRANSAKSI JUAL BELI PRODUK AMWAY DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Hayatun Nuri; Bismi Khalidin; Jamhir Jamhir
Al-Iqtishadiah: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Vol 2 No 2 (2021): Jurnal Al-Iqtishadiah
Publisher : Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (653.266 KB) | DOI: 10.22373/iqtishadiah.v2i2.1407

Abstract