cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
KALANGWAN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
Jurnal Seni Pertunjukan Kalangwan merangkum berbagai topik seni pertunjukkan, baik yang menyangkut konsepsi, gagasan, fenomena maupun kajian. Kalangwan memang diniatkan sebagai penyebar informasi seni pertunjukan sebab itu dari jurnal ini kita memperoleh dan memtik banyak hal tentang seni pertunjukan dan permasalahannya
Arjuna Subject : -
Articles 62 Documents
Anak Agung Gede Oka Dalem Tokoh Penggerak Seni Pertunjukan Pariwisata di Desa Peliatan Ayu Anantha Putri, Ni Komang
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 3 No 2 (2017): Desember
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (339.232 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v3i2.234

Abstract

Anak Agung Gede Oka Dalem seniman tari kelahiran 3 Mei 1954, Oka Dalem disebut sebagai tokoh penggerak karena beliau mampu berkreativitas, mengkoordinir para seniman, serta terus berinovasi menjadikan pertunjukan pariwisata yang maju dan eksis. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai bintang panggung, seorang guru yang mampu memberi contoh dan pengelola seni yang baik bagi kelima sekaa yang bernaung, sehingga dengan manajemen seni yang professional Oka Dalem dapat mendatangkan banyak manfaat bagi para masyarakat yang tergabung dalam lima sekaa yang secara bergantian pentas regular di wadah seninya. Sangat jarang terdapat seniman tari yang mampu menjadikan seni sebagai mata pencaharian utama, seperti yang dilakukan Oka Dalem yang mampu hidup sejahtera berkat sebuah pertunjukan pariwisata yang beliau kelola. Tujuan dari penelitian ini adalah Menghasilkan sebuah karya tulis yang mampu digunakan sebagai informasi tentang tokoh seniman yang mampu memanajemen dan menggerakkan seni pertunjukan wisata, khususnya di Desa Peliatan Ubud. Terdapat tiga pokok permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini. Pertama yaitu bagaimana riwayat kehidupan dari Oka Dalem yang menggiring dirinya untuk menjadi seorang seniman dan tokoh yang berpengaruh di Desa Peliatan, kedua yaitu bagaimana motivasi Oka Dalem dalam mengelola seni pertunjukan pariwisata di Desa Peliatan, Ubud, Gianyar, Ketiga yaitu apa saja kontribusi A.A Gede Oka Dalem sebagai tokoh penggerak seni pertunjukan pariwisata di Desa Peliatan, Ubud ,Gianyar. Adapun teori yang digunakan untuk membedah ketiga rumusan masalah tersebut adalah teori tokoh egoistik, teori motivasi kerja, teori professional dan teori estetika. Sebagai tokoh penggerak, Oka Dalem juga mampu berkreativitas dan berinovasi dengan memberikan ruang dan kesempatan bagi semua anggota sekaa melalui wadah seni yang bernama Balerung Mandera Srinertya Waditra. Wadah seni ini merupakan bukti nyata seorang tokoh penggerak yang mampu menjadi fasilitator yang hebat, karena beliau tidak hanya mampu mendirikan wadah seni, melainkan mampu mengelola sekaa yang bernaung di dalamnya serta menjadikan wadah seni tersebut terkenal sampai menjadi sumber mata pencaharian tambahan bagi masyarakat pendukungnya.Anak Agung Gede Oka Dalem born May 3, 1954, Oka Dalem is called as a driving figure because he is able to creativity, coordinate the artists, and continue to innovate to make tourism performances advanced and exist. In addition, he is also known as a stage star, a teacher who is able to give examples and good art management for the five sekaa who take shelter, so that with professional art management Oka Dalem can bring many benefits for the people who joined in five sekaa that alternately Regular performances in his art container. Very rarely there are dance artists who are able to make art as a main livelihood, as did Oka Dalem who is able to live prosperous thanks to a tourism show that he managed. The purpose of this research is to produce a paper that can be used as information about the character of artists who are able to manage and move the art of tourism performances, especially in Peliatan Village Ubud. There are three main issues studied in this research. The first is how the life history of Oka Dalem who led him to become an artist and influential figure in Peliatan Village, the second is how the motivation Oka Dalem in managing the art of tourism performances in Peliatan Village, Ubud, Gianyar, Third, what are the contributions of AA Gede Oka Dalem as the driving figure of the art of tourism performances in Peliatan Village, Ubud, Gianyar. The theory used to dissect the three formulation of the problem is the theory of egoistic figures, the theory of work motivation, professional theory and aesthetic theory. As a driving force, Oka Dalem is also able to creativity and innovation by providing space and opportunities for all members sekaa through an art container named Balerung Mandera Srinertya Waditra. This art container is a clear proof of a mobilizer who is capable of being a great facilitator, as he is able not only to establish an arts venue, but to be able to manage the shelter in it and make the art container well known to be an additional source of livelihood for the support community.
Lagu Perahu Layar Pada Seka Joged Bumbung Cipta Dharma Kajian Estetis, Proses Transformasi, Fungsi, Dan Makna Artawan,  I Kadek Budi
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 3 No 1 (2017): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9133.163 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v3i1.155

Abstract

Joged Bumbung adalah salah satu bentuk karawitan Bali yang sangat populer saat ini. Kepopulerannya dalam seni pertunjukan tidak hanya dikenal oleh masyarakat Bali tetapi juga masyarakat Indonesia. Seni pertunjukkan Joged Bumbung memiliki fungsi utama sebagai hiburan, yang biasanya dipentaskan setelah melaksanakan upacara mepandes, pawiwahan, ulang tahun pemuda dan instansi lainnya. Fenomena dalam perkembangannya muncul berbagai bentuk baru dalam komposisi iringan tari Joged Bumbung yaitu digunakannya instrumen non tradisional Bali seperti xylophone, gitar bass elektrik, angklung kocok, kendang sunda, cymbal, dan tambourine. Perahu Layar merupakan salah satu iringan tari Joged dengan media ungkap gamelan Joged Bumbung yang dipadukan dengan intrumen non tradisional Bali. Iringan tari Joged Perahu Layar diciptakan pada tahun 2011 oleh Kadek Dwi Cipta Adi Kusuma. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini difokuskan sebagai berikut : 1) Bagaimana bentuk estetis lagu Perahu Layar Seka Joged Bumbung Cipta Dharma, 2) Bagaimana proses transformasi lagu Perahu Layar kedalam Seka Joged Bumbung Cipta Dharma, 3) Apa fungsi dan makna lagu Perahu Layar Seka Joged Bumbung Cipta Dharma. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang didukung dengan beberapa teori sebagai pembedah permasalahan antara lain: teori estetika, teori kreativitas, teori  fungsi musik, dan teori semiotika. Dilihat dari segi bentuk iringan tari Joged Bumbung Perahu Layar tersebut menggunakan konsep Tri Angga yaitu kawitan, pangawak, dan pakaad. Bagian pangawak dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian cecelantungan dan bagian jaipongan. Pada bagian jaipongan Kadek Dwi Cipta Adi Kusuma menggunakan instrumen xylophone sebagai melodi pokok memainkan lagu Perahu Layar. Proses transformasi yang dilakukan Kadek Dwi Cipta Adi Kusuma yang menjadikan lagu Perahu Layar sebagai iringan tari Joged Bumbung memiliki proses diantaranya ekplorasi, improvisasi, dan pembentukan. Lagu Perahu Layar aslinya berasal dari Jawa Tengah, karya dari Ki Nartosabdo yang kemudian Kadek Dwi Cipta Adi Kusuma menjadikannya sebagai iringan tari Joged Bumbung. Suatu karya pastinya memiliki fungsi dan makna yang terkandung didalamnya. Iringan tari Joged Bumbung Perahu Layar memiliki fungsi sebagai pengungkapan emosional, fungsi sebagai hiburan, dan fungsi reaksi jasmani. Adapun makna yang terdapat dalam iringan tari Joged Bumbung Perahu Layar yaitu makna komunikasi, kreativitas, dan makna ekonomi.
Rejang Dewa Di Desa Sidetapa, Banjar, Buleleng, Bali (Keunikan Dan Fungsi) Trisnawati, Ida Ayu
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 2 No 1 (2016): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7815.794 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v2i1.121

Abstract

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tujuan mendapatkan uraian diskriptif analisis tentang Nilai estetis tari Rejang Dewa pada masyarakat Desa Sidetapa, Banjar, Buleleng, Bali. Hasil penelitian munjukkan bahwa Sejarah awal dari rejang dewa di desa pakraman Sidetapa tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan desa ini, yang mana desa ini sudah ada sejak tahun 785 saka atau 883 Masehi yang diperkirakan setelah kedatangan Maha Resi Markandya ke Bali dengan mendirikan Pura Besakih di lereng Gunung Agung. Tari rejang dewa ini adalah tari sakral yang dipersembabkan kepada Taksu (Ida Sang Hyang Widhi) yang ada di Pura Desa Sidetapa. Keunikan yang menjadi ciri khas dari tari rejang dewa Sidetapa yang membedakan dari tari rejang umumnya bisa dilihat dari beberapa aspek yaitu penari, pakaian dan aksesoris yang dipakai, tabuh dan gerakan penarinya, waktu dan tempat pementasan tari rejang dewa ini. Dari segi fungsi dan maknanya, fungsi tari rejang dewa bagi masyarakat Sidetapa bisa dilihat dalam beberapa aspek yaitu religius sebagai persembaban kepada Tuhan Yang Maba Esa, pelestarian kebudayaan dan adat Bali agar tetap ajeg, fungsi sosial sebagai pengikat antar masyarakat di desa ini, dan fungsi edukasi atau pendidikan seni dan juga etika bagi generasi muda di desa Sidetapa.
Struktur Ritme Lagu Curik-Curik Aransemen Gustu Brahmanta Trio Sanjaya, Warman Adhi; Arya Sugiartha, I Gede; Astita, I Nyoman
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 3 No 2 (2017): Desember
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1416.252 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v3i2.239

Abstract

Penelitian ini mengenai karya komposisi “Curik-Curik” yang diaransemen menggunakan pendekatan jazz hibrida bergenre swing. Komposisi curik –curik hasil aransemen Ida Bagus Gustu Brahmanta menggunakan 3 instrumen antara lain rindik, drumset & contra bass. Ketiga instrumen ini cara penggarapannya dilakukan menggunakan pendekatan cross culture atau lintas budaya dimana instrumen rindik yang berasal dari bali dicampurkan dengan instrumen contra bass dan drum yang berasal dari Barat. Hal ini cukup menarik karena proses hibridasi pada akhirnya mampu menyatukan dua budaya musik yang berbeda karena kemampuan para pemainnya yang memiliki pengalaman dan skill yang tinggi. “Curik-Curik” adalah lagu yang digunakan dalam permainan anak tradisional Bali.Secara kontekstual komposisi “Curik-Curik” adalah mempresentasikan revitalisasi budaya memalalui kerja kreatif seniman sehingga dengan diciptakannya karya ini maka lahirlah berbagai karya baru dan kekinian sesuai dengan nafas jaman. Melalui estetika struktur ritme setidaknya diketahui bahwa karya ini lebih menonjolkan permainan pola ritme sehingga semua instrumen difungsikan sebagai rhythm section. Akan tetapi pada sisi yang lain seluruh instrumen juga bisa difungsikan sebagai solois dimana setiap pemain contra bass menonjolkan ketrampilannya sendiri-sendiri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian diskriptif analitik.This study is about the work of “Curik-Curik” composition using the genre jazz hybrid approach. “Curik-Curik” composition of the arrangement of Ida Bagus Gustu Brahmanta arrangement uses 3 instruments such as rindik, drumset & contra bass. All three of these instrumentation methods are done using cross cultural approach where the rindik instruments originating from Bali are mixed with contra bass and drum instruments originating from the West. This is quite interesting because the hybridization process can finally unify two different cultural music because of the ability of its players to have high experience and skill. “Curik-Curik” is a song used in traditional Balinese children’s games. Curic-Curik contemporary composition is presenting a cultural revitalization through artist’s creative work so that by creating this work it is born of new and contemporary works that fit the new era of music. Through the aesthetic theory of rhythm structure at least it is known that this work more emphasizes the game of rhythm patterns so that all instruments are functioned as a rhythm section. However, on the other hand the whole instrument is also funcioned as a solois where each player contra bass highlights his own skills. This research uses analytic descriptive research method.
Seni Pertunjukan Gambuh Kajian Makna Dan Nilai Budaya Wardizal,   
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 3 No 1 (2017): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (20395.582 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v3i1.161

Abstract

Gambuh, merupakan salah satu bentuk kesenian kasik, berunsurkan total teater dan dianggap sumber drama tari Bali. Kesenian gambuh telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sosio kulural masyarakat Bali dari dahulu sampau sekarang.  Catatan sejarah menunjukkan, seni pegambuhan telah ikut mewarnai perkembangan beberapa bentuk kesenian lain di Bali. Sebagai sebuah karya seni, gambuh selain dijadikan obyek penikmatan estetis dan ritual, juga telah banyak dijadikan obyek studi. Gambuh, merupakan “tambang emas” yang tiada habisnya untuk digali dan dikaji dalam berbagai persfektif. Tulisan ini mencoba untuk menelusuri dan mendalami tentang makna dan nilai budaya dalam seni pertunjukan gambuh. Teori makna yang dikemukakan Peter L. Breger dijadikan acuan untuk melihat makna gambuh dalam kehidupan sosio kultural Masyarakat. Menurut Breger, Manusia memberi makna kepada benda-benda, membubuhkan nilai pada benda-benda  itu, dan menciptakan tata susunan pengertian yang luas (bahasa, sistem lambang, lembaga) yang merupakan pedoman mutlak diperlukan dalam hidupnya. Breger membedakan makna ini atas dua kategori, yaitu makna dalam masyarakat tradisional (belum modern), dan makna dalam masyarakat modern. Dalam masyarakat yang belum modern, kebanyakan makna itu terberikan kepada manusia oleh tradisi, yang jarang atau tak pernah dipertanyakan. Dalam masyarakat modern, sebagian besar dari keseluruhan makna itu “dipilih” orang secara pribadi. Berkaiatan dengan persoalan makna tersebut, gambuh mempunyai beberapa makna dalam kehidupan sosio-kultural masyarakat. Makna tersebut diantaranya adalah (1) makna keseimbangan, (2) makna simbolik dan (3) makna prestise dan kebanggaan lokal. Pemaknaan terhadap suatu unsur kebudayaan, terkait erat dengan sisitem nilai budaya. Sistem nilai budaya pada hakekatnya terdiri dari konsep mengenai segala sesuatu yang dinilai beharga dan penting warga suatu masyarakat, sehingga dapat berfungsi sebagai pedoman orientasi pada kehidupan para warga masyarakat bersangkutan. Megacu kepada Konsep nilai budaya universal yang dikemukakan oleh Spranger, terdapat 6 (enam) nilai budaya universal yang terkandung dalam seni pertunjukan gambuh. Nilai-nilai budaya tersebut adalah (1) nilai religius, (2) nilai estetis, (3) nilai solidaritas, (4) nilai ilmu pengetahuan,  (5) nilai kekuasaan.
Faktor-faktor Penyebab Praktik Glokalisasi Musik Pop Bali Ardini, Ni Wayan
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 2 No 2 (2016): Desember
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (12668.797 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v2i2.127

Abstract

Sejak dasawarsa 1990-an, musik pop Bali mengalami industrialisasi di wilayah Provinsi Bali. Di dalamnya, praktik glokalisasi berlangsung melalui pemaduan elemen-elemen kemusikan lokal dengan elemen-elemen global, meskipun keadaannya belum ideal, sehingga dalam sejumlah kasus, musik pop Bali kehilangan rasa Balinya. Permasalahan studi ini dirumuskan ke dalam pertanyaan: faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya praktik glokalisasi musik pop Bali di Bali. Sebagai studi yang bersifat kualitatif, analisis data dilakukan secara kualitatif melalui reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan, dengan menggunakan secara eklektik beberapa teori terkait. Hasil studi ini menunjukkan bahwa, sejak era industrialisasinya, telah teljadi praktik glokalisasi musik pop Bali dari banyak musisinya, sehingga elemen - elemen lokal dan global saling memerkuat dan mengayakan musik pop Bali itu sendiri. Di sisi  Jain, harus diakui di sana-sini masih ada kecenderungan dominasi elemen-elemen global-modern(-isasi). Praktik glokalisasi tersebut disebabkan adanya fenomena glokalisasi yang meIanda Bali dan masuknya kekuasaan kapital musik. Selain itu, penyebabnya adalah kesadaran politik identitas kebalian dan kepemilikan modal budaya di kalangan musisi pop Bali. Praktik glokalisasi tersebut juga berlangsung sebagai pengungkapan kulturalisme masyarakat Bali, yaitu perayaan kehidupan sehari-hari masyarakat. Praktik glokalisasi musik pop Bali bekerja melalui kekuasaan kapital, yaitu pemilik rumah produksi dan studio rekam, kekuasaan budaya, yaitu para musisi pop Bali, dan kekuasaan media, yaitu media elektronik (radio, televisi, dan internet) yang mewujudkan produksi, distribusi, dan konsumsi.
Tari Leko di Pendem, Jembrana Sebuah Kajian Tekstual Ayu Kunti Aryani, Ni Nyoman
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 3 No 2 (2017): Desember
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (364.756 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v3i2.235

Abstract

Leko merupakan salah satu kesenian yang terdapat pada beberapa wilayah di Bali, salah satunya di Kabupaten Jembrana. Leko yang ada di Jembrana merupakan sebuah tari balih-balihan (hiburan) yang memiliki kekhasan tersendiri yakni penari dijaga oleh seorang pecalang yang membawa klewang (pedang) serta tidak memperkenankan pengibing untuk menyentuh penari. Penelitian ini merupakan salah satu upaya pelestarian tari Leko di Pendem Jembrana, melalui pendokumentasian secara tertulis yang membahas secara rinci mengenai tari Leko dari sudut pandang tari. Fokus bahasan dalam penelitian ini yakni tari Leko di Pendem Jembrana yang dianalisis melalui kajian tekstual. Analisis tekstual merupakan suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis informasi dalam riset akademik. Dalam hal ini, tari Leko dipandang sebagai sebuah teks yang dapat dibaca layaknya sebuah tulisan. Kajian tekstual dalam tari Leko dibahas melalui tiga pokok bahasan yang meliputi koreografis, struktural, dan simbolik. Koreografis membahas mengenai gerak tarinya, teknik gerak, gaya gerak, jumlah penari, jenis kelamin dan postur tubuh, ruang dalam tari Leko, waktu, musik iringan tari, analisis dramatik, serta tata teknik pentas (tata cahaya, tata rias, dan tata busana). Struktural pembahasannya meliputi struktur gerak dan struktur pementasan tari Leko. Sedangkan pada bagian simbolik membahas mengenai simbol pada gerak, kostum, dan tata riasnya. Penulisan ini berdasarkan pengamatan melalui video tari Leko yang dipentaskan pada Pesta Kesenian Bali tahun 2009. Metode yang digunakan dalam tulisan ini, yakni observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan uraian pembahasan mengenai koreografis, struktural, dan simbolik, dapat disimpulkan bahwa tari Leko Jembrana memiliki memiliki koreografi, struktur dan simbol dalam tari Bali yang masih bersifat tradisi Bali dan belum mendapat pengaruh perkembangan gerak seperti yang berkembang saat ini.Leko is an art that exists in some regions in Bali, including Jembrana Regency. Leko that exists in Jembrana is a balih-balihan (entertainment) dance which has its own characteristic where the pengibing (spectator who joins in the dance) is banned to touches the dancer because pecalang will guard her with their klewang (machete). This research is an effort to preserve Leko dance in Pendem Jembrana, through written documentation that discuss the details about Leko dance from dance point of view. The main focus of this article is on the study about dance concept of leko in Pendem Jembrana using textual study. Textual analysis is a method used to obtain and analyze information in academic research. In this case, Leko is viewed as a readable text like writings. Textual study about Leko dance is discussed in three main subjects including choreography, structure, and symbols. Choreography discussion is about the dance movements, motion techniques, motion styles, number of dancers, sex and posture, space in Leko dance, time, dance music, dramatic analysis, and performances (lighting, makeup and dressing). Structural discussions include motion structure and Leko dance performance structure. Whereas the symbolic section discusses about the symbols in the motion, costumes, and makeup. This writing is based on observations of Leko dance video performed at the Bali Arts Festival in 2009. The methods used in this paper are observation, interviews, and documentation Based on textual study of leko dance in Jembrana it can be concluded that its choreography, structure, and symbols haven’t get influence from development of motion nowadays and still keep the value of Balinese tradition.
Kolaborasi Pertunjukan Wayang Kulit Calonarang Inovatif Dengan Menampilkan Watangan Matah Oleh Dalang I Wayan Nardayana Dan Jro Mangku Gede Made Subagia Marajaya,  I Made
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 3 No 1 (2017): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18511.81 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v3i1.156

Abstract

Pertunjukan Wayang Kulit Calonarang merupakan salah satu dari jenis wayang langka di Bali. Wayang ini banyak menyimpan mistri, sehingga orang-orang takut menjadi dalang wayang calonarang, kecuali mereka yang telah berilmu tinggi. Wayang kulit calonarang dari zaman ke zaman terus mengalami perubahan terutama pada bentuk dan struktur pertunjukannya. Wayang kulit calonarang masih dianggap sebagai pertunjukan paling angker diantara wayang-wayang lainnya. Dengan keangkeran itu, maka secara individu orang takut untuk menanggapnya karena takut kena resiko dari pertunjukan itu yang kadang-kadang mengundang konflik sosial. Di era globalisasi ini, ternyata wayang calonarang masih eksis dan mengikuti perkembangan zaman. Terbukti telah dilakukannya berbagai eksprimen dengan memadukannya dengan teknologi modern, sehingga muncul pertunjukan wayang calonarang inovatif.  Di samping itu para dalang ingin tampil beda seperti halnya dalang I Wayan Nardayana yang terkenal dengan dalang Cenk Blonk mementaskan wayang calonarang berkolaborasi dengan dalang Jro Mangku Gede Made Subagia yang terkenal sebagai pini sepuh ajaran Siwa Murti. Pementasan ini dilakukan pada tahun 2012 dalam rangka piodalan di Pura Dalem Ped Nusa penida. Keunikan pementasan ini adalah dengan menghadirkan dua watangan matah yang kemudian diusung ke kuburan desa setempat seperti layaknya orang meninggal dunia. Pertunjukan ini selain sebagai pelengkap dari upacara pujawali juga memberi hiburan kepada masyarakat dan memberikan makna pencerahan kepada masyarakat agar tidak melakukan kejahatan ilmu hitam di zaman modern ini. 
Gamelan Gambang Dalam Prosesi Upacara Pitra Yadnya Di Bali Yudarta, I Gede
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 2 No 1 (2016): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8134.972 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v2i1.122

Abstract

Gamelan gambang  merupakan  seperangkat gamelan Bali yang memiliki fungsi sebagai sarana pengiring upacara adat di Bali. Salah  satu fungsinya  adalah  sebagai  pengiring  dalam prosesi  upacara pitra yadnya yaitu upacara yang diperuntukkan bagi roh atau arwah orang yang sudah meninggal. Di dalam kehidupan masyarakat Bali, terdapat berbagai jenis upacara pitra yadnya sesuai dengan tingkatan pelaksanaannya dari ritual pengabenan  hingga nilapati atau ngalinggihan. Dari berbagai  tingkatan upacara  tersebut  gamelan gambang biasanya difungsikan di dalam prosesi pengabenan yaitu upacara pembakaran jenazah bagi orang yang meninggal. Dari berbagai jenis tingkatan upacara pengabenan, penggunaan  gamelan  gambang  lumrah  dipergunakan  di dalam tingkatan upacara Sawa Preteka dan Nyawa Wedana merupakan tingkatan upacara tertinggi atau tingkatan utama (mewangun). Di dalam studi ini secara  khusus akan dibabas  tentang  persoalan  mengapa  gamelan  gambang digunakan sebagai sarana penting di dalam upacara pitra yadnya,jenis-jenis gending apa saja yang dimainkan di dalam upacara pitra yadnya serta sesajen yang diperlukan terkait dengan pelaksanaan upacara tersebut.
Gita Derita Cicing Kacang Bali Mangempis, Grace Monalisa
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 3 No 2 (2017): Desember
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (259.153 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v3i2.231

Abstract

Terinspirasi dari cicing kacang Bali yang tidak terawat dan terlindas ban kendaraan hingga gepeng di jalanan. Karya ini diwujudkan ke dalam sebuah pertunjukan musik dalam bentuk hybrid, yang merupakan penggabungan dua unsur budaya yaitu Bali dan Barat, sehingga menjadi sajian bentuk musik baru yang bersifat orisinil, kreatif, dan bermakna. Penciptaan karya musik ini mengangkat nilai-nilai kearifan lokal yang luhur, serta berdampingan dengan perkembangan budaya global. Tujuan dari penciptaan karya ini adalah untuk menggali potensi budaya lokal dengan hasil akhir karya seni kreatif dan berpedoman kepada kaidah, moral, dan etika ilmu pengetahuan. Teori yang digunakan dalam proses penciptaan yaitu teori musik, teori semiotika, dan teori hermeneutika. Metode yang digunakan untuk penciptaan karya ini adalah metode penciptaan musik Roger Sessions yang meliputi inspirasi, konsepsi, dan eksekusi. Hasil dari karya ini dibagi ke dalam tiga bagian. Bagian pertama menceritakan kesederhanaan cicing kacang Bali yang kalah saing dengan anjing ras, sehingga ditelantarkan dan dibuang ke pinggir jalan, jembatan, pantai bahkan ke tempat pembuangan sampah. Bagian kedua menceritakan cicing kacang Bali yang telah terbuang dan beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga cicing kacang tersebut melindungi lingkungannya dari penjahat. Bagian terakhir menceritakan kegigihan cicing kacang Bali dalam bertahan hidup di jalanan, dan pada akhirnya terlindas ban kendaraan. Gita Derita Cicing Kacang Bali adalah karya musik hybrid yang menggambarkan keadaan cicing kacang Bali dari kesederhanaan, pengorbanan, dan perjuangannya.Inspired by the unkempt Cicing Kacang Bali which crushed to death by a vehicle on the street. This work is embodied into a musical performance in the form of hybrid, namely the merger of two different cultures of Balinese and Western so then it becomes a whole new musical form. The interest of the composer to raise this work is about a pure attraction to an original, creative, and meaningful creation of artwork. The creation of this artwork elevates the values of noble local traditions and to be able to coexist with the development of global culture. The purpose of this work is to explore the potential of local culture with the end result is a creative artwork which adheres to rules, morals, and ethics of science. Theories used in the creation process are music, semiotics and hermeneutic theory. In the composation, the method implemented is the music creation approach by Roger Sessions which includes inspiration, conception, and execution. The work is divided into three parts. The first part tells about the simplicity of Cicing Kacang Bali that is less competitive with other races of dog, to be abandoned and thrown away to the roadside, bridges, beaches even to landfills. The second part tells about the wasted dog has to adapt to the environment, and later the dog protects the environment from criminals. The last part tells about the persistence of the dog to survive on the streets, and ultimately crushed to death by vehicle’s tires. Simplicity, sacrifice, struggle are the main messages which become the result of creation of Gita Derita Cicing Kacang Bali.