Jurnal Penelitian Politik
Jurnal Pusat Penelitian Politik-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2Politik-LIPI) merupakan media pertukaran pemikiran mengenai masalah-masalah strategis yang terkait dengan bidang-bidang politik nasional, lokal, dan internasional; khususnya mencakup berba-gai tema seperti demokratisasi, pemilihan umum, konflik, otonomi daerah, pertahanan dan keamanan, politik luar negeri dan diplomasi, dunia Islam serta isu-isu lain yang memiliki arti strategis bagi bangsa dan negara Indonesia.
Articles
18 Documents
Search results for
, issue
"Vol 9, No 2 (2012): Politik Aceh dalam Ujian?"
:
18 Documents
clear
PROBLEMATIKA PERAN GANDA GUBERNUR DI DAERAH OTONOMI KHUSUS
Tryatmoko, Mardyanto Wahyu
Jurnal Penelitian Politik Vol 9, No 2 (2012): Politik Aceh dalam Ujian?
Publisher : Pusat Penelitian Politik
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (573.491 KB)
|
DOI: 10.14203/jpp.v9i2.232
Dinamika sistem desentralisasi dan otonomi daerah yang menyertai demokratisasi di Indonesia turut mengubah peran gubernur sebagai lembaga yang memainkan peran sentral dalam hubungan pusat-daerah. Meskipun gubernur memiliki peran ganda, baik sebagai wakil pemerintah pusat maupun wakil daerah, posisi ini tampak ambiguketika kabupaten/kota memiliki kekuasaan juga untuk mengatur daerahnya secara otonom. Pemberian otonomi danotoritas yang besar di samping pemilihan kepala daerah secara langsung di tingkat provinsi dan kabupaten/kotaturut berkontribusi pada ambiguitas peran ganda gubernur. Persoalan yang dihadapi gubernur diasumsikan sangatkompleks di daerah otonomi khusus, meskipun penekanan titik berat otonomi berada di tingkat provinsi.Kata kunci: gubernur peran ganda problematika, desentralisasi, otonomi khusus.
DISPARITAS REGIONAL DAN KONFLIK PILKADA ACEH 2012
Alihar, Fadjri
Jurnal Penelitian Politik Vol 9, No 2 (2012): Politik Aceh dalam Ujian?
Publisher : Pusat Penelitian Politik
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (460.387 KB)
|
DOI: 10.14203/jpp.v9i2.228
Pilkada Aceh 2012 mempunyai fenomena yang menarik karena dua orang tokoh GAM maju sebagai calongubernur, tetapi dengan perahu yang berbeda. Pilkada Aceh 2012 akhirnya dimenangkan secara telak oleh pasanganZaini Abdullah dan Muzakir Manaf dengan jumlah suara 56 persen, sementara pasangan Irwandi Yusuf dan MuhyanYunan yang maju melalu jalur independen hanya memperoleh suara 29 persen. Pilkada Aceh 2012 pada tingkatkabupaten/kota juga dimenangkan oleh calon-calon bupati/Wali kota yang didukung Partai Aceh pada 11 daerahdari 18 daerah yang menyelenggarakan pilkada. Setelah mengalami kekalahan, Irwandi Yusuf mendirikan PartaiNasional Aceh (PNA) sebagai kendaraan politiknya. Kekerasan yang terjadi pada saat Pilkada Aceh 2012 kiranyatidak akan berlarut-larut karena masing-masing pihak tidak ingin mencederai MoU Helsinki yang telah berhasilmembawa perdamaian di Aceh.Kata kunci: Pilkada, GAM, kekerasan, MoUHelsinki, konflik
ABSENNYA POLITIK PENGAWASAN DPR ERA REFORMASI
Ichwanuddin, Wawan
Jurnal Penelitian Politik Vol 9, No 2 (2012): Politik Aceh dalam Ujian?
Publisher : Pusat Penelitian Politik
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (664.932 KB)
|
DOI: 10.14203/jpp.v9i2.233
Tiga Pemilu pasca-Soeharto telah menghasilkan DPR yang lebih dinamis dibandingkan DPR di era Orde Baruterutama pada pelaksanaan fungsi pengawasan. Lebih dari tiga puluh usulan interpelasi dan angket telah diajukanoleh DPR. Terdapat sejumlah alasan di belakang antusiasme anggota DPR dalam menggunakan hak interpelasidan angket. Pertama, DPR memiliki keterbatasan kemampuan untuk memaksimalkan pengawasan melalui skemadengar-pendapat dengan pemerintah. Keahlian anggota DPR dan staf ahli mereka tidak sepadan dengan keahlian yangdimiliki oleh pemerintah didukung oleh staf yang lebih kompeten. Lebih dari itu, anggota DPR bisa j adi beranggapanbahwa fungsi pengawasan mereka diukur dari penggunaan hak-hak tersebut. Kedua, upaya penggunaan hak angketdan interpelasi oleh anggota DPR merupakan bagian dari strategi politik partai politik di DPR untuk meningkatkanposisi tawar dengan pemerintah, terutama menarik perhatian media massa dan publik. Namun, pengawasan DPRtersebut tidak dibarengi dengan “pengawasan politik†yang diperlihatkan dengan pengabaian fungsi utama DPRsebagai legislator. Pola hubungan DPR dan Presiden cenderung bermuara pada perebutan legitimasi.Kata kunci: Fungsi pengawasan, DPR, hak angket, hak interpelasi.
DOMINASI PARTAI ACEH PASCA-MoU HELSINKI
Nurhasim, Moch
Jurnal Penelitian Politik Vol 9, No 2 (2012): Politik Aceh dalam Ujian?
Publisher : Pusat Penelitian Politik
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (674.885 KB)
|
DOI: 10.14203/jpp.v9i2.229
MoU Helsinki telah membuka kotak pandora konflik di Aceh. Penyelesaian konflik melalui desain politik,ekonomi, dan integrasi, membawa perubahan yang signifikan dalam konstelasi politik di Aceh, khususnya setelahGAM mendirikan Partai Aceh. Dominasi Partai Aceh tidak saja mengalahkan partai-partai lokal lainnya, tetapi jugasekaligus mengalahkan partai-partai nasional. Perubahan konstelasi politik di Aceh akan membawa implikasi yangpenting, khususnya bagi masa depan perdamaian di Aceh. Eksistensi GAM yang diwujudkan oleh dominasi PartaiAceh dan Komite Peralihan Aceh tentu akan menjadi faktor penting. Sebagian mereka yang pernah mengangkatsenjata dan kini berkuasa serta memperoleh keuntungan dari segi ekonomi, tentu akan berpikir ulang jika inginmenghidupkan kembali ideologi GAM masa lalu. Artikel ini sekaligus memberikan kesimpulan bahwa konflik Acehsesungguhnya sudah usai dengan terpilihnya dua kali Gubernur Aceh dari pihak GAM.Kata kunci: Partai lokal, Partai Aceh, konstelasi politik, eksistensi GAM.
MELIHAT RELASI DAERAH DAN NEGARA TAHUN 1950-AN DENGAN MEMBONGKAR NARASI BESAR SEJARAH
Suryani, Dini
Jurnal Penelitian Politik Vol 9, No 2 (2012): Politik Aceh dalam Ujian?
Publisher : Pusat Penelitian Politik
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (354.999 KB)
|
DOI: 10.14203/jpp.v9i2.428
Sejarah dasawarsa 1950-an masih belum banyak didiskusikan dalam wacana historiografi Indonesia. Padahaldasawarsa tersebut Indonesia mengalami perjuangan berat karena banyaknya gerakan separatis yang muncul diberbagai daerah, sedangkan pemerintah pusat masih belum sepenuhnya stabil pascakemerdekaan. Oleh karena itu,penting bagi kita saat ini untuk sejenak meninggalkan narasi besar sejarah Indonesia dari kacamata Jakarta (pusat)dan melihat lebih dekat sejarah di tingkat lokal. Bagaimana nasib daerah ditentukan oleh kenyataan politik pada tahun1950-an dan bagaimana titik temu antara konteks nasional dan lokal? Artikel ini bertujuan mengulas buku berjudul“Antara Daerah dan Negara: Indonesia Tahun 1950-an†untuk memperoleh jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut.Kata kunci: Sejarah Indonesia 1950-an, lokal, nasional
POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA DAN ISU KEAMANAN ENERGI
Alami, Athiqah Nur
Jurnal Penelitian Politik Vol 9, No 2 (2012): Politik Aceh dalam Ujian?
Publisher : Pusat Penelitian Politik
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (565.465 KB)
|
DOI: 10.14203/jpp.v9i2.234
Keamanan energi dipandang sebagai bagian dari isu keamanan internasional kontemporer yang tidak hanyamemfokuskan pada keamanan negara, tetapi juga keamanan manusia di dalam negara tersebut. Selain itu, persoalankeamanan energi tidak dapat dilepaskan dari konsepsi geopolitik yang melihat posisi geografis suatu negara sebagaibagian dari potensi yang dimiliki dalam konstelasi politik internasional. Sementara itu, mengkaji keamanan energidari perspektif ekonomi politik internasional didasarkan pada hubungan ketergantungan ekonomi antamegara. diantaranya dalam bentuk aktivitas perdagangan energi, baik berupa ekspor maupun impor dari negara produsen dankonsumen energi serta kiprah perusahaan energi nasional untuk mencari sumber energi dan mengamankan pasokanenergi di negara lain. Keamanan energi merupakan salah satu isu yang penting dan perlu menjadi perhatian kebijakanluar negeri Indonesia. Selama ini, perhatian pemerintah dalam sektor energi lebih fokus pada pengelolaan energidi tingkat domestik. Sektor energi Indonesia masih didorong oleh perspektif yang domestic-oriented atau inwardlooking. Akibatnya, pemerintah belum melihat energi sebagai komoditas strategis yang menjadi isu penting dalamkebijakan luar negeri yang dapat mendukung efektivitas dan optimalisasi diplomasi Indonesia di tingkat regionaldan internasional. Hal ini menunjukkan adanya missing link dalam kebijakan sektor energi Indonesia, di mana perspektif internasional yang outward-looking belum banyak terlihat, baik dalam kebijakan maupun realita politiknya.Kata kunci: Keamanan energi, politik luar negeri, Indonesia, diplomasi, keamanan non-tradisional
PERGESERAN MASALAH KEAMANAN DI ACEH
Siregar, Sarah Nuraini
Jurnal Penelitian Politik Vol 9, No 2 (2012): Politik Aceh dalam Ujian?
Publisher : Pusat Penelitian Politik
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (481.755 KB)
|
DOI: 10.14203/jpp.v9i2.230
Sejak Orde Baru hingga pasca-MoU Helsinki, persoalan keamanan di Aceh selalu menjadi sorotan banyakpihak, termasuk dunia internasional. Ini memperlihatkan bahwa keamanan di Aceh masih mengalami kendala yangdisebabkan oleh kompleksitas dari dinamika perpolitikan di wilayah tersebut. Secara kronologis, pada masa OrdeBaru maupun pasca-Orde Baru, isu keamanan di Aceh selalu terkait erat dengan kelompok bersenjata dan gerakanseparatisme yang dibalut dengan tuntutan politik. Lalu pasca-tsunami dan MoU Helsinki, masalah keamanan mulai bergeser pada aspek kriminalitas, dengan kecenderungan yang justru tinggi secara statistik jika dibandingkansebelum MoU Helsinki. Dari sini terlihat adanya pola pergeseran masalah keamanan di Aceh. Tulisan ini mencobamenganalisis bagaimana pergeseran masalah keamanan di Aceh, dikaitkan dengan berbagai persoalan internalyang dialami Aceh. Dengan demikian, akan terlihat bahwa masalah keamanan di Aceh bukan sekadar gangguankeamanan, melainkan juga berhubungan dengan isu politik di provinsi tersebut.Kata kunci: Keamanan, Aceh, penggeseran
THE EU AND PEACE BUILDING IN ACEH-INDONESIA: A Lesson-L earned for Strengthening Security Policy in Civilian Mission Approach
Fahmi, Chairul
Jurnal Penelitian Politik Vol 9, No 2 (2012): Politik Aceh dalam Ujian?
Publisher : Pusat Penelitian Politik
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (466.883 KB)
|
DOI: 10.14203/jpp.v9i2.231
Sejak Common Foreign and Security Policy (CSFP) dikeluarkan pada 1993, bersamaan dengan ditandatanganinya Perjanjian Maastrich, CFSP telah menjadi bagian penting bagi hubungan eksternal dan skema tatanandunia yang diacu oleh Uni Eropa (UE). Namun, CFSP juga mendapatkan tantangan dari model tradisional sepertikonsep keamanan dari NATO yang juga menjadi acuan dalam kebijakan keamanan negara-negara UE. Kajian inibermaksud mendalami penerapan hubungan luar negeri UE melalui skema CFSP yang merupakan bagian pentingbagi integrasi UE dalam peranannya sebagai aktor global dan kawasan. Artikel ini bertujuan menganalisis mengenailatar belakang dan bagaimana pengembangan CFSP serta peranan UE di dunia, khususnya dalam perdamaian diAceh. Untuk itu, ulasan dalam artikel ini akan mengupas sejarah perkembangan CFSP, latar belakang konflik Aceh,dan instrumen yang digunakan CFSP dalam misi UE di Aceh. Data yang digunakan dalam tulisan ini bersumberdari dokumen dan pernyataan yang diungkapkan oleh pejabat UE. Kesimpulan yang dapat diambil ialah, perananUE dalam perdamaian di Aceh dapat menjadi model pendekatan sipil dalam menangani proses perdamaian padakonflik sub-nasional di kawasan.Kata kunci: Uni Eropa, peace building, Aceh
EVALUASI ATAS PELAKSANAAN OTONOMI KHUSUS ACEH: GAGAL MENYEJAHTERAKAN RAKYAT DAN SARAT KONFLIK INTERNAL
Cahyono, Heru
Jurnal Penelitian Politik Vol 9, No 2 (2012): Politik Aceh dalam Ujian?
Publisher : Pusat Penelitian Politik
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (929.493 KB)
|
DOI: 10.14203/jpp.v9i2.227
Otonomi khusus Aceh diperoleh melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, menindaklanjuti MoUHelsinki 2005 sebagai bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, dan politikdi Aceh secara berkelanjutan. Akan tetapi, setelah lebih dari enam tahun berlalu kita menyaksikan bagaimanapelaksanaan otonomi khusus kurang berjalan sesuai dengan harapan. Di bidang ekonomi kita menyaksikan, danaotonomi khusus tidak terkelola dengan baik sehingga membuat kesejahteraan masyarakat Aceh secara umum tidakmengalami perbaikan. Ironisnya, peningkatan kesejahteraan justru hanya dinikmati oleh segelintir orang yang dekatdengan lingkaran kekuasaan sehingga menimbulkan fenomena orang-orang kaya baru di sana. Di bidang politik,adanya partai lokal tidak mampu meredam potensi konflik yang ada, dan bahkan justru memicu konflik internalbaru antara sesama mantan GAM. Friksi tersebut semakin memperumit dinamika konflik di bumi Aceh. Kegagalan pelaksanaan kekhususan di kedua bidang itu, politik dan ekonomi, pada gilirannya akan mempersulit untukmengeluarkan Aceh dari “lingkaran setan†konflik sekaligus masalah kemiskinan di sana.Kata kunci: Otonomi khusus, kegagalan, politik, ekonomi.
DISPARITAS REGIONAL DAN KONFLIK PILKADA ACEH 2012
Fadjri Alihar
Jurnal Penelitian Politik Vol 9, No 2 (2012): Politik Aceh dalam Ujian?
Publisher : Pusat Penelitian Politik
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.14203/jpp.v9i2.228
Pilkada Aceh 2012 mempunyai fenomena yang menarik karena dua orang tokoh GAM maju sebagai calongubernur, tetapi dengan perahu yang berbeda. Pilkada Aceh 2012 akhirnya dimenangkan secara telak oleh pasanganZaini Abdullah dan Muzakir Manaf dengan jumlah suara 56 persen, sementara pasangan Irwandi Yusuf dan MuhyanYunan yang maju melalu jalur independen hanya memperoleh suara 29 persen. Pilkada Aceh 2012 pada tingkatkabupaten/kota juga dimenangkan oleh calon-calon bupati/Wali kota yang didukung Partai Aceh pada 11 daerahdari 18 daerah yang menyelenggarakan pilkada. Setelah mengalami kekalahan, Irwandi Yusuf mendirikan PartaiNasional Aceh (PNA) sebagai kendaraan politiknya. Kekerasan yang terjadi pada saat Pilkada Aceh 2012 kiranyatidak akan berlarut-larut karena masing-masing pihak tidak ingin mencederai MoU Helsinki yang telah berhasilmembawa perdamaian di Aceh.Kata kunci: Pilkada, GAM, kekerasan, MoUHelsinki, konflik