cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Bina Mulia Hukum
ISSN : 25287273     EISSN : 25409034     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Bina Mulia Hukum (JBMH) adalah jurnal ilmu hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, terbit secara berkala setiap tahunnya pada bulan Maret dan September. Artikel yang dimuat pada Jurnal Bina Mulia Hukum adalah artikel Ilmiah yang berisi tulisan dari hasil penelitian dan kajian analitis kritis di bidang hukum.
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue " Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum" : 10 Documents clear
THE LAW APPROVING TREATIES (“UU PENGESAHAN”): WHAT DOES IT SIGNIFY? Agusman, Damos Dumoli
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1514.063 KB)

Abstract

ABSTRACTThe provisions in Article 11 of the Constitution of 1945 and Laws of the International Treaties generally requires the "consent" of the House of Representatives (DPR) in the making and ratification of the treaty. The difference between the two is that the rules referred to in Article 11 of Constitution of 1945 does not specifically mention the form of approval, while the Laws of the International Treaties requires that the ratification of a treaty is done by Act or by Presidential Decree. The big difference in the process of ratification of the treaty to be applied in the national legal system of Indonesia, has been controversial, both among academics and practitioners, such as the theory of monism-dualism on International Law and National Law, the status of an international treaty into national laws of Indonesia, and the implementation of international agreements in Indonesia. This article is intended to explain the process of ratification of an international agreement, differences that occur, as well as the ratification of the treaty practice lasted this long.Keywords: international law, legislation, monism-dualism, treaties, ratificationABSTRAKKetentuan dalam Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Perjanjian Internasional secara umum mensyaratkan adanya “persetujuan” dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam pembuatan maupun pengesahan perjanjian internasional. Perbedaan antara kedua aturan dimaksud adalah bahwa dalam Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 tidak secara khusus mensyaratkan bentuk dari persetujuan dimaksud, sementara Undang-Undang Perjanjian Internasional mensyaratkan bahwa pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan Undang-Undang atau Keputusan Presiden. Adanya perbedaan tentang proses pengesahan perjanjian internasional untuk dapat diberlakukan dalam sistem hukum nasional Indonesia, akhirnya telah menimbulkan perdebatan, baik di kalangan akademisi maupun praktisi, antara lain teori monisme-dualisme tentang Hukum Internasional dan Hukum Nasional, status suatu perjanjian internasional dalam hukum nasional Indonesia, maupun implementasi dari perjanjian internasional di Indonesia. Artikel ini dimaksudkan untuk menjelaskan proses pengesahan suatu perjanjian internasional, perbedaan pandangan yang terjadi, serta praktik pengesahan perjanjian internasional yang berlangsung selama ini.Kata Kunci: hukum internasional, legislasi, monisme-dualisme, perjanjian internasional, ratifikasiDOI :  https://doi.org/10.23920/jbmh.v1n1.8 
HARMONISASI HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL: SEJARAH, LATAR BELAKANG DAN MODEL PENDEKATANNYA Mandala, Subianta
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3545.756 KB)

Abstract

Abstrak                                                                                       Perbedaan sistem hukum di bidang perdagangan dapat menjadi faktor penghambat bagi perdagangan internasional. Menyadari hal tersebut, masyarakat internasional dari waktu ke waktu berupaya untuk melakukan penyeragaman atau harmonisasi terhadap hukum dagang. Tulisan ini berupaya untuk mengkaji dan menganalisis upaya-upaya tersebut dengan memberikan titik berat pada model pendekatan yang digunakan dalam mengharmoniskan hukum dagang lintas batas tersebut. Penelitian ini menggunakan metoda yuridis normatif dan semua data yang diperoleh dianalisa secara kualitatif dan diberikan penggambaran secara mendalam mengenai konsep model pendekatan harmonisasi hukum dagang internasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya harmonisasi hukum perdagangan internasional telah berlangsung cukup lama dalam berbagai fase, baik formal maupun informal dengan melibatkan berbagai pihak.  Model pendekatan harmonisasi yang dipergunakan belakangan ini adalah dengan menggunakan perangkat soft law, dan cenderung meninggalkan pendekatan hard law. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional perlu mencermati perkembangan tersebut dalam kerangka memperbarui hukum dagang internasionalnya.Kata Kunci: Harmonisasi, Hukum Perdagangan. AbstractDifferent legal system in trade may become a barrier to international trade. Being aware of this fact, international community has tried to make an effort to uniform or to harmonize international trade law. This paper will examine and analyze the efforts of the harmonization of trade law and focus specifically on the modes or approaches taken in the process of harmonisation. This research applies a juridical normative and descriptive analysis method. The result of the research shows us that the effort of harmonising international trade law has gone through some phases involving various kinds of actors and applying both informal and formal method. At present, there is a tendency that the mode used in harmonisation process is applying soft law instrument rather than hard law one. Indonesia, as a part of international community, needs to pay attention to the trend as mentioned above, in an effort to reform its national trade law.Keywords: Harmonisation, International TradeDOi :  https://doi.org/10.23920/jbmh.v1n1.6 
HUKUM PERUSAHAAN MULTINASIONAL Faisal, Pupung
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (460.427 KB)

Abstract

Buku ini membahas mengenai aspek hukum dari Perusahaan Multinasional dalam perdagangan internasional dan penanaman modal asing. Buku ini terdiri dari 4 bab, yang masing-masing pembahasan bab memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Bab I membahas mengenai perusahaan nasional dalam perdagangan internasional dan penanaman modal asing; Bab II menjelaskan mengenai organisasi dan bentuk hukum pelaksanaan bisnis perusahaan multinasional; Bab III menjelskan fungsi perusahaan multinasional dalam penanaman modal asing ; dan Bab IV  membahas perusahaan multinasional dalam liberalisasi perdagangan internasional dan penanaman modal asing di China, India, Thailand dan Indonesia. Buku ini menarik untuk dijadikan ulasan karena perusahaan multinasional berperan cukup besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia melalui penanaman modal asing dan perdagangan internasional. DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v1n1.10
KEDAULATAN DI BIDANG INFORMASI DALAM ERA DIGITAL: TINJAUAN TEORI DAN HUKUM INTERNASIONAL Andika, Tri
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (548.175 KB)

Abstract

Abstrak Saat ini kita memasuki suatu zaman yang disebut dengan era digital (digital age). Di dalam era digital tidak ada lagi batas-batas wilayah yang jelas (borderless) yang berdampak pada kedaulatan suatu negara yang diakibatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Kasus penyadapan antar negara yang dilakukan oleh The Five Eyes Alliance, menunjukan kepada dunia bahwa perkembangan teknologi dan komunikasi dapat pula merusak hubungan baik antar negara. Pembahasan terkait dengan kedaulatan negara di bidang informasi dalam era digital (digital age) dalam menjawab permasalahan tentang bagaimana kedaulatan negara di bidang informasi dalam era digital ditinjau dari teori dan hukum internasional sangat diperlukan dewasa ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan juridis normatif. Di samping itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan hukum yang akan datang (futuristik) guna menjawab permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil analisis, telah diperoleh simpulan bahwa dari segi teori diperlukan pengembangan teori kedaulatan negara di bidang informasi. Dalam kerangka hukum internasional, aturan-aturan yang mengarah kepada penghormatan kedaulatan suatu negara di bidang informasi telah banyak mendapatkan pengaturan.Kata Kunci: Kedaulatan, Negara, Informasi, Era, Digital.Abstract Now we are entering an era called the digital age. In the digital age there are no more boundaries are cleary impacting on the sovereignty of a country caused by information comunication technology development. In the interception case between states show the world that the information comunication technology development can broke the international coorporations between the states. Discussion about the state sovereignty on information in the digital age is required to answer the question about how the the state sovereignty on information in the digital age reviewed by  theory and international law. This research applies a juridical-normative approach. This research also applies the statute approach, the comparative approach, and the futuristic approach to answer the research questions. This research concludes that in theory we must developed theory on state sovereignty on information. In international law, the regulation that lead to respect for the state sovereignty on information has a lot of gain settings.Keywords: Sovereignty, State, Information, Era, Digital. DOI : https://doi.org/10.23920/jbmh.v1n1.5
PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK MILIK DAN AKIBAT HUKUMNYA TERHADAP AKTA JUAL BELI Dananjaya, Nyoman Satyayudha
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (554.568 KB)

Abstract

ABSTRAKKetentuan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997, sertipikat yang sudah diterbitkan lebih dari 5 tahun diperoleh dengan etikad baik, kepada yang memperolehnya tidak dapat dituntut lagi. Namun demikian, sertipikat sebagai bukti yang kuat dan sempurna tidaklah tertutup untuk dibuktikan sebaliknya. Sehingga timbul pertanyaan alasan- alasan apakah yang  menjadi dasar pembatalan sertipikat  hak milik atas tanah oleh Pengadilan Tata Usaha Negara(PTUN)? dan apakah pembatalan sertipikat hak milik atas tanah juga berakibat batalnya akta jual beli  yang menjadi dasar pembuatan sertipikat ? Menggunakan penelitian hukum normatif yang akan dilakukan dengan menggali dan menemukan ketentuan-ketentuan menyangkut pembatalan-pembatalan yang dapat ditemukan dalam hukum perdata khususnya perikatan dan perjanjian. Penelitian ini bersifat eksploratoris  yuridis yang mengekplorasi bahan bahan hukum primair, yurisprudensi, putusan hakim, dan pertimbangan hukum dari putusan hakim serta melakukan pengkajian terhadap hal tersebut. Pembatalan sertipikat oleh PTUN dibenarkan asalkan pembatalan itu didasarkan kepada pembuktian yang kuat menyangkut kecacatan dasar hukum dalam penerbitan sertipikat baik cacat dari sisi prosedur penerbitan sertipikat maupun cacat dari sisi pelanggaran terhadap hukum materiil yang mengancam batalnya akta yang menjadi dasar terbitnya sertipikat itu. Akta yang menjadi dasar diterbitkannya sertipikat kecacatannya dipertimbangkan dalam pertimbangan putusaan PTUN sebagai dasar pembatalan sertipikat, dan karenanya apabila sertipikat dibatalkan maka akta yang menjadi dasar penerbitan sertipikat mutatis-mutandis tidak mempunyai kekuatan hukumKata Kunci: pembatalan,  sertipikat, akibat hukum, akta jual beli.        ABSTRACT                The provisions of Article 32 paragraph (2) of Government Regulation No. 24, Year 1997, certificates that have been issued over 5 years aquired in good faith, to those who obtain it can not be prosecuted again. Nevertheless, the certificate as evidence of a strong and perfect it is not closed for proven otherwise. Thus the question arises whether the reasons on which the cancellation of the certificate of title for the land by the State Administrative Court (PTUN)? and whether the cancellation of the certificate of title for the land also resulted in the cancellation of the deed of sale is a cornerstone for the certificate? Using normative legal research will be done by exploring and finding the provisions concerning cancellations that can be found in the civil law especially engagement and contract law. This research is exploratory juridical that explores the primary legal materials, case law, the judge's ruling and legal considerations of the judge's decision and conduct an assessment of it. Cancellation of certificates by the administrative court is justified as long as the cancellation based on strong evidence concerning invalidity of the legal basis in the issuance of the certificate either defective of prosedur certificate issuance or breach of the substantive law that threatens cancellation of the deed on which the issuance of the certificate. Deed on which the issuance of certificates, its invalidity considered in consideration of administrative court ruling as the basis for cancellation of the certificate, and therefore if the certificate is canceled then the deed on which the issuance of the certificate, mutatis-mutandis have no legal power.Keywords: cancellation, certificate, due to the law, the deed of sale and purchase.DOI : https://doi.org/10.23920/jbmh.v1n1.7 
PENERAPAN DAN PERMASALAHAN EKSEKUSI PESAWAT TERBANG BERDASARKAN HUKUM ACARA PERDATA DALAM PERJANJIAN PERAWATAN MESIN PESAWAT Kusmayanti, Hazar
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3146.944 KB)

Abstract

AbstrakSering kali pihak yang kalah dalam suatu sengketa tidak mau melaksanakan putusan hakim, sehingga diperlukan bantuan pengadilan secara paksa. Tulisan ini akan menelaah mengenai eksekusi pesawat terbang yang menitikberatkan pada aspek yang berkaitan dengan status pesawat terbang sebagai barang yang dapat dibebani hipotek. Kasus yang dianalisis yaitu yaitu Kasus Gugatan Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia kepada PT. Metro Batavia dalam perjanjian perawatan mesin pesawat Batavia Air.         Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis, yang bertujuan untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai penerapan eksekusi pesawat terbang menurut hukum positif, menggunakan metode normatif kualitatif.Aturan penyitaan pesawat terbang pada dasarnya sama dengan penyitaan barang pada umumnya sepanjang berkenaan dengan ketentuan umum sita eksekusi (executoriaal beslag) dan penjualan lelang (ecutoriale verkoop). Hal-hal spesifik yang melekat pada penyitaan pesawat terbang tunduk pada Pasal 763 (h) sampai (k) Reglement op de Rechtvordering (RV). Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa pelaksanaan Penjualan Lelang karena kegiatan operasionalnya tidak boleh dimatikan oleh sita eksekusi sesuai dengan prinsip Rijden Beslag. Asas penguasaan pesawat terbang yang dibebani dengan sita eksekusi dapat menimbulkan kendala penjualan lelang apabila pada tanggal eksekusi yang ditentukan pesawat terbang tersebut sedang dioperasikan debitur, di luar tempat pelaksanaan penjual lelang yang ditentukan.Kata kunci: eksekusi, hipotek, pesawat terbang, sita, penjualan lelangAbstract In many cases, the defeated party does not want to carry out the judge's ruling, so they need help from court to forcibly enforce the execution. The losing party is requested by the court to obey court decision. This research focusses on the case of Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia vs PT. Metro Batavia in aircraft engine maintenance agreement Batavia. The method used in this research is the normative juridical research. The specification of this research is descriptive- analytical that aims to gain a comprehensive overview of the aircraft execution under positive law.  To conclude, rules of seizure of aircraft are basically the same with the seizure of immovable property, as long as related to seizure of execution (excekutoriale beslag) and auction sales (excecutoriale verkoop). However, specific matters attached to aircraft foreclosure are subject to Article 763 Article 763 h to k of Reglement op de Rechtvordering (RV). Barriers in aircraft foreclosure is that the implementation Auction Sales (excecutorial Verkoop) could not be turned off by the arrest of execution in accordance with the principle of Rijden beslag, the principle of mastery aircraft loaded with confiscated execution can cause problems if the auction sale on the date of execution of the specified aircraft is being operated outside the place of execution by debtor. DOI : https://doi.org/10.23920/jbmh.v1n1.3Keywords: execution, mortgage, aircraft, seizure, auction sales 
KEDUDUKAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA SEKTOR JASA KEUANGAN DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Suwandono, Agus; Yuanitasari, Deviana
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (564.92 KB)

Abstract

AbstrakKeberadaan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) sektor jasa keuangan telah membawa  kepastian hukum penyelesaian sengketa konsumen sektor jasa keuangan. Namun demikian keberadaan LAPS sektor jasa keuangan juga menimbulkan ketidakjelasan kedudukan dan pilihan forum penyelesaian sengketa konsumen terkait keberadaan   Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam kerangka hukum perlindungan konsumen di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan merupakan metode yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Analisa data menggunakan normatif kualitatif, dengan metode deduksi dan dianalisis secara yuridis kualitatif.Kedudukan Lembaga Alternatif Penyelesaian  Sengketa (LAPS) ditinjau berdasarkan hukum perlindungan konsumen di Indonesia merupakan lembaga penyelesaian sengketa yang ditujukan khusus untuk konsumen di sektor jasa keuangan, yang memiliki karakteristik permasalahan-permasalahan di sektor jasa keuangan. Hak konsumen dalam penentuan pilihan forum dalam penyelesaian sengketa konsumen sektor jasa keuangan merupakan hak konsumen. Dalam hal konsumen memilih penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, konsumen sektor jasa keuangan yang merupakan konsumen akhir dapat memilih penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK maupun melalui LAPS. Namun bagi konsumen sektor jasa keuangan yang bukan merupakan konsumen akhir, hanya dapat memilih penyelesaian sengketa konsumen  melalui LAPS. Perlu adanya harmonisasi dan sinkronisasi pengaturan dan kewenangan lembaga penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yakni BPSK maupun LAPS.Kata Kunci: Kedudukan, Lembaga Alternatif Sengketa, Jasa Keuangan, Perlindungan Konsumen AbstractThe existence of Alternative Dispute Resolution Institute (LAPS) the financial services sector have brought legal certainty consumer dispute resolution financial services sector. However, the existence of laps financial services sector also make it less obvious position and selection of consumer dispute resolution forum related to the presence of Consumer Dispute Resolution Body (BPSK) within the framework of consumer protection laws in Indonesia.The method used is a normative juridical methods using secondary data. Specifications analytical descriptive study. Data were analyzed using qualitative normative, with the deduction method and analyzed by juridical qualitative.Position Institute of Alternative Dispute Resolution (LAPS) to be reviewed by consumer protection laws in Indonesia is a dispute resolution institutions devoted exclusively to consumers in the financial services sector, which has the characteristics of the problems in the financial services sector. Consumer rights in determining the choice of consumer dispute resolution forum in the financial services sector is consumer rights. In the event that the consumer chooses consumer dispute resolution outside the court, the consumer financial services sector which is the final consumer can select consumer dispute resolution through BPSK or through laps. But for the consumer financial services sector is not an end consumer, may only select consumer dispute resolution through the laps. The need for harmonization and synchronization settings and authority stipulated consumer dispute resolution outside the court that is BPSK or LAPS.DOI :https://doi.org/10.23920/jbmh.v1n1.2Keywords: Position, Alternative Dispute Institutions, Financial Services, Consumer Protection 
TELAAH ATAS MATERI MUATAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTANAHAN Nurlinda, Ida
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (586.866 KB)

Abstract

ABSTRAKRUU Pertanahan perlu dibentuk karena pemanfaatannya belum dapat memakmurkan rakyat Indonesia sesuai amanat UUD 1945. Untuk itu UUPA sebagai peraturan dasar pertanahan perlu dilengkapi dengan peraturan, pada tataran bentuk dan level yang kurang lebih sama. Dengan demikian, RUU Pertanahan tidak dimaksudkan untuk menggantikan UUPA, namun bersifat lex specialis dari UUPA yang bersifat lex generalis. Untuk itu perlu dikaji materi muatan yang perlu diatur dalam RUU tersebut agar selaras dengan UUPA.Pendekatan yuridis normatif digunakan untuk menyusun kajian ini. Analisis atas peraturan dan bahan pustaka dilakukan secara juridis kualitatif dengan menggunakan metode penafsiran hukum sistematis.Materi muatan RUU Pertanahan harus menekankan pada pengaturan pemilikan, dan penggunaan tanah yang lebih mengutamakan keadilan agraria, yang dapat memperkecil timbulnya konflik/sengketa agraria. Keadilan agraria adalah kondisi dimana tidak ada penumpukan pemilikan dan penggunaan tanah pada seseorang atau korporasi. Oleh karenanya materi muatannya harus mengacu dan selaras dengan UUPA, Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 dan Putusan-putusan Mahkamah Konstitusi tentang penafsiran hak menguasai negara, sebagai hasil dari upaya pembaruan agraria. Hal ini penting, karena untuk keharmonisan sistem hukum, RUU Pertanahan harus menjadi subsistem yang integral dari sistem hukum agraria nasional.Kata Kunci: Sistem Hukum Agraria-Reforma Agraria-Keadilan Agraria ABSTRACTThe draft articles on land law needs to be established for its use has not been able to prosper the people of Indonesia as mandated by the 1945 Constitution. For the Basic Agrarian Law (BAL) as a basic rule the land needs to be equipped with a regulation, at the level of the shape and approximately the same level. Thus, the draft articles on land law is not intended to replace the BAL. It is a special rule (lex specialis), while the BAL is a general rule (lex generalis). For it is necessary to study the substance that needs to be regulated in the draft articles on land law in order to align with the Law. The normative juridical approach used to develop this study. Analysis of the regulations and library materials is done by qualitatively juridical approach, using systematic legal interpretation. The substance of draft articles on  land law should emphasize on the setting of ownership, and use of land prioritize agrarian justice, which can reduce conflict/dispute agrarian. Agrarian justice is a condition where there is no buildup of ownership and use of land in a person or corporation. Therefore, the charge materials should refer to and aligned with the Basic Agrarian Law, the Legislative Act No. IX/MPR/2001 and Decisions of the Constitutional Court regarding the interpretation of the right of control of the state, as a result of agrarian reform efforts. This is important because, for the harmony of the legal system, the draft articles of land law should become an integral subsystem of the national system of agrarian law. DOI :  https://doi.org/10.23920/jbmh.v1n1.1 Keywords: System-Agrarian Law of Agrarian Reform-Agrarian Justice  
ASAS KESEIMBANGAN PADA PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN DENGAN NASABAH PELAKU USAHA KECIL Mulyati, Etty
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1427.635 KB)

Abstract

AbstrakPerjanjian kredit perbankan merupakan perjanjian baku yang isinya ditentukan secara sepihak oleh pihak bank, dengan tujuan efisiensi. Pelaku usaha kecil dengan karakteristiknya yang khas, sangat memerlukan dana untuk pengembangan usahanya sehingga menyetujui apa yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit walaupun sangat memberatkan. Perjanjian kredit terkadang memuat klausula eksonerasi/eksemsi berupa menambah hak dan/atau mengurangi kewajiban bank, sehingga permasalahannya adalah bagaimana penerapan asas keseimbangan dalam pembuatan perjanjian kredit perbankan dengan nasabah pelaku usaha kecil. Bank dalam merancang, merumuskan dan menetapkan perjanjian kredit dengan pelaku usaha kecil, wajib mendasarkan pada ketentuan dalam SE OJK No. 13/SEOJK.07/2014 Tentang Perjanjian Baku. Perjanjian kredit dilarang memuat klausula eksonerasi berupa pengalihan kewajiban bank kepada nasabah, dan menyatakan pemberian kuasa dari nasabah kepada bank, baik secara langsung maupun tidak langsung juga dilarang memuat klausula yang memiliki indikasi penyalahgunaan keadaan. Penerapan asas keseimbangan para pihak dalam melaksanakan perjanjian kredit yang telah disepakati dengan itikad baik, sebagai penerapan asas keadilan dan kewajaran dilarang memuat klausul yang isinya menyatakan bahwa nasabah tunduk pada peraturan baru, tambahan, lanjutan dan perubahan yang dibuat secara sepihak oleh bank oleh karenanya isi perjanjian hendaknya tidak rumit dengan menggunakan bahasa Indonesia sederhana disesuaikan dengan jenis kredit yang diberikan, mengingat karakteristik dan pelaku usaha kecil.Kata kunci: asas, perjanjian, baku, kredit, usaha kecil.AbstractThe credit agreement is a standard agreement with determined unilaterally by the bank for efficiency. Small businesses with its unique characteristics, is in need of funds to develop their business so as to agree on what agreed in the credit agreement, although very burdensome. Credit agreements sometimes include a clause on the exoneration/eksemsi form of add rights and/or reduce the obligations of the bank, so the problem is how the application of the principle of balance in making a bank loan agreement with small business customers. Bank in designing, formulating and establishing credit agreements with small businesses, based on the mandatory provisions in OJK SE No. 13/SEOJK.07/2014 about Standard Agreement. The credit agreement must not contain the exoneration clause in the form of the transfer of bank liabilities to customers, and express authorization from the customer to the bank, either directly or indirectly shall not contain clauses that have indications of abuse situation. Application of the principle balance of the parties in implementing the credit agreement have been agreed in good faith, as the application of the principle of justice and fairness banned contains a clause stating that the customer is subject to the new regulations, additional, secondary and changes made unilaterally by the bank. The contents of credit agreement need not be complicated, use the Indonesian language simple sentence adjusted to the type of credit, given the characteristics of small businesses.DOI :  https://doi.org/10.23920/jbmh.v1n1.4 Keywords: principle, agreement, standard, credit, small business.
ANALISIS PENGALIHAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN - PERKOTAAN DAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA CIMAHI TAHUN 2014 Retno, Maria Emelia
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (554.568 KB)

Abstract

ABSTRAK  Setiap daerah dalam pengertian provinsi, kabupaten/kota di Indonesia melalui Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA)-nya mempunyai kewenangan untuk memungut pajak atas semua objek pajak yang ada di daerahnya. Hal tersebut juga berlaku untuk Kota Cimahi yang pembangunannya tampak semakin berkembang secara pesat seiring dengan berlakunya otonomi daerah.Dengan semakin berkembangnya Kota Cimahi dan semakin maraknya pembangunan perumahan di Kota Cimahi, menunjukan bahwa semakin banyak terjadi peralihan hak atas tanah dan bangunan, yang tentunya berdampak pada perolehan pajak, Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) dan juga pada perolehan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-PP) bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Cimahi. Pengalihan BPHTB dan PBB-PP menjadi pajak daerah tentunya berkaitan dengan kesiapan aparat/petugas pajak (Kota Cimahi) dalam menanggapinya dalam bentuk persiapan dan pelaksanaan pemungutan BPHTB dan PBB-PP tersebut.Dalam penelitian ini, akan diteliti berbagai persoalan yuridis yang muncul dalam persiapan dan pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-PP) yang semula adalah pajak pusat, kemudian dialihkan menjadi pajak daerah, dengan lokasi penelitian di kota Cimahi.Kata kunci: Pengalihan BPHTB dan PBB-PP, pajak daerah, Pendapatan Asli Daerah.ABSTRACT  Every region in terms of province, district/city in Indonesia through Region Income Office (Dinas Pendapatan Daerah - DIPENDA)  has the authority to levy a tax on all taxable object  in the region. It is also valid for Cimahi is growing rapidly along with the implementation of regional autonomy.With the development of Cimahi and housing construction is increasingly widespread in the city of Cimahi, shows that the more transfer of rights over  land and buildings, which would have an impact on tax revenue, Tax on Acquisition of Land and Building (Bea Perolehan Hak Atas Tanah - BPHTB) and also on the revenue of Land and Building Tax (Pajak Bumi dan Bangunan - PBB-PP) for Region Original Income (Pendapatan Asli Daerah - PAD) of Cimahi. The transfer of  BPHTB and  PBB-PP to be  local taxes must be related to the readiness of officers/officials of tax (Cimahi) to respond it in the form of the preparation and execution of collecting  BPHTB and PBB-PP.In this research, will be examined various juridical issues that arise in the preparation and execution of collecting  Tax on Acquisition of Land and Building (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan - BPHTB) and Land and Building Tax (Pajak Bumi dan Bangunan - PBB-PP) which initially was the central tax, then transferred to be local taxes, with location of  research in Cimahi.Keywords: Transfer of BPHTB and PBB-PP, local tax, Region Original IncomeDOI:  https://doi.org/10.23920/jbmh.v1n1.9 

Page 1 of 1 | Total Record : 10


Filter by Year

2016 2016


Filter By Issues
All Issue Vol. 8 No. 1 (2023): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 8 Nomor 1 September 2023 Vol. 7 No. 2 (2023): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 7 Number 2 Maret 2023 Vol. 7 No. 1 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 7 Nomor 1 September 2022 Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022 Vol. 6 No. 1 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 1 September 2021 Vol. 5 No. 2 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 2 Maret 2021 Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 1 September 2020 Vol. 4 No. 2 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 2 Maret 2020 Vol 4, No 2 (2020): VOL 4, NO 2 (2020): JURNAL BINA MULIA HUKUM Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019 Vol. 3 No. 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 2 Maret 2019 Vol 4, No 1 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM Vol 3, No 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018 Vol. 2 No. 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 2 Maret 2018 Vol 3, No 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 1 September 2017 Vol. 1 No. 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 2 Maret 2017 Vol 2, No 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 1 September 2016 Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum More Issue