cover
Contact Name
Karto Wijaya
Contact Email
kartowijaya@universitaskebangsaan.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
arcade@universitaskebangsaan.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Arsitektur ARCADE
Published by Universitas Kebangsaan
ISSN : 25808613     EISSN : 25973746     DOI : -
Core Subject : Engineering,
Architecture Journal A R C A D E is Open Journal System published by Prodi Architecture Kebangsaan University, Bandung. Architectural Journal A R C A D E is, is a peer-reviewed scientific journal, publishing scholarly writings about Architecture and its related discussion periodically. The aims of this journal is to disseminate research findings, ideas, and review in architectural studies SCIENTIFIC AREAS: Building (architecture) and Urban/Regional Study: theory, history, technology, landscape and site planning, behavioral, social and cultural, structure and construction, traditional architecture, criticism, digital architecture, urban design /planning, housing and settlements, and other related discussion Architecture Education and Practice: curriculum/studio development, work opportunities and challenges, globalization, locality, professionalism, code of ethics, project managerial etc. Architectural Journal A R C A D E is published 3 times a year in March, July and November every last date of the month.
Arjuna Subject : -
Articles 14 Documents
Search results for , issue "Vol 3, No 1 (2019): Jurnal Arsitektur ARCADE Maret 2019" : 14 Documents clear
EASY ACCESS TO PUBLIC TRANSPORTATION FOR SUSTAINABLE SITE DEVELOPMENT, ACASE STUDY OF UNISULLA KALIGAWE SEMARANG Muhammad Ismail Hasan; Anityas Dian Susanti; Chely Novia Bramiana
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 3, No 1 (2019): Jurnal Arsitektur ARCADE Maret 2019
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (776.025 KB) | DOI: 10.31848/arcade.v3i1.173

Abstract

Abstract: Global warming issue generates some sustainable-oriented actions aiming at protecting and improving environment quality. Air pollution caused by vehicles is one of the causes of global warming. Sustainability can be started in academic phase, such as campus environment, landscape, and buildings. This paper aims at explaining the sustainable development in Sultan Agung Islamic University (UNISSULA) and especially in its sustainable site development. Method used for this paper is qualitative case study that is suitable to answers questions about how and why. Case study requires a collection of site’s data as much as possible before being analyzed based on relevant theories. The result of this paper suggested the applications of sustainable site development in a campus ground especially with an easy access public transportation for Islamic campus and with Islamic values within.Keyword: Campus Ground, Site Development, Sustainable Architecture Abstrak: Isu pemanasan global menyebabkan beberapa aksi keberlanjutan yang pada dasarnya bertujuan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas lingkungan. Polusi udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor adalah merupakan salah satu penyebab pemanasan global. Keberlanjutan dapat dimulai dari tingkat akademisi, seperti lingkungan kampus, lansekap, dan bangunan-bangunannya. Paper ini bertujuan untuk menjelaskan pembangunan keberlanjutan di Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) dan khususnya pada bagian pembanguan site yang berkelanjutan. Metode yang digunakan untuk paper ini adalah kualitatif studi kasus yang dinilai cocok untuk menjawab pertanyaan mengenai bagaimana dan mengapa. Studi kasus membutuhkan pengumpulan data dari site sebanyak mungkin sebelum dianalisa berdasarkan teori yang berhubungan. Hasil dari paper ini dapat menjelaskan pembangunan site yang berkelanjutan terutama pada kemudahan mengakses transportasi umum pada kampus Islam dan dilengkapi dengan nilai-nilai Islam yang terkandung di dalamnya.Kata Kunci: Kampus, Site Berkelanjutan, Arsitektur Berkelanjutan
PENGARUH MATERIAL KACA SEBAGAI SELUBUNG BANGUNAN TERHADAP BESAR PERPINDAHAN PANAS PADA GEDUNG DIKLAT PMI PROVINSI JAWA TENGAH Wingky Aseani; Erni Setyowati; Suzanna Ratih Sari
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 3, No 1 (2019): Jurnal Arsitektur ARCADE Maret 2019
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (927.45 KB) | DOI: 10.31848/arcade.v3i1.202

Abstract

Abstract: Buildings in the tropical area should be able to anticipate the tropical climate well. Buildings with active systems design need to be planned in such a way that energy use in the building becomes effective and efficient, Setyowati (2015). The envelope  of the building became the front guard of radiation into the building. With the right building envelope  design, the use of energy in the building can be optimally saved. Building envelope  as a building element that enclosesit  is a wall and translucent roof or non-translucent light where most thermal and light energy moves through the element. The results show that solar radiation contributes the largest amount of heat entering the building. The concept of OTTV calculates the heat transfer from outside into a building that is conduction through infinite walls of light, sun-glass radiation, and heat conduction on glass. Large solar radiation transmitted through the building envelope is influenced by the building facade, the ratio of the glass area and the overall wall of the wall (wall to wall ratio), and the type and thickness of glass used. If the OTTV value of a building is less than or equal to 35 W / m2, then the building is in compliance with the Energy Efficient Building Terms SNI 03-6389-2011. PMI Training Center Central Java Province as the object of study is a modern building dominated by glass material. The glass used is a hot-colored glass. The result of the OTTV calculation on the East wall of the Central Java Education Center was 33.140 W / m2, on the North Wall was 33.577 W / m2, on the West wall was 41.645 W / m2, at the South wall of 30.468 W / m2. From the OTTV calculation, total OTTV value is 35,5991 W / m2, so it is concluded that the building of PMI Training Center in Central Java Province does not meet the requirement of energy-saving building based on SNI 03-6389-2011. To achieve the ideal value of OTTV energy-saving buildings based on SNI 03-6389-2011 at PMI Training Center Central Java Province, it is necessary to reduce the use of glass to 10.5% of the wall area on the western wall. From the simulation result after repairing on West side wall, total OTTV value is 32.9795 W / m2 in order that PMI Training Center of Central Java Province could fulfilled energy saving building requirement based on SNI 03-6389-2011.Keywords: Building Envelope, Glass, OTTVAbstrak: Bangunan di daerah tropis seyogyanya dapat mengantisipasi iklim tropis dengan baik. Bangunan dengan sistem aktif desain perlu direncanakan sedemikian rupa agar pemanfaatan energi didalam bangunan menjadi efisien, efektif dan hemat, Setyowati (2015). Selubung bangunan menjadi garda depan masuknya radiasi ke dalam bangunan. Dengan desain selubung bangunan yang tepat, maka pemakaian energi didalam bangunan dapat dihemat seoptimal mungkin. Selubung Bangunan sebagai elemen bangunan yang menyelubungi yaitu dinding dan atap tembus atau yang tidak tembus cahaya dimana sebagian besar energi termal dan cahaya berpindah melalui elemen tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa radiasi matahari adalah penyumbang jumlah panas terbesar yang masuk ke dalam bangunan. Konsep OTTV menghitung perpindahan panas dari luar ke dalam bangunan yaitu konduksi melalui dinding tak tembus cahaya, radiasi matahari yang melalui kaca, dan konduksi panas pada kaca. Besar radiasi matahari yang ditransmisikan melalui selubung bangunan dipengaruhi oleh fasade bangunan yaitu perbandingan luas kaca dan luas dinding bangunan keseluruhan (wall to wall ratio), serta jenis dan tebal kaca yang digunakan. Bila nilai OTTV suatu bangunan yang dihasilkan kurang/sama dengan 35 W/m2, maka bangunan tersebut sudah sesuai dengan Syarat Bangunan Hemat Energi pada SNI 03-6389-2011. Gedung Diklat PMI Provinsi Jawa Tengah sebagai objek studi adalah bangunan berlanggam modern dengan dominasi bukaan dinding bermaterial kaca. Kaca yang digunakan adalah kaca berwarna jenis Panasap. Hasil perhitungan OTTV pada dinding Timur Gedung Diklat PMI Provinsi Jawa Tengah sebesar 33,140 W/m2, pada dinding Utara sebesar 33,577 W/m2, pada dinding Barat sebesar 41,645 W/m2, pada dinding Selatan sebesar 30,468 W/m2. Dari hasil perhitungan OTTV didapatkan nilai Total OTTV sebesar 35,5991 W/m2, sehingga disimpulkan bangunan Gedung Diklat PMI Provinsi Jawa Tengah tidak memenuhi syarat bangunan hemat energi berdasarkan SNI 03-6389-2011. Untuk mencapai nilai ideal OTTV bangunan hemat energi berdasar SNI 03-6389-2011 pada Gedung Diklat PMI Provinsi Jawa Tengah, maka perlu dilakukan pengurangan  pemakaian kaca menjadi 10,5% dari luas dinding pada dinding sisi Barat. Dari hasil simulasi setelah dilakukan perbaikan pada dinding sisi Barat, didapatkan nilai Total OTTV sebesar 32,9795 W/m2 sehingga Gedung Diklat PMI Provinsi Jawa Tengah memenuhi syarat bangunan hemat energi berdasarkan SNI 03-6389-2011.Kata Kunci: Selubung Bangunan, Kaca, OTTV
SOUNDSCAPE KAWASAN: EVALUASI RUANG BERKELANJUTAN Nur Rahmawati Syamsiyah; Atyanto Dharoko; Sentagi Sesotya Utami
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 3, No 1 (2019): Jurnal Arsitektur ARCADE Maret 2019
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1041.613 KB) | DOI: 10.31848/arcade.v3i1.181

Abstract

Abstract: The density of major cities in Indonesia is the impact of the rapid development of the population. Increasing the population as well as their welfare make the residential and traffic environment in urban areas less healthy. Noisy, and air quality as the main indicators that can be felt to be very disturbing to the human environment. The sound quality perspective is one that is overlooked. Even though the government of the Republic of Indonesia has issued standard noise levels in Kep-48 / MENLH / 11/1996, evaluation and control of reality in the field is still lacking. The soundscape approach that is very concerned about the environment as a resource will be the most effective when applied in urban and regional planning. This paper aims to explore how sound impacts in providing an auditory experience in open space through a soundscape approach with case studies of open space or the court of the Great Mosque of Yogyakarta. This case can be an example of implementing a strategy to create peace of space in the midst of the hustle and bustle of the city. On the other hand soundscaping techniques become the needs of every city to do, and in particular there must be a spatial pattern that unites and adapts to each other between buildings, open spaces, vegetation, water elements and activities, so that the sustainability of a comfortable and calm space will last long. Keywords: space sustainability; noise; auditory experience; soundscapeAbstrak: Kepadatan kota-kota besar di Indonesia merupakan dampak perkembangan penduduk yang begitu cepat meningkat. Peningkatan jumlah penduduk sekaligus kesejahteraan mereka membuat lingkungan pemukiman dan lalu lintas di perkotaan semakin kurang sehat. Bising, dan kualitas udara sebagai indikator utama yang dapat dirasakan sangat mengganggu lingkungan hidup manusia. Perspektif kualitas suara adalah salah satu yang terabaikan. Sekalipun pemerintah Republik Indonesa sudah mengeluarkan baku tingkat kebisingan dalam Kep-48/MENLH/11/1996, namun evaluasi dan kontrol terhadap kenyataan di lapangan masih kurang dilakukan. Pendekatan soundscape yang sangat memperhatikan lingkungan sebagai sumber daya akan menjadi yang paling efektif bila diterapkan dalam perencanaan kota dan kawasan. Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana dampak suara dalam memberikan pengalaman auditory dalam ruang terbuka melalui pendekatan soundscape dengan studi kasus kawasan ruang terbuka atau pelataran Masjid Agung Yogyakarta. Kasus ini dapat menjadi contoh penerapan strategi menciptakan ketenangan ruang di tengah hiruk pikuk kota. Di sisi lain teknik soundscaping menjadi kebutuhan setiap kota untuk dilakukan, dan secara khusus harus ada pola spasial yang menyatukan dan saling menyesuaikan antara bangunan, ruang terbuka, vegetasi, unsur air dan aktifitas, sehingga keberlanjutan ruang kawasan yang terkondisi nyaman dan tenang akan bisa bertahan lama.Kata Kunci: keberlanjutan ruang; kebisingan; pengalaman auditory; soundscape
PENERAPAN TEMA PANOPTICON ARCHITECTURE DALAM MERANCANG LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA SIMALUNGUN Aulia, Dwira Nirfalini; BR Perangin-Angin, Cynthia Adelina
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 3, No 1 (2019): Jurnal Arsitektur ARCADE Maret 2019
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1547.978 KB) | DOI: 10.31848/arcade.v3i1.96

Abstract

Abstract: Pematang Raya is the new capital city of Simalungun Regency, North Sumatera, Indonesia which used to be seated in Pematangsiantar. This capital city was formed on June 23rd, 2008 and some of the government institutions of Simalungun Regency have already been seated at Pematang Raya. As an example, The Regency Police of Simalungun and the District Military Command of Simalungun, which are one of the legal institutions, have already been seated at Pematang Raya while the District Court IB of Simalungun and the District Attorney of Simalungun are still seated at Pematangsiantar. JR Saragih, who is the regent of Simalungun Regency, is eager to move the seat of the District Court IB of Simalungun and the District Attorney of Simalungun to Pematang Raya. Simalungun Regency does not have any penitentiary until this day. That is why the inmates who get terms at the District Court IB of Simalungun are sent to Pematangsiantar Penitentiary. Researchers identify the need of Simalungun Regency to increase the strength of the legal institutions in Simalungun Regency by designing a penitentiary. As an addition, the penitentiaries in Indonesia are getting worse time by time. Analysis and concepts of this design are using the interpretation of Panopticon Architecture which emphasizes a maximum supervision to the penitentiary.Keywords: Simalungun, Panopticon Architecture, PenitentiaryAbstrak: Pematang Raya merupakan Ibukota baru Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Indonesia yang dulunya adalah Pematangsiantar. Pematang Raya dibentuk pada tanggal 23 Juni 2008 dan beberapa institusi kepemerintahannya sudah berkedudukan di Pematang Raya. Sebagai contoh, Polres Simalungun dan KODIM Simalungun merupakan salah satu dari instansi hukum Kabupaten Simalungun yang sudah berkedudukan di Pematang Raya, sedangkan Pengadilan Negeri Kelas IB Simalungun dan Kejaksaan Negeri Simalungun masih berkedudukan di Pematangsiantar sampai saat ini. Bupati Kabupaten Simalungun, JR Saragih, berkeinginan untuk memindahkan Pengadilan Negeri Kelas IB Simalungun dan Kejaksaan Negeri Simalungun dari Pematangsiantar ke Pematang Raya agar terciptanya instansi hukum yang kuat di Kabupaten Simalungun, Sampai saat ini, Kabupaten Simalungun tidak memiliki UPT Pemasyarakatan. WBP yang mendapat vonis hukum di Pengadilan Negeri Kelas IB Simalungun dititipkan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pematangsiantar. Penulis mengidentifikasi kebutuhan Kabupaten Simalungun untuk meningkatkan kuatnya institusi hukumnya dengan merancang sebuah Lembaga Pemasyarakatan. Ditambah lagi, keadaan Pemasyarakatan di Indonesia kian memburuk. Dengan demikian, penulis menggunakan interpretasi tema Panopticon Architecture dalam analisis dan konsep rancangan yang menekankan kepada pengawasan yang maksimal di Lembaga Pemasyarakatan.Kata Kunci: Simalungun, Panopticon Architecture, Lembaga Pemasyarakatan
ANALISIS KONFIGURASI RUANG PONDOKAN MAHASISWA DI KAWASAN TAMAN HEWAN BALUBUR - TAMANSARI, BANDUNG Asep Yudi Permana; Karto Wijaya
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 3, No 1 (2019): Jurnal Arsitektur ARCADE Maret 2019
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1882.602 KB) | DOI: 10.31848/arcade.v3i1.209

Abstract

Abstract: In simple terms, space can be interpreted as a container of activity. The complexity of an urban environment begins with a variety of activities which then affect the arrangement of space. The variety of activities requires an effective and efficient space configuration that is determined by the formation of spatial structures. As part of a configuration, space is not only a node, but also a path or path that is generally public. This node and path connects the fields and binds them in a relationship system (lingkage system). The research method uses a space configuration analysis approach through calculation of total depth, mean depth, and RA. Next is a descriptive analysis. The research parameters consisted of: connectivity, integrity, intelligibility, and axial line. The results of the study showed that space configuration occurred resulting in 7 (seven) spatial configurations.Keyword: Connectivity, integrity, intelligibility, lingkageAbstrak: Secara sederhana, ruang dapat diartikan sebagai wadah aktivitas. Kompleksitas yang dimiliki lingkungan perkotaan dimulai dengan beragamnya aktivitas yang kemudian berdampak pada susunan ruang. Beragamnya aktivitas membutuhkan konfigurasi ruang yang efektif dan efisien yang ditentukan dari pembetukan struktur ruang. Sebagai bagian darisebuah konfigurasi, ruang tidak hanya berbentuk node, tetapi juga path atau jalur yang umumnya bersifat publik. Node dan path ini menghubungkan lahan-lahan dan mengikatnya dalam suatu sistem hubungan (lingkage system). Metode penelitian menggunakan pendekatan analisis konfigurasi ruang melalui perhitungan total depth, mean depth, dan RA. Selanjutnya dilakukan analisis deskriptif. Parameter penelitian terdiri dari: cennectivity, integrity, intelligibility, dan axial line.  Hasil penelitian menunjukkan konfugiransi ruang yang terjadi menghasilkan 7 (tujuh) konfigurasi ruang.Kata Kunci: Konektivitas, integritas, kejelasan, keterkaitan
TANTANGAN MEMBANGUN DI LAHAN RTH (KAJIAN TATA RUANG PEMBANGUNAN EDUTORIUM DI EDUPARK UMS) Indrawati Indrawati; Alfa Febela Priatmono; Nurhasan Nurhasan
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 3, No 1 (2019): Jurnal Arsitektur ARCADE Maret 2019
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (512.676 KB) | DOI: 10.31848/arcade.v3i1.191

Abstract

Abstract: The objective of this paper is the approval of the development of Edutorium on Edupark land which has been designated as RTH on the Surakarta City regional planning. This study was presented descriptively using content analysis methods. After being analyzed, conclusions are obtained; (a) The UMS must obtain permission from the Surakarta City Government to obtain Edupark land; (B) If UMS agrees to permit the construction of Edutorium with a simple building category and has an open land of at least 70%, it is expected that permit will be issued so on. But if Edupark has a building character is not simple and important for the environment, the management of permit for more than 4 months; (c) If no open space rules are accepted, the permit is not issued; (d) UMS has a significant opportunity to submit a request for changes in Edupark's land function through the regional planning revision process. This revision process estimates 1 to 2 years; (e) if UMS applies the green concept of public space in Edutorium buildings, it is truly one of the advantages of UMS in applying Islamic architecture. Based on the conclusions above, the following are recommended: (1) Requirement documents and development permits need to be approved before construction is carried out in the field; (2) In order to be more flexible, this year, the approved UMS immediately requested a change in Edupark from green open space to a cultivation area (yellow); and (3) Before the Edutorium is built, the fulfillment of convention needs can be done by using convention buildings around the UMS. Keywords: Green Open Space, Spatial Planning, UMSAbstrak: Tulisan ini bertujuan memahami regulasi pembangunan Edutorium  di lahan Edupark yang telah ditetapkan sebagai RTH dalam RTRW Kota Surakarta. Penelitian ini dipaparkan secara deskriptif menggunakan metode analisis konten. Setelah dianalisis diperoleh kesimpulan; (a) UMS harus mendapat ijin dari Pemkot Surakarta untuk memanfaatkan lahan Edupark; (b) Jika UMS mengajukan ijin pembangunan Edutorium dengan kategori bangunan sederhana serta memiliki lahan terbuka minimal 70%, diperkirakan IMB terbit dalam waktu dekat. Namun jika Edupark memiliki karakter bangunan tidak sederhana serta berdampak penting bagi lingkungan, pengurusan IMB memakan waktu lebih dari 4 bulan; (c) Jika tidak mengikuti kaidah-kaidah RTH, dimungkinkan IMB tidak akan terbit; (d) UMS memiliki peluang cukup besar untuk mengajukan permohonan perubahan fungsi lahan Edupark melalui proses revisi RTRW. Proses revisi RTRW diperkirakan 1 hingga 2 tahun; (e) jika UMS menerapkan konsep public space yang hijau pada bangunan Edutorium, sesungguhnya merupakan salah satu kelebihan UMS dalam mengaplikasikan arsitektur Islam. Berdasarkan kesimpulan di atas, direkomendasikan beberapa hal berikut: (1) Dokumen persyaratan dan perijinan pembangunan perlu dipenuhi sebelum dilakukan pembangunan di lapangan; (2) Agar lebih fleksibel, pada tahun ini UMS sebaiknya segera  mengajukan permohonan perubahan fungsi lahan Edupark dari RTH (hijau) menjadi kawasan budidaya (kuning); dan (3) Sebelum Edutorium terbangun, pemenuhan kebutuhan konvensi dapat dilakukan dengan menyewa gedung-gedung konvensi yang ada di sekitar UMS. Kata Kunci: RTH, Tata Ruang, UMS
EVALUASI TINGKAT PENCAHAYAAN RUANG BACA PADA PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS BUDI LUHUR, JAKARTA Sri Kurniasih; Oki Saputra
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 3, No 1 (2019): Jurnal Arsitektur ARCADE Maret 2019
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31848/arcade.v3i1.136

Abstract

Abstract: The arrangement of architectural light, including natural and artificial, is the ability that is expected to be mastered by the architect because light plays an important role, both in terms of security, health, comfort, and visual aesthetics of buildings.  The existence of libraries in the world of education is highly prioritized, especially at a university to support learning and teaching activities so that the existence of the library should be the center of attention. The library is one of the workplaces where most activities rely heavily on the eyes, therefore good lighting in the library room will improve work comfort for employees and students. Based on SNI 03-6197-2000 concerning Energy Conservation in Lighting Systems, the average lighting level in library reading rooms is 300 lux. This research was carried out with the main objective was to find out the level of lighting in the reading room of the Budi Luhur University library and its compatibility with SNI. The research method used is a quantitative method by reading literature relating to natural lighting, field observation, measuring with a light meter tools. The scope of this research is the level of lighting in the library reading room. The results of this study indicate that the average value of lighting intensity or strong lighting naturally in the library reading room on the 2nd floor is 272 lux, and the library reading room on the 3rd floor is 663 lux. Based on SNI 03-6197-2000 concerning Energy Conservation in the Lighting System, the lighting of the library reading room on the 2nd floor does not meet the standard, while the average value of natural lighting intensity in the reading room on the 3rd floor exceeds the standard and will cause other problems, namely glare which can interfere with the convenience of library users. Keyword: daylighting, illumination, libraryAbstrak: Penataan cahaya arsitektural, meliputi alami dan buatan merupakan kemampuan yang diharapkan dikuasai oleh arsitek karena cahaya memegang peranan penting, baik dari segi keamanan, kesehatan, kenyamanan, maupun estetika visual bangunan. Keberadaan perpustakaan pada dunia pendidikan sangatlah diutamakan, terlebih lagi pada sebuah Universitas untuk mendukung kegiatan belajar dan mengajar maka sudah semestinya keberadaan perpustakaan menjadi pusat perhatian. Perpustakaan merupakan salah satu tempat kerja yang sebagian besar kegiatan sangat mengandalkan mata. Oleh sebab itu pencahayaan yang baik di ruang perpustakaan akan meningkatkan kenyamanan dalam bekerja bagi karyawan dan mahasiswa. Berdasarkan SNI 03-6197-2000 tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan, tingkat pencahayaan rata-rata pada ruang baca perpustakaan adalah 300 lux. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama adalah mengetahui tingkat pencahayaan pada ruang baca perpustakaan Universitas Budi Luhur dan kesesuaiannya dengan SNI. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan membaca literatur yang berkaitan dengan pancahayaan alami, observasi lapangan, melakukan pengukuran dengan alat luxmeter. Lingkup penelitian ini adalah tingkat pencahayaan pada ruang baca perpustakaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata intensitas pencahayaan atau kuat penerangan secara alami pada ruang baca perpustakaan di lantai 2 adalah sebesar 272 lux dan pada ruang baca perpustakaan di lantai 3 sebesar 663 lux. Berdasarkan SNI 03-6197-2000 tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan, pencahayaan ruang baca perpustakaan di lantai 2 belum memenuhi stadar, sedangkan nilai rata-rata intensitas pencahayaan alami pada ruang baca lantai 3 melebihi standar dan akan menimbulkan permasalahan lainnya yaitu terjadinya silau (glare) yang dapat mengganggu kenyamanan pengguna perpustakaan.Kata Kunci: Pencahayaan Alami, Intensitas Pencahayaan, Perpustakaan 
KAJIAN PENCAHAYAAN ALAMI RUANG BACA PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS INDONESIA Fajar Dewantoro; Wahyu Setia Budi; Eddy Prianto
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 3, No 1 (2019): Jurnal Arsitektur ARCADE Maret 2019
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31848/arcade.v3i1.162

Abstract

Abstract: An architectural work can be seen in terms of benefits for the community where it can provide something to support life and advance the development of the surrounding environment. In this case the case study raised was at the University of Indonesia Library, where the library was very supportive of students on campus and outside the campus.The problem discussed in this study is reviewing a tropical architectural work applied to the library, and want to know how the concept affects natural lighting in the University of Indonesia's library reading room. The study also aims to evaluate how much light intensity is in the reading room of the University of Indonesia library. In this study the method used describes and reviews all other data and information, from direct or indirect observation. This analysis uses quantative analysis by comparing the existing conditions in the field with the study and information obtained from the literature. Based on the research, it was found that in some reading room areas that had natural enlightenment, there were recommendations that were in accordance with the standards and were not yet appropriate. Therefore some additional studies are needed in designing lighting. This research is expected to provide input on natural lighting of a building that is calculated using assisted software or measuring instruments in the field.Keyword: UI Library, Reading Room, Natural Lighting.Abstrak: Suatu karya arsitektur itu dapat dilihat dari segi manfaat bagi masyarakat dimana dapat memberikan sesuatu untuk menunjang kehidupan dan memajukan pembangunan lingkungan sekitar. Dalam hal ini studi kasus yang diangkat adalah pada Perpustakaan Universitas Indonesia, dimana perpustakaan ini sangat menunjang mahasiswa dalam kampus maupun luar kampus.Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu mengkaji sebuah karya arsitektur tropis diterapkan pada perpustakaan, serta ingin diketahui bagaimana pengaruhnya konsep tersebut terhadap pencahayaan alami di ruang baca perpustakaan Universitas Indonesia tersebut. Penelitian ini juga bertujuan mengevaluasi seberapa besar intensitas cahaya pada ruang baca perpustakaan Universitas Indonesia. Pada penelitian ini metode yang digunakan menguraikan dan mengkaji semua data dan informasi lain, dari observasi langsung maupun tidak langsung. Analisa ini menggunakan analisa kuantatif dengan membandingkan antara keadaan yang ada dilapangan dengan kajian dan informasi yang didapat dari literatur. Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa pada beberapa area ruang baca yang mendapatkan pencahyaan alami, terdapat penchayaan yang sudah sesuai dengan standar dan belum sesuai. Oleh sebab itu diperlukan beberapa pengkajian tambahan dalam mendesain pencahayaan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai pencahayaan alami sebuah bangunan yang dihitung menggunakan software berbantu atau alat ukur di lapangan.Kata Kunci: Perpustakaan UI, Ruang Baca, Pencahayaan Alami.
PENGEMBANGAN DESA WISATA BATIK DI DESA PUNGSARI KABUPATEN SRAGEN JAWA TENGAH Handayani Dwi Ambarwati; Setiawan Wisnu
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 3, No 1 (2019): Jurnal Arsitektur ARCADE Maret 2019
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (633.811 KB) | DOI: 10.31848/arcade.v3i1.196

Abstract

Abstract: Pungsari Village is a center for batik craftsmen who have long held the title of tourism villages in Sragen Regency. The title of this tourist village is one of the starting points for the growth of the creative economy embryo. These strategies make the environment something important and environmentally sound. In fact, the strategy has been programmed by the Ministry of Village with the theme of Development of Green Tourism Village in 2017. The program scenario has not used a development strategy that slogan "village build". For example, the development scenario does not yet entirely cover the village, such as: markets, settlements, rice fields, creative industries, and local socio-culture. Therefore, this article is intended to discuss aspects that can be done to develop Pungsari Tourism Village. This research is one of several definitions that can support the development of the village area. Furthermore, these parameters are to increase the tourism potential of tourist villages. This classification will be the basis for developing an environmentally sound rural area. Based on the results of this study, Pungsari Village has grouped characters into four additional clusters: socio-economic clusters, cultural-cultural clusters, residential clusters, and integrated development clusters.Keyword: Creative Economy; Scenario of Tourism Village Development; Planning ClusterAbstrak: Desa Pungsari merupakan sentra pengrajin batik yang telah lama memiliki gelar sebagai desa wisata di Kabupaten Sragen. Gelar desa wisata ini merupakan salah satu titik awal tumbuhnya embrio ekonomi kreatif. Strategi ini berpotensi sebagai penyerapan sumber daya lokal yang bersifat padat karya dan berwawasan lingkungan. Bahkan sebenarnya, strategi tersebut sudah diprogramkan Kementerian Desa dengan tema Pengembangan Desa Wisata Hijau pada tahun 2017. Skenario program tersebut belum mengacu pada strategi konsep pengembangan yang berslogan “desa membangun”. Sebagai contoh, skenario pengembangan belum seluruhnya mencakup potensi desa tersebut, seperti antara lain: pasar, permukiman, persawahan, industri kreatif batik, dan sosial-budaya setempat. Oleh karena itu, tulisan ini bermaksud untuk mendiskusikan aspek-aspek strategis yang dapat dilakukan untuk mengembangkan Desa Wisata Pungsari. Penelitian ini berangkat dari definisi variabel atau parameter yang dapat mendukung skema pengembangan kawasan desa tersebut. Selanjutnya, parameter tersebut digunakan untuk menyusun klasifikasi potensi desa wisata. Klasifikasi ini akan menjadi landasan pengembangan kawasan desa yang berwawasan lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, Desa Pungsari mempunyai karakter yang terkelompok menjadi empat kluster diantaranya : kluster sosial-ekonomi, kluster pendidikan-budaya, kluster pemukiman, dan kluster pengembangan terpadu.Kata Kunci: Ekonomi Kreatif; Skenario Pengembangan Desa Wisata; Kluster Perencanaan
PENGARUH ELEMEN SIRKULASI TERHADAP AKSESIBILITAS PASIEN DENGAN ALAT BANTU GERAK PADA RUMAH SAKIT (Studi Kasus: Rumah Sakit Ortopedi Prof. DR. R. Soeharso, Surakarta) Mahmudah Sukma Suci; Bambang Setioko; Edward E. Pandelaki
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 3, No 1 (2019): Jurnal Arsitektur ARCADE Maret 2019
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (426.875 KB) | DOI: 10.31848/arcade.v3i1.153

Abstract

Abstract: All citizens, both normal and those with special needs such as the elderly and disabled people has equal rights. Nowadays, many public facilities are still not friendly to the elderly and disabled. In Surakarta, there is already a regulation that exist to help elderly and disabled people. An orthopedic hospital is located in Surakarta that is built for for residents with special movement needs. Circulation elements are one of the important components for hospitals that are related to patient’s accessibility.This study aimed to determine whether there is an influence and how the influence of circulation elements on accessibility for patients with movement aids in orthopedic hospitals in Surakarta. A rationalistic quantitative method and descriptive analysis were used in this study. Data were analyzed with a simple linear test using SPSS.This study concluded that there were influences of circulation elements on the accessibility of patients with movement aids in orthopedic hospital Surakarta and the circulation elements had a positive effect on accessibility. The better the circulation elements, the better the accessibility. The most influential aspect of the circulation element to accessibility was the form of the circulation space. The accessibility aspect that was most influenced by circulation elements was visual accessibility. The biggest influence between aspects was found in the entrance aspect to visual accessibility.Keyword: circulation elements, accessibility, patients with movement aidsAbstrak: Persamaan hak bagi seluruh warga baik yang normal maupun yang memiliki kebutuhan khusus seperti lansia dan kaum difabel merupakan suatu keharusan. Dewasa ini masih banyak fasilitas publik yang belum ramah terhadap kaum lansia dan difable. Di kota Surakarta sendiri telah diatur perda yang diperuntukkan bagi kaum difable dan lansia. Di kota ini terdapat rumah sakit ortopedi yang diperuntukan bagi warga dengan kebutuhan gerak khusus. Elemen sirkulasi merupakan salah satu komponen yang penting bagi rumah sakit yang berhubungan dengan aksesibilitas bagi pasien.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh dan bagaimana pengaruh elemen sirkulasi terhadap aksesibilitas bagi pasien dengan alat bantu gerak di rumah sakit ortopedi di Surakarta. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif rasionalistik dan menggunakan analisis deskriptif. Analisa data dengan uji regresi linear sederhana dengan software SPSS.Kesimpulan penelitian ini adalah adanya pengaruh elemen sirkulasi terhadapa aksesibilitas terhadap pasien dengan alat bantu gerak di rumah sakit ortopedi di Surakarta dan elemen sirkulasi berpengaruh positif terhadap aksesibilitas. Semakin baik elemen sirkulasi maka semakin baik pula aksesibilitas. Aspek elemen sirkulasi yang paling berpengaruh terhadap aksesibilitas adalah bentuk ruang sirkulasi. Aspek aksesibilitas yang paling dipengaruhi oleh elemen sirkulasi adalah aksesibilitas visual. Pengaruh terbesar antar aspek ditemukan pada aspek pintu masuk terhadap aksesibilitas visual.Kata Kunci: : elemen sirkulasi, aksesibilitas, pasien pengguna alat bantu gerak

Page 1 of 2 | Total Record : 14