Claim Missing Document
Check
Articles

Found 40 Documents
Search

KAWASAN CIGONDEWAH TERKAIT SARANA PRASARANA LINGKUNGAN TERBANGUN SEBAGAI KAWASAN WISATA TEKSTIL DI KOTA BANDUNG Wijaya, Karto; Permana, Asep Yudi
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 4, No 2 (2017): December
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (769.705 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v4i2.23247

Abstract

Kawasan Cigondewah pada awalnya merupakan kawasan agraris, dan kawasan ini mengalami perkembangan kearah sentra perdagangan kain dan industri tekstil sejak tahun 1960-1976 yang ditandai oleh usaha karung goni oleh masyarakat setempat. Kegiatan ekonomi berbasis home industri ini memberikan kontribusi pendapatan bagi khususnya penduduk setempat, karena tenaga kerja berasal dari sekitar kelurahan Cigondewah sendiri. Mulanya usaha karung goni ini dibeli dari pabrik gula yang kemudian dipasarkan hingga Kawarang dan Banten. Pada tahun 1976 mengalami kejenuhan, yang kemudian masyarakat setempat beralih dari usaha karung goni ke imbah industri (karung plastik dan kain bekas). Pada awal 1997 kawasan cigondewah mampu berperan sebagai sentra perdagangan kain. Sentra ini melayani pembeli-pembeli yang berasal dari Bandung dan sekitasrnya. Bahan baku dari tekstil berasal dari pabrik yang ada di wilayah tersebut, namun sebagian lagi berasal dari Jakarta melalui pelabuhan Tanjung Priok. Kawasan ini dalam RTRW Kota Bandung adalah kawasan industri berwawasan lingkungan. Perkembangan kawasan ini memberikan potensi yang luas terutama dalam pengembangannya sebagai sebuah kawasan yang memiliki produk unggulan/spesialisasi dalam cakupan rencana pengembangan pariwisata Kota Bandung. Penelitian ini merupakan studi penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, di mana melalui pendekatan ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai fakta dan fenomena yang terjadi dilapangan. Berdasarkan hasil analisis penelitian ditemukan potensi dan karakteristik kawasan yang mendukung dalam pengembangan Kawasan Cigondewah sebagai Kawasan Wisata Tesktil di Kota Bandung. Terkait dengan prasarana dan sarana lingkungan ditemukan permasalahan, antara lain: ketersediaan sarana parkir dan jalur pedestrian yang kurang memadai, kondisi kawasan yang belum tertata secara maksimal.Kata-kata Kunci: Lingkungan Terbangun, Perkembangan KawasanCIGONDEWAH AREA RELATED TO ENVIRONMENT BUILT INFRASTRUCTURE FACILITIES AS SENTRA CLOTH IN BANDUNG CITY The Cigondewah area was originally an agrarian area, and the region has been progressing towards the trading center of textile fabrics and industry since 1960-1976 which is marked by the burlap sack by the local community. This home industry-based economic activity contributes the income to the locals in particular, since the labor comes from around Cigondewah urban village itself. Initially, this sack business was purchased from a sugar factory which was then marketed to Kawarang and Banten. In 1976 experienced saturation, which then the local community shifted from the business of burlap sack to industrial waste (plastic bags and used cloth). In early 1997 the cigondewah area was able to serve as a fabric trading center. This center serves buyers who come from Bandung and sekitasrnya. Textile raw materials come from existing factories in the area, but some come from Jakarta through the port of Tanjung Priok. This area in RTRW Bandung is environmentally friendly industrial area. The development of this area provides a wide potential especially in its development as an area that has excellent products / specialization in coverage of tourism development plan of Bandung City. This research is a descriptive research study using a qualitative approach, which through this approach aims to provide an overview of the facts and phenomena that occur in the field. Based on the results of research analysis found the potential and characteristics of the area that supports the development of Cigondewah Area as Tourism Area Tesktil in Bandung. Related to infrastructure and environmental facilities found problems, among others: the availability of parking facilities and pedestrian paths are inadequate, the condition of the area that has not been set up optimally. The Cigondewah area was originally an agrarian area, and the region has been progressing towards the trading center of textile fabrics and industry since 1960-1976 which is marked by the burlap sack by the Keywords: Built Environment, Regional DevelopmentREFERENCESCreswell, J. W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mired. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Hadi, S. P. (2001). Manusia dan Lingkungan. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.Jaya, I. (2007). Pengelolaan Lingkungan Kawasan Wisata Danau Lebo Kecamatan Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat. Universitas Diponegoro.Sudjarto, D. (1985). Diktat Kuliah Perencanaan Kota Baru. Bandung: ITB.Sugandhy, A. (1999). Penataan Ruang dalam Pengelolaan Lingkungan hidup. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.Undang-undang No. 9 tahun 1990. (1990). Undang-undang Republik Indonesia Nomo 9 tahun 1990.Wijaya, K., Setioko, B., & Murtini, T. W. (2015). Pengaruh Perubahan Fungsi Lingkungan Binaan terhadap Citra Kawasan Wisata Tekstil Cigondewah Kota Bandung. Jurnal Arsitektur Komposisi, 11(2), 67–75. Retrieved from ojs.uay.ac.id
Tatanan Teritorial dalam Proses Transformasi Hunian Susanti, Indah Susanti; Komala Dewi, Nitih Indra; Permana, Asep Yudi
Jurnal Arsitektur ZONASI Vol 1, No 1 (2018): Jurnal Arsitektur Zonasi Juni 2018
Publisher : KBK Peracangan Arsitektur dan Kota Program Studi Arsitektur Fakultas Pendidikan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jaz.v1i1.11542

Abstract

Abstrak: Fenomena transformasi pada suatu lingkungan binaan baik dalam skala perkotaan maupun pedesaan merupakan suatu proses dinamis yang perubahannya terjadi secara alami. Transformasi dapat dilihat dari aspek fisik, teritorial, dan budaya, dimana ketiganya memiliki hubungan yang sangat erat yang mempengaruhi satu sama lain. Aspek territorial dalam proses transformasi menjadi bahasan dalam tulisan ini. Tatanan Teritori hunian pada suatu permukiman sangat bergantung pada aktivitas penghuninya. Penghuni rumah disini menjadi suatu agen yang dapat mengontrol ruangnya. Kontrol ruang berupa keputusan bagi siapa saja yang dapat masuk atau keluar ruang dalam suatu teritori dan keputusan yang dapat merubah atau menggeser fungsi ruang yang ada menjadi fungsi lainnya. Transformasi hunian terjadi secara berangsur-angsur ketika suatu kepentingan dan kebutuhan harus dipenuhi. Kegiatan usaha rumah tangga / Home Base Enterprises (HBEs) yang bertumpu pada rumah tangga menjadi salah satu penyebab dari adanya proses transformasi hunian. Kebutuhan akan peningkatan dan keberlanjutan ekonomi mendorong masyarakat untuk melakukan kegiatan HBEs yang sebagian besar menggunakan ruang tempat tinggal untuk kegiatan usaha. Hunian pada permukiman di Kampung Mahmud menjadi studi kasus dalam tulisan ini, yang sebagian besar huniannya digunakan untuk kegiatan usaha pengrajin mebel dan warung kecil (HBEs). Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji dan mengamati struktur teritori dalam proses transformasi hunian pada kegiatan Home Base Enterprises (HBEs), dimana dalam proses transformasinya menyebabkan perubahan penggunaan ruang dan pergeseran wilayah teritori untuk fungsi rumah tinggal dengan fungsi kegiatan usaha.
Kerentanan Bahaya Kebakaran di Kawasan Kampung Kota. Kasus: Kawasan Balubur Tamansari Kota Bandung Permana, Asep Yudi; Susanti, Indah; Wijaya, Karto
Jurnal Arsitektur ZONASI Vol 2, No 1 (2019): Jurnal Arsitektur Zonasi Februari 2019
Publisher : KBK Peracangan Arsitektur dan Kota Program Studi Arsitektur Fakultas Pendidikan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jaz.v2i1.15208

Abstract

Abstract: Fire hazards as one of the disasters that often occur in densely populated areas. The Balubur Tamansari area is one of the urban villages in the city of Bandung, which is a region that has high buildings, population, and activities so that in the event of a fire there will be casualties and material losses. The purpose of this study was to identify the vulnerability of fires in the Balubur Tamansari area of Bandung City. The analysis used uses spatial analysis and fire risk by taking into account the parameters of danger, vulnerability and capacity. The results show that the Balubur Tamansari Kota area..Keywords: fire, danger, vulnerability, capacity.Abstrak: Bahaya kebakaran sebagai salahsatu bencana yang sering terjadi di kawasan padat penduduk. Kawasan Balubur Tamansari merupakan salah satu kampung kota di kota Bandung merupakan kawasan yang mempunyai kepadataan banguna, penduduk, dan aktivitas yang tinggi sehingga jika terjadi kebakaran akan menelan korban jiwa dan kerugian materi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kerentanan kebakaran di kawasan Balubur Tamansari Kota Bandung. Analisis yang digunakan menggunakan analisis keruangan dan risiko kebakaran  dengan memperhitungkan parameter bahaya, kerentanan, dan kapasitas. Hasilnya menunjukan bahwa kawasan Balubur Tamansari Kota.Kata Kunci: kebakaran, bahaya, kerentana, kapasitas. 
Tingkat Kerentanan Bencana pada Sekolah Kasus: Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri di Kota Bandung Rinaldi, Irfan Reihandhiya; Permana, Asep Yudi
Jurnal Arsitektur ZONASI Vol 2, No 1 (2019): Jurnal Arsitektur Zonasi Februari 2019
Publisher : KBK Peracangan Arsitektur dan Kota Program Studi Arsitektur Fakultas Pendidikan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jaz.v2i1.14744

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya mengetahui kerentanan suatu bencana pada bangunan sekolah. Faktor geologi, topografi, lingkungan, dan perencanaan bangunan mempengaruhi terhadap kerentanan bencana. Penyesuaian arah pembangunan maupun penguatan pada bangunan sekolah merupakan upaya pemerintah dalam melindungi sektor pendidikan. Hal ini dituangkan dalam program sekolah aman bencana yang di dalamnya terdapat 3 (tiga) pilar, salah satunya adalah fasilitas sekolah. Fasilitas sekolah ini menjadi faktor penting karena mewadahi pilar yang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kerentanan suatu bencana pada SMK Negeri di Kota Bandung. Keberagaman dan kompleksitas kondisi lingkungan SMK dapat menjadi contoh oleh tingkatan sekolah yang lain. Metode penelitian menggunakan deskriptif kualitatif, dengan subjek penelitian adalah 16 SMK Negeri di Kota Bandung.Hasil penelitian diperoleh bahwa kerentanan bencana yang tertinggi terhadap SMK Negeri di Kota Bandung adalah bencana kebakaran, selanjutnya diikuti secara berturut-turut gempa bumi, banjir, angin putting beliung, dan bencana tanah longsor. This research is motivated by the importance of knowing the vulnerability of a disaster in school buildings. Geological, topographic, environmental, and building planning factors affect the vulnerability of disasters. Adjustment of the direction of development and strengthening in school buildings is the government's efforts in protecting the education sector. This is stated in a disaster-safe school program in which there are 3 (three) pillars, one of which is a school facility. This school facility becomes an important factor because it accommodates the other pillars. This study aims to identify the vulnerability level of a disaster at Public Vocational High School in Bandung. The diversity and complexity of Vocational High School environment conditions can be an example by other school levels. This research type is descriptive qualitative, with subject of research is 16 Public Vocational High School in Bandung City. The results of research shows that the highest disaster vulnerability to Public Vocational High School in Bandung is a fire disaster, followed by successive earthquake, flood, tornado, and landslide.
PENGEMBANGAN DESAIN MICRO HOUSE DALAM MENUNJANG PROGRAM NET ZERO ENERGY BUILDINGS (NZE-Bs) Permana, Asep Yudi; Wijaya, Karto; Nurrahman, Hafiz; Permana, Aathira Farah Salsabilla
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Arsitektur ARCADE Maret 2020
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1210.274 KB) | DOI: 10.31848/arcade.v4i1.424

Abstract

Abstract: Energy efficiency is a top priority in design, because design errors that result in wasteful energy will impact operational costs as long as the building operates. The opening protection in the facade should be adjusted according to their needs, for optimum use of sky light. Inhibiting the entry of solar heat into the room through the process of radiation, conduction or convection, optimum use of sky light and efforts to use building skin elements for shading are very wise efforts for energy savings. House construction planning must be careful and consider many things, including: physical potential. Physical potential is a consideration of building materials, geological conditions and local climate. Related to the issue of global warming that occurs in modern times, climate is a major consideration that needs to be resolved.The purpose of building design, especially in residential homes aims to create amenities for its inhabitants. Amenities are achieved through physical comfort, be it spatial comfort, thermal comfort, auditory comfort, or visual comfort.Energy waste is also caused by building designs that are not well integrated and even wrong and are not responsive to aspects of function, and climate. This is worsened by the tendency of the designers to prioritize aesthetic aspects (prevailing trends). The issue of green concepts and energy consumption efficiency through the Net Zero-Energy Buildings (NZE-Bs) program from the housing sector as a response to tackling global warming is already familiar in Indonesia, although its application has not yet been found significantly. Green concepts offered by housing developers are often merely marketing tricks and are not realized and grow the responsibility of the residents to look after them. Due to the lack of understanding of the green concept, housing developers tend to offer more a beautiful and green housing environment, not the actual green concept.Keyword: Socio-culture, Energy efficiency, Energy consumption, Environment. The green conceptAbstrak: Efisiensi energi merupakan prioritas utama dalam disain, karena kesalahan disain yang berakibat boros energi akan berdampak terhadap biaya opersional sepanjang bangunan tersebut beroperasi. Pelindung bukaan pada fasade sebaiknya dapat diatur sesuai kebutuhannya, untuk pemanfaatan terang langit seoptimal mungkin. Penghambatan masuknya panas matahari kedalam ruangan baik melalui proses radiasi, konduksi atau konveksi, pemanfaatan terang langit seoptimal mungkin serta upaya pemanfaatan elemen kulit bangunan untuk pembayangan merupakan upaya yang sangat bijaksana bagi penghematan energi. Perencanaan pembangunan rumah harus cermat dan mempertimbangkan banyak hal, antara lain: potensi fisik. Potensi fisik adalah pertimbangan akan bahan bangunan, kondisi geologis dan iklim setempat. Terkait dengan isu pemanasan global yang terjadi pada masa modern ini, iklim menjadi sebuah pertimbangan utama yang perlu diselesaikan.Tujuan desain bangunan khususnya pada rumah tinggal bertujuan menciptakan amenities bagi penghuninya. Amenities dicapai melalui kenyamanan fisik, baik itu spatial comfort, thermal comfort, auditory comfort, maupun visual comfort.Pemborosan energi juga disebabkan oleh desain bangunan yang tidak terintegrasi dengan baik bahkan salah dan tidak tanggap terhadap aspek fungsi, serta iklim. Hal tersebut diperparah yang kecenderungan para perancang lebih mementingkan aspek estetis (tren yang berlaku). Isu konsep hijau dan efisiensi konsumsi energi melalui program Net Zero-Energy Buildings (NZE-Bs) dari sektor perumahan sebagai respon untuk menanggulangi pemanasan global sudah tidak asing di Indonesia, walaupun penerapannya masih belum dapat ditemukan secara signifikan. Konsep hijau yang ditawarkan oleh pengembang perumahan seringkali hanya sebagai trik pemasaran belaka dan tidak diwujudkan serta ditumbuhkan tanggung jawab para penghuni untuk menjaganya. Akibat minimnya pemahaman mengenai konsep hijau tersebut, para pengembang perumahan cenderung lebih banyak menawarkan lingkungan perumahan yang asri dan hijau, bukan konsep hijau yang sebenarnya.Kata Kunci: Sosio-kultur, Efisiensi Energi, Konsumsi energi, Lingkungan, Konsep Hijau
IDENTITAS KAWASAN KAMPUNG PARALON DI PERMUKIMAN PADAT MELALUI KONSEP ECOVILLAGE Studi Kasus: Kampung Paralon Desa Bojongsoang Kabupaten Bandung Wijaya, Karto; Wibowo, Heru; Permana, Asep Yudi
Jurnal Arsitektur ZONASI Vol 2, No 3 (2019): Jurnal Arsitektur Zonasi Oktober 2019
Publisher : KBK Peracangan Arsitektur dan Kota Program Studi Arsitektur Fakultas Pendidikan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jaz.v2i3.19873

Abstract

Abstract: Architecture as one of the fields that cannot be separated from how to process space is very appropriate in supporting the Eco Village program because the conception of space in the field of architecture has a three-dimensional conception. Through understanding the concept of three-dimensional space with limited land owned by each citizen does not mean that the community cannot cultivate their land into productive land, namely making agricultural land (agriculture). This makes observers interested in researching villages that have long been built, but are now blocked by housing that was once an empty space (in this case rice fields) in Bojongsoang Village, Bojongsoang District, Bandung Regency as a form of observer participation in developing an urban farming approach to achieving sustainability (sustainable). The purpose of this study was to find out which Eco Village models exist in the region Paralon Village as an Eco-Architecture concept in supporting the development of Sustainable City, as one of the eco-architecture models in urban villages by utilizing the land and space of each community member. Keywords: Eco Village; Sustainable City; Settelment Abstrak: Arsitektur sebagai salah satu bidang yang tidak dapat dipisahkan dari cara mengolah ruang sangat tepat dalam mendukung program Eco Village karena konsepsi ruang dalam bidang arsitektur memiliki konsepsi tiga dimensi. Melalui pemahaman konsep ruang tiga dimensi dengan lahan terbatas yang dimiliki oleh setiap warga negara tidak berarti bahwa masyarakat tidak dapat mengolah lahan mereka menjadi lahan produktif, yaitu membuat lahan pertanian (pertanian).Hal ini membuat para pengamat tertarik meneliti desa-desa yang telah lama dibangun, tetapi sekarang dihambat oleh perumahan yang dulunya merupakan ruang kosong (dalam hal ini sawah) di Desa Bojongsoang, Kabupaten Bojongsoang, Kabupaten Bandung sebagai bentuk partisipasi pengamat dalam mengembangkan suatu pendekatan urban farming untuk mencapai keberlanjutan (sustainable).Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui model Eco Village yang ada di wilayah Desa Paralon sebagai konsep Eco-Architecture dalam mendukung pengembangan Kota Berkelanjutan, sebagai salah satu model eco-architecture di desa-desa perkotaan dengan memanfaatkan lahan dan ruang dari setiap anggota komunitas.Kata kunci: Desa Ramah Lingkungan; Kota Berkelanjutan; Permukiman
The Instrumental Framework to Measuring Environmental Awareness Kencanasari, R. A. Vesitara; Surahman, Usep; Permana, Asep Yudi
INVOTEC Vol 15, No 2 (2019)
Publisher : Faculty of Technological and Vocational Education-Universitas Pendidikan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/invotec.v15i2.19638

Abstract

Environmental awareness needs to be increased because it plays an important role for the survival of life. To find out the level of public awareness of the environment it is necessary to conduct a workshop or environmental awareness training. The purpose of this study is to identify and generate an instrument indicator to measure the environmental awareness. This article looks at a variety of relevant literature in order to explore the aspects that must be present In the instrument to measuring the environmental awareness level. The literature study results are obtained the aspects that must have to consist of two aspects namely pro-environment and not pro-environment, in which indicators are made from the start of knowledge, attitudes and behavior. The implication of this literature review is to provide information and recommend a set of a framework to academics in making instruments measuring the level of public awareness of the environment.
MORPHOLOGY OF URBAN SPACE: Model of Configuration using Logic of Space (LoS) Theory in densely populated of Bandung City Permana, Asep Yudi; Susanti, Indah; Dewi, Nitih Indra Komala; Wijaya, Karto
Journal of Architectural Research and Education Vol 1, No 1 (2019): Journal of Architectural Research and Education April 2019
Publisher : Universitas Pendidikan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (579.34 KB) | DOI: 10.17509/jare.v1i1.15586

Abstract

A city through the years is always growing and developing along with the development of a variety of urban activities. One of the triggers of the development is the city residents. The increase in population resulted in increasingly high demand for settlement. Moreover, the surge in population also occurred in Bandung city, where one of the changes in the use of space is visible in Taman Hewan Balubur-Tamansari. This area is growing and changing from being a compact place to a solid kampong with an extensive use of space. The purpose of this research basically was to reveal the configuration and the visibility of the changes that occurred as well as examine what factors that caused the occurrence of a change in the use of space function in Taman Hewan Balubur-Tamansari in Bandung. Research used a descriptive approach. As for data collection, this study used questionnaire and analysis with LoS (Logic of Space) theory.This study addressed the thought (value system) of the community based on empirical phenomena in the education area of the settlements that are located in the major cities of Indonesia, which was then analyzed in inductive and qualitative ways. Through a qualitative research method using grounded theory, the study was expected to contribute to the vocabulary knowledge of space theory in addressing the urban density of the urban space as the impact of urbanization and student migration. Moreover, research aimed to enrich the theory about the local cultural values settled in the area of education in major cities of Indonesia, where the findings of the local theory eventually provide the realization that the value spaces for people living in the neighborhoods of the city is not only for quantitative aspects, but also for the concept of the basis theory of spaces in the city. All this time, the architectural space theory is always used to the idea of space based on the theory from the West.
SETTLEMENT PATTERN OF THE VILLAGE OF DAYEUH LUHUR, SUMEDANG Wijaya, Karto; Permana, Asep Yudi
Journal of Architectural Research and Education Vol 2, No 1 (2020): Journal of Architectural Research and Education
Publisher : Universitas Pendidikan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (649.613 KB) | DOI: 10.17509/jare.v2i1.24292

Abstract

The village of Dayeuh Luhur, Ganeas District, Sumedang is a village located on a mountain. This village has a close relationship with the history of the Kingdom of Sumedang Larang, which at that time was in conflict with the Sultanate of Cirebon. King Sumedang Larang ordered to move the royal government to a safer place, namely Mount Rengganis (now called Desa Dayeuh Luhur). Over time, this place developed into a settlement that was visited by tourists. This village has a pilgrimage destination which is the tomb of King Sumedang Larang and other royal heritage sites. The purpose of this study was to determine the characteristics of mountain settlement patterns and environmental forming factors in the village of Dayeuh Luhur. The research method used is a qualitative descriptive approach. The results of this study can also be a good reference for policy makers and the preservation of living culture, architecture and ordinary people. Keywords – Settlement patterns, mountainous areas, pilgrimage tours.
KONFIGURASI RUANG BERDASARKAN KUALITAS KONEKTIVITAS RUANGAN DALAM PERANCANGAN KANTOR: SPACE SYNTAX ANALYSIS Permana, Asep Yudi; Permana, Aathira Farah Salsabilla; Andriyana, Deka
Jurnal Arsitektur ZONASI Vol 3, No 2 (2020): Vol. 3 No. 2 (2020): Jurnal Arsitektur Zonasi Juni 2020
Publisher : KBK Peracangan Arsitektur dan Kota Program Studi Arsitektur Fakultas Pendidikan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jaz.v3i2.25893

Abstract

Abstract: The complexity that occurs in an office is determined by the diversity and intensity of user activity. Connectivity system becomes an important factor to accommodate activities in their work, especially connectivity from private work areas to shared work areas and public services. This study aims to analyze the activities of employees and their connectivity, including the flow of circulation in the office of PT. Haleyora Powerindo after undergoing a re-design and evaluation for 5 months after office operations. Space Syntax Analysis is done to see how changes in behavior and connectivity occur. Data is collected by direct observation and review of secondary sources related to the development and changes that occur in the office. It was concluded that connectivity and permeability in the design of an office require a comfortable circulation area with a range that is not too long between nodes as an observation room with a path as a circulation area.Keywords: Behavior, Space, conectivity, permeability, office. Abstrak: Kompleksitas yang terjadi di dalam sebuah perkantoran ditentukan oleh keragaman dan intensitas aktivitas penggunanya. System konektivitas menjadi faktor penting untuk mengakomodasi kegiatan dalam pekerjaannya, terutama konektivitas dari area kerja pribadi ke area kerja Bersama dan layanan publik. Penelitian ini berutujuan untuk menganalisis aktivitas pegawai dan konektivitasnya termasuk alur sirkulasi di kantor PT. Haleyora Powerindo setelah mengalami re-desain dan dilakukan evaluasi selama 5 bulan pasca operasional kantor. Space Syntax Analysis dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan perilaku dan konektivitas yang terjadi. Data dikumpulkan dengan observasi langsung dan review sumber sekunder yang terkait dengan pengembangan dan perubahan yang terjadi di kantor tersebut. Disimpulkan bahwa konektivitas dan permeabilitas pada rancangan sebuah kantor memerlukan area sirkulasi yang nyaman dengan jangkau yang tidak terlalu panjang antara node sebagai ruang pengamatan dengan path sebagai area sirkulasi.Kata Kunci: Perilaku, Ruang, Konektivitas, Permiabilitas, Kantor