cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Anestesiologi Indonesia
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 23375124     EISSN : 2089970X     DOI : -
Core Subject : Health,
Jurnal Anestesiologi Indonesia (JAI) diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) dan dikelola oleh Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (UNDIP) bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) cabang Jawa Tengah.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 2 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia" : 5 Documents clear
Perbedaan Agregasi Trombosit pada Penderita yang Mendapat Propofol dan Penthotal Arliansah Arliansah; Widya Istanto Nurcahyo; Hariyo Satoto
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 2, No 2 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v2i2.6464

Abstract

Latar belakang: Perdarahan perioperatif merupakan masalah yang sering dihadapi dalam setiap operasi. Penggunaan obat anestesi induksi mempunyai pengaruh menghambat agregasi trombosit. Propofol dan Penthotal mempengaruhi Agregasi Trombosit.Tujuan: Membuktikan perbedaan pengaruh Propofol dan Penthotal terhadap Agregasi Trombosit.Metode: Merupakan penelitian Randomized Clinical Control Trial pada 34 pasien yang menjalani anestesi umum, dibagi menjadi 2 kelompok (n=17), Propofol dan Penthotal. Masing-masing kelompok diperiksa TAT sebelum induksi dan 5 menit setelah induksi. Uji statistik pair t-test dan independent t-test terhadap propofol atau penthotal dan agregasi trombosit.Hasil: Agregasi maksimal trombosit, sebelum dan sesudah pemberian propofol atau penthotal berbeda bermakna. Kelompok penthotal persentase agregasi maksimal trombosit 68,73 ± 6,06% dan propofol 54,68 ± 9,55%, menunjukkan perbedaan yang bermakna antara keduanya (p=0,001). Hasil sesudah perlakuan, kelompok propofol 14 orang hipoagregasi (82,4%), dan 3 orang normoagregsi (17,6%). Sementara kelompok penthotal 5 orang hipoagregasi (29,4%), dan sisanya 12 orang normoagregasi (70,6%). Secara statistik propofol secara bermakna menyebabkan hipoagregasi daripada penthotal.Kesimpulan : Propofol secara bermakna menurunkan agregasi maksimal trombosit dan menyebabkan hipoagregasi lebih banyak daripada penthotal.
Pengelolaan Cairan Pediatrik Aditya Kisara; Hariyo Satoto; Johan Arifin
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 2, No 2 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v2i2.6465

Abstract

Pemberian cairan pada anak berbeda dengan pemberian cairan pada dewasa. fisiologi dari cairan tubuh, ginjal dan kardiovaskuler yang berbeda dari orang dewasa mempengaruhi jenis cairan yang diberikan pada anak. Untuk memudahkan menghitug jumlah kebutuhan cairan rumatan pada anak dapat digunakan rumus dari Holliday dan Segar. Kebutuhan cairan rumatan harus ditambah pada anak dengan demam keringat yang banyak dan status hipermetabolik. Pada anak yang akan mejalani operasi, perlu diberikan cairan pengganti puasa. Semua cairan yang hilang selama operasi harus diganti dengan cairan isotonik kristaloid, koloid atau produk darah.
Penggunaan Sedasi dan Pelumpuh Otot di Unit Rawat Intensif Tatag Istanto; Jati Listiyanto Pujo; Danu Soesilowati
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 2, No 2 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v2i2.6466

Abstract

Sedasi sebaiknya diberikan pada pasien dengan penyakit kritis yang dirawat di ICU, hal ini digunakan untuk mengurangi kecemasan pasien mengurangi kecemasan pasien terhadap tindakan invasif, monitoring dan pengobatan, mengurangi kebutuhan oksigen dengan mengurangi aktivitas pasien dan menimbulkan efek amnesia terhadap perawatan di ICU. Pelumpuh otot jarang digunakan di ICU karena biasanya sedasi saja sudah mencukupi untuk menenangkan pasien dan memberikan kenyamanan pasien dengan ventilasi mekanik. Penggunaan sedasi yang terlalu berlebihan atau telalu sedikit meningkatkan angka morbiditas pasien. Penggunaan pelumpuh otot dalam waktu lama memiliki banyak kerugian yang harus dipertimbangkan, terlebih lagi bila terdapat gangguan fungsi hepar dan ginjal pada pasien.
Perbandingan Kadar IL-10 Serum dengan dan Tanpa Infiltrasi Levobupivakain pada Nyeri Pasca Insisi Mochamad Rofii; Hariyo Satoto; Mohamad Sofyan Harahap
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 2, No 2 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v2i2.6462

Abstract

Latar belakang: Nyeri insisi menyebabkan peningkatan hormon glukokortikoid yang memperlama penyembuhan luka. Transmisi nyeri dapat dihambat dengan infiltrasi Levobupivakain 0,25 %. Terapi ini akan mengurangi supresi imunitas seluler sehingga fungsi makrofag dalam membantu aktifasi sel T tidak terhambat. Aktifasi sel T ini diduga akan meningkatkan kadar IL-10 serum.Tujuan: Membandingkan kadar IL-10 serum dengan dan tanpa infiltrasi Levobupivakain 0,25 %.Metode: Dilakukan penelitian eksperimental laboratorik dengan disain “Randomized Post test only control group design”, pada tigapuluh lima ekor tikus Wistar. Kelompok penelitian dibagi menjadi tiga kelompok secara acak. Kelompok kontrol (K) lima ekor tikus, kelompok Perlakuan 1 (P1) dan kelompok Perlakuan 2 (P2) masing-masing limabelas ekor tikus. Kelompok kontrol (K) tikus dibius, tanpa insisi dan tanpa infiltrasi lalu diperiksa kadar IL-10 serumnya pada hari pertama. Kelompok Perlakuan 1 (P1) tikus dibius lalu dilakukan insisi sepanjang 2 cm dipunggung kedalaman subkutis dan injeksi tanpa Levobupivakain 0,25 % disekitar luka. Kelompok Perlakuan 2 (P2) tikus dibius laku dilakukan insisi sepanjang 2 cm dipunggung kedalaman subkutis dan infiltrasi dengan Levobupivakain 0,25 % disekitar luka. Injeksi pada kelompok P1 dan infiltrasi pada kel ompok P2 diulangi dua kali tiap 8 jam selama 24 jam. Kadar IL-10 serum kelompok P1 dan kelompok P2 diperiksa pada hari ke pertama, kedua dan ketiga. Dibandingkan kadar IL-10 serum antara ketiga kelompok. Analisis statistik dengan program SPSS 10,0 for windows.Hasil: Dari hasil pengamatan rerata berat badan tikus pada ketiga kelompok berbeda tidak bermakna dengan p = 0,874 ( p > 0,05 ). Kadar IL-10 serum pada kelompok K 0,13 ± 0,02 pg/ml, sedangkan kelompok perlakuan 1 (P1) hari pertama 0,16 ± 0,12 pg/ml ; hari kedua 0,16 ± 0,06 pg/ml dan hari ketiga 0,18 ± 0,07 pg/ml. Terjadi kenaikan sebesar 23 % pada hari pertama dan hari kedua serta 38 % pada hari ketiga pada kelompok perlakuan 1 (P1). Kadar IL-10 serum kelompok P2 pada hari pertama, kedua dan ketiga adalah 0,21 ± 0,15 pg/ml : 0,30 ± 0,11 pg/ml ; 0,29 ± 0,13 pg/ml. Terjadi kenaikan sebesar 61 % pada hari pertama, 130 % pada hari kedua dan 123 % pada hari ketiga. Data parameter klinis ketiga kelompok terdistribusi normal ( p > 0,05 ). Kadar IL-10 serum pada ketiga kelompok berbeda bermakna dengan nilai p 0,000 (p < 0,05). Kenaikan kadar IL-10 serum tertinggi adalah pada kelompok dengan infiltrasi Levobupivakain 0,25 % pada hari kedua yaitu sebesar 130 %.Kesimpula: Infiltrasi Levobupivakain 0,25 % disekitar luka insisi meningkatkan kadar IL -10 serum. Terjadi kenaikan sebesar 23 % pada hari pertama dan hari kedua serta 38 % pada hari ketiga pada kelompok perlakuan 1 (P1). Dan pada kelompok perlakuan 2 (P2) terjadi kenaikan sebesar 61 % pada hari pertama, 130 % pada hari kedua dan 123 % pada hari ketiga. Kenaikan kadar IL-10 serum tertinggi adalah pada kelompok infiltrasi dengan Levobupivakain 0,25 % yang terjadi pada hari kedua yaitu sebesar 130 %.
Pengaruh Infiltrasi Levobupivakain pada Skor Histologis MHC Kelas 1 pada Penyembuhan Luka Aria Dian Primatika; Uripno Budiono; Ery eksana
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 2, No 2 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v2i2.6463

Abstract

Latar belakang: Nyeri akut pasca pembedahan memicu timbulnya gejala klinis patofisiologis, menekan respons imun, sehingga menyebabkan penurunan sistem imun yang akan menghambat penyembuhan luka. Levobupivakain, anestetik lokal durasi panjang yang efektif mengurangi nyeri akut. MHC kelas I sebagai petanda permukaan sel yang terinfeksi memberi sinyal pada sel T sitotoksik sehingga fungsinya dalam respons imun sangat penting. Kemampuan limfosit T sitotoksik untuk melisiskan sel merupakan fungsi langsung dari banyaknya MHC kelas I yang diekspresikan.Tujuan: Membuktikan pengaruh infiltrasi anestetik lokal levobupivakain terhadap ekspresi MHC kelas I.Metode: Dilakukan penelitian eksperimental pada hewan coba, randomized post test only control group design, menggunakan tikus Wistar. Sampel 15 ekor dibagi menjadi 3 kelompok; kelompok I kontrol, kelompok II insisi subkutis tanpa infiltrasi levobupivakain, kelompok III insisi subkutis dan infiltrasi levobupivakain dosis 12,6 mcg/gram BB setiap 8 jam selama 24 jam. Ekspresi MHC kelas I pada sekitar luka insisi dinilai dengan skor histologi dengan menggunakan pengecatan secara imunohistokimia. Biopsi jaringan diambil pada hari kelima karena pada penyembuhan luka normal jumlah limfosit T bermakna pada hari kelima dan mencapai puncak pada hari ketujuh. Data dianalisis dengan uji beda Kruskal-Wallis.Hasil: Penelitian menunjukan pada kelompok kontrol terdapat ekspresi MHC kelas I dengan hasil rerata skor histologi 4,92. Hasil rerata skor histologi MHC kelas I pada kelompok levobupivakain lebih rendah (8,12) dibanding kelompok tanpa levobupivakain (5,26) dan secara statistik berbeda bermakna (p=0,011).Simpulan: Ekspresi MHC kelas I (skor histologi MHC I) pada kelompok dengan infiltrasi levobupivakain lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tanpa infiltrasi levobupivakain.

Page 1 of 1 | Total Record : 5


Filter by Year

2010 2010


Filter By Issues
All Issue Vol 15, No 2 (2023): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 15, No 1 (2023): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 14, No 3 (2022): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 14, No 2 (2022): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 14, No 1 (2022): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 13, No 3 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia (Issue in Progress) Vol 13, No 3 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 13, No 2 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 13, No 1 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia Publication In-Press Vol 12, No 3 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 12, No 2 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 12, No 1 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 11, No 3 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 11, No 2 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 11, No 1 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 10, No 3 (2018): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 10, No 2 (2018): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 10, No 1 (2018): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 9, No 3 (2017): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 9, No 2 (2017): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 9, No 1 (2017): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 8, No 3 (2016): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 8, No 2 (2016): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 8, No 1 (2016): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 7, No 3 (2015): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 7, No 2 (2015): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 7, No 1 (2015): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 6, No 3 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 6, No 2 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 6, No 1 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 5, No 3 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 5, No 2 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 5, No 1 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 4, No 3 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 4, No 2 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 4, No 1 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 3, No 3 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 3, No 2 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 3, No 1 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 2, No 3 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 2, No 2 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 2, No 1 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 1, No 3 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 1, No 2 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 1, No 1 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia More Issue