cover
Contact Name
Rini
Contact Email
kindaietam@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
kindaietam@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota banjarbaru,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Kindai Etam: Jurnal Penelitian Arkeologi
ISSN : 25411292     EISSN : 26206927     DOI : -
Core Subject : Social,
indai Etam merupakan jurnal penelitian arkeologi yang diterbitkan oleh Balai Arkeologi Kalimantan Selatan sejak tahun 2015. Nama "Kindai Etam" berasal dari bahasa asli masyarakat Dayak Kalimantan, yaitu "kindai" yang berarti wadah dari kayu dan "etam" yang berarti kita. Secara harfiah, Kindai Etam berarti wadah kita, yang dapat dimaknai sebagai media kita bersama dalam menginformasikan hasil-hasil penelitian arkelogi.Tujuannya adalah memberikan ruang bagi peneliti arkeologi untuk mempublikasi hasil penelitiannya supaya dapat dinikmati sebagai media edukasi bagi masyarakat luas.
Arjuna Subject : -
Articles 128 Documents
PERSEBARAN SITUS-SITUS HINDU-BUDDHA DAN JALUR PERDAGANGAN DI DAERAH SUMATERA SELATAN (INDIKASI JEJAK-JEJAK PERDAGANGAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI) Sondang Martini Siregar
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 2 No. 1 (2016): Kindai Etam
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (689.255 KB) | DOI: 10.24832/ke.v2i1.5

Abstract

Di Sumatera Selatan berlangsung perdagangan  eksternal, yaitu perdagangan antarsamudra dan laut, dan perdagangan internal, yaitu perdagangan  antarsungai, cabang-cabang sungai dan danau. Kegiatan perdagangan tersebut menyebabkan masuk dan berkembangnya peradaban Hindu-Buddha di Sumatera Selatan. Permasalahan yang akan dibahas dalam artikel ini adalah bagaimana jalur perdagangan pada masa Hindu-Buddha di Sumatera Selatan?  Tujuan penelitian adalah mengetahui persebaran situs-situs Hindu-Buddha dan jalur perdagangan di Sumatera Selatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan penalaran induktif. Penelitian ini didasari pemahaman bahwa Sumatera Selatan termasuk dalam jalur perdagangan internasional, kapal-kapal asing datang dari India dan Cina (Canton) bertemu di perairan pantai timur Sumatera. Selat Bangka merupakan pintu masuk kapal-kapal asing dan selanjutnya berlayar menyusuri perairan Sungai Musi. Situs Kota Kapur, Pulau Bangka merupakan bekas pelabuhan internasional, tempat kapal asing transit, dan kemudian berlayar menyusuri pantai timur Sumatera atau berlayar ke pedalaman Sumatera Selatan. Bekas dermaga ditemukan di situs Teluk Kijing, Bumiayu, dan Bingin Jungut. Hal ini menunjukkan bahwa pada ketiga situs tersebut pernah menjadi pelabuhan transit bagi kapal yang berlayar di perairan Sungai Musi beserta cabang-cabang Sungai Musi. Masuknya peradaban Hindu-Buddha diperkirakan dimulai pada abad ke-8 Masehi. Peradaban Hindu-Buddha tersebar di daerah hilir Sungai Musi sampai dengan hulu Sungai Musi.
SURVEI ARKEOLOGI DI PULAU LAUT, KABUPATEN KOTABARU, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NIa Marniati Etie Fajari
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 2 No. 1 (2016): Kindai Etam
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1507.645 KB) | DOI: 10.24832/ke.v2i1.6

Abstract

Kotabaru yang berada di pesisir tenggara Pulau Kalimantan memiliki sejarah menarik, yang ditandai oleh keberadaan kerajaan Islam, seperti Kusan, Pagatan, Batulicin, Sebamban, dan Pulau Laut. Keletakannya yang berada pada jalur pelayaran di Selat Makassar, membuat kerajaan-kerajaan tersebut berperan besar dalam perdagangan. Faktor ketersediaan sumber daya alam yang melimpah, juga menarik perhatian pemerintah Hindia Belanda untuk melakukan eksploitasi batu bara di Pulau Laut. Latar belakang sejarah tersebut membuat wilayah Kotabaru, khususnya Pulau Laut menarik untuk ditelusuri lebih dalam. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apa bentuk data arkeologi di Pulau Laut? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk dan sebaran data arkeologi di Pulau Laut. Penelitian bersifat eksploratifdengan tahapan pengumpulan data yang terdiri atas studi pustaka dan survei arkeologi di wilayah yang menjadi lokasi penelitian, yaitu di Desa Sigam, Sebelimbingan, Selaru, Semayap, Lontar, dan Teluk Tamiang. Data yang ditemukan dianalisis dengan membuat klasifikasi berdasarkan tipenya, yaitu artefaktual dan fitur. Analisis keruangan juga dilakukan untuk menggambarkan hubungan antarfitur yang ditemukan di satu situs. Hasil analisis menggambarkan riwayat sejarah di Pulau Laut, terkait dengan Kerajaan Pulau Laut yang berpusat di Sigam, infrastruktur pendukung pertambangan batu bara pada masa Hindia Belanda di Sebelimbingan, dan lokasi strategis Pulau Laut yang menjadi salah satu faktor pendukung aktivitas kehidupan masa lalu di wilayah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Laut memiliki peranan penting dalam perdagangan dan industri batu bara pada abad 19-20.
TINGGALAN ARKEOLOGI PADA TEMPAT-TEMPAT SAKRAL DI KARAWANG, JAWA BARAT: BENTUK DAN KELETAKANNYA Libra Hari Inagurasi
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 2 No. 1 (2016): Kindai Etam
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (390.173 KB) | DOI: 10.24832/ke.v2i1.7

Abstract

Karawang adalah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat, memiliki aneka ragam tinggalan arkeologi dari yang bercorak Hindu-Buddha hingga corak Islam dan kolonial. Tinggalan tersebut adalah kompleks  Percandian Batujaya dan Cibuaya, Masjid Agung Karawang (Masjid Syekh Quro), makam-makam kuno, dan bangunan-bangunan peninggalanBelanda. Selain itu, di Karawang terdapat pula tempat-tempat yang disakralkan dinamakan dengan “keramat” yang memiliki tinggalan arkeologi berupa makam dan struktur berteras atau struktur berundak. Tinggalan arkeologi yang terdapat pada “keramat” merupakan bentuk yang khas sebagai  benda-benda memiliki nilai arkeologi. Keletakan makam dan struktur berteras yang disakralkan dibedakan pada dua kelompok yakni berada di daerah pesisir dan pedalaman. Tempat-tempat sakral oleh warga masyarakat digunakan sebagai tempat upacara adat yang berkaitan dengan bercocok tanam padi. Upacara adat tersebut adalah upacara hajat bumi dan babarit (munjung). Inti dari upacara adat adalah memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya panen padi melimpah dan sebagai ungkapan rasa syukur atas panen yang telah diperoleh. Permasalahan yang diungkap adalah mengenai perbedaan bentuk tinggalan arkeologi pada tempat-tempat antara daerah pesisir dan pedalaman dan corak budayanya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dan analisis data dengan penalaran induktif. Adapun tujuan penelitian adalah menggambarkan keberlangsungan religi masyarakat Karawang sebelum kedatangan Islam hingga masa kini yang dapat diamati melalui tinggalan-tinggalan budayanya. Melalui penelitian ini diketahui bahwa situs-situs yang dikeramatkan di daerah pesisir memiliki tinggalan arkeologi cenderung bercorak Islam, sedangkan di daerah pedalaman cenderung bercorak pra Islam.
PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO, KABUPATEN BARITO SELATAN DAN KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Nugroho Nur Susanto
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 2 No. 1 (2016): Kindai Etam
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (716.045 KB) | DOI: 10.24832/ke.v2i1.8

Abstract

Sungai Barito bukan saja menjadi urat nadi perekonomian, tetapi merupakan jalur penetrasi budaya. Tujuanpenelitian observasi ini adalah mengemukakan bukti arkeologi dari tradisi yang juga keyakinan dari era pra Kesultanan Banjar, kesultanan, hingga kolonial Belanda di wilayah aliran Sungai Barito. Secara administrasi wilayah penelitian terletak di Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten Barito Timur, khususnya yang memiliki akses ke aliran Sungai Barito. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan penalaran induktif. Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan metode survei (terdiri atas wawancara dan observasi). Data hasil observasi ini penting dihadirkan untuk menyusun perkerangkaan berupa sejarah lokal, keragaman tradisi di wilayah aliran Sungai Barito, dan anak-anak sungainya. Jejak budaya dari awal terbentuknya pemukiman, hingga era imperialisme Belanda. Melalui penelitian observasi ini, tradisi, sejarah, penetrasi budaya asing dapat diketahui, khususnya di wilayah administrasi Kabupaten Barito Selatan, dan Kabupaten Barito Timur
PERANAN MANIK-MANIK PADA SUKU DAYAK NGAJU: STUDI ETNOARKEOLOGI nfn Nasruddin
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 2 No. 1 (2016): Kindai Etam
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (300.29 KB) | DOI: 10.24832/ke.v2i1.9

Abstract

Seperti diketahui, sampai sekarang masih banyak kelompok etnis di Indonesia yang memiliki dan memelihara serta menggunakan manik-manik sebagai perhiasan dan kelengkapan dalam upacara-upacara ritual. Pengguna manikmanik pada sub etnis Dayak Ngaju di Kalimantan masih tetap berlangsung hingga dewasa ini, terutama digunakan padasaat upacara-upacara ritual seperti kematian (tiwah) dan penyertaan benda kubur, atau pesta-pesta adat lainnya. Masyarakat Dayak memang identik dengan manik-manik, karena banyak mewarnai keseharian mereka mulai dari perlengkapan baju, hiasan kepala, kalung, tas, mandau, dan lain-lain. Dalam upaya memahami peranan manik-manik dalam kehidupan dan tradisi suku Dayak Ngaju di Kalimantan, maka kajian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan etnoarkeologi. Data etnografi menjadi acuan dasar dalam mengkaji kebudayaan masyarakat Dayak Ngaju di Desa Mirah sebagai bahan analogi untuk menjelaskan fungsi manik-manik dalam sistem sosial masyarakatnya.
ARTEFAK BATU PALEOLITIK SITUS RANTAU BALAI, KALIMANTAN SELATAN: STUDI TENTANG KARAKTERISTIK DAN TEKNOLOGI PEMBUATANNYA Nia Marniati Etie Fajari
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 3 No. 1 (2017): Kindai Etam
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (567.133 KB) | DOI: 10.24832/ke.v3i1.10

Abstract

Situs arkeologi dengan karakteristik budaya paleolitik di Kalimantan belum banyak diketahui keberadaannya. Awangbangkal yang berada di tepi aliran Sungai Riam Kanan menjadi satu-satunya situs yang diketahui memiliki ciri budaya paleolitik. Data dari Awangbangkal merupakan hasil temuan pada tahun 1939, 1958, dan 1970. Pembangunanwaduk Riam Kanan tahun 1973 telah mengubah bentanglahan dan menenggelamkan sebagian besar kawasan termasuk situs Awangbangkal. Pencarian budaya paleolitik kembali dilakukan pada tahun 2012 dengan menyusuri daerah hulu Sungai Riam Kanan di Desa Rantau Balai, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar. Survei arkeologi di lokasi tersebut menemukan sejumlah alat batu yang memiliki ciri teknologi budaya paleolitik. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana tipologi alat batu paleolitik yang ditemukan di Rantau Balai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui morfologi dan tipologi alat batu di Rantau Balai. Metode penelitian dilakukan dengan klasifikasi berdasarkan parameter yang sudahditetapkan. Klasifikasi menghasilkan kelompok alat dengan ciri morfologi dan teknologi tertentu. Hal ini menjadi dasar untuk penentuan tipologi alat batu yang ditemukan di Rantau Balai.
POTENSI ARKEOLOGI PRASEJARAH DI KAWASAN KARST, KABUPATEN BALANGAN Bambang Sugiyanto
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 3 No. 1 (2017): Kindai Etam
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.464 KB) | DOI: 10.24832/ke.v3i1.11

Abstract

Kabupaten Balangan mempunyai wilayah karst yang cukup potensial. Kawasan karst di Kabupaten Balangan berada pada bagian barat Pegunungan Meratus, berbatasan langsung dengan kawasan karst Kabupaten Tabalong di utara dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah di selatan. Kawasan karst ini mempunyai indikasi hunian prasejarah, sepertisitus Gua Babi dan Gua Tengkorak di Tabalong, serta Gua Pendalaman di Hulu Sungai Selatan. Letaknya yang berada di antara Tabalong dan Hulu Sungai Selatan ini yang mendasari munculnya permasalahan, yaitu bagaimanakah potensi arkeologi prasejarah di kawasan karst Kabupaten Balangan? Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan penalaran induktif. Pengumpulan data dilakukan dengan survei dan ekskavasi pada beberapa gua serta ceruk payung yang ada pada kawasan karst tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui potensi gua-gua yang ada di wilayah Kabupaten Balangan. Hasil penelitian diharapkan menjadi pengetahuan dan informasi tentang budaya prasejarah pada kawasan karst Balangan.
PENINGGALAN TRADISI PENGUBURAN DAN BUKTI ASIMILASI BUDAYA DI MALINAU BAGIAN TIMUR Nugroho Nur Susanto
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 3 No. 1 (2017): Kindai Etam
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (902.652 KB) | DOI: 10.24832/ke.v3i1.12

Abstract

Di bagian wilayah Malinau, aliran Sungai Sesayap disebut sebagai Sungai Malinau. Di sepanjang aliransungainya bermukim berbagai komunitas dengan kepercayaan tradisonal. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana persebaran dan relasi antarsuku di aliran Sungai Sesayap. Aspek penguburan dipilih karena mewakili bagian dari bukti permukiman sebagai bukti budaya lama, ketika daerah belum mengenal pengaruh agama baru,yaitu Kristen dan Islam. Peninggalan arkeologi tersebut menjadi bukti kuat adanya peranan sungai dalam pola perpindahan komunitas tradisional, kepercayaan dunia sakral sebelum mengenal agama baru, dan ragam budaya penguburan. Peninggalan-peninggalan tersebut menjelaskan hubungan antara artefak dengan konteks kepercayaan, dan daya dukung lingkungan sekitar dengan perubahan budayanya.
KUTA HANTAPANG, BENTENG MASYARAKAT NGAJU DI KALIMANTAN TENGAH Sunarningsih Sunarningsih
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 3 No. 1 (2017): Kindai Etam
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1263.28 KB) | DOI: 10.24832/ke.v3i1.13

Abstract

Ngaju adalah salah satu penduduk asli Kalimantan yang tinggal di sepanjang sungai Barito, Kapuas, danKahayan, di Provinsi Kalimantan Tengah. Kuta adalah benteng yang dibangun untuk pertahanan selama periode pengayauan. Kuta Hantapang terletak di pemukiman tua (kaleka) masyarakat Dayak Ngaju di Desa Hantapang, Kabupaten Rungan Hulu, Kabupaten Gunungmas, Provinsi Kalimantan Tengah. Situs ini penting karena relatif lebih utuh dibandingkan denganyang lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pembagian ruang di dalam kuta, dan untuk mengetahui kronologinya. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah survei, ekskavasi (test pit), wawancara, dan studi kepustakaan, sedangkan jenis analisis data yang dilakukan adalah analisis artefak, analisis spasial, dan analisis pertanggalan (relatif dan absolut). Hasilnya memberikan informasi tentang ragam data arkeologi yang tersedia di situs tersebut, dandeskripsi tentang pembagian ruang dalam kuta. Berdasarkan hasil duabelas kotak uji (TP I — TP XII) yang dibuka selama penelitian, dapat diketahui ukuran pagar dan bentuknya, yaitu persegi empat. Artefak yang ditemukan dapat menggambarkankegiatan penduduknya, seperti fragmen keramik asing yang terbuat dari porselen dan stoneware (kebanyakan dari Dinasti Qing dan Ming Akhir), manik-manik kaca dan batu dengan berbagai warna (kebanyakan manik-manik kaca berwarna birutua dan Indo-Pasifik) , botol kaca hijau (berbentuk bulat dan persegi), alat tulis (pensil/garip), alat logam (terutama dari besi seperti paku, pisau kecil, parang, wajan, kuningan seperti gelang dan jepit rambut), dan alat batu (batu asah). Hasil analisis absolut untuk lima sampel pilar kayu dan sampel arang menunjukkan bahwa umur tiang berasal dari kisaran 1300 s.d. 1400 M, hanya sampel arang yang menunjukkan usia termuda dari tahun 1800 Masehi. Dapat disimpulkan bahwa awal berdirinya Kuta Hantapang sekitar tahun 1300 Masehi - 1400 Masehi, dan terus dihuni sampai tahun 1800 M, bahkansampai tahun 1932 sebagai tahun tiwah (upacara kematian) yang terakhir diadakan di benteng, periode hunian yang cukup panjang.
SITUS BENTENG TATAS DI BANJARMASIN DAN CARA PELESTARIANNYA Wasita Wasita
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 3 No. 1 (2017): Kindai Etam
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1449.371 KB) | DOI: 10.24832/ke.v3i1.14

Abstract

Benteng Tatas merupakan situs arkeologi dari periode kolonial. Situs ini berada di tengah Kota Banjarmasin.Secara kasat mata situs ini tidak kelihatan, karena tidak ada bekas-bekasnya di atas permukaan tanah. Akan tetapi, hasil penggalian jalan Jenderal Sudirman dalam rangka renovasi, telah menemukan bagian dari sisa-sisa benteng tersebut. Penelitian ini ditujukan untuk mengungkap lokasi situs beserta batas- batasnya dan nilai pentingnya sehingga diperolehalasan untuk melestarikannya. Tipe penelitian ini adalah kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif diimplementasikan dengan cara memerikan temuan, menggambarkan situasi (temuan arkeologi), dan menjelaskan fenomenaobjek penelitian yang dibahas. Hal itu dilakukan untuk dapat menggambarkan seluruh temuan guna memberikan penjelasan atas data yang telah dikumpulkan. Berdasarkan temuan hasil penelitian, diketahui bahwa benteng bagian depan ada ditepian Sungai Martapura. Sementara itu, berdasarkan analisis peta dengan menggunakan ArcView, benteng juga meliputi areal kompleks Masjid Sabilal Muhtadin. Berdasarkan ukurannya yang luas dan perannya yang strategis, diketahui bahwa nilai penting situs ini berkaitan dengan sejarah lokal Kalimantan dalam menanggapi hadirnya kolonial di Indonesia dan jugaberkaitan dengan sejarah perkembangan kota. Atas dasar alasan inilah maka situs Benteng Tatas perlu dilestarikan. Hasil yang demikian ini menegaskan bahwa pelestarian situs ini tidak saja bermanfaat bagi arkeologi dalam menghadirkan objek, tetapi juga penyebaran informasi beserta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya karena cara pelestarian yang dipilih memang memungkinkan untuk itu.

Page 6 of 13 | Total Record : 128