cover
Contact Name
Rini
Contact Email
kindaietam@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
kindaietam@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota banjarbaru,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Kindai Etam: Jurnal Penelitian Arkeologi
ISSN : 25411292     EISSN : 26206927     DOI : -
Core Subject : Social,
indai Etam merupakan jurnal penelitian arkeologi yang diterbitkan oleh Balai Arkeologi Kalimantan Selatan sejak tahun 2015. Nama "Kindai Etam" berasal dari bahasa asli masyarakat Dayak Kalimantan, yaitu "kindai" yang berarti wadah dari kayu dan "etam" yang berarti kita. Secara harfiah, Kindai Etam berarti wadah kita, yang dapat dimaknai sebagai media kita bersama dalam menginformasikan hasil-hasil penelitian arkelogi.Tujuannya adalah memberikan ruang bagi peneliti arkeologi untuk mempublikasi hasil penelitiannya supaya dapat dinikmati sebagai media edukasi bagi masyarakat luas.
Arjuna Subject : -
Articles 128 Documents
APPENDIX KINDAI ETAM VOLUME 5 NOMOR 1 NOVEMBER 2019 -, -
Kindai Etam: Jurnal Penelitian Arkeologi Vol 5, No 1 (2019): Kindai Etam Volume 5 Nomor 1 November 2019
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1800.625 KB) | DOI: 10.24832/ke.v5i1.57

Abstract

-
NAMA PERANG BARITO BERDASARKAN BUKTI ARKEOLOGIS (THE NAME OF BARITO WAR BASED ON ARCHAELOGICAL EVIDENCE) Susanto, Nugroho Nur
Kindai Etam: Jurnal Penelitian Arkeologi Vol 5, No 1 (2019): Kindai Etam Volume 5 Nomor 1 November 2019
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4382.127 KB) | DOI: 10.24832/ke.v5i1.53

Abstract

 Perang Banjar atau Perang Banjarmasin dapat pula disebut sebagai Perang Barito. Kata Banjar sendiri mengacu pada masyarakat Islam yang diikat oleh Kesultanan Banjar, sedangkan Barito mengacu pada nama sungai yang sangat penting, yang mengalir di sebagian wilayah Kalimantan Selatan, tetapi lebih banyak mengalir di wilayah administrasi Kalimantan Tengah. Tulisan ini bertujuan menjawab permasalahan mengapa istilah perang Banjar dapat pula disebut sebagai Perang Barito berdasarkan bukti-bukti arkeologis. Adapun perang di sini mengacu pada serangkaian perlawanan rakyat yang melibatkan masyarakat yang memiliki asal-usul dan latar belakang beragam. Perang Banjar didukung oleh keturunan Kesultanan Banjar, dibantu oleh komunitas rakyat biasa yang berasal dari berbagai daerah di batang banyu di sepanjang aliran Sungai Barito. Dukungan perjuangan berasal dari masyarakat Banua Lima yang diidentikkan sebagai masyarakat Banjar hulu, masyarakat Bakumpai, serta dukungan dari Dayak Murung, Siang dan Taboyan. Dari aspek bukti sejarah, peristiwa perang ini meninggalkan bukti arkeologis termasuk makam tokoh-tokohnya. Melalui metode penelitian survei yang didukung data pustaka, dan informasi masyarakat, jejak perjuangan rakyat Kalimantan dalam menentang penjajahan Belanda dapat tergambarkan. Daerah aliran Sungai Barito telah menjadi saksi perjuangan dan perlawanan rakyat. Hal ini sudah semestinya menjadi landasan berpikir, bahwa kerjasama antarelemen masyarakat, antardaerah, dan antarlembaga di masa depan sangat diperlukan. Perbedaan bukan menjadi alasan, untuk tidak bekerjasama dalam membangun Kalimantan. The Banjar war or the Banjarmasin war can also be called the. The word of Banjar refers to the Islamic community bound by an empire, while Barito refers to the name of a very important river, which flows in parts of South Kalimantan, but more flows in the administrative area of Central Kalimantan. This paper aims to address the problem of why the term of Banjar war can also be referred to as the Barito War based on archaeological evidence. The war refers to a series of popular resistance involving people from diverse origins and backgrounds. Supported by the descendants of the Banjar Sultanate, assisted by ordinary community people from various areas of the batang banyu and Barito River basin communities. Supporter of the war came from the Banua Lima people who were identified as the Banjar hulu people, from the Bakumpai, Dayak Murung, Siang and Taboyan communities. From the aspect of historical evidence, this war event left some archeological evidences including the graves of war figures. Based on the historical evidence supported by the archeological remains of its characters. Through survey research methods supported by library data and public information, the footsteps of the struggle of the Kalimantan people in opposing Dutch colonialism can be illustrated. The Barito River watershed has witnessed the people's struggle and resistance. This should be the basis for cooperation between communities, regions, and institutions in the future. Difference is not a reason for not to cooperate in the development of Kalimantan.  
PEMBANGUNAN BENTENG NOSTRA SENORA DEL ROSARIO (THE ESTABLISHMENT OF NOSTRA SENORA DEL ROSARIO FORT) Jalil, Laila Abdul
Kindai Etam: Jurnal Penelitian Arkeologi Vol 5, No 1 (2019): Kindai Etam Volume 5 Nomor 1 November 2019
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2764.507 KB) | DOI: 10.24832/ke.v5i1.46

Abstract

Rempah-rempah menjadi daya tarik utama kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara. Cengkih, pala, dan fuli (bagian dalam buah pala yang berwarna merah dengan aroma harum) merupakan jenis rempah yang dicari. Rempah-rempah  yang berasal dari Pulau Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Bacan menjadi komoditas utama yang memiliki nilai tinggi dan diperebutkan oleh bangsa Eropa. Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang berhasil mencapai kepulauan rempah. Setelah menaklukkan Malaka pada tahun 1511, Alburqueque mengirimkan tiga kapal mencari kepulauan rempah. Kedatanganbangsa Portugis ke Maluku menjadi penanda awal hubungan bangsa Eropa dengan Nusantara hingga abad XX. Motivasi kedatangan bangsa Eropa yang didorong dengan semangat gold, gospel, dan glory memicu konflik yang berkepanjangan antara Eropa dan penduduk Maluku. Kedatangan Portugis ke Maluku disambut dengan baik oleh Sultan Ternate, Sultan Bayan  (Abu Lais). Hubungan perdagangan yang baik antara Kesultanan Ternate dengan Portugis mendorong niat Portugis untuk membangun benteng di Ternate. Keinginan Portugis untuk membangun benteng mendapat izin dari Kesultanan Ternate. Tahap awal pengerjaan benteng dimulai pada tahun 1522. Daerah Kastela dipilih sebagai lokasi pembangunan benteng. Benteng ini merupakan benteng Portugis pertama di Nusantara. Selain sebagai pusat untuk perdagangan dan tempat tinggal bangsa Portugis, benteng pertama ini juga menjadi sekolah teologi pertama di Asia Tenggara. Benteng ini diberi nama Sao Joao Bautista atau Nostra Senora del Rosario yang berarti wanita cantik berkalung bunga mawar. Spices had attracted the arrival of Europeans to the archipelago. Cloves, nutmeg, and mace (the inside part of nutmeg which red color and fragrant) were the most wanted spices. The spices originating from the islands of Ternate, Tidore, Moti, Makian, and Bacan became a high value comodity which was contested by Europeans. Portuguese was the first Europeans to reach the spice islands. After conquering Malacca in 1511, Alburqueque sent three ships to discover the spice islands. The arrival of the Portuguese to Moluccas was a sign of the beginning of the relationship between Portugal and Maluku until XX century. Portuguese motivation arriving to Mollucas was driven by enthusiasm gold, gospel, and glory. The arrival of the Portuguese was welcomed by the Sultan of Ternate, Sultan Bayan (Abu Lais). Good trade relations between Portuguese and Ternate encouraged Portuguese intention to build a fort in Ternate. the Portuguese wish to build a fort got permission from the Sultan. In 1522, early of the fort construction began. Kastela area was chosen as the location for the fort construction. It become the first Portuguese fort in the archipelago. Other than as a trading centre and Portuguese residence, the fort was also the first theological school in Southeast Asia. The fort is named of Sao Joao Bautista or Nostra Senora del Rosario which means beautiful women with rose flowers.
SAMPUL DEPAN KINDAI ETAM VOLUME 5 NOMOR 1 2019 -, -
Kindai Etam: Jurnal Penelitian Arkeologi Vol 5, No 1 (2019): Kindai Etam Volume 5 Nomor 1 November 2019
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8720.943 KB) | DOI: 10.24832/ke.v5i1.54

Abstract

Kindai Etam
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SITUS ARKEOLOGI BAWAH AIR DI KALIMANTAN (RESEARCH AND DEVELOPMENT OF UNDERWATER ARCHAEOLOGICAL SITES IN KALIMANTAN) Hartatik, nFn
Kindai Etam: Jurnal Penelitian Arkeologi Vol 5, No 1 (2019): Kindai Etam Volume 5 Nomor 1 November 2019
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3451.941 KB) | DOI: 10.24832/ke.v5i1.49

Abstract

Kondisi lingkungan fisik Kalimantan yang terdiri atas dataran rendah berawa dan hutan lebat menyulitkan akses jalan darat. Puluhan sungai besar dan ribuan sungai kecil membelah daratan Kalimantan, sehingga sungai merupakan alat transportasi utama di Kalimantan sejak zaman prasejarah hingga pertengahan abad ke-20 Masehi. Migrasi, ekspedisi militer, penjelajahan, penelitian, kegiatan misionaris, dan perdagangan, dilakukan dengan menggunakan kapal atau perahu menyusuri sungai besar hingga anak-anak sungai ke arah pedalaman. Dalam perjalanannya, banyak kapal/perahu yang mengalami masalah di perjalanan hingga akhirnya tenggelam dan kini menjadi benda yang mengandung nilai penting bagi sejarah dan pengetahuan. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui apa saja situs tinggalan bawah air di Kalimantan yang sudah diteliti serta bagaimana upaya pelestarian dan pengembangannya. Artikel ini menggunakan metode penelitian deskriptif interpretatif dengan penalaran induktif. Data yang digunakan merupakan hasil penelitian Balai Arkeologi Kalimantan Selatan pada tahun 1997, 2006, dan 2012 yang dilakukan dengan metode survei dan ekskavasi. Ada tiga objek bangkai kapal tenggelam yang pernah di teliti oleh Balai Arkeologi Kalimantan Selatan, yaitu kapal dagang Belanda di Sungai Martapura Banjarmasin, kapal Onrust  di hulu Sungai Barito, dan bangkai kapal di Sungai Kapuas Kalimantan Tengah. Penelitian arkeologi bawah air terkesan berhenti, sedangkan pelestarian dan pengembangan ketiga objek kapal tenggelam itu hingga kini masih sebatas wacana. Tidak optimalnya penelitian dan pengembangan hasil penelitian karena keterbatasan sumber daya manusia yang fokus ke arkeologi bawah air, serta kurangnya koordinasi antara Pemda dan stake holder untuk pelestarian dan pengembangannya. Wacana pengangkatan kapal tenggelam penting segera ditindaklanjuti, terutama yang bernilai sejarah untuk dimanfaatakan sebagai objek wisata dan bukti perjuangan nenek moyang. Kalimantan's physical environmental conditions are consisting of lowland marshy and dense forests,it make difficult to be accessed by roads. Dozens of great rivers and thousands of small rivers divide the mainland of Borneo, so the river is the main means of transportation in Borneo since prehistory times until the mid-20th century. The migrations, military expeditions, exploration, research, missionary activities, and trades were carried out by boat/ships down the great river to the small rivers to inland. In its journey, many boats or ships are having trouble on the way until it finally sank and now become objects that contain important values for history and knowledge. This article aims to find out what Borneo underwater sites have been studied and how to conserve and develop them. This article uses descriptive interpretive research method with inductive reasoning. The datas used are the archaeological reaserches of Balai Arkeologi Kalimantan Selatan in 1997, 2006, and 2012 conducted by survey and excavation method. There are three shipwrecks have been researched, that are in the Martapura River Banjarmasin, Onrust ships in the upstream Barito River, and shipwrecks in the Kapuas River Central Kalimantan. The research of underwater archaeology seems as if stoped, while the preservation and development of these three objects of shipwrecks are still the discourse. The research is not optimal due to the limited human resources whose focus on underwater archeology, and the lack of coordination between the local government and the stakeholders for its preservation and development. The discourse on the appointment of shipwrecks must be followed up immediately, especially those which have historical values to be used as tourist objects and monuments of ancestral struggle.
SAMPUL BELAKANG KINDAI ETAM VOLUME 5 NOMOR 1 2019 -, -
Kindai Etam: Jurnal Penelitian Arkeologi Vol 5, No 1 (2019): Kindai Etam Volume 5 Nomor 1 November 2019
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8817.947 KB) | DOI: 10.24832/ke.v5i1.55

Abstract

-
SITUS KARANGANYAR: KARAKTER SITUS LAHAN BASAH, ANCAMAN, DAN UPAYA PELESTARIANNYA Wasita Wasita
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 1 No. 1 (2015): Kindai Etam
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2018.41 KB) | DOI: 10.24832/ke.v1i1.1

Abstract

Karanganyar adalah situs yang berada di lahan basah. Permasalahan yang hendak dipecahkan terkait dengan situs ini adalah mengenai karakter situsnya, ancaman kerusakan dan upaya yang perlu dilakukan dalam rangka mempertahankan kelestariannya. Metode yang digunakan dalam memecahkan permasalahan tersebut adalah deskriptif dengan penalaran induktif. Metode deskriptif diimplementasikan dengan cara menggambarkan temuan yang diperoleh, menerangkan hubungannya, memprediksi, dan menyimpulkan makna. Sementara itu, penalaran induktif digunakan untuk menemukan sebab-sebab yang tersembunyi, yaitu dengan metode persesuaian. Hasil kajian yang dilakukan adalahdiketahuinya karakter situs, yaitu situs pemukiman. Karakter yang diketahui ditawarkan sebagai model dalam pengembangan penelitian pemukiman lahan basah di Kalimantan Selatan. Selain itu, juga ditemukan ancaman yang selalu menghadangkerusakan situs, yaitu kebakaran lahan gambut. Berkaitan dengan hal itu, upaya pelestarian yang dapat dilakukan adalah agar pihak arkeologi bersikap proaktif dengan mendekati dan memberikan pandangan ke berbagai stakeholder lain yangmembidangi dan berkepentingan menggarap lahan gambut, agar mereka turut serta melestarikan tinggalan arkeologi.
PABRIK PENGOLAHAN KARET PENINGGALAN BELANDA DI SUNGAI TABUK, KALIMANTAN SELATAN Sunarningsih Sunarningsih
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 1 No. 1 (2015): Kindai Etam
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1097.358 KB) | DOI: 10.24832/ke.v1i1.2

Abstract

Penelitian tentang industri karet, baik dari proses penanaman hingga pengolahannya sudah banyak dikaji, tetapi data arkeologi tentang pabrik  pengolahan karet belum banyak diteliti. Salah satu sisa bangunan pabrik pengolahan karet dari masa pemerintahan Belanda berada di Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Tulisan ini akan membahas tentang keberadaan pabrik di kawasan situs tersebut yang sisa bangunannya masih dapat ditemui dan tersebar di beberapa tempat di wilayah Desa Sungai Tabuk Keramat. Tujuan dari penelitian adalah mengetahui jenis bangunan pabrik yang ada di kawasan situs, dan pemilik bangunan pabrik pengolahan karet tersebut. Metode yangdigunakan adalah deskriptif dengan penalaran induktif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara  survei, ekskavasi, wawancara, dan penelusuran arsip.  Hasil analisis terhadap data arkeologi yang didapatkan dan studi pustaka diketahui bahwa pabrik pengolahan karet yang diteliti milik Belanda dengan nama NV. Nederlandshe Rubber Unie, yang dibangunpada 1927, dengan kapasitas produksi sebesar 7500 ton per tahun. Selain bangunan pabrik pengolahan karet terdapat juga pabrik lainnya, yaitu pabrik obat, penyamakan kulit, dan pabrik ubin lantai Watanabe.
HUNIAN KUNO DI SEI SIPEI, MARTAPURA, KALIMANTAN SELATAN Nia Marniati Etie Fajari
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 1 No. 1 (2015): Kindai Etam
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (716.59 KB) | DOI: 10.24832/ke.v1i1.3

Abstract

Penelitian arkeologi di Sei Sipei dilatarbelakangi oleh laporan warga yang menemukan sejumlah barang kuno di lingkungan tempat tinggalnya. Barang kuno yang terdiri atas pecahan keramik, gerabah, dan mata uang merupakan data arkeologi yang memberikan indikasi adanya hunian dari masa  lampau. Penelitian yang dilakukan di Sei Sipei, Kecamatan Martapura Kota, Kabupaten Banjar ini mengemukakan permasalahan yang terkait dengan bentuk dan sebaran data arkeologi serta kronologi hunian di situs tersebut. Penelusuran data arkeologi bertujuan untuk mengungkap aktivitas hunian kuno di situs Sei Sipei. Hasil analisis terhadap himpunan data yang ditemukan menunjukkan bahwa hunian di Sei  Sipei diwarnai dengan aktivitas kehidupan sehari-hari yang terjadi pada masa Kolonial Belanda abad 19 Masehi. Lapisan budaya yang tipis dengan jumlah temuan yang tidak raya mengindikasikan bahwa hunian di Sei Sipei tidak terlalu besar atau terjadi pada kurun waktu yang singkat. Kondisi lingkungan situs yang telah mengalami kerusakan masif akibatpengembangan lahan untuk pemukiman warga saat ini menyebabkan situs tidak dapat dipertahankan.
RELIGI DAN PERALATAN TRADISIONAL SUKU DAYAK MERATUS DI KOTABARU, KALIMANTAN SELATAN Hartatik Hartatik
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 1 No. 1 (2015): Kindai Etam
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (583.561 KB) | DOI: 10.24832/ke.v1i1.4

Abstract

Suku Dayak penghuni sisi timur Pegunungan Meratus yang dikaji dalam penelitian ini berada dalam wilayahKecamatan Kelumpang Hulu, Hampang, Kelumpang Barat, dan Sungai Durian di wilayah Kabupaten Kotabaru. Mereka tinggal di antara lembah dan tepian sungai dalam jarak yang berjauhan. Dayak Meratus cukup unik karena sebagai suku Dayak, mereka berbahasa Banjar. Sebagian dari mereka masih menganut kepercayaan leluhur, sebagian telah menganut agama baru. Penelitian ini diawali dari permasalahan bagaimana konsep religi dan peralatan tradisional suku Dayak Meratus serta kesinambungannya dengan masa prasejarah. Adapun tujuan penelitian ini adalah membuat model penelitian etnoarkeologi untuk diterapkan pada lingkungan dan sistem budaya yang sama atau hampir sama sesuai dengan syarat analogi, dengan tujuan lebih jauh adalah sebagai data bantu dalam menganalisis dan interpretasikan aspek religi daritemuan situs prasejarah di wilayah Pegunungan Meratus. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif komparatif dengan pendekatan etnoarkeologi, sedangkan teknik pengambilan data dilakukan dengan metode survei dan wawancara.Hasil penelitian menunjukkan bahwa di sepanjang Pegunungan Meratus sisi timur berdiam beberapa jenis subsuku, yaitu Dayak Banjar, Dayak Meratus atau Dayak Bukit, serta Dayak Dusun. Ketiganya mempunyai konsep religi dan peralatan upacara yang hampir sama, sehingga digeneralisasi sebagai Dayak Meratus. Ada kesinambungan konsep kepercayaanDayak Meratus dengan konsep kepercayaan prasejarah, yaitu pemujaan roh leluhur dan penggunaan bekal kubur dalam upacara kematian. Sebagian besar peralatan upacara terbuat dari dedaunan, kayu, dan bambu yang cepat hancur,sebagian kecil terbuat dari logam dan keramik.

Page 5 of 13 | Total Record : 128