cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Media Medika Muda
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 75 Documents
ERITROSIT BERINTI SEBAGAI ALAT PENUNJANG DIAGNOSIS ASIDOSIS PADA ASFIKSIA NEONATORUM Farid Agung Rahmadi; Muhammad Sholeh Kosim; Gatot Irawan Santosa
Media Medika Muda Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Asfiksia neonatorum merupakan penyebab utama kematian neonatus sebesar 19% dari lima juta bayi lahir hidup di dunia setiap tahun. Asfiksia mengakibatkan hipoksia, hiperkapnia, dan asidosis. Baku emas pemeriksaan asidosis adalah dengan pH darah arteri yang belum dapat dilakukan di tempat dengan sarana yang terbatas. Hipoksia memicu terjadi peningkatan jumlah eritrosit dan eritrosit berinti. Peningkatan jumlah ini bertujuan untuk meningkatkan oksigenasi jaringan dan berbanding lurus dengan semakin beratnya hipoksia. Pemeriksaan jumlah eritrosit berinti dapat dilakukan di tempat dengan sarana terbatas dengan pembacaan preparat darah apus. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan jumlah eritrosit berinti dapat menjadi alat penunjang diagnosis asidosis pada asfiksia neonatorumMetode: Penelitian ini merupakan penelitian uji diagnostik. Asfiksia ditentukan dengan nilai Apgar, asidosis ditentukan dengan pH dari pemeriksaan analisis gas darah, dan eritrosit berinti diperiksa menggunakan preparat darah apus. Analisis statistik menggunakan uji Spearmans, ROC, X2, sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif. Analisis data menggunakan program komputer.Hasil: Subyek penelitian berjumlah 49 neonatus asfiksia dengan jumlah bayi yang mengalami asidosis sebanyak 23. Terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah eritrosit berinti dengan asidosis (p<0,0001), dengan nilai korelasi sedang (r = -0,516). Jumlah eritrosit berinti 7/100 leukosit memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 82,6% dan 69,2%, NDP dan NDN sebesar 70,4% dan 81,8%.Simpulan: Terdapat hubungan sedang negatif antara jumlah eritrosit berinti dengan asidosis. Jumlah eritrosit berinti 7/100 leukosit dapat digunakan sebagai alat penunjang diagnosis asidosis pada asfiksia neonatorum.Kata kunci: Eritrosit berinti, asidosis, asfiksia
CORRELATION BETWEEN INTERLEUKIN 13 SERUM LEVELS AND SCORAD INDEX IN PATIENTS WITH ATOPIC DERMATITIS Indranila Kurniasari; R. Sri Djoko Susanto; Sugastiasri Sugastiasri
Media Medika Muda Vol 2, No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Background: Atopic dermatitis is one of the most common inflammatory skin disorders with increasing prevalence. AD is a multifactorial disease influenced by a complex relationship between genetic and environmental factors. Genetic predisposition for atopic diseases may cause an expansion of Th2 cells activities, and IL-13 is an important mediator in Th2 immunity response. IL-13 has a role in the abnormal immune response against pathogens and decreased skin barrier function, two major predisposing factors for AD. The purpose of this study is to prove that there is a correlation between IL-13 serum levels and AD disease severity measured by the SCORAD index. Method: This is a cross-sectional analytic observational study. Research subjects are 37 patients with atopic dermatitis and 16 healthy controls. Serum samples were processed and analyzed at the GAKI Laboratory of Dr. Kariadi General Hospital Semarang. Results: There is a significant difference of IL-13 serum levels between patients with atopic dermatitis and healthy control (p=0.0001), and between the study group with mild, moderate and severe atopic dermatitis (p=0.0001). Analysis found a significant and very strong positive correlation (p=0.0001; r=0.911) between IL-13 serum levels and SCORAD index. Conclusion: There is a significant positive correlation between IL-13 serum levels and atopic dermatitis disease severity, which means that IL-13 serum level will increase with increasing disease severity of atopic dermatitis. Keywords: Atopic Dermatitis, Interleukin 13, Severity, SCORAD
PERBEDAAN KADAR IODIUM DALAM URIN ANAK SEKOLAH DASAR DI DAERAH ENDEMIK GAKI DAN NON ENDEMIK GAKI DI KECAMATAN SIRAMPOG KABUPATEN BREBES Mahayu Dewi Ariani; Farida Martyaningsih
Media Medika Muda Vol 1, No 3 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Hasil pemetaan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes pada tahun 2004 untuk anak sekolah, diperoleh data Total Goiter Rate (TGR) yang semakin meningkat dengan nilai TGR tertinggi ada di Kecamatan Sirampog yakni 40,71% (endemik berat 30%),berada di daerah pegunungan dan rawan longsor yang merupakan faktor resiko GAKI. Urinary Excretion Iodine (UEI) paling banyak digunakan sebagai marker biokimia untuk GAKI dibandingkan TGR karena lebih obyektif, sederhana, murah dan lebih dari 90% iodium akan diekskresi oleh tubuh lewat urin sehingga dapat merefleksikan asupan iodium pada saat itu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kadar UEI pada anak SD di daerah endemik dan non endemik GAKI di kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes.Metode: Penelitian ini menggunakan design cross sectional. Subyek dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sampel anak Sekolah Dasar daerah endemik dan daerah non endemik. Kadar iodium (UEI) dalam urin diperiksa dengan metode Ceric Ammonium Persulfate di Laboratorium GAKI FK UNDIP yang berasal dari urin sewaktu. Data diolah menggunakan SPSS 11,5 for Windows.Hasil :  Rerata kadar UEI di daerah GAKI 161,1 µg/L (SD 73,9) dibandingkan dengan rerata kadar UEI di daerah endemik GAKI 245,8 µg/L (SD 72,2) (p=0,01).Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna antara kadar UEI di daerah endemik dan non endemik GAKI. Kata Kunci: kadar UEI, Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKI), endemik.
PERBEDAAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA ST-ELEVATION MYOCARD INFARCTION (STEMI) DAN NON ST ELEVATION MYOCARD INFARCTION (N-STEMI) Muh Agus Barliyan; Ria Triwardhani; Banundari Rachmawati
Media Medika Muda Vol 2, No 3 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Infark Miokard Akut (IMA) menyebabkan penurunan curah jantung dan aliran darah menuju ginjal sehingga dapat mengakibatkan fungsi ginjal menurun yang dapat dilihat dari kenaikan ureum dan kreatinin. Kenaikan ureum dan kreatinin dapat sebagai petanda laboratorium untuk membedakan antara ST-elevation  myocard infartion (STEMI) dengan non ST elevation myocard infarction (NSTEMI) sehingga mempercepat penanganan dan menurunkan kasus kematian IMA. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar ureum dan kreatinin antara pasien STEMI dengan NSTEMI.Metode: Desain penelitian belah lintang, data sekunder diambil dari rekam medik dari bulan Januari - September 2017 di RSUP Dr. Kariadi. Jumlah sampel 80 pasien, digolongkan dua kelompok yaitu STEMI dan NSTEMI berdasarkan pemeriksaan EKG dan enzim jantung (troponin dan CKMB). Kadar ureum dan kreatinin serum diperiksa dengan alat ADVIA 1800. Data dianalisis dengan program statistik SPSS v.15 menggunakan uji beda mann whitney.Hasil: Ada perbedaan bermakna kadar ureum dan kreatinin antara STEMI dan NSTEMI (p=0,010 dan p=0,003). Hal ini dikarenakan kerusakan otot jantung menyebabkan penurunan curah jantung yang menuju ginjal lebih tinggi pada kasus STEMI dibandingkan NSTEMI.Simpulan: Simpulan: Kadar Ureum dan kreatinin lebih tinggi bermakna pada STEMI. Peningkatan kadar ureum dan kreatinin perlu diperhatikan pada kasus infark miokard. Kata Kunci: Ureum, kreatinin, Infark Miokard Akut, STEMI, NSTEMI
PENGARUH LATIHAN HATHA YOGA TERHADAP KUALITAS HIDUP DOMAIN FISIK YANG DIUKUR DENGAN KUESIONER WHOQOL-BREF PADA REMAJA OBESITAS Erna Setiawati; Suhartono Suhartono; I Made Widagda
Media Medika Muda Vol 1, No 2 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Prevalensi obesitas mulai meningkat di negara berkembang. Dampak negatif akibat obesitas menyebabkan penurunan kualitas hidup remaja. Remaja sangat berperan sebagai sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan produktivitasnya dalam menentukan keberhasilan suatu negara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan Hatha Yoga terhadap kualitas hidup domain fisik pada remaja obesitas.Metode: randomized controlled pre and post experimental. Tempat: SMA Negeri 14 Semarang. Subjek: 23 murid SMA Negeri 14 Semarang yang memenuhi kriteria penelitian. Perlakuan: Subyek dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok perlakuan diberi intervensi latihan Hatha Yoga  3 kali/ minggu selama 6 minggu, kelompok kontrol tidak diberi intervensi apapun. Kedua kelompok mengisi kuesioner WHOQOL-BREF domain fisik sebelum, setelah 3 dan 6 minggu perlakuan.Hasil: Perubahan rerata skor WHOQOL-BREF domain fisik. Tidak didapatkan peningkatan bermakna pada rerata skor WHOQOL- BREF domain fisik pada kelompok perlakuan setelah 3 minggu perlakuan (p=0,493) dan setelah 6 minggu perlakuan (p=0,083) maupun kelompok kontrol setelah 3 minggu perlakuan (p=0,094) dan 6 minggu setelah perlakuan (p=0,693). Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada rerata skor WHOQOL-BREF domain fisik antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setelah 3 minggu perlakuan (p=0,087) namun setelah 6 minggu perlakuan didapatkan perbedaan yang bermakna (p=0,005). Tidak didapatkan perbedaan bermakna peningkatan rerata skor WHOQOL-BREF domain fisik antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setelah 3 minggu perlakuan (p=0,684) dan setelah 6 minggu perlakuan (p=0,227).Simpulan: Latihan Hatha Yoga 3 kali/ minggu selama 6 minggu dapat meningkatkan kualitas hidup domain fisik remaja obesitas. Kata kunci: Latihan Hatha Yoga, kualitas hidup domain fisik, remaja obesitas
PERBEDAAN EFEKTIVITAS HATHA YOGA DAN TAI CHI TERHADAP KEBUGARAN KARDIORESPIRASI DAN KONDISI INFLAMASI PADA PENDERITA PPOK Meita Hendrianingtyas; Erna Setiawati; Dwi Retnoningrum
Media Medika Muda Vol 2, No 3 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia. Gangguan kebugaran kardiorespirasi penderita PPOK dan meningkatnya keadaan inflamasi pada penderita PPOK akan menyebabkan penurunan kualitas hidup bagi penderita PPOK. Latihan pernafasan berupa Hatha Yoga dan Tai Chi merupakan bentuk latihan pernafasan yang terbukti manfaatnya pada penderita gangguan fungsi paru. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan efektivitas Hatha Yoga dan Tai Chi terhadap kebugaran kardiorespirasi dan kondisi inflamasi pada penderita PPOK.Metode: Penelitian berdesain randomized controlled pre and post experimental, dilakukan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Semarang, dengan subyek 11 penderita PPOK di BKPM Semarang yang memenuhi kriteria inklusi. Subyek dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok I berjumlah 5 orang diberi intervensi latihan Hatha Yoga 3 kali/ minggu selama 6 minggu, kelompok II berjumlah 6 orang diberi intervensi latihan Tai Chi 3 kali/ minggu selama 6 minggu. Kedua kelompok dilakukan pemeriksaan uji jalan 6 menit/ 6 MWT (6 minute walk test) dan pemeriksaan jumlah leukosit dan neutrofil sebelum dan setelah 6 minggu perlakuan.Hasil: Rerata VO2 max kelompok I dan II adalah 8,22± 1,24 dan 9,12 ± 1,62. Tidak didapatkan perbedaan VO2 max sebelum dan setelah latihan pada kelompok I dan II dengan p=0,33 dan p=0,78. Rerata jumlah leukosit dan neutrofil pada kelompok I dan II adalah 7.700 ± 2.137, 8.400 ± 2.520, 4.561 ± 2.069 dan 6.079 ± 1.823/ mm3. Tidak didapatkan perbedaan jumlah leukosit dan neutrofil sebelum dan setelah latihan pada kelompok I dan II dengan p=0,63 dan p=0,097.Simpulan: Tidak didapatkan perbedaan efektivitas Hatha Yoga dan Tai Chi terhadap kebugaran kardiorespirasi dan kondisi inflamasi pada pasien PPOK. Kata kunci: Hatha Yoga, Leukosit, Neutrofil, PPOK, Tai Chi, Uji jalan 6 menit
PENGARUH PEMBERIAN POLIFENOL MADU TERHADAP MUKOSITIS ORAL AKIBAT KEMORADIASI PADA PENDERITA KANKER KEPALA DAN LEHER Dwi Marliyawati; Wiratno Wiratno; Willy Yusmawan
Media Medika Muda Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Mukositis Oral (MO) merupakan efek samping segera akibat kemoradiasi pada penderita Kanker Kepala dan Leher (KKL) yang berdampak negatif pada kualitas hidup dan efektivitas terapi kanker. Efek sitotoksik kemoradiasi mengakibatkan terbentuknya radikal bebas (ROS) yang berlebihan sehingga terjadi kerusakan DNA sel epitel mukosa oral. Polifenol madu merupakan antioksidan dan anti inflamasi yang dapat mencegah kerusakan mukosa oralan ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh polifenol madu dalam mengurangi kejadian MO pada penderita KKL yang mendapat kemoradiasi.Metode: Penelitian randomized controlled trial (RCT) single blinded pada 38 pasien KKL yang memenuhi kriteria inklusi dan dibagi dua kelompok. Pada kelompok perlakuan mendapatkan madu, kedua kelompok mendapat vitamin C sebagai terapi suportif. Kelompok perlakuan diberikan 15 ml madu sebanyak 3 kali, yaitu 15 menit sebelum radiasi, dan 15 menit dan 6 jam setelah radiasi. Pasien dievaluasi setiap minggu untuk mengetahui onset MO dan derajat MO berdasarkan kriteria MO dari WHO. Analisis statistik onset MO menggunakan independent t-test dan derajat MO menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test.Hasil: Rata-rata onset MO pada kelompok perlakuan terjadi pada hari ke-11 sampai 19 dan pada kelompok kontrol pada hari ke-6 sampai 12, terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,000). Kejadian mukositis berat pada kelompok perlakuan (26,3%) lebih sedikit daripada kontrol (63,2%) dan didapatkan perbedaan yang bermakna (p=0,001). Kelompok usia muda berpengaruh terhadap onset MO yang lambat (p=0,039; OR 7; 95%CI 1,18–41,54).Simpulan: pemberian polifenol madu dapat memperlambat onset MO dan dapat menurunkan derajat MO.Kata kunci: onset mukositis oral, derajat mukositis oral, Kanker Kepala dan Leher, polifenol madu.
EFFECTS OF BLACK SEEDS EXTRACTS SUPPLEMENTATION ON IFNΓ LEVEL OF MULTIBACILLARY LEPROSY PATIENTS RECEIVING WHO-MDT Primasthi Anggraeni; R. Sri Djoko Susanto; Meilien Himbawani; Retno Indar Widayati
Media Medika Muda Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Background: Multibacillary leprosy patients exhibit a defective CMI response to M. leprae thereby causing a high bacillary load and lots of skin lesions, making untreated multibacillary patients becoming main reservoir and transmission of M.leprae. Th2 cytokines like IL-4, IL-5 and IL-10 elevated anc becoming characteristic of lepromatous or multibacillar patiens, with low level of Th1 cytokines, including IFN-g. Several studies showed that black seeds enhanced the production of IFN γ , posses potent potentiating effects on the CMI/ stimualtory effect on Th1 cells, while posses suppressor effects on humoral immunity/ inhibitory effect on Th2 cells. The purpose of this study is to know the effects of black seeds extract supplementation on IFN γ level of multibacillary leprosy patients. Methods: this study is experimental research with randomized controlled trial design. A sample of 44 patients was randomized into 2 groups: (i) placebo group, receiving WHO-MDT  and palcebo, (ii) black seed goup, receiving WHO-MDT and black seed extracts. The independent variable was the WHO-MDT plus black seed supplementation (3000 mg), and WHO-MDT plus placebo given  for 2 months . The dependent variable was IFN γ level. Results: Mean level of IFN γ before and after study from black seed groups was significantly different (p<0,0001), and mean delta value of black seed group was significantly superior (p=0,005/ p<0,05) to that of placebo. Conclusion: supplementation with black seeds extracts can enhance IFNγ production of multibacillary leprosy patients. Keywords: MB Leprosy, black seeds extract, Nigella sativa, IFNγ
RISK FACTORS FOR OROFACIAL CONGENITAL ANOMALIES IN NEONATES Adhie Nur Radityo; Muhammad Sholeh Kosim; Kamilah Budhi; Gatot Irawan Santosa; Arsirta Eka Rini
Media Medika Muda Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTBackground. Orofacialanomalies are anatomical and physiological abnormalities in the structure of organs in the face which are present since birth. Previous studies found that 40-60% the cause of birth defects was unclear.Objective. To determine the risk factors for orofacial congenital anomalies in neonates.Methods. Retrospective observational study using case-control design based on medical records within January 2009-June 2013 in Kariadi Hospital was done. Subjects were selected by purposive sampling and simple randomize sampling. Risk factors studied were risky maternal age, intrauterine infection, lack of folic acid supplementation, low antenatal care and family history of orofacial anomalies. Statistical analysis were using Chi-square test, Mann-Whitney test, Kolmogorov-Smirnov test and unpaired t-test.Results. Subjects were 48 neonates, which 24 of them with orofacial anomalies. We found that significant factors of orofacialanomalies occurrence are risky maternal age (p = 0.000; OR = 11.667, 95% CI = 2.696-50.490), intrauterine infection (p = 0.000; OR = 15.400, 95% CI = 2.930-80.951), lack of folic acid supplementation (p = 0.003; OR = 7.000, 95% CI = 1.822-26.887) and low antenatal care (p = 0.000; OR = 38.333, 95% CI = 4.395-334.382) and they become not significant after had multivariate analysis.Conclusion. Maternal age, intrauterine infection, lack of folic acid supplementation and low antenatal care are risk factors for orofacial anomalies in neonates Keywords:orofacialanomalies, risk factor
PERBEDAANKADAR IL-8 PADA PENDERITA KUSTA TIPE MB DENGAN REAKSI REVERSAL Renni Yuniati
Media Medika Muda Vol 2, No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang :Kusta ,merupakan penyakit infeksi kronis dengan kesulitan utama penatalaksanaan reaksi kusta. Reaksi reversal merupakan reaksi kusta tipe 1. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan IL-6, IL-8 pada reaksi reversal. Interleukin-8 merupakan faktor kemotaktik spesifik neutrofil. Efek utama IL-8 adalah aktivasi dan rekrutmen netrofil ke lokasi infeksi. Studi ini bertujuan mengetahui perbedaan perbedaan kadar IL-8 pada pasien kusta multibasiler dengan dan tanpa reaksi reversal.Metode: Desain penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional. Berdasarkan perhitungan sampel , kelompok reaksi berjumlah 28 sampel, kelompok non reaksi berjumlah 28 sampel sehingga sampel keseluruhan adalah 56 orang. Dilakukan pemeriksaan kadar IL-8 serum dengan metode ELISA kemudian dihitung dengan uji beda kadar IL-8 antara 2 kelompok dengan Uji T2 sampel bebas.Hasil: Hasil penelitian ini terdapat perbedaan bermakna kadar IL-8 diantara dua kelompok , didapatkan p>0.05 .Simpulan :Terdapat perbedaan kadar IL-8 pada pasien kusta dengan reaksi  reversalKata kunci: kusta tipe multibasiler, reaksi reversal, IL-8