cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Media Medika Muda
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 75 Documents
EFEK REMOTE ISCHEMIC PRECONDITIONING TERHADAP LUAS KEMATIAN OTOT JANTUNG TIKUS WISTAR PASCA INFARK MIOKARD YANG DIINDUKSI ISOPROTERENOL Rachmatu Bill M; Novi Angriyani; Noor Wijayahadi; Sulistiyati Bayu U; Satrio Adi W
Media Medika Muda Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (251.259 KB)

Abstract

Latar Belakang : Infark miokard adalah salah satu penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian. Infark miokard dapat terjadi karena adanya iskemi berkepanjangan pada otot jantung. Baku emas indikator terjadinya infark miokard adalah pemeriksaan histopatologi. Terdapat suatu iskemi singkat dan sementara suatu organ sebelum infark miokard yang dapat melindungi otot jantung dari kerusakan yang disebut RIPC.Tujuan : Mengetahui efek RIPC terhadap luas kematian otot jantung tikus pasca infark miokard yang diinduksi isoproterenol.Metode : Penelitian eksperimental murni dengan rancangan randomized posttest only control group design. Sampel sebanyak 21 ekor tikus wistar jantan yang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok perlakuan RIPC 3x5 menit, dan kelompok perlakuan RIPC 3x15 menit. Ketiga kelompok tersebut diinjeksi dengan isoproterenol untuk menginduksi infark miokard. Luas kematian otot jantung tikus wistar diukur menggunakan pemeriksaan histopatologi. Uji statistik menggunakan Uji Mann Whitney-U.Hasil : Skoring luas kematian otot jantung rerata pada kelompok kontrol sebesar 4,0000, kelompok perlakuan RIPC 3x5 menit sebesar 2,8957, dan kelompok perlakuan RIPC 3x15 menit sebesar 1,3714. Uji Mann Whitney-U perbedaan bermakna pada luas kematian otot jantung tikus Wistar pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan RIPC 3x5 menit(p=0,025) serta terdapat perbedaan bermakna antara luas kematian otot jantung tikus Wistar pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan RIPC 3x15 menit(p=0,001).Kesimpulan : Terdapat perbedaan luas kematian otot jantung antara tikus wistar yang diberi perlakuan RIPC 3x5 menit (P1) dan RIPC 3x15 menit (P2) dengan yang tidak diberi perlakuan RIPC (K). Kata kunci: RIPC, Infark Miokard, Isoproterenol
HUBUNGAN ANTARA RED BLOOD CELL DISTRIBUTION WIDTH DAN INDEK TROMBOSIT DENGAN FUNGSI GINJAL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 Erwin Farida; Herniah AW; Nyoman Suci W
Media Medika Muda Vol 3, No 2 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Red blood cell Distribution Width (RDW) mencerminkan proses patologis mendasari stres oksidatif, inflamasi kronis dan disfungsi endotel. Peningkatan aktivitas trombosit merangsang pelepasan prothrombotik dan proinflamasi pasien DM tipe 2 (DM2) dan perubahan morfologi trombosit berhubungan dengan peningkatan risiko komplikasi mikrovaskuler. Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskuler DM2 dan didefinisikan sebagai penurunan progresif laju filtrasi glomerolus (LFG).Metode: Metode penelitian belah lintang sekunder dari rekam medik bulan Januari sampai September 2017 di RSUP Dr.Kariadi, Semarang. Jumlah sampel 30 pasien. RDW, jumlah trombosit dan MPV diperiksa menggunakan Sysmex XN–1000 dan kadar ureum, kreatinin dengan alat ADVIA–1800. LFG dihitung dengan rumus Cockroft–Gault. Data dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil: Terdapat korelasi negatif sedang antara RDW dan LFG (p=0,002, r=-0,533) sedangkan jumlah trombosit dan MPV tidak memiliki hubungan bermakna (p>0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa meskipun mekanisme terjadinya peningkatan RDW belum sepenuhnya diketahui namun diduga berhubungan dengan stres oksidatif dalam patogenesis kerusakan fungsi ginjal pada DM2.Simpulan: Peningkatan RDW berkorelasi sedang terhadap penurunan LFG yang mencerminkan gangguan fungsi ginjal pada pasien DM2 sedangkan indek trombosit diantaranya jumlah trombosit dan MPV tidak memiliki hubungan yang signifikan. Peningkatan RDW perlu diperhatikan sebagai deteksi komplikasi kronis mikrovaskuler pada pasien DM2.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HIDUP PASIEN HIV/AIDS YANG MENJALANI PERAWATAN DI RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA Henni Kusuma
Media Medika Muda Vol 1, No 2 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (221.375 KB)

Abstract

Latar belakang: Penyakit HIV/AIDS bersifat kronis dan progresif sehingga berdampak luas pada segala aspek kehidupan baik fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual penderitanya. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien HIV/AIDS diantaranya yaitu jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status marital, pekerjaan, kondisi ekonomi, lama menderita penyakit, stadium penyakit, masalah psikososial (depresi), dan dukungan keluarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor- faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien HIV/AIDS.Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang dengan sampel sebanyak 92 responden dengan teknik purposive sampling. Adapun pengumpulan data menggunakan kuesioner terstruktur untuk mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup dan kualitas hidup pasien HIV/AIDS. Analisis data menggunakan uji Chi-Square dan Regresi Logistik Berganda.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan mayoritas pria (70,7%), berpendidikan tinggi (93,5%), bekerja (79,3%), tidak kawin (52,2%), berpenghasilan tinggi (68,5%), stadium penyakit lanjut (80,4%), depresi (51,1%), dukungan keluarganya non-supportif (55,4%), dankualitas hidup kurang baik (63,0%). Dari hasil analisis korelasi pada alpha 5% didapatkan ada hubungan yang bermakna antara depresi, dukungan keluarga, jenis kelamin, pendidikan, status marital, pekerjaan, penghasilan, dan stadium klinis penyakit dengan kualitas hidup (p=0,000; p=0,000; p=0,009; p=0,048; p=0,021; p=0,047; p=0,041; p=0,000). Selanjutnya, hasil uji regresi logistik menunjukkan responden yang mengalami depresi dan mempersepsikan dukungan keluarganya non-supportif beresiko untuk memiliki kualitas hidup kurang baik setelah dikontrol oleh jenis kelamin, status marital, dan stadium penyakit. Selain itu, diketahui pula bahwa dukungan keluarga merupakan faktor paling dominan yang berhubungan dengan kualitas hidup dengan nilai OR=12,06.Simpulan: Rekomendasi dari penelitian ini adalah perlu dilakukan intervensi untuk memberdayakan keluarga agar senantiasa memberikan dukungan pada pasien HIV/AIDS. Selain itu, upaya pencegahan serta penanganan terhadap masalah depresi juga perlu dilakukan agar dapat memperbaiki kualitas hidup pasien HIV/AIDS. Kata kunci: kualitas hidup, HIV/AIDS
EKSPRESI WT1 DAN P16 PADA KARSINOMA SEROSUM DERAJAT TINGGI DAN KARSINOMA ENDOMETRIOID DERAJAT TINGGI PADA OVARIUM DI RS Dr. KARIADI SEMARANG, PERIODE 2015–2017 Djamila Zakaria; Udadi Sadhana; Devia Eka
Media Medika Muda Vol 3, No 3 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (502.683 KB)

Abstract

Latar belakang: Karsinoma serosum derajat tinggi dan karsinoma endometrioid derajat tinggi pada ovarium adalah keganasan epithelial terbanyak dan yang kedua terbanyak pada ovarium, yang sering terdeteksi pada tahap lanjut dengan prognosis yang buruk. Secara histopatologi sulit untuk membedakan kedua keganasan ini. Ekspresi WT1 dan p16 dapat digunakan untuk membedakan kedua keganasan ini.Metode: Penelitian analitik deskriptif dengan desain belah lintang. Sampel sebanyak 30 sampel blok paraffin yang telah didiagnosis sebagai karsinoma ovarium tahun 2015–2017 di laboratorium Patologi Anatomi RSUP Dr. Kariadi, yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu karsinoma serosum derajat tinggi sebanyak 18 sampel dan karsinoma endometrioid derajat tinggi sebanyak 12 sampel, dan dilakukan pengecatan imunohistokimia antibodi monoklonal WT1 dan p16, kemudian dianalisis dengan uji Mann-Whitney.Hasil: Ekspresi WT1 pada karsinoma serosum derajat tinggi dan karsinoma endometrioid derajat tinggi pada ovarium tidak bermakna (p=0,513). Ekspresi p16 pada karsinoma serosum derajat tinggi dan karsinoma endometrioid derajat tinggi pada ovarium tidak bermakna (p=0,356).Simpulan: Terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara Ekspresi WT1 dan p16 pada karsinoma serosum derajat tinggi dan karsinoma endometrioid derajat tinggi pada ovarium
HUBUNGAN DIPSTIK URIN DAN FLOWSITOMETRI URIN DENGAN KULTUR URIN PADA INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) Bilma Riasari Guspa; Muji Rahayu; Indranila Kustarini Samsuria
Media Medika Muda Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (174.596 KB)

Abstract

Latar belakang: Infeksi saluran kemih (ISK) adalah adanya mikroorganisme dalam urin. Bakteriuria bermakna bila pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming units (CFU) pada kultur urin. Pemeriksaan laboratorium untuk deteksi ISK adalah dipstik urin (nitrit dan lekosit esterase) dan flowsitometri (jumlah leukosit dan bakteri). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara hasil pemeriksaan dipstik dan flowsitometri dengan pemeriksaan kultur urin.Metode: Penelitian belah lintang pada 42 sampel pria yang menderita ISK di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama bulanAgustus–September 2017. Metode pemeriksaan disptik Combur adalah kolorimetri, metode flowsitometri menggunakan Sysmex UF1000i, dan kultur menggunakan metode konvensional. Uji data korelasi menggunakan contingency coefficient test.Hasil: Tidak terdapat hubungan bermakna dari dipstrik nitrit terhadap kultur (r=0,190 dan p=0,210), terdapat hubungan positif lemah antara dipstik lekosit esterase dengan kultur (r=0,363 dan p=0,012), terdapat hubungan positif kuat dari flowsitometri lekosit terhadap kultur (r=0,534 dan p=0,000) dan terdapat hubungan positif kuat antara flowsitometri bakteri dengan kultur (r=0,534, p=0,000). Simpulan: Tidak terdapat hubungan bermakna dari dipstik nitrit terhadap kultur. Terdapat hubungan bermakna dari dipstrik lekosit esterase, flowsitometri lekosit, terdapat hubungan yang bermakna antara flowsitometri bakteri dengan kultur. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh pada diagnostik ISK.