cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Media Medika Muda
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 75 Documents
PERBEDAAN EKSPRESI PROTEIN CD44 PADA BERBAGAI GRADE ADENOKARSINOMA PROSTAT Al Ichsan; Indra Wijaya; Ika Pawitra Miranti
Media Medika Muda Vol 2, No 3 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Kanker prostat merupakan keganasan paling umum dan tertinggi urutan enam penyebab kematian akibat kanker pada pria di seluruh dunia. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada prognosis adalah derajat histopatologi tumor saat diagnosis. Skor Gleason merupakan sistem yang saat ini paling sering digunakan untuk menentukan derajat adenokarsinoma prostat. CD44 merupakan protein trans-membran, berhubungan dengan interaksi antar sel dan interaksi sel-matriks serta dengan pertumbuhan dan metastasis tumor. Ekspresi CD44 berimplikasi pada progresi tumor dan metastasis pada banyak tumor, termasuk adenokarsinoma prostat, ini berkaitan juga dengan derajat skor Gleason yang tinggi.Tujuan: Untuk membuktikan perbedaan ekspresi CD44 pada adenokarsinoma prostat diferensiasi baik, sedang dan buruk.Metode: Penelitian analitik dengan desain belah lintang. Sampel sebanyak 30 blok parafin yang telah didiagnosis dan dilihat ulang sebagai adenokarsinoma prostat diferensiasi baik (Kelompok A), sedang (Kelompok B) dan buruk (Kelompok C) dan dilakukan pemeriksaan imunohistokimia CD44. Data ekspresi CD44 dianalisis menggunakan uji normalitas, uji homogenitas dan uji One Way ANOVA.Hasil: Sebaran data normal dan homogen. Uji One Way ANOVA kelompok A, B dan C, p = 0,048, menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara ketiga kelompok.Simpulan: Didapatkan perbedaan bermakna ekspresi CD44 antara adenokarsinoma prostat diferensiasi baik, sedang dan buruk. Hal ini sesuai dengan sebagian besar penelitian yang telah ada sebelumnya. Kata kunci: CD44, adenokarsinoma, prostat, skor Gleason
PERBANDINGAN HASIL APLIKASI TENS DAN LATIHAN VOLUNTER TERHADAP KEMAMPUAN DAN DURASI KONTRAKSI MAKSIMAL OTOT DASAR PANGGUL PADA WANITA LANSIA Tanti Ajoe Kesoema; Rudy Handoyo
Media Medika Muda Vol 1, No 2 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Kelemahan otot-otot panggul, khususnya pada wanita lanjut usia dapat menyebabkan timbulnya bermacam-macam gangguan atau keluhan. Salah satu cara penanganannya adalah dengan memperkuat otot-otot tersebut. Penguatan otot dapat dihasilkan melalui latihan dengan kontraksi volunter metode Kegel atau kontraksi pasif dengan stimulasi listrik. Stimulasi listrik dapat diberikan pada individu yang tidak mampu melakuan kontraksi volunter oleh berbagai sebab. TENS (Transkutaneus Electrical Nerve Stimulation) merupakan salah satu modalitas elektrostimulasi yang dapat digunakan untuk membangkitkan kontraksi otot melalui stimulasi saraf. Sehingga kontraksi otot secara pasif dapat membantu meningkatkan kekuatan otot dasar panggul bagi para wanita lanjut usia. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil aplikasi TENS dan latihan volunter terhadap kemampuan dan durasi kontraksi maksimal otot dasar panggul.Metode: Penelitian ini adalah Pre and post test design yang terdiri dari 34 wanita lansia berusia 60–65 tahun. Subyek dibagi menjadi 2 kelompok secara random. Kelompok pertama adalah kelompok yang melakukan latihan volunteer dan kelompok kedua adalah kelompok yang mendapatkan intervensi TENS. Hasil: Sesudah perlakuan, baik pada kelompok latihan volunter maupun kelompok TENS terdapat peningkatan kemampuan kontraksi maksimal otot dasar panggul secara bermakna (p<0,05). Kemampuan kontraksi otot dasar panggul pada kelompok latihan volunter secara bermakna lebih besar daripada kelompok TENS (p<0,05). Durasi kontraksi maksimal pada kelompok latihan memperlihatkan peningkatan yang bermakna (p=0,000) sedangkan pada kelompok TENS tidak (p=0,188). Dibanding kelompok TENS, latihan volunter menghasilkan durasi kontraksi maksimal yang lebih besar secara bermakna (3,78 vs. 1,63).Simpulan: Dibandingkan dengan aplikasi TENS, latihan volunter otot dasar panggul memberi manfaat yang lebih besar dalam meningkatkan kemampuan dan durasi kontraksi maksimal otot dasar panggul. Kata kunci: lansia, otot dasar panggul, TENS, Kegel.
FAKTOR DETERMINAN SOSIAL DAN FUNGSI KELUARGA YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA NYERI PUNGGUNG BAWAH LANJUT USIA Hari Peni Julianti; Nita Arisanti; Kuswandewi Mutyara
Media Medika Muda Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang : Prevalensi dan insidensi nyeri punggung bawah (NPB) pada lanjut usia (lansia) menunjukkan peningkatan. Dampak NPB adalah nyeri,spasme pada otot, fleksibilitas punggung berkurang, fungsi punggung terganggu, keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (AKS) dan kualitas hidup yang kurang. Faktor determinan sosial seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status ekonomi, kepemilikan asuransi kesehatan dan fungsi keluarga merupakan faktor yang dapat berhubungan dengan kualitas hidup lansia penderita NPB. Tujuan penelitian adalah menganalisis hubungan determinan sosial dan fungsi keluarga dengan kualitas hidup lansia dengan NPB. Manfaat penelitian adalah sebagai sumber informasi pengetahuan dan meningkatkan pelayanan kesehatan di layanan kesehatan primer terutama upaya promotif dan preventif.Metode : Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan kasus kontrol. Subyek penelitian adalah lansia yang mengalami NPB di daerah praktik lapangan Interprofessional Education Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Puskesmas Rowosari Semarang. Determinan sosial yang dinilai adalah  tingkat pendidikan, status ekonomi, jenis kelamin, usia dan kepemilikan asuransi kesehatan. Fungsi fisiologis keluarga diukur dengan APGAR dan fungsi patologis keluarga diukur dengan SCREEM.  Kualitas hidup dinilai dengan SF-36. Analisis statistik menggunakan uji Chi Squre.Hasil :. Hasil uji dengan chi square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara usia dengan kualitas hidup lansia penderita NPB (p=0,18), jenis kelamin dengan kualitas hidup lansia penderita NPB (p=0,82). Tingkat pendidikan (p=0,006, OR=8,31,SD=1,71-40,32) dan status ekonomi (p-0,00, OR=7,84, SD=2,82-21,77) serta kepemilikan asuransi kesehatan (p=0,005, OR=4,43, SD=1,65-11,89) menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kualitas hidup penderita NPB lansia.  Fungsi fisiologis (0,00, OR=30,86, SD=6,43-148-18) dan fungsi patologis (p=0,00, OR=44,18, SD=9,04-216,03) keluarga menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kualitas hidup penderita NPB lansia  .Simpulan : Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan, status ekonomi, kepemilikan asuransi kesehatan, fungsi fisiologis dan fungsi patologis keluarga dengan kualitas hidup lansia penderita NPB. Kata kunci : determinan sosial, fungsi keluarga, kualitas hidup, nyeri punggung bawah, lansia.
PERBEDAAN JUMLAH NEKROSIS SEL OTAK DAN NILAI pH DARAH TIKUS WISTAR PADA PEMBERIAN FORMALIN PERORAL DOSIS BERTINGKAT Intarniati Nur Rormah; Arif R Sadad; Andrew Johan
Media Medika Muda Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Pemberian formalin peroral dapat berpengaruh terhadap terjadinya jumlah nekrosis sel otak dan nilai pH darah. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan adanya perbedaan jumlah nekrosis sel otak dan nilai pH darah tikus wistar pada pemberian formalin peroral dosis bertingkat .Metode: 24 ekor tikus wistar diambil dengan simple random sampling. Sampel dibagi menjadi 4 kelompok dengan dosis berbeda untuk masing-masing kelompok. Pada kelompok X1(perlakuan 1) 0,03 ml/hari (1/16 dari dosis lethal); kelompok X2 (perlakuan 2) 0,07 ml/hari (1/8 dosis lethal) ; kelompok X3 (perlakuan 3) 0,15 ml/hari (1/4 dosis lethal) dan kelompok X4 (kontrol). Setelah adaptasi selama 7 hari, dilakukan pemberian formalin pada masing-masing perlakuan yang dicampur dalam air sampai volumenya 3 ml, diberikan personde dalam dosis tunggal selama 3 bulan. Kelompok X4 (kontrol) selama 3 bulan diberi pakan standar dan minum ad libitum. Setelah itu dianalisis perbedaan jumlah nekrosis sel otak dan nilai pH darah tikus wistar pada pemberian formalin peroral dosis bertingkat selama 3 bulan. Analisis data dilakukan dengan Uji Kruskall Walls.Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna jumlah nekrosis sel otak pada pemberian formalin peroral dosis bertingkat dengan p=0,041. Tidak terdapat perbedaan bermakna nilai pH darah tikus wistar pada pemberian formalin peroral dosis bertingkat dengan p=0,814 . Simpulan: Terdapat perbedaan jumlah nekrosis sel otak pada pemberian formalin peroral dosis bertingkat. Pada kelompok perlakuan 2 dan perlakuan 3 jumlah nekrosis sel otak lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Tidak terdapat perbedaan nilai pH darah tikus wistar pada pemberian formalin peroral dosis bertingkat. Pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan tidak terdapat perbedaan yang bermakna.Kata kunci: formalin peroral,nekrosis sel otak,pH darah
KORELASI ANTARA KADAR IFN- SERUM DENGAN SKOR PASI PADA PSORIASIS Buwono Puruhito
Media Medika Muda Vol 2, No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang : Kaitan antara kadar interferon-gamma ( IFN-g ) serum dan tingkat keparahan psoriasis masih kontroversial. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai korelasi antara kadar IFN-g serum dan derajat keparahan psoriasis yang diukur dengan skor psoriasis area severity index (PASI).Metode :  Penelitian observasional analitik, dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro / RSUP Dr. Kariadi, Semarang.Hasil :  Total sampel adalah 30 pasien psoriasis vulgaris, usia termuda 23 tahun, tertua 67 tahun. Sebanyak 17 sampel berjenis kelamin laki – laki dan 13 wanita. Dari penelitian didapatkan skor de psoriasis area severity index (PASI) dengan rentang 6,7 – 51 yang terbagi menjadi 3 kategori  yaitu ringan (skor PASI <8) 3 pasien, sedang (skor PASI 8-12) 5 pasien, dan berat (skor PASI >12) 22 pasien. Nilai rerata skor PASI adalah 20,96  11,56 dengan nilai tengah 15,7. Interferon-gamma  (IFN-g ) mempunyai rentang dari 0,98-44,27, rerata 8,678,06 dan nilai tengah 8,05. Lama sakit bervariasi dari setengah sampai 11 tahun, dengan rerata 5,35  2,75 dan nilai tengah 5,0. Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara skor PASI dan kadar IFN-gamma (p<0,001, r0869), sedangkan lama sakit tidak ber korelasi baik dengan skor PASI ataupun dengan kadar serum IFN-g (masing – masing dengan p.Kesimpulan : Penderita psoriasis ditemukan peningkatan kadar IFN-g serum yang berkorelasi positif dengan derajat keparahan psoriasis yang dihitung dengan skor PASI. Kata Kunci :  Psoriasis, interferon-gamma, IFN-g, skor PASI
FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN DALAM APLIKASI MENTORING BUDAYA KESELAMATAN PASIEN Devi Nurmalia; Dhinamita Nivalinda
Media Medika Muda Vol 1, No 3 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Mentoring keperawatan merupakan suatu metode kepemimpinan untuk meningkatkan prilaku dan budaya keselamatan pasien. Mentoring keperawatan mampu meningkatkan integritas dan loyalitas individu terhadap sesuatu. Mentoring terbukti efektif dalam meningkatkan persepsi perawat terhadap pekerjaannya, meningkatkan pengetahuan dan skill sehingga berdampak pada komunikasi dan penyelesaian konflik Mentoring keperawatan telah terbukti efektif dalam meningkatkan perilaku perawat dalam patient safety culture. Efektifitas mentoring tidak bisa langsung terlihat, memerlukan waktu dan proses yang terus menerus. Fungsi manajemen memegang peranan yang penting dalam mengawal pelaksanaan mentoring. Mentoring keperawatan akan berjalan dengan baik apabila seorang manager menerapkan fungsi manajemen. Evaluasi dan monitoring perlu dilakukan untuk menilai kendala dan tantangan yang dihadapi. Evaluasi kegiatan mentoring keperawatan yang membahas faktor-faktor manajemen yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan mentoring saat ini belum pernah dilakukan.Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh fungsi manajemen dalam pelaksanaan kegiatan mentoring.Metode: Jenis penelitian deskriptif korelasi pada 32 responden menggunakan kuesioner. Analisis data dengan Chi Square dan regresi logistik berganda.Hasil: Fungsi manajemen berada pada kategori kurang baik, yaitu pada fungsi perencanaan (53,1%), dan fungsi pengorganisasian (65,6%). Fungsi pengarahan berada pada kondisi stabil dan fungsi pengendalian dinilai baik (56,2%). Sedangkan untuk pelaksanaan mentoring, sebanyak 56,2% responden menyatakan bahwa mentoring yang sudah dilakukan dirasa kurang tertata dengan baik pelaksanaannya. Fungsi pengendalian mempunyai pengaruh paling kuat dalam pelaksanaan mentoring keselamatan pasien. Hasil analisis menunjukkan bahwa Odds Ratio (OR) variabel pengendalian adalah 2,746 artinya fungsi pengendalian yang baik akan 2,746 kali melaksanakan mentoring keselamatan pasien dengan baik dibandingkan dengan pengendalian yang kurang baik.Simpulan: Fungsi manajemen yang paling berpengaruh terhadap pelaksanaan mentoring keselamatan pasien di ruang rawat inap adalah fungsi pengendalian. Kata kunci: fungsi manajemen keperawatan,mentoring, budaya keselamatan pasien
SENSIFITAS INDEK PERITONITIS MANNHEIM PADA PASIEN PERITONITIS GENERALISATA DEWASA DI RSUP DR. KARIADI Abdul Mughni; I Riwanto
Media Medika Muda Vol 1, No 2 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Peritonitis sampai saat ini merupakan masalah infeksi yang sangat serius, walaupun perkembangan antimikroba dan penanganan intensif sangat pesat, kematian kasus peritonis generalisata cukup tinggi yaitu antara 10–20%, di negara-negara berkembang angka kematian lebih tinggi lagi. Penelitian di Rio de Janeiro, Brazil didapatkan angka   kematian sebesar 61,8%, di Semarang RSUP Dr. Kariadi, Indonesia didapatkan angka kematian 54% .  Indek Peritonitis Mannheim (IPM) merupakan sistem skor untuk menilai prognosis pada pasien peritonitis dengan variabel yang lebih sederhana dibandingkan skor APACHE II. Tujuan studi ini adalah mengetahui seberapa besar sensitivitas dan spesifitas IPM pada pasien-pasien peritonitis generalisata dewasa di RSUP Dr. Kariadi.Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional dengan desain “Retrospektif Kohort” dengan mengumpulkan sampel melalui catatan medik. Sampel adalah pasien berumur ≥14 tahun yang menderita peritonitis generalisata yang menjalani operasi dan dirawat di RSUP Dr. Kariadi pada periode Januari 2009 – Desember 2010, dan pasien yang catatan mediknya tidak lengkap mencantumkan variabel IPM akan dieksklusi dari penelitian ini. Data dianalisis dengan menggunakan software SPSS 16.00 for Windows dengan membandingkan masing-masing variabel pada IPM antara pasien dengan outcome meninggal dan pasien dengan outcome survive (hidup) ditentukan nilai probabilitasnya (p) dan nilai Relative Risk (RR) terhadap kematian pasien. Kemudian dilanjutkan dengan spesifitas dan sensitifitas dan cut off point IPM terhadap pasien dengan peritonitis generalisata.Hasil: Pada penelitian ini terdapat 51 pasien dengan peritonitis generalisata dengan rerata umur 49,63 tahun (SD 18,03; range 14–85 tahun), 13 pasien adalah wanita (25,5%). Lama perawatan rerata 7 hari (range 7 jam–60 hari) dimana kematian terjadi pada 32 pasien (62,7%). Terdapat perbedaan pada variabel  kegagalan organ dan durasi penyakit antara pasien yang meninggal dengan pasien yang hidup (p=0,000; p=0,026). Didapat angka RR=8,18 pada kegagalan organ dan kematian dan RR=1,67 antara durasi ≥24 jam dan kematian. IPM memiliki sensitivitas sebesar 72% dan spesifisitas 79% dengan cut off point pada skor 26.Simpulan: IPM mempunyai sensitifitas 72% pada pasien peritonitis generalisata dewasa dengan cut off point 26, paling tidak terdapat 72% pasien meninggal dan bertambah pada peningkatan skor IPM .Hanya 2 variabel IPM ( kegagalan organ dan durasi penyakit) yang memiliki perbedaan bermakna antara pasien meninggal dan pasien hidup (survive). Dimana penderita peritonitis generalisata mempunyai risiko kematian 8,18 kali bila disertai kegagalan organ dan 1,67 kali bila durasi terjadinya peritonitis lebih dari atau sama dengan 24 jam. Kata kunci: Indeks peritonitis Mannheim, Peritonitis
PENGARUH LATIHAN AEROBIK AKUT TERHADAP PENINGKATAN FUNGSI EKSEKUTIF YANG DIUKUR DENGAN STROOP COLOUR WORD TEST DAN TRAIL MAKING TEST PART B PADA ANAK SEKOLAH DASAR Rahmi Isma Asmara Putri; Rudy Handoyo; Noor Wijayahadi
Media Medika Muda Vol 2, No 3 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: : Fungsi eksekutif merupakan bagian dari kognitif yang berperan penting dalam proses pembelajaran dan prestasi akademis anak, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan aerobik akut terhadap peningkatan fungsi eksekutif anak sekolah dasar usia 9-12 tahun yang diukur dengan Stroop Colour Word Test dan Trail Making Test part BMetode: Penelitian klnis eksperimental dengan randomized pre dan post controlled group design.Hasil: Pada kelompok perlakuan terdapat peningkatan yang bermakna pada skor stroop CW dari 2,2955±0,34235 menit menjadi 1,5795±0,29062 menit (p<0,001) dan pada skor TMT-B dari 32,6320±3,92685 detik menjadi 25,7435±4,63849 detik (p<0,001). Terdapat perbedaan yang bermakna selisih pretest-postest skor Stroop CW (p<0,001) dan TMT-B (p=0.037) pada kelompok perlakuan dibanding kelompok kontrol.Simpulan: Latihan aerobik akut dapat meningkatkan skor uji fungsi eksekutif Stroop CW dan TMT-B. Kata kunci: Aerobik akut, fungsi eksekutif, Stroop CW, TMT-B
HUBUNGAN ANTARA RINITIS ALERGI DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS AKUT BERULANG PADA ANAK Anna Mailasari Kusuma Dewi; Suprihati Suprihati; Edi Dharmana
Media Medika Muda Vol 1, No 2 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Saat ini kejadian rinitis alergi (RA) pada anak semakin meningkat. Pada penderita RA terdapat pergeseran Th0 menjadi Th2, serta peningkatan ekspresi ICAM 1 pada mukosa saluran nafas yang memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). Tujuan penelitian ini adalah membuktikan bahwa terdapat hubungan antara RA dengan ISPA akut berulang dan mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA akut berulang pada anak.Metode: Penelitian observasional dengan rancangan belah lintang. Sampel adalah pasien berusia 3–14 tahun dengan keluhan sering batuk pilek yang berobat ke Klinik THT dan Klinik Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang. RA positif bila terdapat hasil positif salah satu alergen tes cukit kulit. Analisis data meliputi analisis deskriptif dan uji hipotesis menggunakan Chi square (CI 95%, p<0,05).Hasil: Jumlah subyek 70 anak, 44 dengan ISPA akut berulang dan 26 bukan ISPA akut berulang. Terdapat 45 anak dengan RA dan 25 tidak RA. Terdapat hubungan, yang bermakna antara ISPA akut berulang dengan RA (RP=3,5, 95% CI 1,250–9800, p=0,015). Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara ISPA akut berulang dengan status gizi, anggota keluarga perokok dan kebiasaan mencuci tangan (p>0,05).Simpulan: RA berhubungan bermakna dengan kejadian ISPA akut berulang pada anak dan risiko terjadinya 3,5 kali lipat. Kata kunci: Rinitis alergi, infeksi saluran pernafasan atas akut berulang, anak
INHIBISI FRAKSI BIOAKTIF MAHKOTA DEWA (PHALERIA MACROCARPA) TOPIKAL TERHADAP EKSPRESI VEGF KORNEA TIKUS WISTAR PASCA TRAUMA BASA Mandasari Mandarana; Trilaksana Nugroho; Sri Inakawati
Media Medika Muda Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Kornea merupakan jaringan mata yang bersifat transparan dan avaskuler, sifat tersebut diperlukan dalam fungsi penglihatan normal, dipertahankan oleh keseimbangan faktor angiogenik dan antiangiogenik. Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) berperan dalam angiogenesis, terdapat peningkatan ekspresi VEGF pada neovaskularisasi kornea. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa fraksi bioaktif Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa), DLBS1425, memiliki efek antiangiogenesis dengan cara menghambat ekspresi mRNA VEGF-C pada sel kanker payudara. Penelitian ini ingin mengetahui efek antiangiogenesis DLBS1425 di bidang mata, dinilai dari ekspresi VEGF kornea tikus Wistar pasca trauma.Tujuan: Membuktikan DLBS1425 topikal berbagai konsentrasi memiliki efek terhadap ekspresi VEGF kornea tikus Wistar pasca trauma basa.Metode: Penelitian ini merupakan true experimental post-test only design. Dua puluh empat ekor tikus Wistar mendapat paparan NaOH 1M dengan diameter 1 mm, dibagi secara acak menjadi 4 kelompok. Kelompok K diberi tetes Hyalub, kelompok P1 diberi tetes DLBS1425 konsentrasi 1 x 101 mg/ml, kelompok P2 diberi tetes DLBS1425 konsentrasi 1 x 100 mg/ml, kelompok P3 diberi tetes DLBS1425 konsentrasi 1 x 10-1 mg/ml. Setelah 7 hari, dinilai ekspresi VEGF kornea secara imunohistokimia. Analisis statistik menggunakan uji Kruskal Wallis.Hasil Penelitian: Rerata ekspresi VEGF pada kelompok K=4,93, kelompok P1=4,33, kelompok P2=4,47, kelompok P3=4,77. Ekspresi VEGF kelompok perlakuan lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol (p=0,134).Kesimpulan: DLBS1425 topikal konsentrasi 1x10-1, 1x100 dan 1x101 memiliki efek terhadap ekspresi VEFG kornea tikus Wistar pasca trauma basa. Ekspresi VEGF pada kelompok perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kata kunci: Phaleria macrocarpa, DLBS1425, VEGF, neovaskularisasi kornea