cover
Contact Name
Rizanizarli
Contact Email
rizanizarli@unsyiah.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
anwar.hafidzi@uin-antasari.ac.id
Editorial Address
Jalan Ahmad Yani KM. 4,5 Banjarmasin Kalimantan Selatan
Location
Kota banjarbaru,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran
ISSN : 14126303     EISSN : 2549001X     DOI : 10.18592/sjhp.v22i1.4843
Core Subject : Humanities, Social,
Syariah specializes on Law and Islamic law, and is intended to communicate original research and current issues on the subject. This journal warmly welcomes contributions from scholars of related disciplines.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 14 Documents
Search results for , issue "Vol 20, No 1 (2020)" : 14 Documents clear
AT-TAFRÎQ AL-QADHÂ’I AND THE RELIGIOUS COURTS’ AUTHORITY IN DECIDING A DIVORCE Baharuddin, A. Zamakhsyari; Iman, Rifqi Qowiyul
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 20, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/sjhp.v20i1.3493

Abstract

AbstractOne of the reasons for the broken marriage is a talaq as a husband's prerogative right. However, in some conditions the talaq is not done by the husband even though the marriage relationship has lost its essence and has gone bad. It is called at-tafrîq al-qadhâ'i which is a way out for the husband's arbitrariness that the Judge is given the authority to terminate the marriage relationship even without the husband?s willingness. This research used a library research method. This research was normative juridical law research and it was analyzed using descriptive-analytic methods. From this research it was found that the Judiciary was authorized to break the rope of marriage through at-tafriq al-qadha?i under certain circumstances to protect the wives? rights. The authority was not only legally valid in the state law but also had its legitimacy regulated in fiqh.Keywords: tafriq, authority, divorce, judge, the religious courtAbstrakDiantara sebab terputusnya tali pernikahan adalah dikarenakan talak yang merupakan hak prerogatif suami. Namun dalam beberapa kondisi, ternyata talak tidak kunjung dijatuhkan oleh suami meski hubungan pernikahan telah hilang kemaslahatannya bahkan membawa kepada kemudharatan. At-tafri?q al-qadha??i yang merupakan jalan keluar dari kesewenangan suami dimana Hakim diberi kewenangan untuk memutuskan hubungan pernikahan tersebut meski tanpa adanya kerelaan dari pihak suami. Penelitian ini menggunakan metode penelitian pustaka (library research). Sedangkan bila dilihat dari sifatnya, penelitian ini termasuk penelitian hukum yuridis normatif yang dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analitik. Dari penelitian ini dapat dinyatakan bahwa Peradilan berwenang untuk memutus tali pernikahan melalui at-tafriq al-qadha?i dalam keadaan tertentu dalam rangka melindungi hak-hak istri. Bahwa kewenangan tersebut selain sah secara hukum negara ia juga memiliki legitimasinya sendiri yang diatur dalam fikih.Kata kunci: tafriq, kewenangan, perceraian, hakim, pengadilan agama 
ANALYSIS OF ELECTRIC BICYCLES AS A VEHICLE IN INDONESIA: A NORMATIVE LEGAL REVIEW Elvira, Febrina Gladys; Damayanti, Sri Sukmana; Theodora, Gavrilla; Nadina, Olga
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 20, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.778 KB) | DOI: 10.18592/sjhp.v20i1.3571

Abstract

Abstrak:Dalam perkembangannya terdapat kendaraan berupa sepeda listrik yang notabene memiliki dua sumber energi yaitu energi manusia dan energi listrik. Kendaraan yang memiliki dua sumber energi penggerak ini disebut juga sebagai hybrid vehicle. Di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia terkait dengan hybrid vehicle, yang notabene memiliki dua sumber energi, seperti sepeda listrik yang menggabungkan energi manusia dan listrik tidak terdapat pengaturan. Hal ini menimbulkan problematika terkait dengan legalitas sepeda listrik yang ada di masyarakat. Ketidakjelasan legalitas sepeda listrik ini memiliki problematik hukum yaitu 1) kedudukan hukum sepeda listrik di Indonesia dan 2) akibat hukum sepeda listrik sebagai kendaraan di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa sepeda listrik t tergolong sebagai kendaraan tidak bermotor. Hal ini didasarkan pada argumentasi bahwa sumber utama tenaga penggerak sepeda listrik adalah tenaga manusia dan dengan penafsiran ekstensif sepeda listrik merupakan perluasan dari sepeda pada umumnya. Akibat hukum yang muncul ketika sepeda listrik tergolong sebagai kendaraan tidak bermotor, berarti terdapat hak dan kewajiban hukum bagi pengendara sepeda listrik tersebut. Terdapat dua klasifikasi kewajiban bagi pengemudi sepeda listrik, dimana terdapat kewajiban yang hanya bersifat anjuran karena tidak memiliki sanksi ketika tidak dilaksanakan dan kewajiban yang memiliki sanksi ketika tidak dilaksanakan. Adapun hak-hak bagi pengemudi sepeda listrik adalah terdapat fasilitas-fasilitas khusus bagi pengendara sepeda listrikKata Kunci: sepeda listrik, legalitas, kendaraan.  Abstract: In its development, there is a vehicle in the form of electric bicycles which incidentally has two sources of energy namely human energy and electrical energy. This vehicle that has two sources of propulsion energy is also called hybrid vehicles. Though, there is not yet an Indonesian regulations related to hybrid vehicles, which has two energy sources, such as electric bicycles that combine human energy and electricity. This raises problems related to the legality of electric bicycles in the society. The unclear legality of electric bicycles has legal problems namely 1) the legal standing of electric bicycles in Indonesia and 2) legal consequences of electric bicycles as vehicles in Indonesia. This research is a normative legal research with a statutory and conceptual approach. Based on this research, it was found that electric bicycles are classified as non-motorized vehicles. This is based on the argument that the main source of electric bicycle driving force is human power and with an extensive interpretation of electric bikes as an extended version ofa bicycle in general. The legal consequences that arise when electric bicycles are classified as non-motorized vehicles are the legal rights and obligations for the electric cyclist. There are two classifications of liabilities for electric bicycle riders, where there are obligations that are in the form of cautionary suggestions because they do not have sanctions or punishment for not implementing the recommendationand ones that have sanctions when not applied. One of the rights received byelectric bicycle drivers are special facilities for electric bicycle ridersKeywords: electric bicycle, legality, vehicle.
SIRI MARRIAGE PRACTICES IN MAKMUR VILLAGE COMMUNITY, IN GAMBUT, BANJAR DISTRICT Rahmiyati, Rahmiyati; Rahmi, Diana; Nadiyah, Nadiyah
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 20, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.433 KB) | DOI: 10.18592/sjhp.v20i1.3738

Abstract

AbstractThis research is motivated by the existence of the practice of marriage series in the Makmur Village community, Gambut  Banjar District, South Borneo. The procession of a marriage contract at a series of marriages conducted by the people of Makmur Village was carried out without the attendance of the Registrar of Marriage and the knowledge of the Religious Affairs Office (KUA). Even so, it turned out that after the marriage contract took place it was held at Siri marriage. This research is empirical legal research which is a case study, using a qualitative approach. The author delves into the data needed by conducting in-depth interviews with the subject under study. The findings of this study are that the marriage of Siri which is practiced by the people of Desa Makmur is held like the official marriage ceremony. Walimah was held openly by inviting family and surrounding communities. Holding a Siri marriage is an act that is usually done, therefore if Siri marriage is done continuously it will result in more siri marriages occurring in the community, especially in Makmur Village. AbstrakPenelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya praktik walimah pernikahan siri pada masyarakat Desa Makmur Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar. Prosesi akad nikah pada pernikahan siri yang dilakukan oleh masyarakat Desa Makmur dilaksanakan tanpa dihadiri oleh Pegawai Pencatat Nikah dan tanpa sepengetahuan pihak KUA. Meskipun begitu, ternyata setelah akad nikah berlangsung diadakanlah walimah pada pernikahan siri tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat studi kasus, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penulis menggali data yang diperlukan dengan melakukan wawancara mendalam terhadap subjek yang diteliti. Hasil temuan dari penelitian ini adalah walimah pernikahan siri yang dipraktikkan oleh masyarakat Desa Makmur diselenggarakan seperti walimah pernikahan yang resmi. Walimah tersebut diselenggarakan secara terang-terangan dengan mengundang keluarga dan masyarakat sekitar. Mengadakan walimah pernikahan siri merupakan suatu perbuatan yang sudah biasa dilakukan (kebiasaan), oleh karena itu apabila walimah pernikahan siri terus menerus dilakukan maka akan berakibat bertambah banyak terjadi pernikahan siri pada masyarakat, khususnya di Desa Makmur.    
SOCIAL AND SECURITY IMPACT OF COVID-19 OUTBREAK IN WEST KALIMANTAN BASED ON THE POLICE LAW PERSPECTIVE Setyadi, Yusuf
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 20, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (227.941 KB) | DOI: 10.18592/sjhp.v20i1.3771

Abstract

AbstractThere is a dilemma in implementing social distancing as a government policy program to stay at home. For this, the author analyzed the police law perspective, especially the role of the National Police in overcoming the problems during the enactment of government regulations. The study was conducted using primary and secondary data. Primary data obtained through observation and interview, while secondary data obtained through library research. The data was then analyzed qualitatively and presented descriptively. From the results, it was concluded that the impact of the Covid-19 outbreak in the area of West Kalimantan Province was relatively safe and well-controlled which was indicated by no extraordinary crimes there. Polices had carried out their duties in all aspects both in maintaining security and public, law enforcement, protection, guard, and community services.Keywords: Social and Security Impacts; Police Law Perspective; Main Duties of Police. AbstrakAda dilema dalam pelaksanaan social distancing sebagai program kebijakan pemerintah untuk berdiam di rumah saja. Dalam menyikapi dilema tersebut, penulis menganalisis dalam perspektif hukum kepolisian. yaitu peran Polri dalam mengatasi permasalahan selama diberlakukannya peraturan pemerintah. Kajian dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui pengamatan (observasi) dan wawancara di lapangan, sedangkan data sekunder didapatkan melalu penelitian kepustakaan. Data tersebut selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif. Dari hasil pembahasan disimpulkan bahwa dampak wabah Covid-19 di wilayah Provinsi Kalimantan Barat relatif aman dan terkendali dengan baik yang ditandai dengan tidak ada kejahatan luar biasa. Polri telah melakukan tugasnya dalam segala aspek baik dalam aspek pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, dalam aspek penegakkan hukum, dan dalam aspek perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.Kata Kunci: Dampak Sosial dan Keamanan; Perspektif Hukum Kepolisian; Tugas Pokok Kepolisian
LEGAL PROTECTION TO PEDESTRIANS IN SAMARINDA Sagama, Suwardi
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 20, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (236.767 KB) | DOI: 10.18592/sjhp.v19i2.3142

Abstract

AbstractPopulation growth in Samarinda in 2017 and 2018 had an impact on the increasing development and significant growth of vehicles. Vehicle growth was not supported by the availability of parking lots, so the sidewalks became parking lots for vehicles. This research intended to find the legal protection for pedestrians in public spaces in Samarinda and its obstacles and supporting factors. The research method used was an empirical and juridical legal study by applying the laws and regulations as the basis for legal argumentation, as well as conducting interviews with relevant agencies related to research. Pedestrians in public spaces in Samarinda were protected by legal norms in Article 25 paragraph (1) of Law Number 22 of 2009 concerning Traffic and Road Transportation. Every road used for public traffic must have sidewalks for pedestrians. Sidewalks in Samarinda had become a place for hawkers to sell and for riders or drivers to park their vehicles. The inhibiting factors were the limited availability of the budget, sidewalks for trading by hawkers, sidewalks for parking lots. Supporting factors were legal certainty, the realization of law order, and legal protection for students. Keywords: Sidewalks; Pedestrians AbstrakPertumbuhan penduduk di Kota Samarinda pada tahun 2017 dan 2018 berdampak pada meningkatnya pembangunan dan pertumbuhan kendaraan bermotor yang signifikan. Pertumbuhan kendaraan tidak didukung dengan ketersediaan lahan parkir, sehingga trotoar menjadi tempar parkir kendaraan bermotor. Bagaimana perlindungan hukum kepada pejalan kaki pada ruang publik di Kota Samarinda dan apa faktor penghambat dan pendukungnya. Metode penelitian yang digunakan yuridis empiris dengan menerapakan peraturan perundang-undangan sebagai landasan argumentasi hukum. Serta melakukan wawancara kepada instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian. Pejalan kaki pada ruang publik di Kota Samarinda dilindungi oleh norma hukum dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ. Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi trotoar untuk Pejalan Kaki. Trotoar di Kota Samarinda menjadi tempat berjualan pedagang kaki lima dan parkir kendaraan bermotor. Faktor penghambat yaitu ketersediaan anggaran yang terbatas, trotoar digunakan berdagang oleh pedagang kaki lima, trotoar menjadi tempat parkir kendaraan bermotor. Faktor pendukung yaitu adanya kepastian hukum, terwujudnya ketertiban hukum dan perlindungan hukum kepada siswa/i. Kata Kunci:  Trotoar; Pejalan Kaki
ENFORCEMENT OF HEALTH LAW IN THE CRISIS PERIOD OF PANDEMIC OUTBREAK COVID-19: “THE POLICY OF LARGE SCALE SOCIAL LIMITATION (LSSL) IN INDONESIA VIEWED OF THE THEORY OF AL-MAQAASHID ASY-SYAR’IYYAH” Hidayatullah, Hidayatullah; Nasrullah, Nasrullah
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 20, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (251.072 KB) | DOI: 10.18592/sjhp.v20i1.3633

Abstract

AbstractStarting from the outbreak of the Corona Virus pandemic (Covid-19) in the early 2020s including in Indonesia, humanity was shaken with a variety of panic. To cope with the Covid-19 pandemic outbreak, the Government of Indonesia established a public health emergency status and adopted a Large Scale Social Restrictions (LSSL) policy. However, this health law enforcement issues a new polemic for the society, for Indonesian Muslims who cannot worship in congregation in mosques or other places of worship. The purpose of this study is to analyze the LSSL Policy that implemented by the government from the perspective of al-Maqashid asy-Syar?iyyah. This research is a legal research with literature study method and normative juridical research. Thus, the legal material related to the LSSL policy imposed by the Government of Indonesia. Based on the results of the study showed that there are some differences and their consequences, but the theory of al-Maqashid asy-Syar?iyyah LSSL policy is one of the best choices in the framework of overcoming the Covid-19 pandemic outbreak in Indonesia.Keywords: Health Law, LSSL, Pandemic outbreak, Covid-19, Maqashid Syar?iyyah. AbstrakBeranjak dari mewabahnya pandemi Virus Corona (Covid-19) pada awal tahun 2020 termasuk di Indonesia, membuat umat manusia digoncang dengan berbagai kepanikan. Untuk menanggulangi wabah pandemi Covid-19, Pemerintah Indonesia menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat dan memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskalaa Besar (PSBB). Namun penegakan hukum kesehatan ini mengakibatkan polemik baru bagi masyarakat, terutama bagi kaum muslimin Indonesia yang tidak bisa beribadah secara berjamaah di masjid atau tempat ibadah lainnya. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa kebijakan PSBB yang diterapkan Pemerintah dari sudut pandang al-Maqashid asy-Syar?iyyah. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan metode studi kepustakaan dan dengan pendekatan yuridis normatif. Dengan demikian, yang menjadi bahan hukum adalah regulasi terkait kebijakan PSBB yang diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia. Adapun hasil penelitian menunjukan bahwa meskipun memiliki berbagai dampak dan konsekuensinya, namun secara teori al-Maqashid asy-Syar?iyyah kebijakan PSBB merupakan salah satu pilihan terbaik dalam rangka penanggulangan wabah pandemi Covid-19 di Indonesia.Kata Kunci: Hukum Kesehatan, PSBB, Wabah Pandemi, Covid-19, al-Maqashid asy-Syar?iyyah.   
LEGAL ANALYSIS ON THE MANAGEMENT OF SUROBOYO BUS PUBLIC TRANSPORTATION IN SURABAYA CITY Fernando, Alam Subuh; Irianto, Heru; Adelina, Alya; Nugraha, Xavier
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 20, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (311.055 KB) | DOI: 10.18592/sjhp.v20i1.3548

Abstract

Abstrak: Di Kota Surabaya, dalam rangka untuk memudahkan mobilisasi terdapat kebijakan terkait dengan kendaraan bermotor umum, yaitu Suroboyo Bus. Sistem sistem pembayaran yang digunakan adalah denganmenggunakan sampah botol plastik dengan tujuan untuk menjaga kebersihan Kota Surabaya.  Dalam praktiknya, ternyata Surboyo Bus ini beroperasi dengan plat nomor berwarna merah, padahal di dalam Peratuan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor, dijelaskan bahwa kendaraan dengan plat nomor berwarna merah adalah kendaraan milik pemerintah yang notabene tidak boleh memungut pembayaran. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah penggunaan plat nomor berwarna kuning pada Suroboyo Bus telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan? 2) Bentuk pengelolaan seperti apa yang sesuai dalam mengelola kendaraan bermotor umum Surboyo Bus? Penelitian ini merupakan penelitian normatif, dengan mengaji dan menganalisa peraturan perundang-undangan ataupun bahan hukum lain yang berkaitan dengan pengelolaan Suroboyo Bus di Kota Surabaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan bahwa 1) Penggunaan plat merah pada kendaraan bermotor umum bertentangan dengan  Pasal 39 Peratuan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor, dan 2) Pengelolaan Suroboyo Bus sebaiknya beralih dari Dinas Pemerintah Kota Surabaya ke BUMD, karena Pengelolaan dengan sistem BUMD akan menyebabkan pengelolaan manajemen baik manajemen keuangan maupun manajemen organisasinya akan bersifat lebih luas dan tidak terikat pada APBD Kata Kunci: Suroboyo Bus, BUMD, Plat Nomor Berwarna Kuning, Plat Nomor Berwarna Merah Abstract: In the city of Surabaya, to facilitate mobilization a public means of transportation exists, namely the Suroboyo Bus. The payment system applied for the bus is by using plastic bottle waste to maintain the Sanitation of the city. In practice, it turns out that Surboyo Bus operates with a red plate number, even though in the Indonesian Police Chief Association No. 5 of 2012 concerning Registration and Identification of Transportations, it is explained that vehicles with red plate numbers are government-owned vehicles which in fact should not collect payments.Based on the stated issue, the problem formulations in this study are: 1) Does the use of yellow plates number on the Suroboyo Bus comply with statutory provisions? 2) What forms of management are appropriate in managing Surboyo Buses public transportation? This research is a normative study, by reviewing and analyzing laws and regulations or other legal materials relating to the management of Suroboyo Bus in Surabaya. This research uses the statutory approach and conceptual approach.  Based on the results of this study, it was found that 1) The use of a red plate on public transportation is contrary to Article 39 of the Indonesian Police Chief Regulation No. 5 of 2012 concerning Registration and Identification of Transportations, and 2) Management of Suroboyo Buses should move from the Surabaya City Government Office to become a Province owned business because the management system in province owned business will cause the management of both financial management and organizational management to be broader and not bound to the regional budget.Keywords: Suroboyo Bus, Region owned business, Yellow Plate number, Red Plate Number
Legal Protection To Pedestrians In Samarinda Suwardi Sagama
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 20, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (477.269 KB) | DOI: 10.18592/sjhp.v19i2.3142

Abstract

AbstractPopulation growth in Samarinda in 2017 and 2018 had an impact on the increasing development and significant growth of vehicles. Vehicle growth was not supported by the availability of parking lots, so the sidewalks became parking lots for vehicles. This research intended to find the legal protection for pedestrians in public spaces in Samarinda and its obstacles and supporting factors. The research method used was an empirical and juridical legal study by applying the laws and regulations as the basis for legal argumentation, as well as conducting interviews with relevant agencies related to research. Pedestrians in public spaces in Samarinda were protected by legal norms in Article 25 paragraph (1) of Law Number 22 of 2009 concerning Traffic and Road Transportation. Every road used for public traffic must have sidewalks for pedestrians. Sidewalks in Samarinda had become a place for hawkers to sell and for riders or drivers to park their vehicles. The inhibiting factors were the limited availability of the budget, sidewalks for trading by hawkers, sidewalks for parking lots. Supporting factors were legal certainty, the realization of law order, and legal protection for students. Keywords: Sidewalks; Pedestrians AbstrakPertumbuhan penduduk di Kota Samarinda pada tahun 2017 dan 2018 berdampak pada meningkatnya pembangunan dan pertumbuhan kendaraan bermotor yang signifikan. Pertumbuhan kendaraan tidak didukung dengan ketersediaan lahan parkir, sehingga trotoar menjadi tempar parkir kendaraan bermotor. Bagaimana perlindungan hukum kepada pejalan kaki pada ruang publik di Kota Samarinda dan apa faktor penghambat dan pendukungnya. Metode penelitian yang digunakan yuridis empiris dengan menerapakan peraturan perundang-undangan sebagai landasan argumentasi hukum. Serta melakukan wawancara kepada instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian. Pejalan kaki pada ruang publik di Kota Samarinda dilindungi oleh norma hukum dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ. Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi trotoar untuk Pejalan Kaki. Trotoar di Kota Samarinda menjadi tempat berjualan pedagang kaki lima dan parkir kendaraan bermotor. Faktor penghambat yaitu ketersediaan anggaran yang terbatas, trotoar digunakan berdagang oleh pedagang kaki lima, trotoar menjadi tempat parkir kendaraan bermotor. Faktor pendukung yaitu adanya kepastian hukum, terwujudnya ketertiban hukum dan perlindungan hukum kepada siswa/i. Kata Kunci:  Trotoar; Pejalan Kaki
Enforcement of Health Law: The Large Scale Social Limitation In Indonesia Viewed of The Theory Of Al-Maqashid Asy-Syar’iyyah Hidayatullah Hidayatullah; Nasrullah Nasrullah
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 20, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (221.466 KB) | DOI: 10.18592/sjhp.v20i1.3633

Abstract

AbstractStarting from the outbreak of the Corona Virus pandemic (Covid-19) in the early 2020s including in Indonesia, humanity was shaken with a variety of panic. To cope with the Covid-19 pandemic outbreak, the Government of Indonesia established a public health emergency status and adopted a Large Scale Social Restrictions (LSSL) policy. However, this health law enforcement issues a new polemic for the society, for Indonesian Muslims who cannot worship in congregation in mosques or other places of worship. The purpose of this study is to analyze the LSSL Policy that implemented by the government from the perspective of al-Maqashid asy-Syar’iyyah. This research is a legal research with literature study method and normative juridical research. Thus, the legal material related to the LSSL policy imposed by the Government of Indonesia. Based on the results of the study showed that there are some differences and their consequences, but the theory of al-Maqashid asy-Syar’iyyah LSSL policy is one of the best choices in the framework of overcoming the Covid-19 pandemic outbreak in Indonesia.Keywords: Health Law, LSSL, Pandemic outbreak, Covid-19, Maqashid Syar’iyyah. AbstrakBeranjak dari mewabahnya pandemi Virus Corona (Covid-19) pada awal tahun 2020 termasuk di Indonesia, membuat umat manusia digoncang dengan berbagai kepanikan. Untuk menanggulangi wabah pandemi Covid-19, Pemerintah Indonesia menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat dan memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskalaa Besar (PSBB). Namun penegakan hukum kesehatan ini mengakibatkan polemik baru bagi masyarakat, terutama bagi kaum muslimin Indonesia yang tidak bisa beribadah secara berjamaah di masjid atau tempat ibadah lainnya. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa kebijakan PSBB yang diterapkan Pemerintah dari sudut pandang al-Maqashid asy-Syar’iyyah. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan metode studi kepustakaan dan dengan pendekatan yuridis normatif. Dengan demikian, yang menjadi bahan hukum adalah regulasi terkait kebijakan PSBB yang diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia. Adapun hasil penelitian menunjukan bahwa meskipun memiliki berbagai dampak dan konsekuensinya, namun secara teori al-Maqashid asy-Syar’iyyah kebijakan PSBB merupakan salah satu pilihan terbaik dalam rangka penanggulangan wabah pandemi Covid-19 di Indonesia.Kata Kunci: Hukum Kesehatan, PSBB, Wabah Pandemi, Covid-19, al-Maqashid asy-Syar’iyyah.   
Legal Analysis On The Management Of Suroboyo Bus Public Transportation In Surabaya City Alam Subuh Fernando; Heru Irianto; Alya Adelina; Xavier Nugraha
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 20, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (392.47 KB) | DOI: 10.18592/sjhp.v20i1.3548

Abstract

Abstrak: Di Kota Surabaya, dalam rangka untuk memudahkan mobilisasi terdapat kebijakan terkait dengan kendaraan bermotor umum, yaitu Suroboyo Bus. Sistem sistem pembayaran yang digunakan adalah denganmenggunakan sampah botol plastik dengan tujuan untuk menjaga kebersihan Kota Surabaya.  Dalam praktiknya, ternyata Surboyo Bus ini beroperasi dengan plat nomor berwarna merah, padahal di dalam Peratuan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor, dijelaskan bahwa kendaraan dengan plat nomor berwarna merah adalah kendaraan milik pemerintah yang notabene tidak boleh memungut pembayaran. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah penggunaan plat nomor berwarna kuning pada Suroboyo Bus telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan? 2) Bentuk pengelolaan seperti apa yang sesuai dalam mengelola kendaraan bermotor umum Surboyo Bus? Penelitian ini merupakan penelitian normatif, dengan mengaji dan menganalisa peraturan perundang-undangan ataupun bahan hukum lain yang berkaitan dengan pengelolaan Suroboyo Bus di Kota Surabaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan bahwa 1) Penggunaan plat merah pada kendaraan bermotor umum bertentangan dengan  Pasal 39 Peratuan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor, dan 2) Pengelolaan Suroboyo Bus sebaiknya beralih dari Dinas Pemerintah Kota Surabaya ke BUMD, karena Pengelolaan dengan sistem BUMD akan menyebabkan pengelolaan manajemen baik manajemen keuangan maupun manajemen organisasinya akan bersifat lebih luas dan tidak terikat pada APBD Kata Kunci: Suroboyo Bus, BUMD, Plat Nomor Berwarna Kuning, Plat Nomor Berwarna Merah Abstract: In the city of Surabaya, to facilitate mobilization a public means of transportation exists, namely the Suroboyo Bus. The payment system applied for the bus is by using plastic bottle waste to maintain the Sanitation of the city. In practice, it turns out that Surboyo Bus operates with a red plate number, even though in the Indonesian Police Chief Association No. 5 of 2012 concerning Registration and Identification of Transportations, it is explained that vehicles with red plate numbers are government-owned vehicles which in fact should not collect payments.Based on the stated issue, the problem formulations in this study are: 1) Does the use of yellow plates number on the Suroboyo Bus comply with statutory provisions? 2) What forms of management are appropriate in managing Surboyo Buses public transportation? This research is a normative study, by reviewing and analyzing laws and regulations or other legal materials relating to the management of Suroboyo Bus in Surabaya. This research uses the statutory approach and conceptual approach.  Based on the results of this study, it was found that 1) The use of a red plate on public transportation is contrary to Article 39 of the Indonesian Police Chief Regulation No. 5 of 2012 concerning Registration and Identification of Transportations, and 2) Management of Suroboyo Buses should move from the Surabaya City Government Office to become a Province owned business because the management system in province owned business will cause the management of both financial management and organizational management to be broader and not bound to the regional budget.Keywords: Suroboyo Bus, Region owned business, Yellow Plate number, Red Plate Number

Page 1 of 2 | Total Record : 14