cover
Contact Name
Arnis Duwita Purnama
Contact Email
jurnal@komisiyudisial.go.id
Phone
+628121368480
Journal Mail Official
jurnal@komisiyudisial.go.id
Editorial Address
Redaksi Jurnal Yudisial Gd. Komisi Yudisial RI Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Yudisial
ISSN : 19786506     EISSN : 25794868     DOI : 10.29123
Core Subject : Social,
Jurnal Yudisial memuat hasil penelitian putusan hakim atas suatu kasus konkret yang memiliki aktualitas dan kompleksitas permasalahan hukum, baik dari pengadilan di Indonesia maupun luar negeri dan merupakan artikel asli (belum pernah dipublikasikan). Visi: Menjadikan Jurnal Yudisial sebagai jurnal berskala internasional. Misi: 1. Sebagai ruang kontribusi bagi komunitas hukum Indonesia dalam mendukung eksistensi peradilan yang akuntabel, jujur, dan adil. 2. Membantu tugas dan wewenang Komisi Yudisial Republik Indonesia dalam menjaga dan menegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 13, No 1 (2020): REASON AND PASSION" : 7 Documents clear
LEGAL STANDING PEMEGANG HAK MEREK TERDAFTAR YANG BELUM DIMOHONKAN PERPANJANGAN Asma Karim
Jurnal Yudisial Vol 13, No 1 (2020): REASON AND PASSION
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v13i1.359

Abstract

ABSTRAKPutusan Mahkamah Agung Nomor 139 K/Pdt.Sus HKI/2018 tentang pemegang merek terdaftar yang jangka waktunya berakhir dan belum perpanjangan merek, menyatakan bahwa penggugat tidak memiliki legal standing melakukan gugatan a quo. Penelitian ini berupaya memahami dan menganalisis apakah tepat atau tidak pertimbangan Mahkamah Agung dalam putusan tersebut (dilihat dari perspektif hukum materiil). Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan berbasis pada data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Mahkamah Agung kurang cermat dalam menjatuhkan putusan. Selaku judex juris, Mahkamah Agung seharusnya mempertimbangkan bahwa penggugat memiliki legal standing melakukan gugatan a quo didasarkan pada adanya iktikad tidak baik dari tergugat. Yaitu pertama, tergugat tidak melaksanakan putusan judex juris dalam perkara serupa Nomor 803 K/Pdt.Sus/2011, yang menyatakan penggugat adalah pemegang hak merek terdaftar, tetapi tergugat kemudian tetap menggunakan merek yang sama kedua kalinya. Kedua, penggugat memiliki legal standing mengajukan gugatan a quo adalah mengacu pada Pasal 77 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016, yang menyebutkan bahwa gugatan pembatalan dapat diajukan tanpa batas waktu jika terdapat unsur iktikad tidak baik.Kata kunci: legal standing; judex juris; iktikad tidak baik. ABSTRACT Decision of the Supreme Court Number 139 K/Pdt.Sus HKI/2018 concerning registered brand holders which the period ended and the brand was not extended yet, states that the litigant does not have a legal standing to make a quo lawsuit. These researches analyze whether the Supreme Court's consideration is appropriate or not in the decision (viewed from a material legal perspective). The research used a normative juridical method, based on secondary data. The author believes that the Supreme Court was not accurate in giving decision. As a judex juris, the Supreme Court should consider that the litigant has a legal standing to make a quo lawsuit since the defendant has a bad faith. First, the defendant did not implement the judex juris decision in the similar case Number 803 K/ Pdt.Sus/2011, which states that the litigant is the holder of registered brand rights, but the defendant then continues to use the same brand twice. Second, the litigant has a legal standing propose a quo lawsuit referring to Article 77 of Law Number 20 of 2016, which states that an accusation for cancellation can be submitted without time limit if there is a bad faith. Keywords: legal standing; judex juris; bad faith.
POTENSI PENYETARAAN AGAMA DENGAN ALIRAN KEPERCAYAAN DI INDONESIA Muwaffiq Jufri
Jurnal Yudisial Vol 13, No 1 (2020): REASON AND PASSION
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v13i1.360

Abstract

ABSTRAKKeberadaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 merupakan langkah progresif dalam upaya menghentikan segala kebijakan diskriminatif negara terhadap status hukum aliran kepercayaan, yang dianggap sebagai produk budaya di luar kualifikasi agama resmi negara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan konsep, pendekatan kasus, dan pendekatan perundang-undangan. Argumentasi dalam Putusan Nomor 97/PUU-XIV/2016 ialah bahwa pembedaan pengaturan antara agama dan kepercayaan dalam ketentuan Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 28E ayat (2) UUD NRI 1945 memberikan implikasi hukum yang meletakkan agama dan aliran kepercayaan pada konsepsi yang berbeda, dan pembedaan ini juga menempatkan aliran kepercayaan bukan bagian dari konsepsi agama. Di samping itu, adanya kata hubung "dan" yang diapit oleh kata "agama" dan "kepercayaan" menjadi penegas bahwa keduanya memang setara.Kata kunci: aliran kepercayaan; hak beragama dan berkepercayaan; hak-hak sipil.   ABSTRACTThe existence of Constitutional Court Decision Number 97/PUU-XIV/2016 is a progressive step in an effort to stop all state discriminatory policies against the legal status of the indegenous faiths (beliefs), which considered as a cultural product outside the state official religious qualification. This research uses normative legal research methods with conceptual, case study, and statutory approaches. Decision Number 97/PUU-XIV/2016 argues that the different conceptions in the provisions of Article 28E paragraph (1) and Article 28E paragraph (2) of the 1945 Constitution have implied legal consequences in which indegenous faith is not a part of religion concept. On the other hand, the existence of the conjunctions "and" between the term "religion" and "belief" confirms that the two concepts are equal.Keywords: indigenous faith; religious and belief rights; civil rights.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG RATIFIKASI PERJANJIAN INTERNASIONAL Dian Khoreanita Pratiwi
Jurnal Yudisial Vol 13, No 1 (2020): REASON AND PASSION
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v13i1.268

Abstract

ABSTRAKUndang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of the Association of Southeast Asian Nations digugat oleh masyarakat, karena bertentangan dengan konstitusi. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/ PUU-IX/2011 terdapat dissenting opinion dari dua hakim, yang menyebutkan hal tersebut bukanlah kewenangan Mahkamah Konstitusi. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah yuridis normatif. Hasil yang didapat dalam tulisan ini adalah materi muatan undang-undang ratifikasi berbeda dengan undang-undang biasanya. Tidak ada kejelasan mengenai kedudukan perjanjian internasional dalam hukum nasional Indonesia, sehingga memengaruhi ketatanegaraan Indonesia. Kesimpulan dari tulisan ini yaitu Mahkamah Konstitusi tidak berwenang memeriksa undang-undang ratifikasi. Pengujian undang-undang ratifikasi oleh Mahkamah Konstitusi memiliki potensi pembatalan undang-undang ratifikasi, namun tidak serta merta mengakibatkan pembatalan perjanjian. Menurut Konvensi Wina 1969 tidak diperkenankan pembatalan sepihak, kemungkinan yang dapat dilakukan adalah menarik diri dari perjanjian.Kata kunci: perjanjian internasional; ratifikasi; kewenangan; judicial review. ABSTRACT A number of communities have sued a judicial review of Law Number 38 of 2008 concerning Ratification of the Charter of the Association of Southeast Asian Nations, because it was against the constitution. In the Constitutional Court Decision Number 33/PUU-IX/2011 there are two dissenting opinions, which state that the object of the review is beyond the authority of the Constitutional Court. This research used a normative juridical method. The results that obtained in this article are the law of ratification content is different from the laws in general. There is no explanation regarding the position of international treaties in Indonesian national legal system, so it will affect the whole state administration. Therefore, the author agrees with the idea that Constitutional Court does not have the authority to examine such laws. Judicial reviews of the ratification by the Constitutional Court potentially annul that law, but not immediately revoke the international agreement. According to the 1969 Vienna Convention, a country not allowed to cancel any international agreement unilaterally. One possibility is that a country can withdraw from the agreement. Keywords: international treaties; ratification; authority; judicial review.
PENGUSUNGAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN DAERAH SEBAGAI BENTUK REPRESENTASI DAERAH Ismail Ismail; Fakhris Lutfianto Hapsoro
Jurnal Yudisial Vol 13, No 1 (2020): REASON AND PASSION
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v13i1.382

Abstract

ABSTRAKAda ketidaksinkronan Putusan Mahkamah Konstitusi dan Putusan Mahkamah Agung terkait persyaratan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah tahun 2019. Putusan Mahkamah Agung Nomor 65P / HUM / 2018 memandang bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30 / PUU-XVI / 2018 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 26 Tahun 2018 tidak boleh diberlakukan secara surut. Pertimbangan putusan tersebut memuat sebagai non-retroaktif dan kepastian hukum. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan peraturan peraturan-undangan dan pendekatan konseptual. Penelitian ini menunjukkan bahwa Putusan Nomor 65P / HUM / 2018 memberikan kesempatan kepada pengurus partai politik untuk menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah tahun 2019. Hakikatnya Mahkamah Agung tidak membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 26 Tahun 2018 secara keseluruhan,Kata kunci: asas non-retroaktif; calon anggota Dewan Perwakilan Daerah; kepastian hukum. ABSTRAKThere is an unsynchronization of the Constitutional Court's Decision and the Supreme Court's Decision related to the requirements for candidates of Regional Representative Council (DPD) members in 2019. The Supreme Court's Decision Number 65P/HUM/2018 considers that the Constitutional Court's Decision Number 30/PUU-XVI/2018 and General Election Commission (KPU) Regulation Number 26 of 2018 cannot apply retroactively. Those decision considerations contain non-retroactive principle and legal certainty. By using statutory and conceptual approaches, this research comes to the conclussions that the Decision Number 65P/HUM/2018 provided an opportunity for political party officials to become candidates for Regional Representative Council members in 2019. Essentially, the Supreme Court did not cancel all the General Election Commission Regulation Number 26 of 2018, but only could not retroactively applied for those who participated in the nomination process of the Regional Representative Council members in 2019, prior to the Constitutional Court's Decision Number 30/PUU-XVI/2018 and General Election Commission Regulation Number 26 of 2018.Kata kunci: prinsip non-retroaktif; calon anggota Dewan Perwakilan Daerah; kepastian hukum. 
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEJAHATAN PRAKTIK KEDOKTERAN ILEGAL Rena Yulia; Aliyth Prakarsa
Jurnal Yudisial Vol 13, No 1 (2020): REASON AND PASSION
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v13i1.341

Abstract

ABSTRAKFenomena kasus yang melibatkan tenaga kesehatan dengan pasien, belakangan ini sering terjadi. Penegakan hukum terhadap kasus tersebut pun sudah berjalan, akan tetapi belum beriringan dengan perlindungan terhadap korbannya, oleh karena itu menarik untuk dikaji perlindungan hukum yang diberikan kepada korban praktik kedokteran ilegal dalam Putusan Nomor 863/Pid.Sus/2016/PN.Srg. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil penelitian diketahui bahwa Putusan Nomor 863/Pid.Sus/2016/ PN.Srg belum memberikan perlindungan hukum terhadap korban praktik kedokteran ilegal. Hal ini terlihat dengan tidak adanya restitusi ataupun kompensasi bagi korban di dalam putusan tersebut. Putusan hakim lebih berorientasi pada penghukuman bagi pelaku, tetapi belum mempertimbangkan pemulihan kerugian hak-hak korban. Meski pengaturan perlindungan korban telah ada, akan tetapi dalam penegakan hukum kasus ini masih menggunakan paradigma penghukuman bagi pelaku tanpa pemenuhan terhadap korban.Kata kunci: praktik kedokteran ilegal; hak-hak korban; restitusi. ABSTRACT Lately there are often legal cases involving health workers dealing with their patients. Law enforcement has been implementing, but many have not provided protection for victims. One of the interesting decisions is Decision Number 863/Pid.Sus/2016/PN.Srg that highlights the legal protection of victims of illegal medical practice. This study uses a normative research method with a case study approach. The result of this research shows that the Decision Number 863/Pid.Sus/2016/PN.Srg has not provided legal protection for victims and it seen by the absence of restitution or compensation for victims. The panel of judges is more intend to punish the perpetrators of criminal acts, but does not consider restoring the rights of victims. Even though the regulation on victim protection is available, the paradigm used by the judges still tends to punish perpetrators rather than fulfillment of victims' rights. Keywords: illegal medical practice; victim rights; restitution.
PENERAPAN PASAL 5 AYAT (1) HURUF B UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Maman Budiman
Jurnal Yudisial Vol 13, No 1 (2020): REASON AND PASSION
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v13i1.391

Abstract

ABSTRAKHakim mempunyai kebebasan untuk menjatuhkan putusan pemidanaan dan menentukan jenis pemidanaan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. Sebagai contoh tindak pidana korupsi atas nama terdakwa GR, hakim menjatuhkan putusan menggunakan Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan pertimbangan bahwa terdakwa GR terbukti memberikan uang suap terkait promosi jabatan di Pemerintah Kabupaten Cirebon kepada SP selaku Bupati Cirebon. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan mengkaji dan meneliti peraturan-undangan dan putusan pengadilan tipikor tingkat pertama. Hasil analisis menyimpulkan bahwa majelis hakim tidak tepat menjatuhkan Putusan Nomor 119 / Pid. Sus-TPK / 2018 / PN.Bdg kepada terdakwa GR dengan menerapkan Pasal 5 ayat (1) huruf b. Seharusnya hakim menjatuhkan putusan lepas dari perintah hukum kepada GR yang terdakwa, karena perbuatan yang memberikan uang tersebut adanya pengaruh daya paksa untuk menuruti keiginan SP selaku pimpinan GR. Oleh karena itu perbuatan GR termasuk alasan yang cukup untuk memilihkan.Kata kunci: suap; daya paksa; lepas dari segala rahasia. ABSTRAKHakim memiliki keleluasaan untuk menjatuhkan hukuman dan menentukan jenis hukuman berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan. Misalnya, dalam kasus korupsi terdakwa GR, hakim menjatuhkan putusan dengan menggunakan Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Majelis hakim menilai, terdakwa terbukti memberikan suap terkait kenaikan jabatannya di pemerintahan kabupaten Cirebon kepada Bupati Cirebon saat itu. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, penulis menyimpulkan bahwa majelis hakim tidak tepat ketika memutus Putusan Nomor 119 / Pid.Sus-TPK / 2018 / PN.Bdg karena menggunakan Pasal 5 ayat (1) huruf b. Sebagai gantinya, seharusnya hakim menjatuhkan putusan dengan putusan bebas dari semua tuntutan hukum terhadap terdakwa karena perbuatannya memberikan uang adalah karena terpaksa menuruti keinginan SP sebagai atasan GR. Dengan demikian, tindakan GR memiliki alasan yang cukup untuk mendapatkan penghapusan pidana.Kata kunci: suap; paksaan; bebas dari semua pungutan.
PENAFSIRAN ASAS MANFAAT TENTANG ASSET RECOVERY KORBAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG susanto susanto
Jurnal Yudisial Vol 13, No 1 (2020): REASON AND PASSION
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v13i1.343

Abstract

ABSTRAKTulisan ini mengkaji Putusan Nomor 195 K/PDT/2018 tanggal 27 Maret 2018. Dalam putusannya majelis hakim tingkat kasasi menekankan pada asas manfaat untuk membatalkan putusan pengadilan tingkat sebelumnya, yaitu diabaikannya hukum acara dalam penanganan perkara perdata jika terdapat putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap pada perkara tindak pidana pencucian uang. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan kasus berupa putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hasil penelitian diperoleh bahwa penafsiran asas manfaat dalam Putusan Nomor 195 K/ PDT/2018 dikaitkan dengan asset recovery korban tindak pidana pencucian uang yang disita untuk negara tidak tepat, karena telah melanggar hukum formal maupun materiil. Sehingga putusan yang dihasilkan akan menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari. Asas manfaat yang diterapkan oleh majelis hakim telah mengabaikan keadilan dan kepastian hukum. Negara dalam tindak pidana pencucian uang tersebut tidak pernah dirugikan, karena yang mengalami kerugian adalah badan usaha swasta.Kata kunci: asas manfaat; asset recovery; pencucian uang. ABSTRACT This paper reviews Decision Number 195 K/PDT/2018 dated March 27, 2018. In its decision, the judges at the cassation level emphasized the benefit principle to cancel the previous court's decision, which is the neglect of procedural law in handling civil cases if there is a criminal decision that have legally binding in money laundry crime. The research method used a normative juridical with legislation and case approach in the form of court decisions that have legally binding. This study concludes that the interpretation of benefit principle associated with asset recovery in this decision is inappropriate because the asset belongs to the victim of a money laundering crime. Decisions like this will be problematic in the future because the principle of benefits implemented has ignored the principles of justice and certainty. In this case, the state is not the injured party. The loss was suffered by a private business entity. Keywords: benefit principle; asset recovery; money laundry.

Page 1 of 1 | Total Record : 7


Filter by Year

2020 2020


Filter By Issues
All Issue Vol. 16 No. 1 (2023): - Vol 15, No 3 (2022): BEST INTEREST OF THE CHILD Vol 15, No 2 (2022): HUKUM PROGRESIF Vol 15, No 1 (2022): ARBITRIO IUDICIS Vol 14, No 3 (2021): LOCUS STANDI Vol 14, No 2 (2021): SUMMUM IUS SUMMA INIURIA Vol 14, No 1 (2021): OPINIO JURIS SIVE NECESSITATIS Vol 13, No 3 (2020): DOCUMENTARY EVIDENCE Vol 13, No 2 (2020): VINCULUM JURIS Vol 13, No 1 (2020): REASON AND PASSION Vol 12, No 3 (2019): LOCI IMPERIA Vol 12, No 2 (2019): ACTA NON VERBA Vol 12, No 1 (2019): POLITIK DAN HUKUM Vol 11, No 3 (2018): PARI PASSU Vol 11, No 2 (2018): IN CAUSA POSITUM Vol 11, No 1 (2018): IUS BONUMQUE Vol 10, No 3 (2017): ALIENI JURIS Vol 10, No 2 (2017): EX FIDA BONA Vol 10, No 1 (2017): ABROGATIO LEGIS Vol 9, No 3 (2016): [DE]KONSTRUKSI HUKUM Vol 9, No 2 (2016): DINAMIKA "CORPUS JURIS" Vol 9, No 1 (2016): DIVERGENSI TAFSIR Vol 8, No 3 (2015): IDEALITAS DAN REALITAS KEADILAN Vol 8, No 2 (2015): FLEKSIBILITAS DAN RIGIDITAS BERHUKUM Vol 8, No 1 (2015): DIALEKTIKA HUKUM NEGARA DAN AGAMA Vol 7, No 3 (2014): LIBERTAS, JUSTITIA, VERITAS Vol 7, No 2 (2014): DISPARITAS YUDISIAL Vol 7, No 1 (2014): CONFLICTUS LEGEM Vol 6, No 3 (2013): PERTARUNGAN ANTARA KUASA DAN TAFSIR Vol 6, No 2 (2013): HAK DALAM KEMELUT HUKUM Vol 6, No 1 (2013): MENAKAR RES JUDICATA Vol 5, No 3 (2012): MERENGKUH PENGAKUAN Vol 5, No 2 (2012): KUASA PARA PENGUASA Vol 5, No 1 (2012): MENGUJI TAFSIR KEADILAN Vol 4, No 3 (2011): SIMULACRA KEADILAN Vol 4, No 2 (2011): ANTINOMI PENEGAKAN HUKUM Vol 4, No 1 (2011): INDEPENDENSI DAN RASIONALITAS Vol 3, No 3 (2010): PERGULATAN NALAR DAN NURANI Vol 3, No 2 (2010): KOMPLEKSITAS PUNITAS Vol 3, No 1 (2010): KORUPSI DAN LEGISLASI More Issue