cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
JURNAL PANGAN
ISSN : 08520607     EISSN : 25276239     DOI : -
Core Subject : Agriculture, Social,
PANGAN merupakan sebuah jurnal ilmiah yang dipublikasikan oleh Pusat Riset dan Perencanaan Strategis Perum BULOG, terbit secara berkala tiga kali dalam setahun pada bulan April, Agustus, dan Desember.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol. 22 No. 1 (2013): PANGAN" : 7 Documents clear
Tinjauan Waktu Tanam Tanaman Pangan Di Wilayah Timur Indonesia (Review of Food Crop Planting Time In Eastern Indonesia) Eleonora Runtunuwu; Haris Syahbuddin; Fadhlullah Ramadhani; Yayan Apriyana; Kharmila Sari; Wahyu Tri Nugroho
JURNAL PANGAN Vol. 22 No. 1 (2013): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v22i1.75

Abstract

Waktu awal tanam padi merupakan salah satu aspek pertanian yang menggambarkan waktu mulai menanam padi yang diduga bervariasi antar tempat. Penelitian bertujuan untuk mengkaji variasi waktu tanam tanaman pangan di wilayah timur Indonesia. Awal waktu tanam tanaman pangan yang dilakukan petani pada Musim Tanam I (MH) ditentukan apabila 8 persen dari luas baku kecamatan yang bersangkutan telah ditanami, awal tanam Musim Tanam II (MK I) ditentukan pada saat 6 persen dari luas baku sawah telah ditanami. Analisis dilakukan dengan menggunakan data luas baku dan luas tanam bulanan untuk tanaman padi sawah, padi ladang, dan jagung. Data yang dikumpulkan adalah data per kecamatan untuk periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Penelitian menunjukkan awal waktu tanam yang hampir sama untuk semua komoditas yaitu pada pertengahan sampai dengan akhir Oktober (Okt ll/lll) untuk MH. Untuk MK I, petani melakukan penanaman padi ladang dan jagung terlebih dahulu mulai akhir Januari sampai dengan awal Februari (Jan lll/Feb I)dan juga pertengahan sampai akhir Februari (Feb ll/lll) untuk padi sawah. Realisasi waktu tanam petani ini sangat ditentukan oleh awal musim hujan yang terjadi di wilayah timur Indonesia, sehingga hanya beberapa tempat yang bisa melakukan penanaman padi pada MK I, dan umumnya diganti dengan tanaman palawija. Apabila informasi awal waktu tanam ini dipetakan secara nasional, maka usaha pemenuhan kebutuhan tanaman pangan dapat difokuskan dengan memperhatikan tempat dan waktu kegiatan budidaya tanaman pangan.Planting time of food crop by farmers is expected to be varied among regions. The study aimed to examine the planting time variation of food crops in eastern Indonesia. Commencing planting time of planting season I (MH) is determined when 8 percent of the total food crop area have been planted, while commencing planting of planting season II (MK I) determined when 6 percent of the area have been planted. Analyses were performed using the food croparea and monthly planted area forirrigation paddy, rainfed paddy and maize. The collected data are distributed in each sub-district between 2000 and 2009 and obtained from the Central Statistics Agency (BPS). Research result showed commencing planting time forrainy season (MH) is almost similar forall food crops in the midto late of October(Oct II / III). For dry season (MK I), farmers plants rainfed paddy and maize crops in advance from late January to early February (Jan HI / Feb I) as wellas midto late February (Feb II / III) forirrigated paddy. Actual planting time is largely influenced bymonsoon in eastern Indonesia, therefore only a fewplaces that cultivate rice inMKI, butgenerally they plant secondarycrops. When the commence of planting time information is mapped nationally, efforts to fulfill the food crops requirement could be planned appropriately considering the local time of food crops cultivation.
Penerapan Model Pengembangan Teknologi Tepung Sukun Untuk Meningkatkan Nilai Tambah Komersial (Application of Development Model of Breadfruit Flour Technology to Increase the Commercial Added Value) Ridwan Rachmat; Sri Widowati
JURNAL PANGAN Vol. 22 No. 1 (2013): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v22i1.76

Abstract

Komoditas sumber karbohidrat non-serealia, seperti aneka umbi dan buah khususnya sukun, dalam bentuk segar umumnya mudah rusak karena tingginya kadar air (60-80 persen). Upaya penggalian sumberdaya pangan lokal untuk meningkatkan ketersediaan dan ketahanan pangan dan mengubah citra inferior menjadi superior dapat dilakukan dengan proses pengolahan produk setengah jadi, diantaranya menjadi tepung. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian telah berhasil mengembangkan teknologi proses produksi tepung sukun dengan palatabilitas tinggi. Inovasi teknologi tepung sukun tersebut telah diimplementasikan dalam suatu model kelembagaan melalui kerjasama dengan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Cilacap dan telah menunjukkan peningkatan nilai tambah khususnya dari segi ekonomi. Berdasarkan perhitungan B/C rasio, disimpulkan bahwa pada usaha skala 100 kg sukun segar dengan harga Rp 650/kg, maka harga jual tepung sukun Rp 12.000/kg. Sedangkan untuk skala usaha 1.000 kg sukun segar, dengan harga Rp 1.000/kg dan harga jual tepungnya Rp 10.000/kg. Harga tersebut dapat memberikan keuntungan pada petani. Nilai tambah ekonomi yang diperoleh dari usaha dengan model kelembagaan yang diintroduksikan lebih tinggi (Rp 1.811/kg), dibandingkan dengan model usaha skala petani yang ada yaitu sebesar Rp 1.233/kg.In general, non-cereals-based carbohydrates such as tubers and fruits, especially breadfruit as local food bio-resources, are perishable at high moisture content (60 - 80 percent). The effort in exploring and processing the commodities to produce flouras intermediate products will support the food availability and food security, and also improve the commodities image from inferior to the superior ones. The Indonesian Center forAgricultural Postharvest Research and Development (ICAPRD) has developed the production technology of highpalatability breadfruit's flour. This innovation has been implemented in a household level business model at farmerlevel through a collaborative work program on product development with the agricultural and animal husbandry extension service of Cilacap District, Central Java, and this resulted in lifting up the economic added value. Based on B/C ratio analyses, it is concluded that the feasible business at 100 kg of rawbreadfruit with Rp 650/kg, the flour's price is Rp 12,000/kg. While at 1,000 kg, the flour's prices is Rp 10,000/kg. The added valueof breadfruit's flour business at an introduced institutional model is higher (Rp 1,8117kg) than the existing farmer's business scale (Rp 1,233/kg).  
Perendaman Asam Askorbat Dapat Memperbaiki Sifat Fisik, Kimia, Sensori, dan Umur Simpan Tepung Bekatul Fungsional (Ascorbic Acid Soaking Can Improve Physical, Chemical, Sensory Characteristics and Storage Time of Functional Rice Bran) Made Astawan; Hadi Riyadi; Elis Nurhayati
JURNAL PANGAN Vol. 22 No. 1 (2013): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v22i1.77

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kombinasi pengaruh perendaman bekatul pada berbagai konsentrasi asam askorbat (400, 700, 1000 ppm) dan lama waktu perendaman (1, 2, 3 jam) terhadap sifat fisik, sifat kimia, pertumbuhan mikroba, perubahan mutu selama penyimpanan, umur simpan, dan daya terima bekatul fungsional. Kombinasi perlakuan perendaman bekatul dengan asam askorbat 1000 ppm selama 1 jam, menghasilkan bekatul fungsional yang terbaik. Perlakuan tersebut secara nyata meningkatkan sifat fisik (kecerahan, derajat putih, densitas kamba, densitas padat, dan indeks penyerapan air), sifat kimia (karbohidrat dan serat pangan, vitamin C), umur simpan dan daya terima. Perlakuan yang sama secara nyata menurunkan sifat fisik (rendemen dan aw), sifat kimia (kadar air dan abu, pH, TBA), dan total mikroba. Produk terpilih tersebut memiliki umur simpan selama 70,04 minggu, jauh lebih baik dibandingkan umur simpan bekatul konvensional selama 3,38 minggu pada penyimpanan suhu kamar, sehingga terjadi peningkatan sebesar 103 persen. Hasil uji sensoris menunjukkan bekatul fungsional lebih disukai dibandingkan bekatul konvensional, yaitu dalam hal kecerahan, warna, aroma, dan penampakan secara keseluruhan.The objective of this research was to analyze the combination effect of ascorbic acid concentration (400, 700, 1000 ppm) andsoaking time (1, 2, 3 hour) on physical and chemical characteristics, microbial growth, quality changes during storage, shelf life, and sensory acceptance of functional rice bran. The combination of soaking treatment with 1,000 ppm ascorbic acid solution for 1 hour produced the best functional rice bran. That treatment significantly increased physical characteristics (lightness, whiteness, bulk density, oliddensity, andwater absorption index), chemical characteristics (carbohydrate, dietary fiber, and vitamin C), shelf life and consumeracceptance. The same treatment on the otherhand significantly decreased physical characteristics (yield and water activity), chemical characteristics (moisture and ash contents, pH, TBA), andtotal microbial growth. The chosen functional rice bran had 70.04 weeksof shelf life, better than 34.48 weeks of conventional rice bran shelf life at room temperature, increased by 103 percent. Sensory analysis showed that functional rice bran hadbetter acceptance than conventional rice bran, in term of lightness, color, flavor, and overall appearance. 
Potensi Tanaman Sagu {Metroxylon sp.) dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Indonesia (Potential of Sago Plant (Metroxylon sp.) to Support Food Security in Indonesia) Parama Tirta Wulandari Wening Kusuma; Novita Indrianti; Riyanti Ekafitri
JURNAL PANGAN Vol. 22 No. 1 (2013): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v22i1.78

Abstract

Ketergantungan bangsa Indonesia terhadap beras begitu tinggi, sehingga ketika kebutuhan beras dalam negeri tidak tercukupi, Indonesia harus mengimpor beras. Ketergantungan terhadap beras dapat dikurangi melalui alternatif bahan pangan Iainnya yang dapat dibudidayakan di Indonesia sebagai upaya mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Salah satunya dengan mengeskplorasi potensi bahan pangan lokal Indonesia. Dalam kaitan dengan hal tersebut, maka tuiisan ini bertujuan untuk memetakan potensi sagu dan diversifikasi olahan sagu, baik berupa olahan pangan maupun olahan non-pangan sehingga dapat menjadi acuan dalam mengeksplorasi bahan pangan sagu. Sagu dapat diolah menjadi panganan tradisional, tepung sagu dan turunannya seperti tepung sagu termodifikasi dan mi sagu, serta pati sagu dan turunannya seperti edible film, makanan pendamping ASI, dan sohun. Sedangkan untuk kebutuhan non-pangan, sagu dapat dimanfaatkan menjadi bioethanol dan Protein Sel Tunggal. Untuk meningkatkan diversifikasi produk berbasis sagu dan turunannya maka perlu dilengkapi dengan kajian ekonomi, dukungan dan kebijakan pemerintah baik dari sisi ketersediaan maupun kemudahan akses para pelaku usaha komoditas sagu.Indonesia's dependence on rice is so high, that when the domestic rice requirement is not fulfilled, Indonesia has to import rice. The dependence on rice can be reduced through some alternative foodstuffs which can be cultivated in Indonesia. One way to do it is by exploring the potential of local food in Indonesia to support food security. This paper aimed to map out the potential of sago and sago processing diversification, both non-processing food and processing food so it can be a reference in exploring food from sago. Sago can be processed into traditional snacks, sago starchand its derivativessuch as modified sago starch and sago noodles, and sago starch and its derivatives such as edible films, complementary feeding, and vermicelli. For the need of non-food product, sago can be processed to become bioethanol and single cell protein. To improve product diversification based on sago it is necessary to be equipped with the economic assessment, support and government policy both in terms of availability and ease of business access to sago commodity 
Revitalisasi Penganekaragaman Pangan Berbasis Pangan Lokal (Revitalization of Diversification ofLocal-Food-Based Food) Suyanto Pawiroharsono
JURNAL PANGAN Vol. 22 No. 1 (2013): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v22i1.79

Abstract

Konsumsi beras yang tinggi berakibat rapuhnya ketahanan pangan. Tingginya konsumsi beras ini ditunjukkan oleh skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada kelompok padi-padian yang jauh lebih tinggi dari skor ideal yaitu 62,2 persen dari 50 persen skor ideal. Disisi lain, Indonesia kaya akan produk pangan lokal berbasis karbohidrat (singkong, ubi jalar, talas, dan sebagainya) yang berpotensi untuk substitusi beras. Oleh karena itu, program penganekaragaman pangan berbasis pangan lokal dinilai sebagai solusi yang tepat untuk mengurangi ketergantungan pada konsumsi beras. Penganekaragaman pangan pada perpektif yang lebih luas, tidak hanya untuk konsumsi pangan berbasis karbohidrat, tetapi juga untuk pangan berbasis protein dan lemak untuk mencapai pola pangan seimbang. Penganekaragaman pangan ternyata juga mempunyai dampak positif ikutan oleh terjadinya kompensasi zat gizi dari keragaman pangan tersebut yang dapat meningkatkan nilai biologis pangan yang dikonsumsi dalam metabolisme dan sekaligus berkontribusi untuk kesehatan tubuh. Untuk mendukung keberhasilan program penganekaragaman pangan, maka berbagai revitalisasi pelaksanaan program perlu dilakukan, yaitu melalui: (i) penyusunan rencana induk dan program secara holistik; (ii) pengembangan produk olahan berbasis pada iptek dan inovasi; (iii) pengembangan agroindustri dan agrobisnis berbasis pada produk pangan lokal; (iv) diseminasi dan sosialisasi; dan (v) dukungan kebijakan anggaran yang memadai untuk pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan.The highest consumption of rice causes the weakness of food security. The highest consumption office is indicated by high score offood pattern expectation ofpaddies group consumption, which is much higher from ideal score, namely 62.2 per cent from ideal score of 50 per cent. On the other side, Indonesia is rich in carbohydrate-based local-food products (cassava, sweet potato, taro, etc), which are potentially used for rice substitution. Therefore, the programs of food diversification based on local-food products are considered as appropriate solution for minimizing the dependency of rice consumption. In wider perspective of food diversification, it should be not only implemented for diversification of carbohydratebased food, but should also include for the diversification for protein-based food and fat-based food for obtaining a food pattern balance. In fact, food diversification also possesses additional positive effect due to the compensation of nutrition content from the food diversification, which can increase the biological value of consumed foods in the metabolism and at once contribute to body health. For supporting the successful food diversification program, therefore it is required a revitalization on the implementation program, through: (i) preparation of holistic program master plan, (ii) science, technology and innovation based products development, (Hi) establishment of agro-industry and agro-business based on the local food products, (iv) dissemination and socialization, and (v) support of appropriate budget policy for implementation of the decided policies. 
Ekonomi Pangan: Efektivitas Kebijakan Bantuan Langsung Benih Unggul Dan Pupuk Untuk Usahatani Pangan (Food Economics: Effectiveness of Policy on Direct Aids of Superior Seed and Fertilizer for Food Farming) Manuntun Parulian Hutagaol; Sri Hartoyo
JURNAL PANGAN Vol. 22 No. 1 (2013): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v22i1.147

Abstract

Indonesia menyadari pentingnya swasembada beras tidak hanya dalam mendukung proses pembangunan ekonomi, tetapi juga untuk ketahanan pangan nasional. Kejadian baru-baru ini mengenai krisis pangan global yang distimulasi oleh meroketnya harga minyak bumi yang membuat konversi bahan pangan menjadi energi menjadi layak secara ekonomi memperkuat keyakinan tersebut. Namun demikian, beberapa tahun terakhir ini, produktivitas tanaman padi telah stagnan di negeri ini. Untuk mengatasi permasalahan produktivitas tersebut, pemerintah mengimplementasikan program BLBU-BLP (Bantuan Langsung Bibit Unggul dan Bantuan Langsung Pupuk). Program ini memberikan suatu paket teknologi yang mencakup bibit unggul bersertifikat, pupuk pabrik dan organik kepada petani padi, kedele dan jagung. Studi ini dimaksudkan untuk mengevaluasi efektivitas program tersebut dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani. Penelitian dilakukan di tujuh propinsi dengan 488 responden petani padi dan jagung. Studi membuktikan bahwa program telah berhasil membangkitkan kesadaran petani dalam menggunakan benih unggul bersertifikat serta input pendukungnya serta meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani peserta program. Oleh karena itu, direkomendasikan agar pemerintah meneruskan pelaksanaan program pemberian bantuan ini. Tetapi, disarankan agar paket tekonologinya tidak seragam dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan pertanian setempat agar produktivitas lebih tinggi lagi.Indonesia has long recognized the importance of rice self-sufficiency for the country not only in facilitating its economic development process, but also for food security. Recent occurrence of global food crisis stimulated by skyrocketing oil price makes the conversion of food into bio energy becomes economically feasible and deepens this recognition. Yet, rice yields in this country over the last few years have bee stagnant at a relatively low level. Accordingly, the government of Indonesia has implemented BLBU-BLP program to cope with this problem. The program provides a package of production technology consisting of certificated seed of HYVs, manufactured and organic fertilizers to rice, corn and soybean farmers. This study was carried out to evaluate the effectiveness of the program to achieve its goals. It was conducted in seven provinces with 488 samples of rice and corn farmers. It confirmed that the program had been quite successful in increasing awareness of farmers in adopting and using certificated seed of HYVs and its supporting components, as well as in increasing productivity of rice farm and farmers’ income in the intervened farms. It is, therefore, that this program is recommended to be continued. However, the technological package should be modified to suit local farming environmental condition in order to generate better results. 
Taksonomi dan Sejarah Penyebaran Ubijalar Sebagai Pangan Harapan Potensial (Taxonomy and History of Sweet Potato Distribution as Food Potential) Yudi Widodo
JURNAL PANGAN Vol. 22 No. 1 (2013): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v22i1.151

Abstract

Kelangkaan pangan global kian menunjukkan akibat fatal dengan krisis komplek yang diiringi kelabilan politik dan memicu kerusuhan. Kasus Yunani, negara yang sejak kuno telah maju di semua bidang, termasuk filsafat ribuan tahun lalu, kini terpuruk ekonomi dan politiknya, sehingga warga negara terancam kekurangan pangan. Sementara itu, perubahan iklim global juga menjadi ancaman dalam peningkatan produktivitas, sehingga target untuk meningkatkan produksi pangan guna mengurangi kelaparan dan mengentaskan kemiskinan sesuai tujuan pembangunan milenium menjadi kecemasan baru. Eksploitasi jenis pangan yang didominasi oleh biji-bijian dan butir-butiran terutama serealia (padi, gandum, jagung dan Iain-Iain) dan leguminosa (kedelai, kacang tanah dan Iain-Iain) telah mencapai titik kejenuhan, sehingga sangat sulit untuk ditingkatkan potensinya. Ubijalar merupakan kelompok tanaman ubi-ubian yang potensinya menjadi harapan baru untuk memenuhi permintaan terhadap pangan. Meskipun kini telah dianggap sebagai pangan lokal, sebenarnya asal usul, sejarah penyebaran tanaman ubijalar perlu lebih diketahui agar mendapat pemahaman yang utuh.The taksonomical and historical distribution of sweet potato was discussed. The root crop is a potential food crop when the scarcity occurs. Food scarcity or food insecurity is the most important global issue affecting multidimensional crisis, includingpoliticalinstability in various countries. Recent situation in Greece, as an old developed country from the ancient, showed that her economic and political situations dropped into the worse circumstances, including malnutrition of the population. Moreover, the global climatic change is also threatening to the food production. So the target of the Millennium Development Goals through the increasing food production, reducing hunger and alleviating poverty encountered a new serious problem. So far, the exploitation of food crops is dominated from cereals and legumes such as rice, wheat, maize, soybean, peanut, mungbean etc, where theirproductivities revealed under saturation level, there by the endeavors to increase production are very difficult. Sweet potato as a food under tuberous rootcrop group therefore provides an alternative as the new potential food source to meet the greater demand forstaple food. Although sweet potato is considered to be local food, its real origin and historical distribution perspective as well as from taksonomicalpoint of view need to be understood holistically. 

Page 1 of 1 | Total Record : 7


Filter by Year

2013 2013


Filter By Issues
All Issue Vol. 32 No. 1 (2023): PANGAN Vol. 31 No. 3 (2022): PANGAN Vol. 31 No. 2 (2022): PANGAN Vol. 31 No. 1 (2022): PANGAN Vol. 30 No. 3 (2021): PANGAN Vol. 30 No. 2 (2021): PANGAN Vol. 30 No. 1 (2021): PANGAN Vol. 29 No. 3 (2020): PANGAN Vol. 29 No. 2 (2020): PANGAN Vol. 29 No. 1 (2020): PANGAN Vol 29, No 1 (2020): PANGAN Vol 28, No 3 (2019): PANGAN Vol. 28 No. 3 (2019): PANGAN Vol. 28 No. 2 (2019): PANGAN Vol 28, No 2 (2019): PANGAN Vol. 28 No. 1 (2019): PANGAN Vol 28, No 1 (2019): PANGAN Vol 28, No 1 (2019): PANGAN Vol 27, No 3 (2018): Vol 27, No 3 (2018): PANGAN Vol. 27 No. 3 (2018): PANGAN Vol. 27 No. 2 (2018): PANGAN Vol 27, No 2 (2018): PANGAN Vol 27, No 1 (2018): PANGAN Vol. 27 No. 1 (2018): PANGAN Vol 26, No 3 (2017): PANGAN Vol. 26 No. 3 (2017): PANGAN Vol. 26 No. 2 (2017): PANGAN Vol 26, No 2 (2017): PANGAN Vol. 26 No. 1 (2017): PANGAN Vol 26, No 1 (2017): PANGAN Vol 25, No 3 (2016): PANGAN Vol 25, No 3 (2016): PANGAN Vol. 25 No. 3 (2016): PANGAN Vol. 25 No. 2 (2016): PANGAN Vol 25, No 2 (2016): PANGAN Vol 25, No 1 (2016): PANGAN Vol. 25 No. 1 (2016): PANGAN Vol 24, No 3 (2015): PANGAN Vol. 24 No. 3 (2015): PANGAN Vol 24, No 2 (2015): PANGAN Vol. 24 No. 2 (2015): PANGAN Vol. 24 No. 1 (2015): PANGAN Vol 24, No 1 (2015): PANGAN Vol. 23 No. 3 (2014): PANGAN Vol 23, No 3 (2014): PANGAN Vol 23, No 3 (2014): PANGAN Vol 23, No 2 (2014): PANGAN Vol. 23 No. 2 (2014): PANGAN Vol 23, No 1 (2014): PANGAN Vol. 23 No. 1 (2014): PANGAN Vol. 22 No. 4 (2013): PANGAN Vol 22, No 4 (2013): PANGAN Vol 22, No 3 (2013): PANGAN Vol. 22 No. 3 (2013): PANGAN Vol. 22 No. 2 (2013): PANGAN Vol 22, No 2 (2013): PANGAN Vol 22, No 2 (2013): PANGAN Vol 22, No 1 (2013): PANGAN Vol. 22 No. 1 (2013): PANGAN Vol. 21 No. 4 (2012): PANGAN Vol 21, No 4 (2012): PANGAN Vol 21, No 4 (2012): PANGAN Vol. 21 No. 3 (2012): PANGAN Vol 21, No 3 (2012): PANGAN Vol 21, No 2 (2012): PANGAN Vol. 21 No. 2 (2012): PANGAN Vol 21, No 1 (2012): PANGAN Vol. 21 No. 1 (2012): PANGAN Vol. 20 No. 4 (2011): PANGAN Vol 20, No 4 (2011): PANGAN Vol 20, No 3 (2011): PANGAN Vol. 20 No. 3 (2011): PANGAN Vol. 20 No. 2 (2011): PANGAN Vol 20, No 2 (2011): PANGAN Vol. 20 No. 1 (2011): PANGAN Vol 20, No 1 (2011): PANGAN Vol 19, No 4 (2010): PANGAN Vol. 19 No. 4 (2010): PANGAN Vol 19, No 3 (2010): PANGAN Vol. 19 No. 3 (2010): PANGAN Vol. 19 No. 2 (2010): PANGAN Vol 19, No 2 (2010): PANGAN Vol. 19 No. 1 (2010): PANGAN Vol 19, No 1 (2010): PANGAN Vol 18, No 4 (2009): PANGAN Vol. 18 No. 4 (2009): PANGAN Vol 18, No 3 (2009): PANGAN Vol. 18 No. 3 (2009): PANGAN Vol. 18 No. 2 (2009): PANGAN Vol 18, No 2 (2009): PANGAN Vol 18, No 1 (2009): PANGAN Vol. 18 No. 1 (2009): PANGAN Vol. 17 No. 3 (2008): PANGAN Vol 17, No 3 (2008): PANGAN Vol. 17 No. 2 (2008): PANGAN Vol 17, No 2 (2008): PANGAN Vol 17, No 2 (2008): PANGAN Vol 17, No 1 (2008): PANGAN Vol. 17 No. 1 (2008): PANGAN Vol 16, No 1 (2007): PANGAN Vol. 16 No. 1 (2007): PANGAN Vol. 15 No. 2 (2006): PANGAN Vol 15, No 2 (2006): PANGAN Vol 15, No 1 (2006): PANGAN Vol. 15 No. 1 (2006): PANGAN More Issue