cover
Contact Name
Yusuf Saefudin
Contact Email
yusuf.saefudin12@ump.ac.id
Phone
+6285647946633
Journal Mail Official
kosmikhukum@ump.ac.id
Editorial Address
Jl. K.H. Ahmad Dahlan, Purwokerto, Jawa Tengah Indonesia, 53182
Location
Kab. banyumas,
Jawa tengah
INDONESIA
Kosmik Hukum
ISSN : 14119781     EISSN : 26559242     DOI : 10.30595/jkh
Core Subject : Social,
Kosmik Hukum adalah jurnal peer reviewed dan Open-Acces yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Kosmik Hukum mengundang para peneliti, dosen, dan praktisi di seluruh dunia untuk bertukar dan memajukan keilmuan di bidang hukum yang meliputi berbagai aspek hukum seperti Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Acara, Hukum Bisnis, dan sebagainya. Dokumen yang dikirim harus dalam format Ms. Word dan ditulis sesuai dengan panduan penulisan. Kosmik Hukum terbit dua kali dalam setahun pada bulan Januari dan Juli.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 22, No 1 (2022)" : 8 Documents clear
Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Sebagai Pemenang Lelang Eksekusi Hak Tanggungan atas Penguasaan Obyek Lelang Ade Muhammad Syamkirana Putra; Tri Lisiani Prihatinah
Kosmik Hukum Vol 22, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/kosmikhukum.v22i1.12271

Abstract

AbstractLegal protection for the auction buyer/auction winner means that there is legal certainty of the auction winner's rights to the goods he bought through the auction, obtaining the goods and material rights to the goods he purchased or in other words the auction winner can control the auction object which he has legally and materially. And if there is a lawsuit, the winner of the auction should not participate as a defendant. This study discusses how the legal protection for the auction winner of the execution of mortgage over the control of the auction object and the obstacles experienced in the legal protection for the auction winner of the execution of the mortgage over the mastery of the auction object. The method used in this research is the normative juridical method, carried out through a literature study which examines mainly secondary data. The law has guaranteed legal certainty for auction buyers which is clearly stated in Vendu Reglement, HIR, and PMK Number 106/PMK.06/2013 concerning Amendments to PMK Number 93/PMK.06/2010 and PMK Number 93/PMK.06 /2010 Concerning Auction Implementation Guidelines. The Vendu Reglement is a regulation that regulates the basic principles of auction which has been in effect since April 1, 1908. In general, the Vendu Reglement only regulates the implementation of auctions, the auctioneer or currently referred to as the auction official, the parts and contents of the auction minutes. Article 42 of the Vendu Regulation states that the winner of the auction has the right to obtain a quote from the minutes of the auction as a deed of sale and purchase of the object of the auction. The excerpt of the minutes of the auction which will later be used as a deed of sale and purchase for the benefit of changing the name of the auction object if the object being auctioned is an immovable object. Keywords: Execution, Mortgage, Legal Protection, Auction Winner. AbstrakPerlindungan hukum terhadap pembeli lelang/pemenang lelang berarti adanya kepastian hukum hak pemenang lelang atas barang yang dibelinya melalui lelang, memperoleh barang dan hak kebendaan atas barang yang dibelinya atau dengan kata lain pemenang lelang dapat menguasai obyek lelang yang telah dimilikinya secara yuridis maupun secara materiil. Dan apabila terjadi gugatan, seharusnya pemenang lelang tidak turut serta sebagai tergugat. Penelitian ini membahas bagaimana perlindungan hukum bagi pemenang lelang eksekusi hak tanggungan atas penguasaan obyek lelang dan hambatan-hambatan yang dialami dalam perlindungan hukum bagi pemenang lelang eksekusi hak tanggungan atas penguasaan obyek lelang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah terutama data sekunder. Undang-undang telah menjamin kepastian hukum bagi pembeli lelang yang secara jelas dinyatakan dalam Vendu Reglement, HIR, serta PMK Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Perubahan Atas PMK Nomor 93/PMK.06/2010 dan PMK Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Vendu Reglement merupakan peraturan yang mengatur prinsip-prinsip pokok tentang lelang yang telah berlaku sejak 1 April 1908. Secara umum Vendu Reglement hanya mengatur tentang penyelenggaraan lelang, juru lelang atau saat ini disebut sebagai pejabat lelang, bagian-bagian serta isi dari risalah lelang. Dalam Pasal 42 Vendu Reglement, menyatakan bahwa pemenang lelang berhak memperoleh kutipan risalah lelang sebagai akta jual beli obyek lelang. Kutipan risalah lelang mana nantinya akan dipergunakan sebagai akta jual beli untuk kepentingan balik nama obyek lelang apabila yang dilelang adalah benda tidak bergerak.Kata kunci: Eksekusi, Hak Tanggungan, Perlindungan Hukum, Pemenang Lelang
Model Pembinaan Narapidana Wanita dalam Tahap Asimilasi di Rumah Tahanan (Rutan) Banyumas Rahtami Susanti; Ika Ariani Kartini
Kosmik Hukum Vol 22, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/kosmikhukum.v22i1.12456

Abstract

AbstractIn Banyumas Regency, guidance for female prisoners is carried out at the Banyumas Detention Center (Rumah Tahanan, RUTAN) because Banyumas Regency does not have an extraordinary women's prison. The guidance for female prisoners in the Banyumas Rutan is almost no different from that carried out on male prisoners. The difference is only in the skills provided where female prisoners are given talents in sewing, arranging flowers, making crossbows, and cooking. The first objective of this study was to identify, identify and analyze the development of female prisoners in the assimilation stage at the Banyumas Detention Center. Second, to construct a model for fostering female prisoners in the assimilation stage at the Banyumas Detention Center. The method used in this research is descriptive qualitative with a sociological approach (social legal approach). Sources of data used in this study are primary data (obtained directly from informants in the form of interview recordings, survey results, and notes from the field) and secondary data (archives, library documents, statistical data that support the research. In this study, it was found that the development of female prisoners in the assimilation stage at the State Detention Center (Rumah Tahanan, RUTAN) Class II B Banyumas, based on the Decree of the Minister of Justice of the Republic of Indonesia Number M.02-PK-04.10 of 1990 concerning the Pattern of Guidance for Convicts or Detainees, which includes Personality and Independence Development. There are still some shortcomings in the independence development due to limited facilities and infrastructure.Keywords: Detention Center, Female inmates, Patterns of DevelopmentAbstrakDi Kabupaten Banyumas, pembinaan terhadap narapidana wanita dilakukan di Rumah Tahanan (Rutan) Banyumas karena Kabupaten Banyumas tidak memiliki Lapas khusus wanita. Pembinaan terhadap narapidana wanita di Rutan Banyumas hampir tidak ada bedanya dengan yang dilakukan terhadap narapidana laki-laki. Yang membedakan hanya pada jenis ketrampilan yang diberikan dimana terhadap narapidana wanita diberikan ketrampilan berupa menjahit, merangkai bunga, membuat kristik dan memasak. Tujuan penelitian ini yang pertama adalah untuk mengetahui, mengidentifikasi dan menganalisis pembinaan narapidana wanita dalam tahap asimilasi di Rumah Tahanan Banyumas. Kedua, untuk mengkonstruksi model pembinaan narapidana wanita dalam tahap asimilasi di Rumah Tahanan Banyumas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif  dengan pendekatan  sosiologis (social legal approach). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer (yang diperoleh secara langsung dari informan berupa rekaman wawancara, hasil survey dan catatan dari lapangan) dan data sekunder (arsip, dokumen kepustakaan, data statistik yang mendukung penelitian. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pembinaan terhadap narapidana wanita dalam tahap asimilasi di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Banyumas, didasarkan pada Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02-PK-04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan, yaitu meliputi Pembinaan Kepribadian dan kemandirian. Dalam pembinaan kemandirian, masih ditemukan beberapa kekurangan dikarenakan terbatasnya sarana dan prasarana.Kata kunci: RUTAN,  Narapidana wanita, Pola Pembinaan
Pencantuman Aliran Kepercayaan dalam Kolom Agama Pada Kartu Tanda Penduduk (Analisis Kasus pada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XIV/2016) Gamalel Rifqi Samhudi
Kosmik Hukum Vol 22, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/kosmikhukum.v22i1.12527

Abstract

Abstract All elements contained in the contents of the Identity Card (KTP) are things that are filled in according to the provisions of the Owner's Identity, including the urgency of filling in the religious column which must be filled in according to the beliefs of the owners of the KTP. The issuance of Law Number 23 of 2006 concerning Population Administration, among others, mandates the development of a national population administration system. The development of this system is important because it not only has a significant effect on the government's agenda in optimally providing public services. With this law, population administration as a system is expected to be implemented as part of the administration of state administration. The existence of Article 61 paragraph (1) and paragraph (2) in conjunction with Article 64 paragraph (1) and (5) of the Population Administration Law violates the human rights of believers and applicants as citizens. Because Article 61 paragraph (2) of the Population Administration Law states that information regarding the religion column on the family card for residents whose religion has not been recognized as a religion based on the provisions of laws and regulations or for believers in beliefs is not filled in, but is still served and recorded in the database. population. Furthermore, Article 64 paragraph (2) of the Population Administration Law states that information about religion in Electronic Identity Cards (E-KTP) for Residents whose religion has not been recognized as religion based on the provisions of laws and regulations or for believers in beliefs is not filled in, but is still served and recorded in the population database. These two articles have the potential to eliminate the right of citizens to obtain a Family Card (KK) and an electronic Identity Card (KTP), even though in the a quo law article it is stated that they will still be served and recorded in the population database.Keywords: Identity Card, Religion and Belief, Citizen's Human Rights.AbstrakSemua elemen yang terdapat dalam isi Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan hal yang  diisi sesuai ketentuan dengan Identitas Pemilik, termasuk urgensi pengisian kolom agama yang harus diisi sesuai dengan keyakinan para pemilik KTP. Diterbitkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, antara lain mengamanatkan pembangunan sistem administrasi kependudukan secara nasional. Pembangunan sistem ini adalah hal penting karena tidak saja berpengaruh secara signifikan terhadap agenda pemerintah dalam pelayanan publik secara optimal. Dengan undang-undang tersebut, maka administrasi kependudukan sebagai suatu sistem diharapkan dapat diselenggarakan sebagai bagian dari penyelenggaraan administrasi negara. Keberadaan Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 64 ayat (1) dan (5) Undang-undang Administrasi Kependudukan melanggar hak asasi penghayat kepercayaan dan pemohon selaku warga negara. Karena dalam Pasal 61 ayat (2) Undang-undang Administrasi Kependudukan menyatakan bahwa keterangan mengenai kolom agama pada kartu keluarga bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan. Selanjutnya Pasal 64 ayat (2) Undang-undang Administrasi Kependudukan menyatakan bahwa keterangan tentang agama dalam KTP Elektronik bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam data base kependudukan. Kedua pasal ini berpotensi menghilangkan hak warga negara untuk mendapatkan Kartu Keluarga (KK) dan KTP elektronik, meskipun dalam pasal undang-undang a quo disebutkan tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.Kata kunci: Kartu Tanda Penduduk, Agama dan Keyakinan, Hak Asasi Warga Negara 
Kebijakan Ketenagakerjaan yang Tepat bagi Perusahaan Terhadap Pekerja yang Di-PHK Atau Dirumahkan Akibat Pandemi Covid-19 di Kabupaten Banyumas Susilo Wardani; Selamat Widodo
Kosmik Hukum Vol 22, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/kosmikhukum.v22i1.12619

Abstract

AbstractThe purpose of this study is to analyze the appropriate employment policies for companies in overcoming the problems of workers who have been laid off or laid off due to the COVID-19 pandemic in the Banyumas Regency. This research method is descriptive with a normative juridical research approach, known as a literature approach, and an empirical juridical process is carried out by looking at the reality in practice in the field analyzed qualitatively. The results show that the right employment policy for companies in overcoming the problems of workers who are laid off due to the Covid-19 pandemic refers to the provisions of Article 151 paragraph (2) of Law No. 13 of 2003, namely that layoffs must be negotiated by employers and trade unions. If it does not result in an agreement, the entrepreneur can only carry out a discharge after determining the industrial relations dispute settlement institution. For laid-off workers, refer to Item f of the Circular of the Minister of Manpower No. SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004. The government, companies, took steps, and labor unions in dealing with laid-off workers, especially in the tourism, entertainment, hotel, restaurant, and industrial sectors, firstly, bipartite or tripartite negotiations to make agreements such as work systems, wages, safety In terms of work and working time, the Manpower Office and MSMEs have held various skills training activities, and provided tax relief incentives for entrepreneurs, relaxation of bank credit, and social incentives for laid-off workers.Keywords: Employment Policy, Termination of Employment, Layoff.AbstrakTujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan ketenagakerjaan yang tepat bagi   perusahaan dalam mengatasi permasalahan pekerja yang di PHK atau dirumahkan akibat pandemi covid 19 di Kabupaten Banyumas. Metode Penelitian ini bersifat deskriptif  dengan pendekatan penelitian yuridis  normatif  atau dikenal dengan pendekatan kepustakaan dan pendekatan yuridis empiris yang dilakukan dengan melihat kenyataan yang ada  dalam praktik di  lapangan yang dianalisis secara kualitatif.  Hasil penelitian menunjukan bahwa Kebijakan Ketenagakerjaan yang Tepat Bagi Perusahaan Dalam Mengatasi Permasalahan Pekerja yang di PHK  ataupun   “Dirumahkan”  Akibat Pandemi Covid 19  merujuk pada ketentuan Pasal 151 ayat (2) UU No 13 Tahun 2003 yakni PHK wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/pekerja. Apabila tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat melakukan PHK setelah memperolah penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Untuk pekerja yang dirumahkan  merujuk  pada Butir f Surat Edaran Menaker No. SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004. Langkah-langkah  yang Dilakukan Pemerintah , Perusahaan dan Serikat Pekerja dalam mengatasi pekerja yang di PHK/dirumahkan terutama di sektor pariwisata, hiburan, hotel, rumah makan, dan industri, pertama  perundingan baik bipartit atau tripartit untuk melakukan kesepakatan seperti sistem kerja, upah, keselamatan kerja dan waktu kerja ,pihak Dinaker dan UMKM  telah menggelar berbagai kegiatan pelatihan keterampilan,dan pemberian insentif keringanan pajak bagi pengusaha, relaksasi kredit perbankan, dan insentif sosial untuk pekerja yang di PHK/dirumahkan.Kata kunci: Kebijakan Ketenagakerjaan, Pemutusan Hubungan Kerja, Dirumahkan
Urgensi Pembaharuan Hukum Mengenai Perlindungan Data Pribadi E-Commerce di Indonesia Bram Freedrik Sangojoyo; Aurelius Kevin; David Brilian Sunlaydi
Kosmik Hukum Vol 22, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/kosmikhukum.v22i1.12154

Abstract

E-commerce in Indonesia is increasing, especially since the Covid-19 pandemic. Electronic transactions run effectively and efficiently because there are facilities in the e-commerce platform that provide a variety of products to help people meet their daily needs. The use of e-commerce platforms requires all users to register first using their name, phone number, e-mail, and some other personal data before they can take advantage of the facility. Unfortunately, there are cases of data leaks that are massively done by taking data contained in the e-commerce platform and sold freely on illegal websites. One of the factors that influence the occurrence of data leaks is the absence of comprehensive rules governing the protection of personal data in Indonesia. The purpose of this study is to analyze the form of the legal protection of personal data of e-commerce users in Indonesia and see the comparison of personal data protection laws in Indonesia with those in Malaysia and Singapore. The results explained that there are regulations in the form of ministerial regulations governing the protection of personal data electronically, but the rules do not provide data protection expressly and far behind the rules in some ASEAN countries such as Malaysia and Singapore, so there needs to be a renewal of the law regarding data protection in Indonesia by issuing regulations at the level of laws as regulated and implemented. n in the Personal Data Protection Act of Malaysia and Singapore which also conform to EU GDPR rules. It aims to tighten the security of data managed by private parties and impose strict sanctions on anyone who accesses, collects, and transports data in an unauthorized or unlawful manner.Keywords: Personal Data Protection, e-Commerce, Legal Renewal
Eksistensi Republik Maluku Selatan sebagai Subjek Hukum Internasional: Antara Legitimasi dan Legalitas Lindra Darnela
Kosmik Hukum Vol 22, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/kosmikhukum.v22i1.9662

Abstract

The Republic of South Maluku (RMS) at the beginning of its birth in the 1950s gained a place in international law as a group that has the right of self-determination by proclaiming itself as an independent Republic. Their presence became more apparent when those who were former KNIL members chose to temporarily move to the Netherlands and freely raised the RMS flag in the country. This paper discusses the existence of the Republic of South Maluku in international law recently, based on the perspective of legitimacy and legalization. This study used the interview method with several RMS figures, RMS descendants and some researchers on RMS. This research found that RMS currently no longer has legitimacy either in the Netherlands or in the Moluccas. This is supported by the lack of movement and support for the current RMS in Maluku and the existence of the RMS in the Netherlands at present only as their negotiations against the Dutch government as a minority group. Besides, in international law RMS is not a legal subject because it is no longer in the Belligerent category and is recognized by countries.Keywords: Republic of South Maluku (RMS), legitimacy, legality, international law
Kedudukan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/Hk.04/III/2020 dan Implikasinya terhadap Perlindungan Hukum bagi Tenaga Kerja dan Keberlangsungan Usaha dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 Siti Kunarti; Kartono Kartono; Budiyono Budiyono; Supriyanto Supriyanto; Sri Hartini; Weda Kupita
Kosmik Hukum Vol 22, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/kosmikhukum.v22i1.12262

Abstract

AbstrakPandemi Covid-19 yang di alami berbagai negara termasuk Indonesia telah menyebabkan permasalahan serius yang berdampak pada sektor ketenagakerjaan. Banyak perusahaan mengeluarkan keputusan yang ekstrim seperti mem-PHK pegawainya, mengurangi gaji dan menghentikan perjanjian kerja. Masalah tersebut diakibatkan dari ketidakmampuan perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya, bahkan sebagian perusahaan harus mengalami kebangkrutan dan menutup usahanya.Kehadiran pemerintah di tengah pandemi melalui Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 menuai kontroversi, dengan menyerahkan sepenuhnya tanggungjawab pemutusan hubungan kerja  dan penggajian kepada pengusaha dan pekerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahu kedudukan Surat Edaran dalam sistem hukum dan implikasi hukumnya sebagai instrument negara terhadap perlindungan hukum bagi pekerja serta keberlangsungan usaha di tengah Pandemi Covid-19.Surat Edaran menteri tidak termasuk dalam hirarki perundang-undangan, namun demikian menjadi petunjuk pelaksanaan selama sejalan dengan undang-undang yang berwenang. Implikasi dari Surat Edaran terhadap perlindungan pekerja dan pengusaha adalah munculnya negosiasi antara pekerja dan pengusaha sebagai jalan keluar utama untuk mencegah PHK di tengah Pandemi Covid-19 ini.Kata kunci: Kedudukan Surat Edaran, Perlindungan Tenaga Kerja.
Hak Korban untuk Menuntut Restitusi Akibat Tindak Pidana Korupsi Tertentu Supanto Supanto; Sulistyanta Sulistyanta; Ismunarno Ismunarno; Winarno Budyatmojo; Tika Andarani Parwitasari; Budi Setyanto; Sabar Selamet
Kosmik Hukum Vol 22, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/kosmikhukum.v22i1.13502

Abstract

AbstractThere is a government program for the poor in the COVID-19 pandemic situation. People who receive assistance have the right to control as a form of transparency (Law 14 of 2008 concerning Openness of Public Information) so that people are not just objects. The public generally plays a preventive role in overcoming corruption. However, the judge's decision has not been touched on the Crime of Corruption (Tindak Pidana Korupsi, TIPIKOR). Especially when the community members are in a position as "victims." Cases of social assistance (Bantuan Sosial, BANSOS) and direct cash assistance (Bantuan Langsung Tunai, BLT) can be examples of how citizens are people who have a disadvantaged position of rights due to corrupt behavior so that they "can" become victims of corruption. This research seeks to make an innovation in law enforcement. In law enforcement of corruption criminal acts, if the perpetrator has been proven guilty, the judge will generally sentence them in the form of a loss of independence, a fine, and an additional penalty in the form of criminal compensation for the loss to the state as much as the one that has been corrupted. In addition, criminals often encounter difficulties and obstacles in collecting them. Fines and additional penalties in the form of corrupted returns must be deposited into the state treasury according to the legislation. At this point, mainly for corruption cases related to social assistance to the people, the people become "victims." Why become "victims" because they have the right to get it? Because it has been stipulated in a decision, people are entitled to receive assistance from the government. For this reason, it is necessary to be given access to prosecute perpetrators for recovering the amount of assistance they should have received. The claim is based on the binding rights and obligations that must be carried out. This demand can be in the form of restitution because the people who should have received the aid did not receive it, but it was reduced. So that people can be positioned as victims. An alternative pattern of settlement by involving the victim (beneficiary), such as social assistance, will be more equitable because it will provide access to people who have been formatted as objects of sufferers. This alternative solution involving the receiving community has never been seen before. Because so far, the public can participate in law enforcement only as providers of information and reports of alleged criminal acts of corruption. This alternative is a construction of law enforcement expected to provide justice for the community. The method uses a socio-legal research approach. Research locations in Semarang and Yogyakarta. Structured interviews do primary data, and secondary data is case studies. Data analysis was carried out employing content analysis. The research urgency: (1) to overcome the problem of non-cash social assistance, which so far has caused the "victim" of the community, which is consistently formatted as an object, (2). overcome injustice by seeking a balance between services closer to justice and community welfare.Keywords: Victims, Corruption, Restitution.AbstrakTerdapat program pemerintah untuk rakyat miskin dalam situasi pandemi covid 19. Masyarakat yang mendapat bantuan mempunyai hak mengontrol sebagai wujud transparansi (UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik) sehingga rakyat tidak sekedar sebagai obyek. Masyarakat umumnya berperan secara preventif dalam penanggulangan tindak pidana korupsi. Namun dalam putusan hakim belum tersentuh dalam kaitannya dengan putusan hakim TIPIKOR. Utamanya ketika warga masyarakat dalam posisi sebagai “korban”. Kasus bantuan sosial (BANSOS) dan bantuan langsung tunai (BLT) dapat menjadi contoh bagaimana warga masyarakat adalah orang yang mempunyai posisi terugikan haknya akibat perilaku koruptif sehingga “dapat” menjadi korban tindak pidana korupsi. Penelitian ini berupaya melakukan inovatif dalam penegakan hukum. Dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, apabila terhadap pelaku telah terbukti bersalah umumnya dijatuhi putusan oleh hakim berupa pidana hilang kemerdekaan, pidana denda dan pidana tambahan berupa pidana pengganti kerugian terhadap negara sebesar yang telah dikorupsi. Untuk pidana tambahan sering menemui kesulitan dan hambatan untuk menagihnya. Pidana denda dan pidana tambahan berupa pengembalian yang dikorupsi sesuai perundang-undangan harus disetorkan ke kas negara. Pada titik inilah utamanya untuk kasus korupsi yang berkaitan dengan bantuan sosial kepada rakyat, maka rakyat menjadi “korban.” Mengapa menjadi “korban’ karena mereka telah berhak untuk mendapatkan karena telah ditetapkan dalam suatu keputusan sebagai orang yang berhak untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. Untuk itulah perlu diberi akses melakukan penuntutan kepada pelaku untuk memulihkan besaran bantuan yang seharusnya mereka terima. Tuntutan tersebut didasarkan pada ikatan hak dan kewajiban yang musti dilakukan. Tuntutan ini dapat berupa restitusi karena rakyat yang seharusnya menerima bantuan ternyata tidak menerima atau menerima namun dikurangi. Sehingga rakyat dapat diposisikan sebagai korban. Suatu alternatif pola penyelesaian dengan melibatkan pihak korban (penerima bantuan) seperti bantuan sosial ini akan lebih berkeadilan karena akan memberi akses pada masyarakat yang selama ini diformat sebagai obyek penderita. Alternatif penyelesaian yang melibatkan masyarakat penerima ini belum pernah terjadi. Karena selama ini masyarakat dapat berperan serta dalam penegakan hukum sekedar pemberi informasi dan laporan dugaan tindak pidana korupsi. Alternatif ini merupakan konstruksi penegakan hukum yang diharapkan memberikan keadilan bagi masyarakat.Metode dengan pendekatan sosio-legal riset. Lokasi penelitian di Semarang dan Yogyakarta. Data primer dilakukan dengan wawancara terstruktur, data sekunder studi kasus. Analisis data dilakukan secara analisis isi. Urgensi penelitian: (1) mengatasi persoalan bantuan sosial non tunai yang selama ini telah menimbulkan “korban” masyarakat yang senantiasa diformat sebagai obyek, (2). mengatasi ketidakadilan dengan mencari keseimbangan antara pelayanan yang mendekatkan pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat.Kata kunci: Korban, Tindak Pidana Korupsi, Restitusi.

Page 1 of 1 | Total Record : 8