cover
Contact Name
Ahmad Ihwanul Muttaqin
Contact Email
ihwanmuttaqin@gmail.com
Phone
+6285258606162
Journal Mail Official
tarbiyatunaiais@gmail.com
Editorial Address
Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang Jl. Pondok Pesantren Kiai Syarifuddin Kedungjajang
Location
Kab. lumajang,
Jawa timur
INDONESIA
TARBIYATUNA
ISSN : 20856539     EISSN : 24424579     DOI : DOI: 10.36835/tarbiyatuna
Core Subject : Education,
Tarbiyatuna adalah jurnal ilmiah yang memuat artikel-artikel tentang pendidikan Islam, pendidikan Agama Islam dan bahkan manajemen Pendidikan Islam. Dimaksudkan sebagai wahana pemikiran kritis dan terbuka bagi semua kalangan baik akademisi, agamawan, intelektual, mahasiswa dengan spesifikasi kajian dan penelitian di bidang Pendidikan Islam.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 11 No 1 (2018): FEBRUARI" : 5 Documents clear
Defending Radicalism And Islamic-Transnational Movement; Renewal Approaches From Structural To Cultural Dimension Ana Aniati
Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam Vol 11 No 1 (2018): FEBRUARI
Publisher : Lembaga Penelitian, Penerbitan dan Pengabdian Masyarakat Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36835/tarbiyatuna.v11i1.265

Abstract

This article will describe complete approaches to understand what trans-nationalism is, how to anticipate its negative effects trough Islamic authentic feature which is lived in and attached by Indonesian-Moslems societies, and strategy to build a tolerance and multicultural society beyond rising Islamism and nationalism contestation, at least in few months ago. To construct this complex idea, this article will be formulated using sociological and anthropological design-approaches in every sub-theme. Yet this article was constructed using some researches reports which were have done. In the end, this article will conclude that; first trans-nationalism was not a dangerous theme, if Indonesian people belonging to their identities as attached feature. Second, Indonesian people had a strong institution (Pesantren) to build tolerance and multicultural Moslems societies. Third, Moslems scholars, such as Kyais and Moslem Intellectual ought to usually preach what Indonesia is based on cultural and nationalism values. The last, we have to recognize that uncertain political interest will arose all of Indonesia moderate world view.
Learning Design of Citizenship Education in Indonesia After Ahok Tragedy, a Shape of Social Media and Critical-Literacy in Educational Process Husniyatus Salamah Zainiyanti; Atmari Atmari
Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam Vol 11 No 1 (2018): FEBRUARI
Publisher : Lembaga Penelitian, Penerbitan dan Pengabdian Masyarakat Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36835/tarbiyatuna.v11i1.266

Abstract

From the fist decade when Soekarno declared Indonesia as Pancasila State, until 71th independence nowaday. Educationally, Indonesia had not an ideal concept how to indoctrine its form of pluralistic cultures and religions, which were emerged and lived in. Differently from another democratic countries, like USA, Australia, and Europian-Community, which faced the multi-ethnic diaspora, new social movement groups, and imigrant people, they reconcile the new concept of citizenship education system within social and cultural changs, as well as they faced. In facts, citizenship education often deliver as a political education as usual. There are no new approaches and systimatic curricular changes to adopt and adapt what presently heppend in the grassroot-society. So that, this articles will explore some progresive problems that shifted the pluralistic stance of Indonesian People. Eventually, in based on educational system and teaching learning posses in general school. The ultimate aims are growing approaches to teach pure Indonesian citizenship values, seem like, what democratic countries did for their citizen, after political abnormal contestation, such as the rise of radicalism, ethnic or racial conflict, and so on. Thus, this article also will focuss on ‘Ahok Tragedy’ which are re-contested a a living historical conflict; Islamic and Nationalist stance of Indonesian identity.
Islamic-School, Micro-Politics And Type of Kyai’s Policy, Behaviorial Reaserch and Shifting Paradigm of Kyai Pesantren Mulyadi Mulyadi
Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam Vol 11 No 1 (2018): FEBRUARI
Publisher : Lembaga Penelitian, Penerbitan dan Pengabdian Masyarakat Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36835/tarbiyatuna.v11i1.267

Abstract

Artikel ini hadir untuk mereaktualisasi dan mereduksi paradigma baru kepemimpinan pesantren; yang sejatinya sudah banyak diteliti oleh para akademisi. Sebuah model kepemimpinan yang dipengaruhi oleh dua aspek penting; pertama, pengetahuan dan pengalaman manajerial kiai dalam mengelola lembaga pendidikan yang didirikannya. Kedua, diskursus model ideal pengembangan dan pengelolaan pendidikan pesantren, di era yang serba modern ini. Tulisan ini akan didekati menggunakan dua pendekatan teorik. Pertama, teori perilaku organisasi dan model-model kepemimpinan. Kedua, melalui teori antropologi kepemimpinan. Pendekatan teoritik kedua ini digunakan untuk mencari format ideal bagaimana semestinya kiai mengelola lembaga pendidikannya. Dari dua kerangka teoritik di atas, maka dihasilkan kesimpulan bahwa; kiai pada satu sisi – melalui pengalaman dan pemahaman manajeria terhadap perubahan sosial – bisa membangun sendiri lembaga pendidikannya, tanpa harus melihat perubahan di luar pesantren. Di pihak yang lain, sistem pengembangan budaya kolaborasi, baik internal maupun eksternal, harus juga dibangun untuk membentuk pesantren yang bertahan dari gempuran modernis. Dengan syarat, kolaborasi ini dibingkai melalui kepemimpinan yang berintegritas, konsisten, dan profetik.
Ideologi KH. Abdurrahman Wahid dan Bangunan Pendidikan Multikultural Pasca Tragedi Kebangsaan Siti Qomala Khayati
Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam Vol 11 No 1 (2018): FEBRUARI
Publisher : Lembaga Penelitian, Penerbitan dan Pengabdian Masyarakat Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36835/tarbiyatuna.v11i1.268

Abstract

Tulisan ini bisa dikatakan sebagai sebuah pengaya kajian pendidikan multikultural yang sudah lama diperbincangkan di Indonesia, melalui cara menampilkan tokoh baru (baca; Gus Dur) yang sejatinya tidak pernah menjadikan pendidikan mutikultural sebagai gagasan pemikirannya. Keberadaan Gus Dur lebih sebagai ideolog pemikiran multikultural. Oleh karena itulah maka, tulisan ini lebih terbentuk pada proses rekonstruktif pemikiran Gus Dur secara general dalam hal keislaman, kebudayaan, dan diskursus ideologis di Indonesia, yang dikontekskan pada dunia pendidikan. Selain itu, secara implementatif, tulisan ini juga akan didesain melalui pendekatan teori sismtem di dalam dunia pendidikan. Agar supaya pemikiran-pemikiran yang tidak spesifik itu menjadi lebih praktis dan bisa dijadikan strategi para guru dalam menjalankan pembelajarannya di lembaga pendidikan. Terakhir, berdasarkan penelitian ini, pelajaran terpenting dari pemikiran cultural dan sikap ideologis Gus Dur, untuk membangun pendidikan berbasis multikulturalisme di Indonesia, berada pada kuatnya Gus Dur berprinsip bahwa Bhinneka Tunggal ika merupakan identitas masyarakat yang tidak bisa dirubah oleh kekuatan politik manapun, Pancasila sebagai landasan ideologis yang wajib dipahami dan dihayati semua kalangan masyarakat di Indonesia, serta berpegang teguh pada aturan main berbangsa dan bernegara di Indonesia apakah itu melalui nilai-nilai kebudayaan dan keagamaan integrative yang hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia serta kandungan subtansial Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang merangkul semua kalangan tanpa membedakan SARA.
Dimensi Spiritual Kepemimpinan KH. Abd. Wahid Zaini dalam Pengembangan Profesionalitas dan Keunggulan Kelembagaan di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo Abu Hasan Agus R
Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam Vol 11 No 1 (2018): FEBRUARI
Publisher : Lembaga Penelitian, Penerbitan dan Pengabdian Masyarakat Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36835/tarbiyatuna.v11i1.264

Abstract

Tulisan ini akan membahas tentang dimensi spiritual yang dipegang oleh KH. Abdul Wahid Zaini Mun’im dalam mengembangkan lembaga pendidikan di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton. Kyai Wahid, begitu dia dipanggil akrab oleh para santrinya, adalah pengasuh ketiga dan perintis banyak lembaga pendidikan formal, lembaga swadaya dan pemberdayaan masyarakat berbasis pesantren, serta lembaga pendidikan tinggi–bersama dengan kakaknya KH. Hasyim Zaini. Secara kepemimpinan, Kyai Wahid adalah sosok paling lengkap secara pengalaman individu; sempat berproses di Nahdlatul Ulama’, Partai Politik, dan juga di bidang pendidikan, dia sempat menempuh pendidikan doctoral, meski belum terselesaikan karena ‘kepundut’ lebih dulu. Apapun itu, Kyai Wahid adalah sosok yang lengkap untuk pengalaman individunya. Maka dari itu, ketika memimpin Pondok Pesantren Nurul Jadid, corak kepemimpinannya seperti within the flow of empowerment process. Kendati, ada pula yang menyebutkan bahwa kepemimpinan Kyai Wahid memiliki dimensi spiritual (dalam makna kegigihan secara religiusitas). Pada bagian inilah, penulis ingin mencoba untuk menghadirkan apa saja keyakinan-keyakinan spiritual dari Kyai Wahid dalam melakukan pengembangan profesionalitas civitas akademik dan membangun nilai keunggulan lembaga formal yang dipimpin dibawah naungan Pondok Pesantren Nurul Jadid.

Page 1 of 1 | Total Record : 5