cover
Contact Name
Joseph Christ Santo
Contact Email
jurnal@sttberitahidup.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal@sttberitahidup.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. karanganyar,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Teologi Berita Hidup
ISSN : 26564904     EISSN : 26545691     DOI : https://doi.org/10.38189
Jurnal Teologi Berita Hidup merupakan wadah publikasi hasil penelitian teologi yang berkaitan dengan kepemimpinan dan pelayanan Kristiani, yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup Surakarta. Focus dan Scope penelitian Jurnal Teologi Berita Hidup adalah: Teologi Biblikal, Teologi Sistematika, Teologi Pastoral, Etika Pelayanan Kontemporer, Kepemimpinan Kristen, Pendidikan Agama Kristen.
Arjuna Subject : -
Articles 40 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022" : 40 Documents clear
Peranan Roh Kudus dalam Memberi Kekuatan bagi Orang Percaya Berdasarkan Efesus 3:16 Theofilus Sunarto
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.162

Abstract

AbstractPaul's prayer in Ephesians 3:16, "I pray that he, according to the riches of his glory, may be strengthened and strengthened with power through his Spirit in the inner man." The Epistle of Ephesians was written by Paul while in prison, Paul wanted to strengthen the believers in Ephesus, especially in his prayer 3: 14-21 so that they would be strengthened and strengthened so that the faith of Christ remains and is rooted in their lives of love. This is what is the discussion in this article, parsing this verse, knowing the role of the Holy Spirit in giving strength to believers. The role of the Holy Spirit is very important to believers, because human beings basically have shortcomings and weaknesses. By their own strength human beings are more often lost and unable to make a decision that comes with good. Man needs a power that exceeds his own power or even the supernatural power of the Holy Spirit. With the Holy Spirit the believer will gain the strength to strengthen his faith, as a foundation in the course of his life in the Lord Jesus Christ.Keywords: Holy Spirit; Believers; Ephesians 3:16AbstrakDoa Paulus dalam Efesus 3:16, “Aku berdoa supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu”.  Surat Efesus di tulis Paulus waktu di penjara, Paulus ingin menguatkan orang percaya yang di Efesus, khususnya dalam doa-nya 3:14-21 supaya mereka diteguhkan dan dikuatkan sehingga iman Kristus tetap tinggal dan berakar dalam kehidupan kasih mereka. Inilah yang menjadi pembahasan dalam artikel ini, mengupas ayat ini, mengetahui peranan Roh Kudus dalam memberi kekuatan bagi orang percaya.  Peranan Roh Kudus sangat penting bagi orang percaya, karena manusia pada dasarnya mempunyai kekurangan dan kelemahan.  Dengan kekuatannya sendiri manusia lebih sering tersesat dan tidak mampu untuk memutuskan sebuah keputusan yang mendatangan kebaikan.  Manusia membutuhkan kekuatan yang melebihi kekuatan sendiri atau bahkan kekuatan supranatural yaitu Roh Kudus.  Dengan Roh Kudus orang percaya akan memperoleh kekuatan untuk meneguhkan iman-nya, sebagai landasar dalam perjalanan hidupnya di dalam Tuhan Yesus Kristus.Kata-kata kunci: Roh Kudus ; Orang Percaya; Efesus 3:16
Keberpihakan Yesus (Analisis Sosio-Teologis Terhadap Teks Yohanes 4:1-42) Sipora Blandina Warella; Karel M Siahaya; Flora Maunary
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.244

Abstract

Konteks cerita teks dan sosial masyarakat teks ini tampak kekuatan struktural dari segi agama dan etnis Yahudi kuat membentuk keseragaman kultural bahwa secara hierarkhi masyarakat dengan latar kultur itu adalah unggul karena pemilihan Yahweh. Hal ini menimbulkan cara pandang dan sikap bahwa mereka masyarakat kelas satu sedangkan masyarakat Samaria dan yang lain adalah kelas dua, masalah perbedaan sosial yang tidak mengalami moderasi. Para rohaniawan Yahudi dalam kekuasaan dan status tidak dapat melakukan kontrol sosial di tengah struktur kekuasaan sosio-religius masyarakatnya yang melanggengkan perbedaan dan segregasi. Yesus memiliki mind set dan tindakan moderat dengan membangun percakapan moderasi bersama perempuan Samaria. Kesimpulannya ialah moderasi ala Yesus menjadi bencana bagi eksklusivisme dan dominasi masyarakat Yahudi yang mapan dalam kelas sosialnya, sebaliknya menjadi harapan bagi penataan konstruk sosial masyarakat moderat yang mengalami keslamatan universal. Kebaruan penelitian ialah moderasi ala Yesus dengan sikap menjumpai perempuan itu, membangun dialog mentransformasi bangunan ruang sosial bersama dalam perbedaan yang menghadirkan keslamatan universal, dimulai dengan sikap, tindakan dialogis dengan perempuan Samaria.
Internalisasi Moderasi Beragama dalam Kurikulum Sekolah Tinggi Teologi di Indonesia Rifky Serva Tuju; Babang Robandi; Donna Crosnoy Sinaga
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.240

Abstract

Keragaman Agama di bangsa Indonesia menjadi sebuah kekayaan yang unik dari bangsa ini. Indonesia yang majemuk suku, ras, dan agama, memerlukan sikap yang toleransi. Kemajemukan Agama yang beragam memiliki bahaya yang mengancam bagi bangsa ini. Sikap-sikap intoleran sering sekali terjadi. Agama menjadi bagian penting dan vital seiring dengan banyaknya masyarakat yang memiliki sikap fanatisme dengan agamanya yang mengakibatkan retaknya hubungan antar umat beragama di Indonesia. Pemerintah terus mencari solusi dalam menangani masalah-masalah intoleran yang terjadi di Indonesia. Itulah sebabnya moderasi beragama tepat jika diterapkan dalam kehidupan masyarakat yang multicultural ini. Di tahun 2021 melalui Kemendikbud Nadiem membuat Kurikulum Moderasi beragama demi menghapus intoleransi di sekolah.  Moderasi beragama merupakan sebuah solusi dalam menghadapi berbagai perbedaan yang berujung pada intoleransi beragama dan menghadapi banyaknya kelompok-kelompok ekstrem dan fundamental agama. Pemerintah menjadikan sekolah sebagai pusat pengajaran moderasi beragama.  Untuk itu dengan membentuk mahasiswa yang moderat terhadap agamanya pemerintah merasa perlu untuk memasukan kurikulum moderasi beragama  untuk memperkecil adanya orang-orang yang memiliki paham radikalisme terhadap pemeluk agama lain. Dengan memasukkan moderasi beragama di dalam kurikulum Sekolah Tinggi Teologi dapat menanamkan prinsip beragama yang moderat bagi para Mahasiswa. Sehingga dengan adanya kurikulum ini para dosen dapat membimbing mahasiswa agar memiliki karakter yang berkualitas, Sekolah TinggiTeologi menjadi toleran, sehingga menciptakan generasi muda yang menyadari bahwa kebersamaan adalah sumber kekuatan bangsa.
Perumpamaan Tentang Penabur Sebagai Kunci Memahami Esensi Kerajaan Allah The Theo Christi
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.266

Abstract

Ada begitu banyak pandangan yang berbeda tentang Kerajaan Allah di benak semua orang percaya, terutama di antara banyak denominasi, dan beberapa denominasi bahkan bertentangan satu sama lain. Akibatnya, gereja-gereja kurang memiliki dorongan untuk mencari substansi Kerajaan Allah. Dalam Injil sinoptik, peneliti menemukan sepuluh dari empat puluh lima perumpamaan yang berbicara tentang esensi Kerajaan Allah. Dalam kajian ini, menyajikan salah satunya, yaitu “perumpamaan tentang penabur”, yang membahas tentang empat tanggapan hati manusia terhadap firman Kerajaan Allah. Ketika peneliti membaca temuan penelitian sebelumnya dalam pencarian tentang esensi Kerajaan Allah, ternyata para peneliti belum membahas kaitan “benih yang ditabur dengan Kerajaan Allah”. Untuk itu,, peneliti menemukan ruang kosong untuk diteliti yaitu mencari tahu apa arti buah dan kelimpahan dalam perumpamaan tentang penabur ini dalam kaitannya dengan esensi Kerajaan Allah. Dengan menggunakan metode studi literatur, peneliti memaparkan arti Kerajaan Allah dan makna berbuah dalam kelimphaan dengan Kerajaan Allah dengan mengkaji artikel ilmiah dan buku-buku yang berkaitan dengan judul penelitian ini. Hasil penelitian menemukan bahwa esensi Kerajaan Allah itu dipahami sebagai buah dari kehidupan seseorang  yang telah mengalami transformasi hati setelah ditaburi dengan benih firman Allah. Hasilnya secara kuantitas dapat  berbeda untuk setiap orang Kristen namun secara kualitas layak dihargai sebagai bukti eksistensi Kerajaan Allah dalam hidup seorang pengikut Kristus yang sejati, 
Pancasila Sebagai Providensia Allah bagi Kekristenan di Indonesia Oda Judithia Widianing
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.210

Abstract

Anthropocentric kerap kali menjadi konklusi pemahaman doktrin Providensia. Hal ini membuat seolah-olah Allah hadir untuk melayani manusia dan kepentingannya. Alkitab tidak pernah memaksudkan seperti itu. Theocentric adalah inti dari semua pergerakan sejarah. Maka final-end dari karya providensia adalah pada diri Allah sendiri, demi kemuliaan-Nya dan penggenapan rencana kekal-Nya. Namun Allah yang maha kuasa dan kasih itu bekerja dengan berbagai sarana yang Dia tetapkan untuk memelihara apa yang telah Dia ciptakan, secara khusus bagi umat ketebusan-Nya. Demikian pula halnya dengan kekristenan di Indonesia yang sudah hidup sejak kolonialis VOC. Pancasila adalah sarana yang Allah tetapkan dalam kedaulatan-Nya untuk menjadi sarana providensia-Nya bagi orang percaya di Indonesia.  Metodologi yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data adalah studi pustaka berpijak pada biblical perspective. Dalam artikel ini penulis akan mengkaji tentang providensia Allah yang berlaku bagi umat Kristen di negara Bhineka Tunggal Ika dengan berpijak pada historikal Pancasila dan implementasi yang seharusnya dikerjakan umat Kristen di Indonesia sebagai respon terhadap providensia Allah ini. Kebaruan dari artikel ini adalah melihat final-end providensia Allah secara kosmis dalam diri Kristus sebagai Kepala dan fakta sejarah Pancasila menjadi Common Platform yang adalah sarana providensia Allah bagi umat Kristen Indonesia
Analisis Grammatical-Exegetical Wahyu 3:20 dan Implikasinya Terhadap Relevansi Penggunaan Wahyu 3:20 Dalam Model Penginjilan Kontemporer Jhon Leonardo Presley Purba; Riang Hati Waruwu; Amran Manullang; Robinson Rimun
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.195

Abstract

Revelation 3:20 is a popular verse that used in contemporary evangelism to encourage the unbelievers to believe in Jesus. Nevertheless, is such usage relevant to the text and context of Revelation 3:20? Using a descriptive qualitative research form with an interpretative model of Grammatical-Exegetical analysis, the aims of this study is to find the theological meaning of Revelation 3:20 and its implications for the relevance of the using of Revelation 3:20 in contemporary evangelistic models. The results of this study conclude that based on the text and context of Revelation 3:20, the usage of this verse in contemporary evangelism toward unbelievers is irrelevant to the text and its context, the meaning of "the door that knocks" by Jesus in this verse does not refer to the door of an individual's heart who do not know Christ but the "spiritual door" of the church or community of believers who have known Christ who are asked to repent from self-satisfied and lukewarmness because of physical wealth, this is also the true theological meaning of Revelation 3:20 which is very relevant with the moral and spiritual state of the church in the modern era which also tends to be self-satisfied and spiritually lukewarm so the implication for believers and the church today is the church need to repent from its self-satisfied, spiritual lukewarmness and "open its doors" for Christ so that Christ can come in to His church and live with His church.  Wahyu 3:20 merupakan ayat yang populer digunakan dalam penginjilan kontemporer untuk mendorong individu yang belum percaya menjadi percaya kepada Yesus. Namun, apakah penggunaan demikian relevan dengan teks dan konteks Wahyu 3:20? Menggunakan bentuk penelitian kualitatif deskriptif dengan model penafsiran analisa Grammatical-Eksegetical, penelitian ini bertujuan untuk menemukan makna teologis Wahyu 3:20 dan implikasinya terhadap relevansi penggunaan Wahyu 3:20 dalam model penginjilan kontemporer. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan teks dan konteks Wahyu 3:20, penggunaan ayat ini dalam penginjilan kontemporer terhadap orang yang belum percaya tidak relevan dengan teks dan konteksnya, makna “pintu yang diketuk” oleh Yesus dalam ayat ini bukan merujuk pada pintu hati seorang individu yang belum mengenal Kristus melainkan “pintu rohani” gereja atau komunitas orang percaya yang telah mengenal Kristus yang diminta untuk bertobat dari berpuas diri dan suam-suam rohani karena kekayaan jasmani, inilah juga yang menjadi makna teologis yang sebenarnya dari Wahyu 3:20 yang sangat relevan dengan keadaan moral dan kerohanian gereja di era modern yang juga cenderung berpuas diri dan suam-suam secara rohani sehingga implikasinya bagi orang percaya dan gereja masa kini adalah agar gereja bertobat dari sifat berpuas diri, suam-suam rohani dan “membuka pintunya” bagi Kristus agar Kristus dapat datang kepada gereja-Nya dan tinggal bersama dengan gereja-Nya.
Aktualisasi Pancasila dalam PAK: Penguatan Bela Negara dan Jati diri Bangsa Menghadapi Superioritas dan Fundamentalisme atas Nama Agama Tan Lie Lie; Yonatan Alex Arifianto; Reni Triposa
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.249

Abstract

Persoalan deskriminasi dan intoleransi yang diakibatkan pemahaman agama di ruang publik tidak memprioritaskan kebersamaan. Bahkan faham fundamentalisme yang mencoba memengaruhi anak bangsa untuk keluar dari marwah hidup yang pluralisme, sebagai ancaman yang nyata bagi generasi kedepannya. Peran penting dalam mereduksi superioritas agama  melalui aktulisasi pancasila menjadi tujuan dalam penelitian ini. Mengunakan metode kualitatif deskritif dengan pendekatan studi pustaka dapat menjawab aktualisasi pancasila bagi kekristenan menjadikan umat Kristen sadar pentingnya menjaga jati diri bangsa dengan prioritas bela negara  melawan perkembangan superioritas dan fundamentalisme mengatasnamakan agama. Kesimpulan dari hasil pembahasan artikel ini adalah aktualisasi Pancasila dalam PAK: sebagai penguatan terhadap bela Negara dan sebagai Jati diri Bangsa dalam menghadapi Superioritas dan Fundametalisme atas Nama Agama. Diperlukan pemahaman bahwa Pancasila merupakan dasar hukum yang harus diterapkan bagi kehidupan bermasyarakat.  Untuk itu sebagai bagian dari makluk sosial dan beragama, Kekristenan dalam peran pendidikan agama Kristen turut membela bangsa dan negaranya dari berbagai ancaman termasuk sesama anak bangsa yang menginginkan perubahan ideologi negara.  Kekristenan juga dapat memprioritaskan bela negara dan pentingnya jati diri Bangsa sebagai bagian dari kerinduan Yesus bagi umatNya untuk menjadi terang dan garam. Maka diperlukan  sinergi Pancasila dan PAK sebagai upaya mereduksi  superiotas dan  fundamentalisme agama. Sehingga penelitian ini dapat memberikan wawasan dan sikap yang mengedepankan jati diri bangsa dan bela negara dalam bermasyarakat sebagai bagian mereduksi superioritas atas nama agama dan fundamentalisme.
Pandangan Etika Kristen terhadap Tindakan Aborsi pada Janin Yang Cacat Yanto Paulus Hermanto; Mishael Setiawan Wirianto
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.243

Abstract

One of the risks of pregnancy is having a defective fetus. With current technology, fetal defects can be detected as early as possible. To avoid complications and burdens in the future, the mother is allowed to have an abortion that is legally permitted and protected by laws and government regulations in Indonesia. Morally and legally, abortion due to fetal defects is allowed which gives legality of abortion to the mother. We all know that abortion is the murder of an innocent human being. But in cases of fetal defects, medical moral and legal ethics allow it to avoid hardships and burdens for the baby, mother and family. This has reaped the pros and cons for many circles. Ethically, Christians will look at this and seek the truth in the Bible.Salah satu resiko kehamilan adalah memiliki janin yang cacat. Dengan teknologi saat ini, kecacatan pada janin dapat dideteksi sedini mungkin. Untuk menghindari komplikasi dan beban di masa datang maka sang ibu diperbolehkan untuk melakukan aborsi yang secara legal diperbolehkan dan dilindungi oleh Undang-undang dan Peraturan Pemerintah di Indonesia. Secara moral dan hukum maka aborsi akibat cacat janin diperbolehkan yang memberikan legalitas aborsi bagi sang ibu. Kita semua tahu bahwa aborsi adalah pembunuhan terhadap manusia yang tidak berdosa. Tapi dalam kasus cacat janin, etika moral medis dan hukum memperbolehkannya untuk menghindari kesulitan dan beban bagi sang bayi, ibu dan keluarganya. Hal ini menuai pro dan kontra bagi banyak kalangan. Secara etika, orang Kristen akan memandang hal ini dan mencari kebenarannya di dalam Alkitab.
Pemikiran Bapa-bapa Philokalia Tentang Hesychasm: Pembaruan Batin Menuju Kesempurnaan Seperti Kristus Hendi Hendi
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.142

Abstract

Artikel ini menganalisis pemikiran-pemikiran para Bapa Philokalia tentang Hesychasm. Kajian literatur utama adalah tulisan mereka dan didukung oleh literatur sekunder. Philokalia yang berarti cinta akan kecantikan atau keindahan adalah kumpulan tulisan para Bapa Gereja dari Tradisi Gereja Ortodoks antara abad ke-4-15 tentang spiritualitas yang berpusat pada pembaruan batin atau hati. Hesychasm adalah tradisi monastik yang sudah ada sejak monasteri berdiri di abad ke-3 oleh Antonius Agung. Namun, sayangnya kekristenan di Indonesia khususnya di gereja-gereja Protestan tidak mengenal tradisi monastik ini. Hesychasm mendatangkan anugerah di dalam hati untuk menerangi nous sehingga kita dapat mencapai apatheia atau purifikasi, keberjagaan batin atau nepsis, penyatuan antara intelek atau nous dan tubuh, kebajikan-kebajikan. Dan itu semua adalah indikasi dari proses pembaruan hati sehingga apa yang dikerjakan oleh para hesychast sebetulnya adalah proses purifikasi atau pengudusan hati mencapai Theosis. Anugerah dari Roh Kudus melalui hesychasm inilah yang menguduskan atau menyucikan diri kita untuk menjadi serupa dengan Kristus.
Ratapan dan Cinta Tuhan berdasarkan Mistisisme Mechthild dari Magdeburg dan Matius 26:36-44 Evaena Febrieni Sumbayak; Shella Gracia Vennya; Tasingkem Tasingkem
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.97

Abstract

Penderitaan merupakan realitas sehari-hari manusia. Setidaknya terdapat dua sikap yang akan dipilih: Seseorang, secara naluriah, akan berusaha mencari cara agar tetap bisa bertahan. Sebaliknya, seseorang juga dimungkinkan untuk “melarikan diri” sebagai bentuk perlawanan atau penyangkalan. Penderitaan, tidak jarang, mengusik dan menggelisahkan seseorang. Tuhan seolah tidak dapat ditemui. Dengan demikian, orang yang berlomba-lomba untuk “mengalahkan” penderitaan agar bertemu kembali dengan Tuhan menjadi logis. Melalui tulisan ini, penulis berargumen bahwa ratapan adalah praktik liturgi yang dapat menjadi cara manusia untuk bertahan hidup di tengah penderitaan. Dalam upaya membuktikan argumen ini, penulis mengintegrasikan tiga bidang Teologi, yaitu Pastoral, Mistik, dan Biblika. Pengintegrasian ketiga bidang teologi ini merupakan hal yang relatif baru dalam perkembangan teologi. Bidang yang berbeda tersebut memberikan perspektif baru dalam melihat ratapan di tengah penderitaan. Pengalaman Mechthild dari Magdeburg, mistikus perempuan yang tidak banyak dikenal di abad-abad pertengahan, yang kemudian dianyam dengan pengalaman Yesus di Getsemani memperkaya tawaran teologis doa ratapan sebagai cara Tuhan menunjukkan cinta-Nya kepada manusia.Kata-kata kunci: Penderitaan; ratapan; berdoa; Tuhan; Mechthild dari Magdeburg.

Page 4 of 4 | Total Record : 40