cover
Contact Name
Didik Harnowo
Contact Email
bpalawija@gmail.com
Phone
+62341-801468
Journal Mail Official
bpalawija@gmail.com
Editorial Address
Balitkabi. Jalan Raya Kendalpayak No 8, Malang.
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Buletin Palawija
Core Subject : Agriculture,
Buletin Palawija merupakan wadah bagi para peneliti aneka kacang dan umbi untuk mendiseminasikan hasil penelitiannya dalam bentuk naskah review (tinjauan), primer dan komunikasi pendek. Naskah review dan primer mencakup berbagai disiplin ilmu, yaitu pemuliaan tanaman dan plasma nutfah, fisiologi/budidaya, perlindungan, pascapanen, dan sosial-ekonomi termasuk kebijakan pengembangan tanaman palawija. Buletin Palawija bertujuan menyajikan karya penelitian yang dapat memberikan wawasan pada dunia ilmu pengetahuan secara nasional atau international, sehinga naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Artikel yang dimuat diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap literatur teoritis, metodologis, dan/atau inovatif dalam penelitian aneka kacang dan umbi.
Articles 223 Documents
Prospek Pengembangan Kacang Hijau Berdasarkan Peta Bisnis di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur Fachrur Rozi; Andy Wijanarko; Henny Kuntyastuti
Buletin Palawija Vol 18, No 1 (2020): Buletin Palawija Vol 18 No 1, 2020
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.851 KB) | DOI: 10.21082/bulpa.v18n1.2020.p33-42

Abstract

Peluang peningkatan produksi kacang hijau di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) masih terbuka luas walaupun ditemui adanya faktor pembatas dalam pengembangannya. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi permasalahan kacang hijau secara teknis dan sosial ekonomi, serta menyusun model dan strategi pengembangannya berdasarkan posisi peta bisnisnya. Penelitian dilakukan dengan metode survei menggunakan pendekatan PRA dan pengambilan sampel secara ‘purposive’. Pengolahan data dengan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kacang hijau potensial dikembangkan di Sumba Timur, tetapi terdapat kendala faktor internal dan eksternal (lingkungan). Potensi pengembangan kacang hijau di Sumba Timur ditunjukkan oleh faktor penguat berupa teknologi budi daya yang telah tersedia dan kesesuaian lahan untuk bertanam kacang hijau yang merupakan pengaruh internal usahatani. Pengaruh eksternal yang mendukung pengembangan kacang hijau adalah faktor peluang terdiri atas harga kacang hijau dan permintaan pasar yang tinggi. Selain itu juga ditemukan kelemahan pada faktor internal seperti produktivitas rendah, modal terbatas, kelompok tani pasif dan rasa puas petani dengan kehidupan yang ada (petani ‘laggard’). Pengaruh eksternal yang berpeluang menghambat pengembangan kacang hijau adalah rendahnya infrastruktur, kelangkaan tenaga kerja, serangan hama dan adanya tanaman kompetitor, misalnya jagung. Dengan menganalisis data yang diperoleh, disusun strategi dan prospek pengembangan kacang hijau pada kondisi skala usaha menguntungkan. Strategi jangka pendek yang dapat dilakukan adalah strategi (S-O), yaitu peningkatan kapasitas hasil melalui pengelolaan intensif menggunakan teknologi baru (varietas dan teknik budi daya). Model yang sesuai untuk pengembangan kacang hijau di Sumba Timur NTT adalah model pengembangan kawasan usahatani kacang hijau berbasis korporasi.
PENAMBAHAN SENYAWA KITIN UNTUK PENINGKATAN VIRULENSI CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Beauveria bassiana Yusmani Prayogo; Aminudin Afandi2; Retno Puspitarini2; Rima Rachmawati3
Buletin Palawija Vol 15, No 1 (2017): Buletin Palawija Vol 15 No 1, 2017
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (737.635 KB) | DOI: 10.21082/bulpa.v15n1.2017.p31-43

Abstract

Beauveria bassiana merupakan salah satu jenis cendawan entomopatogen yang memiliki kisaran inang cukup luas dan mudah dikembangbiakkan sebagai agens untuk pengendalian berbagai jenis hama.Perbanyakan cendawan entomopatogen di media alami terus menerus menyebabkan penurunan viabilitas sehingga berpengaruh langsung terhadap virulensi cendawan.Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari virulensi cendawan B. bassiana yang dikulturkan pada media tumbuh mengandung kitin.Perlakuan adalah jenis kitin yang diperoleh dari seranggaGryllus assimilis, Perna viridis, dan Scylla serrata.Masing-masing serangga sebagai sumber kitin dikeringkan menggunakan sinar matahariselanjutnya digiling hingga berbentuk tepung, setelah itu ditambahkan pada media tumbuh dari agar kentang dektrose.Cendawan B. bassiana dikulturkan pada media tumbuh di dalam cawan Petri berdiameter 9 cm kemudian diamati produksi konidia, viabilitas dan virulensi cendawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kitin dari serangga G. assimilis, P. viridis, dan S. serratatidak mampu meningkatkan produksi konidia,tetapi mampu meningkatkan viabiitas dan virulensi cendawan. Kitin dari seragga P. viridis konsentarsi 0,5% mampu memproduksi konidia terbanyak mencapai 20,5 x 107/ml dibandingkan kitin dari serangga G. assimilis maupun S. serrata. Selain itu, kitin dari P. viridis 0,5% juga mampu menyebabkan mortalitas tertinggi pada Spodoptera litura mencapai 60%.Kitin dalam bentuk tepung yang ditambahkan ke agar kentang dektrose menyebabkan peningkatan kepadatan media tumbuh sehingga memicu pertumbuhan dan perkembangan cendawan B. bassiana lebih lambat dibandingkan kontrol sebab kitin sulit larut dalam air.Oleh karena itu, untuk memperoleh jenis kitin dan konsentrasi yang tepat dalam meningkatkan virulensi cendawan B. bassiana masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
PENINGKATAN KETAHANAN KACANG HIJAU TERHADAP HAMA GUDANG Callosobruchus chinensis: DARI PENDEKATAN KONVENSIONAL MENUJU BIOTEKNOLOGI Musalamah Musalamah
Buletin Palawija No 9 (2005): Buletin Palawija No 9, 2005
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (156.939 KB) | DOI: 10.21082/bul palawija.v0n9.2005.p33-42

Abstract

Hama Callosobruchus chinensis menyebabkan kerusakan pasca penen yang serius pada komoditas kacang hijau. Perbaikan ketahanan kacang hijau terhadap hama C. chinensis telah lama dilakukan namun belum memberikan hasil yang memuaskan. Penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi gen-gen baru pada tanaman yang memberi ketahanan terhadap hama bruchus, mendapatkan beberapa kandidat gen yang berasal dari senyawa pelindung, yang dapat berupa senyawa proteic maupun aproteic. Penemuan senyawa metabolit sekunder pada tanaman yang bersifat insektisidal terhadap hama bruchus (khususnya amylase inhibitor, protease inhibitor, lektin, dan visilin) membuka peluang dilakukannya teknik transformasi gen, khususnya gen pengendali faktor ketahanan terhadap hama C. chinensis (seperti α –AI-1). Keberhasilan transformasi gen pengendali α –AI pada kacang merah maupun kacang polong menunjukkan bahwa transfer gen ke dalam spesies legum lain seperti kacang hijau memungkinkan untuk dilakukan. Dengan adanya ekspresi gen pengendali protein inhibitor pada biji kacang hijau maka kerusakan akibat serangan hama C. chinensis dapat diperkecil.
Indigenous rhizobium and its effect on the success of inoculation Suryantini Suryantini
Buletin Palawija No 24 (2012): Buletin Palawija No 24, 2012
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1834.889 KB) | DOI: 10.21082/bulpa.v0n24.2012.p92-98

Abstract

Symbiotic nitrogen fixationis a key factor in the low-input farming systemto sustain long time soil fertility. Symbiotic nitrogenfixation involving host-specific symbiotic interactionsbetween root nodule bacteria, termed rhizobia,and legumes. One of the major strategies forenhancing symbiotic nitrogen fixation by legumesin crop production systems is through rhizobialinoculation. But inoculation not always successfuland one reason is the population of indigenous rhizobiumcontained in the soil. Indigenous rhizobium cancompete with rhizobium inoculant through populationdensity and effectiveness. The high populationof rhizobium in one place relating to the type oflegume that ever grew / grown. When the numberof indigenous population is low, not effective or notcompatible with legumes planted the rhizobiuminoculation is required. But when the number ofindigenous rhizobium population is high, effectiveand compatible with legumes that will be planted(based on observations of root nodules and existingplants), inoculation is not required.
Respons Galur-Galur Kedelai terhadap Naungan Titik Sundari; Rina Artari
Buletin Palawija Vol 16, No 1 (2018): Buletin Palawija Vol 16 No 1, 2018
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.14 KB) | DOI: 10.21082/bulpa.v16n1.2018.p27-35

Abstract

Intensitas cahaya merupakan salah satu variabel lingkungan yang menjadi faktor utama dalam menentukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Cahaya merupakan sumber daya yang sering menjadi pembatas pertumbuhan tanaman, ketika kebutuhan air dan nutrisi terpenuhi. Hasil kedelai di bawah naungan dapat dimaksimalkan dengan penggunaan varietas yang sesuai. Penelitian bertujuan untuk mengetahui respons galur-galur kedelai (Glycine max L.)terhadap naungan. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Kendalpayak, Malang pada bulan Februari-Juni tahun 2014 dan 2015, menggunakan 21 galur dan satu varietas pembanding (Grobogan) untuk pengujian tahun 2014 dan dua varietas pembanding (Dena 1 dan Dena 2) untuk tahun 2015. Penelitian dilaksanakan pada dua lingkungan, yaitu tanpa naungan (L0) dan naungan 50% (L1). Rancangan acak kelompok tiga ulangan digunakan di setiap lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap genotipe memberikan respons berbeda terhadap lingkungan. Terdapat satu genotipe yang konsisten terpilih pada tahun 2014 dan 2015, yaitu K-453 dengan bobot biji 14,09 dan 11,33 g/tanaman. Berdasarkan nilai Indeks Toleransi Cekaman (ITC) terpilih lima genotipe dengan nilai ITC lebih tinggi daripada varietas Dena 1 (0,95), yaitu K-110, K-254, K-460, K-453, dan K-455, dengan nilai ITC berturut-turut 1,06, 1,01, 1,02, 1,10, dan 1,31
Prospek Kedelai Hitam Varietas Detam-1 dan Detam-2 M. Muchlish Adie; Suharsono Suharsono; Sudaryono Sudaryono
Buletin Palawija No 18 (2009): Buletin Palawija No 18, 2010
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (35.255 KB) | DOI: 10.21082/bul palawija.v0n18.2009.p66-72

Abstract

Jawa Timur merupakan provinsi terbesar penghasil kedelai Glycine soya Merr. di Indonesia, karena memiliki luas tanam relatif tinggi sehingga menjadi penyumbang terbesar kebutuhan kedelai nasional. Dengan makin pentingnya posisi kedelai sebagai pangan fungsional, maka varietas kedelai unggul tidak semata-mata berdaya hasil tinggi, namun juga harus memenuhi pra-syarat kedelai sebagai pangan sehat dan menyehatkan, sesuai dengan kebutuhan pengguna serta berdaya saing tinggi.Selama 89 tahun (1918–2007) pemerintah Indonesia baru berhasil melepas lima varietas kedelai hitam dan pada umumnya merupakan hasil seleksi terhadap varietas lokal dan galur introduksi, kecuali Cikuray diperoleh dari seleksi terhadap persilangan antara galur No 630 dan Orba. Varietas kedelai hitam Detam-1 dan Detam-2 dilepas tahun 2008, hasil persilangan antara kedelai introduksi dengan varietas Wilis dan Kawi. Keunggulan Detam-l adalah berdaya hasil 2,51 t/ha, berukuran biji besar (14,84 g/100 biji), dan merupakan kedelai hitam pertama yang berukuran biji besar. Detam-2, berdaya hasil 2,46 t/ha dan menjadi varietas kedelai berkandungan protein paling tinggi di Indonesia (45,58 % berat kering) dan tergolong toleran kekeringan pada fase reproduktif.
Changes of Chemical Composition and Aflatoxin Content of Peanut Products as Affected by Processing Methods Erliana Ginting; Agustina Asri Rahmianna; Eriyanto Yusnawan
Buletin Palawija Vol 17, No 2 (2019): Buletin Palawija Vol 17 no 2, 2019
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.306 KB) | DOI: 10.21082/bulpa.v17n2.2019.p73-82

Abstract

Peanut production in Indonesia is predominantly used for food, thus information on nutritional aspects and aflatoxin contamination in peanuts is essential in terms of food security and safety. As changes may occur during processing, the effects of processing methods on chemical composition and aflatoxin content in selected peanut products were studied. The dried peanut pods collected from a farmer in Ponorogo, East Java were stored for one month, and then the kernels were prepared into fried peanut (kacang goreng), peanut sauce (sambel pecel), peanut press cake (bungkil kacang), fried-pressed peanut (bungkil kacang goreng), fermented peanut press cake (tempe bungkil kacang), and fried peanut tempe (tempe bungkil kacang goreng). The trial was arranged in a randomized complete design with three replicates. ELISA method was applied for aflatoxin B1 analysis. The results showed that peanut kernels contained 26.3% protein (dw) and 50.4% fat (dw) with relatively low aflatoxin B1 content (9.1 ppb) due to low moisture level (5.6%), no Aspergillus flavus infection and high sound/intact kernels (73.1%). Peanuts processed into tempe bungkil kacang showed the highest increase in protein content, followed by tempe bungkil kacang goreng, bungkil kacang, and bungkil kacang goreng, while fat contents decreased in all products. Processing into kacang goreng and bungkil kacang goreng decreased aflatoxin B1 by 26.4% and 41.8%, respectively, while no significant differences were noted in sambal pecel and bungkil kacang. Aflatoxin B1 increased two-fold during the preparation of tempe bungkil kacang, however it significantly decreased by 38.9% after deep-fried. Excluding peanut tempe, all peanut products contained aflatoxin B1 below the permitted level (15 ppb), therefore they are safe for consumption.
Formulasi Bahan Pembawa Pupuk Hayati Pelarut Fosfat untuk Kedelai di Tanah Masam Suryantini Suryantini
Buletin Palawija Vol 14, No 1 (2016): Buletin Palawija Vol 14 No 1, 2016
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (124.068 KB) | DOI: 10.21082/bulpa.v14n1.2016.p28-35

Abstract

Formula carrier (bahan pembawa) pupuk hayati merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan penggunaan pupuk hayati karena berperan penting dalam menjaga viabilitas dan efektivitas mikroba yang terkandung di dalamnya. Penelitian bertujuan untukmendapatkan satu formula bahan pembawa pupuk hayati bakteri pelarut fosfat yang mampu meningkatkan produktivitas kedelai dan menghemat penggunaan pupuk kimia di lahan masam. Penelitian dilaksanakan di laboratorium, rumah kaca dan lapangan (lahan kering masam Lampung Timur) pada MH 2012. Formula pupuk hayati yang diuji merupakan multi isolat bakteri pelarut fosfat (Pseudomonas sp.) yang dikombinasi dengan beberapabahan pembawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula dengan viabilitas bakteri dari yang tertinggi berturut-turut, yaitu gambut + dolomit + arang> bokashi + dolomit> bokashi + dolomit + arang> gambut + dolomit> bokashi>gambut. Di lapangan, formula gambut + dolomit + arang memberikan peningkatan hasil kedelai setara dengan perlakuan amelioran dolomit 800 kg/ha dan bila dikombinasi dengan amelioran dolomit pada dosis yang sama maka diperoleh peningkatan hasil 64% (0,39 t/ha) dibanding hasil pada perlakuan tanpa dolomit. Formula tersebut bila dikombinasi dengan pemupukan100 kg SP36/ha memberikan hasil setara dengan pemupukan 200 kg SP36/ha, sedangkan kombinasinya dengan pemupukan 200 kg SP36/ha mampu meningkatkan hasil 163% (0,7 t/ha) dibanding hasil perlakuan kontrol (tanpa pupuk P).
Pengembangan pangan berbasis kacang-kacangan dan umbi-umbian guna pemantapan ketahanan pangan nasional Astanto Kasno; Nasir Saleh; Erliana Ginting
Buletin Palawija No 12 (2006): Buletin Palawija No 12, 2006
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bul palawija.v0n12.2006.p52-68

Abstract

Pemenuhan kebutuhan karbohidrat dan protein bangsa Indonesia hingga saat ini masih didominasi oleh padi-padian, termasuk beras dan terigu. Untukkeperluan tersebut Pemerintah terpaksa harus selalu mengimpor beras apabila sedikit terjadi goncangan dalam produksi beras di dalam negeri. Sedangkan impor terigu telah mencapai 4,5 juta ton per tahun.Impor sumber karbohidrat dan protein tersebut tentu menggunakan devisa yang besarnya signifikan. Upaya menekan impor beras dan terigu melalui peningkatan kemampuan produksi dalam negeri dan diversifikasipangan pada hakekatnya adalah meningkatkan ketahanan pangan nasional yang sekaligus pula meningkatkan kesempatan ekonomi bangsa Indonesia.Sejalan dengan itu, ketergantungan terhadap beras dan terigu dapat diperlonggar dengan penganeka ragaman pangan melalui perubahan citra bahan pangan pokok selain beras. Pengubahan citra bahanpangan selain beras yang secara alami inferior harus dilakukan melalui pengembangan atau pengolahan menjadi bentuk komoditas baru yang diperkaya dengan nutrisi sehingga lebih menarik.Umbi-umbian merupakan tanaman tradisional yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan masyarakat sebagai sumber karbohidrat yang dapat diandalkan sebagai komplemen dan suplemen beras, namun bahan pangan tersebut dalam bentuk segar memiliki kandungan kalori dan protein yang rendah. Karakteristik kalori ubi segar dapat dihilangkan dengan memprosesnya menjadi bahan kering berupa irisan atau tepung dengan kadar air setara beras dan aman disimpan. Kandungan protein yang rendah dapat di tingkatkan dengan menambahkan tepung kacang-kacangan sehingga menjadi tepung komposit kaya nutrisi. Dari tepung ubi-ubian atau komposit dapat dikembangkan aneka produk olahan dengan citra rasa baru yang menarik. Penganekaragaman pangan berbasis umbi-umbian dan kacang-kacangan merupakan alternatif yang paling rasional untuk memecahkan permasalahan pangan dan memantapkan ketahanan pangan.
RESPONS TANAMAN KEDELAI, KACANG TANAH, DAN KACANG HIJAU TERHADAP CEKAMAN SALINITAS Afandi Kristiono; Runik Dyah Purwaningrahayu; Abdullah Taufiq
Buletin Palawija No 26 (2013): Buletin Palawija No 26, 2013
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (167.882 KB) | DOI: 10.21082/bulpa.v0n26.2013.p45-60

Abstract

Salinitas yang tinggi merupakan salah satu cekaman lingkungan yang mengakibatkan tanaman mengalami cekaman osmotik, ketidak seimbangan hara, toksisitas ion tertentu, dan cekaman oksidatif. Cekaman tersebut mempengaruhi hampir semua proses fisiologis dan biokimia serta tahap pertumbuhan tanaman. Fase perkecambahan dan pertumbuhan semaian adalah fase kritis terhadap cekaman salinitas bagi sebagian besar tanaman, termasuk kedelai (Glycine max L. Merr.), kacang tanah (Arachis hypogaea L.) dan kacang hijau (Vigna radiata L. Wilczek), sehingga ketahanan tanaman terhadap cekaman salinitas dapat dievaluasi pada fase-fase tersebut. Toleransi tanaman legum terhadap cekaman salinitas beragam antar spesies maupun varietas. Batas kritis tingkat salinitas berdasarkan penurunan hasil pada tanaman kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau berturutturut adalah 5 dS/m, 3,2 dS/m,dan 1–2,65 dS/m. Pemahaman pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan tanaman sangat berguna untuk menentukan strategi pengelolaannya. Informasi mengenai mekanisme toleransi tanaman terhadap salinitas dari aspek morfologis, fisiologis, maupun biokimia tanaman sangat diperlukan dalam mengembangkan kultivar yang toleran. Penggunaan kultivar toleran merupakan salah satu upaya mengatasi masalah salinitas yang praktis dan ekonomis.

Page 4 of 23 | Total Record : 223


Filter by Year

2001 2022


Filter By Issues
All Issue Vol 20, No 1 (2022): Buletin Palawija Vol 20 No 1, 2022 Vol 19, No 2 (2021): Buletin Palawija Vol 19 No 2, 2021 Vol 19, No 1 (2021): Buletin Palawija Vol 19 No 1, 2021 Vol 18, No 2 (2020): Buletin Palawija Vol 18 No 2, 2020 Vol 18, No 1 (2020): Buletin Palawija Vol 18 No 1, 2020 Vol 17, No 2 (2019): Buletin Palawija Vol 17 no 2, 2019 Vol 17, No 1 (2019): Buletin Palawija Vol 17 no 1, 2019 Vol 16, No 2 (2018): Buletin Palawija Vol 16 no 2, 2018 Vol 16, No 1 (2018): Buletin Palawija Vol 16 No 1, 2018 Vol 15, No 2 (2017): Buletin Palawija Vol 15 No 2, 2017 Vol 15, No 1 (2017): Buletin Palawija Vol 15 No 1, 2017 Vol 14, No 2 (2016): Buletin Palawija Vol 14 No 2, 2016 Vol 14, No 1 (2016): Buletin Palawija Vol 14 No 1, 2016 Vol 13, No 1 (2015): Buletin Palawija Vol 13 No 1, 2015 No 29 (2015): Buletin Palawija No 29, 2015 No 28 (2014): Buletin Palawija No 28, 2014 No 27 (2014): Buletin Palawija No 27, 2014 No 26 (2013): Buletin Palawija No 26, 2013 No 25 (2013): Buletin Palawija No 25, 2012 No 24 (2012): Buletin Palawija No 24, 2012 No 23 (2012): Buletin Palawija No 23, 2012 No 22 (2011): Buletin Palawija No 22, 2011 No 21 (2011): Buletin Palawija No 21, 2011 No 20 (2010): Buletin Palawija No 20, 2010 No 19 (2010): Buletin Palawija No 19, 2010 No 18 (2009): Buletin Palawija No 18, 2010 No 17 (2009): Buletin Palawija No 17, 2009 No 16 (2008): Buletin Palawija No 16, 2008 No 15 (2008): Buletin Palawija No 15, 2008 No 14 (2007): Buletin Palawija No 14, 2007 No 13 (2007): Buletin Palawija No 13, 2007 No 12 (2006): Buletin Palawija No 12, 2006 No 11 (2006): Buletin Palawija No 11, 2006 No 10 (2005): Buletin Palawija No 10, 2005 No 9 (2005): Buletin Palawija No 9, 2005 No 7-8 (2004): Buletin Palawija No 7-8, 2004 No 5-6 (2003): Buletin Palawija No 5 & 6, 2003 No 4 (2002): Buletin Palawija No 4, 2002 No 3 (2002): Buletin Palawija No 3, 2002 No 2 (2001): Buletin Palawija No 2, 2001 No 1 (2001): Buletin Palawija No 1, 2001 More Issue