cover
Contact Name
Dr. H. A. Rahmat Rosyadi, SH., MH
Contact Email
ustisi@uika-bogor.ac.id
Phone
+628128097843
Journal Mail Official
yustisi@uika-bogor.ac.id
Editorial Address
Jl. K.H. Sholeh Iskandar km 2 Bogor 16162 Jawa Barat, Indonesia Telp/Fax: 0251-8335335
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Yustisi: Jurnal Hukum dan Hukum Islam
ISSN : 19075251     EISSN : 26207915     DOI : http://dx.doi.org/10.32832/yustisi
Core Subject : Education,
Jurnal Hukum Yustisi adalah Jurnal Ilmiah berkala yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Ibn Khaldun Bogor sebanyak dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan Februari dan September. Jurnal Hukum Yustisi memiliki visi menjadi Jurnal Ilmiah yang terdepan dalam menyebarluaskan dan mengembangkan hasil pemikiran di bidang hukum. Redaksi Jurnal Hukum Yustisi, menerima Naskal Artikel Hasil Penelitian, Artikel Ulasan dan Artikel Resensi Buku yang sesuai dengan sistematika penulisan kategori masing-masing artikel yang telah ditentukan redaksi. Fokus Jurnal ini yaitu Rumpun Ilmu Hukum Pidana, Rumpun Ilmu Hukum Perdata, dan Rumpun Ilmu Hukum Tata Negara/Administrasi Negara.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 3 No 1 (2016)" : 6 Documents clear
KAPITALISASI PENDIDIKAN DILIHAT DARI PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM PENDIDIKAN ISLAM Didi Hilman
YUSTISI Vol 3 No 1 (2016)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v3i1.1117

Abstract

Pendidikan merupakan kebutuhan utama bagi ummat manusia. Dalam perspektif Hukum Islam, pendidikan merupakan salah satu institusi atau sarana dalam mencapai tujuan utama Hukum Islam yang dikenal dengan istilah maqasid al-Syariah. Wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW adalah surat Al-Alaq yang mewajibkan untuk belajar dan menggali ilmu pengetahuan. Hal ini telah terrefleksi dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa salah satu tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Agama Islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap pendidikan dan mendekatkan manusia kepada penciptanya.
AKIBAT KEJAHATAN LINGKUNGAN BAGI PEMERINTAH DAERAH DAN PIHAK YANG BERWAJIB UNTUK MELAKUKAN PROSES PENINDAKAN Sri Hartini
YUSTISI Vol 3 No 1 (2016)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v3i1.1118

Abstract

Tindak pidana di bidang lingkungan hidup merupakan kejahatan yang cukup meresahkan masyarakat serta membawa dampak yang berbahaya bagi kesehatan dan kenyamanan lingkungan sekitarnya, tindak pidana kejahatan lingkungan hidup termuat dalam Pasal 90 sampai dengan Pasal 120 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tindak pidana kejahatan lingkungan secara jelas disebutkan unsurnya adalah setiap orang atau badan hukum, melakukan perbuatan, yang merusak lingkungan. Mengingat pengelolaan lingkungan hidup dilakukan terutama oleh pemerintah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemerintah daerah mempunyai kewajiban atas kejahatan lingkungan untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan terhadap kejahatan lingkungan hidup di daerahnya. Proses hukum terhadap kejahatan lingkungan di Indonesia, regulasi yang mengatur tentang perlindungan hidup diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, di antaranya ada 3 penegakan hukum yaitu penegakan hukum pidana, penegakan hukum perdata dan penegakan hukum administratif.
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH Muhyar Nugraha
YUSTISI Vol 3 No 1 (2016)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v3i1.1119

Abstract

Dilihat dari perkembangannya, partisipasi masyarakat merupakan konsep yangberkembang dalam sistem politik modern. Penyediaan ruang publik atau adanya mekanisme untuk mewujudkan partisipasi adalah suatu tuntutan yang mutlak sebagai demokratisasi sejak pertengahan abad ke-20. Masyarakat sudah semakin sadar akan hak-hak politiknya. Proses pembuatan peraturan perundang-undangan, setidak-tidaknya di atas kertas, tidak lagi sematamata menjadi wilayah kekuasaan mutlak birokrat dan parlemen. Partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat, baik secara individual maupun kelompok, secara aktif dalam penentuan kebijakan publik atau peraturan. Asas keterbukaan dan peran serta masyarakat merupakan suatu hal yang amat esensial dalam pembuatan peraturan perundang-undangan. Kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi di dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan sudah diakomodasi dalam hukum positif. Penegasan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menganut asas keterbukaan Meskipun demikian, peraturan partisipasi masyarakat dalam ketentuan tersebut belum memberikan gambaran yang jelas. Adapun tahapan pembentukan Peraturan Daerah (Perda) sama dengan tahapan penyusunan peraturan perundang-undangan yang lain, meliputi perencanaan, perancangan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, pelaksanaan, dan evaluasi. Ruang partisipasi bagi masyarakat harus ada di setiap tahapan tersebut. Dengan demikian, diharapkan akan lahir Perda yang partisipatif, masyarakat yang kritis, dan pemerintahan yang responsif terhadap kebutuhan sosial (society need).
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Latifah Ratnawaty; Prihatini Purwaningsih
YUSTISI Vol 3 No 1 (2016)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v3i1.1115

Abstract

Praktek pertambangan telah dikembangkan baru-baru ini dan hasilnya dapat memberikan keuntungan untuk peningkatan keselamatan masyarakat, terutama bagi penambang, tetapi dapat berdampak pada kerusakan lingkungan. Masyarakat Desa Rumpin Kecamatan Rumpin Bogor memiliki kekurangan dalam fungsi perawatan lingkungan, reklamasi lahan setelah eksploitasi dan tidak responsif terhadap elemen dasar bangunan kontinuitas. Ekploitasi penambangan pasir besar-besaran terjadi di kawasan Rumpin dan dikategorikan dalam tahap yang sudah mengkhawatirkan. Disamping belum ada upaya reklamasi yang harus dilakukan agar ada upaya yang terencana untuk mengembalikan fungsi dan daya dukung lingkungan pada lahan bekas tambang menjadi lebih baik dari sebelumnya.Pertambangan jenis pasir dan batu di Desa Rumpin Bogor tidak hanya memiliki dampak positif pada peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat akan tetapi juga dampak negatif dalam bentuk kerusakan lingkungan. Sementara itu dalam hal penegakan hukum terkait pertambangan lingkungan lainnya tanpa izin (PETI) di Kabupaten Bogor Desa Rumpin pun tidak efektif karena hanya diterapkan sanksi pidana yakni Pasal 362 KUHP tentang pencurian biasa, sehingga tidak sesuai dengan amanah Undang-Undang. Dimana berdasarkan peraturan perundasepatung-undangan yang ada, sepatutnya para penambang liar di Desa Rumpin Kabupaten Bogor tersebut dapat dikenakan sanksi berupa : Sanksi administratif yaitu berupa pencabutan izin dan dilakukannya penutupan, Sanksi Pidana dan Perdata yakni 10 tahun dan denda 10 Milyar.
KONFIGURASI PERTARUNGAN ABOLISIONISME VERSUS RETENSIONISME DALAM DISKURSUS KEBERADAAN LEMBAGA PIDANA MATI DI TINGKAT GLOBAL DAN NASIONAL Saharuddin Daming
YUSTISI Vol 3 No 1 (2016)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v3i1.1120

Abstract

Menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan hak asasi manusia (HAM) atau sebaliknya menegakkan HAM berbasis hukum dan keadilan merupakan cita-cita masyarakat demokratis. Namun harapan tersebut belum dapat terwujud secara penuh akibat tantangan secara multi dimensional datang silih berganti. Salah satu persoalan HAM versus keadilan yang kini menjadi polemik besar adalah pidana mati. Isu ini membelah pendapat publik antara pro dan kontra dengan masing-masing argumentasi disandarkan pada dalil yang bersifat rasional dan empiris. Kubu yang menolak pidana mati, merujuk pada prinsip HAM khususnya hak hidup sebagai hak yang tidak dapat dikurangi, dicabut apalagi dirampas oleh siapapun dan dalam keadaan apapun. Hak tersebut merupakan anugerah Tuhan yang Maha Esa sehingga manusia tak dapat mencabut atas nama hukum sekalipun seperti yang tercermin dalam lembaga pidana mati. Melalui gerakan abolisionis, mereka menggalang kekuatan untuk berjuang menghapus pidana mati dalam sistiem hukum diseluruh dunia termasuk Indonesia. Sebaliknya kubu yang mendukung pidana mati juga mengacu pada prinsip HAM terutama pada aspek kewajiban asasi yang melekat pada setiap manusia. Ketika seseorang melakukan kejahatan yang sangat keji dan sadis misalnya maka ia telah melanggar hak asasi orang lain sekaligus melanggar kewajiban asasinya. Jika ia dijatuhi pidana mati oleh pengadilan berdasarkan hukum yang berlaku, maka hal tersebut merupakan tanggungjawab yang harus ia tunaikan demi keadilan sebagai bagian penting dari HAM. Dalam hal ini bukan hanya terpidana yang perlu mendapat perlindungan HAM tetapi korban dan keluarganya maupun masyarakat secara luas juga memiliki HAM yang harus ditegakkan secara adil. Kubu ini pun juga melakukan gerakan retensionisme untuk mempertahankan lembaga pidana mati dalam sistem hukum yang berlaku. Menghapus pidana mati menurut mereka berarti membiarkan terjadinya pelanggaran HAM baru yang lebih serius sekaligus mencabut perasaan keadilan dari akar budaya hukum yang harus dihormati oleh siapapun.
PERSAINGAN SEHAT DUNIA USAHA DI INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SISTEM EKONOMI SYARIAH Dadang Iskandar
YUSTISI Vol 3 No 1 (2016)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v3i1.1116

Abstract

Pengaturan persaingan sehat dunia usaha di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Monopoli dilarang karena menghalangi terjadinya persaingan sehat dunia usaha dan mengakibatkan terjadinya ekonomi biaya tinggi yang membebani masyarakat luas. Pelanggaran atas Undang-Undang tersebut dikenakan sanksi berupa tindakan administratif, pidana pokok dan pidana tambahan. Putusan KPPU belum maksimal, belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap apabila pelaku usaha tidak menjalankan putusan dan mengajukan keberatan. Pandangan Islam terhadap persaingan sehat dunia usaha, sangat menganjurkan (memerintahkan) kepada manusia untuk berlomba lomba (berkompetisi) dalam hal ketakwaan dan kebaikan termasuk dalam bermuamalah secara sehat dan tidak saling merugikan. Islam melarang praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Dalam etika bisnis Islam, persaingan dipandang sebagai hal yang positif manakala dengan persaingan tersebut bisa diwujudkan kemashlahatan bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi umat. Tetapi apabila persaingan tersebut menjurus kepada perilaku tidak etis (tidak sehat) atau praktek monopoli maka mengkategorikannya sebagai perbuatan bathil, melanggar prinsip ekonomi syari?ah yang bersumber dari al Qur?an dan as-Sunnah. Dalam bisnis Islam disamping harus dilakukan dengan cara professional yang melibatkan ketelitian dan kecermatan dalam proses manajemen dan administrasi agar terhidar dari kebohongan, riba dan praktek-praktek lain yang dilarang oleh syari?ah.

Page 1 of 1 | Total Record : 6