cover
Contact Name
Agni Susanti
Contact Email
agniesusanti2204@gmail.com
Phone
+6287722631615
Journal Mail Official
obstetrianestesi@gmail.com
Editorial Address
Department of Anesthesiology and Intensive Care Dr. Sardjito General Hospital Yogyakarta Jl.Jl. Kesehatan No.1, Senolowo, Sinduadi, Yogyakarta
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia
ISSN : -     EISSN : 2615370X     DOI : https://doi.org/10.47507/obstetri.v3i2
Core Subject : Health, Science,
We accept manuscripts in the form of Original Articles, Case Reports, Literature Reviews, both from clinical or biomolecular fields, as well as letters to editors in regards to Obstetric Anesthesia and Critical Care. Manuscripts that are considered for publication are complete manuscripts that have not been published in other national journals. Manuscripts that have been published in the proceedings of the scientific meeting can still be accepted provided they have written permission from the organizing committee. This journal is published every 6 months with 8-10 articles (March, September) by Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC).
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 3 No 1 (2020): Maret" : 7 Documents clear
Efektivitas Blok Transversus Abdominis Plane Pasca Operasi Caesar Gusti muhammad Fuad Suharto; Rory Denny Saputra
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 3 No 1 (2020): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v3i1.23

Abstract

Operasi caesar merupakan prosedur bedah yang paling umum dilakukan di seluruh dunia. Operasi ini menyebabkan nyeri pasca operatif sedang hingga berat sebagai akibat insisi pfannenstiel yang umumnya dikaitkan dengan rasa nyeri pada uterus dan somatik pada dinding abdomen. Analgesia pasca operasi yang memadai pada pasien obstetrik sangat penting karena mereka memiliki kebutuhan pemulihan bedah yang berbeda, yaitu meliputi menyusui dan perawatan bayi baru lahir, hal ini dapat terganggu jika analgesia yang diberikan tidak memuaskan. Rejimen analgesik pasca operasi yang ideal harus efektif tanpa mempengaruhi ibu untuk merawat neonates dan dengan efek transfer obat yang seminimal mungkin melalui ASI. Saat ini banyak cara yang paling aman dan efektif dari intervensi manajemen nyeri pasca operasi seperti anestesi lokal dengan infiltrasi kulit, analgesia epidural, dan blok bidang seperti blok transversus abdominis plane (TAP) dan blok ilioinguinal-iliohipogastrik (II-IH). Blok TAP merupakan teknik anestesi regional dimana serabut saraf aferen yang menginervasi dinding abdomen bagian anterolateral diblokir dengan mengguakan anestesi lokal di bidang transversus abdominalis. Potensinya dalam meningkatkan kualitas dan durasi analgesia setelah berbagai operasi abdomen bawah sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Sekarang, dengan bantuan USG menjadikan blok TAP sebagai metode yang aman dan efektif untuk memberikan analgesia pasca operasi caesar dibandingkan dengan perawatan standar pasca operasi. Selain itu, blok TAP juga dikaitkan dengan pengurangan konsumsi opioid, peningkatan kepuasan pasien, dan efektif untuk mengurangi nyeri dibandingkan dengan teknik analgesia lainnya. Efficacy of Transversus Abdominis Plane Block After Post Caesarean Section Delivery Abstract Caesarean section is the most common surgical procedure performed worldwide. This operation causes moderate to severe postoperative pain as a result of pfannenstiel incision which is commonly associated with pain in the uterus and somatic in the abdominal wall. Adequate postoperative analgesia in obstetric patients is very important because they have different surgical recovery needs, which include breastfeeding and newborn care, this is can be disrupted if the analgesia given is not satisfactory. The ideal postoperative analgesic rejimen must be effective without affecting the mother to treat the neonate and with minimal effect of drug transfer through breast milk. There are currently many of the safest and effective ways of interventions for postoperative pain management such as local anesthetic skin infiltration, epidural analgesia, and field block like TAP and II-IH. TAP block is a regional anesthetic technique where afferent nerve fibers that innervate the anterolateral abdominal wall are blocked by using local anesthesia in the transverse abdominal plane area. Potential in improving the quality and duration of analgesia after various lower abdominal operations is inevitable. Now, with ultrasound guiding, the TAP block is a safe and effective method for providing analgesia post caesarean section delivery compared to standard postoperative care. In addition, TAP block is also associated with a reduction of opioid consumption, increased patient satisfaction, and is effective in reducing pain compared to other analgesia technique.
Perbandingan Efektivitas Anestesi Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik Dosis 7,5 Mg dengan 5 Mg pada Seksio Sesarea Muh. Zulkifli; Andi Salahuddin; Muh. Ramli Ahmad
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 3 No 1 (2020): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v3i1.37

Abstract

Latar Belakang: Teknik anestesi yang efektif adalah tujuan utama dari teknik anestesi spinal, yang bertujuan meminimalkan efek samping pada ibu dan bayi baru lahir. Tujuan: Membandingkan ketinggian blok, onset dan durasi, efek samping antara Bupivakain 0,5% Hiperbarik dosis 7,5 Mg + Fentanyl 25 Mcg dan dosis 5 Mg + Fentanyl 25 Mcg pada seksio sesarea.Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan uji klinis acak tersamar ganda (Randomized double blind clinical trial). Sampel terdiri atas 2 kelompok yakni LD (Kelompok yang mendapatkan anestesi spinal bupivakain 0,5% hiperbarik 5 mg + fentanil 25 μg ) dan CD (Kelompok yang mendapatkan anestesi spinal bupivakain 0,5% hiperbarik 7,5 mg + fentanil 25 μg) dengan jumlah sampel masing-masing 20 orang. Data dianalisis menggunakan uji statistik Independen Sample T Test dengan tingkat kemaknaan α=0.05. Hasil: Ada perbedaan onset blok motorik (p=0,004), durasi motorik (p=0,000), durasi blok sensoris (p=0,000) antara kelompok LD dan kelompok CD. Sedangkan durasi operasi (p= 0,769), selisih perubahan TD Sistole (p> 0,05), selisih perubahan TD Diatole (p> 0,05), selisih perubahan nadi (p> 0,05), selisih perubahan MAP (p> 0,05), efek samping mual/muntah (p> 0,05) dan rescue (p> 0,05) menunjukkan tidak ada perbedaan.Simpulan: Onset blok sensorik lebih lama, dan durasi blok sensoris dan motorik lebih singkat pada kelompok LD dibanding CD sehingga ada perbedaan efektifitas bupivakain antara kedua kelompok. Tidak perbedaan yang bermakna untuk efek samping dan perubahan hemodinamik pada kedua kelompok. The Effectiveness of Spinal Anesthesia Using Bupivacaine 0.5% Hyperbaric Dosage 7.5 Mg with 5 Mg in Caesarean Section Surgery Abstract Latar Belakang: Teknik anestesi yang efektif adalah tujuan utama dari teknik anestesi spinal, yang bertujuan meminimalkan efek samping pada ibu dan bayi baru lahir. Tujuan: Membandingkan ketinggian blok, onset dan durasi, efek samping antara Bupivakain 0,5% Hiperbarik dosis 7,5 Mg + Fentanyl 25 Mcg dan dosis 5 Mg + Fentanyl 25 Mcg pada seksio sesarea.Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan uji klinis acak tersamar ganda (Randomized double blind clinical trial). Sampel terdiri atas 2 kelompok yakni LD (Kelompok yang mendapatkan anestesi spinal bupivakain 0,5% hiperbarik 5 mg + fentanil 25 μg ) dan CD (Kelompok yang mendapatkan anestesi spinal bupivakain 0,5% hiperbarik 7,5 mg + fentanil 25 μg) dengan jumlah sampel masing-masing 20 orang. Data dianalisis menggunakan uji statistik Independen Sample T Test dengan tingkat kemaknaan α=0.05. Hasil: Ada perbedaan onset blok motorik (p=0,004), durasi motorik (p=0,000), durasi blok sensoris (p=0,000) antara kelompok LD dan kelompok CD. Sedangkan durasi operasi (p= 0,769), selisih perubahan TD Sistole (p> 0,05), selisih perubahan TD Diatole (p> 0,05), selisih perubahan nadi (p> 0,05), selisih perubahan MAP (p> 0,05), efek samping mual/muntah (p> 0,05) dan rescue (p> 0,05) menunjukkan tidak ada perbedaan.Simpulan: Onset blok sensorik lebih lama, dan durasi blok sensoris dan motorik lebih singkat pada kelompok LD dibanding CD sehingga ada perbedaan efektifitas bupivakain antara kedua kelompok. Tidak perbedaan yang bermakna untuk efek samping dan perubahan hemodinamik pada kedua kelompok.
Open Lung Recruitment untuk Pasien Udem Paru Akut Pasca Operasi Sesar Dwiana Sulistyanti; Yusmein Uyun
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 3 No 1 (2020): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v3i1.39

Abstract

Udem paru akut pada wanita hamil merupakan kejadian yang jarang tetapi merupakan kejadian yang dapat mengancam jiwa. Meskipun merupakan kejadian yang jarang terjadi tetapi berhubungan dengan meningkatnya resiko pada ibu juga meningkatkan morbiditas dan mortalitas janin. Beberapa faktor resiko yang diidentifikasikan dapat menyebabkan udem paru: preeklamsi atau eklamsi, infeksi yang berat, penggunaan obat tokolitik, kelebihan cairan dan kehamilan ganda. Selain itu, perubahan fisiologi yang berhubungan dengan kehamilan mungkin bisa menjadi penyebab udem paru pada wanita hamil. Ventilasi mekanik efektif meningkatkan kandungan oksigen dan menurunkan trauma pada paru. Open lung recruitment dapat meningkatkan oksigenasi pada pasien dengan udem paru akut, dapat menurunkan indeks cairan ekstravaskuler paru, meningkatkan pengembangan paru dan menurunkan tekanan pada jalan nafas. Laporan kasus ini menjelaskan tentang penanganan udem paru akut pada wanita muda pasca operasi sesar atas indikasi preeklamsi, dimana dilakukan open lung recruitment saat pasien dirawat di ruang ICU, pasien dirawat selama hampir 2 minggu dan pulang dalam keadaan baik. Open Lung Recruitment for Patient Acute Pulmonary Edema Post Caesarean Section Abstract Acute pulmonary edema in pregnant women is a rare but life-threatening event. Although it is a rare event, but it is associated with an increased risk for the mother as well as increasinh fetal morbidity and mortality. Several indentified risk factors can cause pulmonary edema : preeclampsia or eclamsia, severe infections, use of tocolytic drugs, fluid overload, and multiple pregnancies. In adition, physiological changes related to pregnancy may be a cause of pulmonary edema in pregnant women. Mechanical ventilation effectively increases oxygen content and reduces trauma to the lungs. Open lung recruitment can increase oxygenation in patient with acute pulmonary edema, can reduce the pulmonary extravascular fluid index, increase lung development, and reduce pressure on the airway. This case report describes the management of acute pulmonary edema in young women post-operative cesarean section for indications of preeclampsia, where open lung recruitment is performed when the patient is treatedin the ICU, the patient is treated for almost two weeks and return home in good condition.
Serial Kasus: Manajemen Anestesi pada Wanita Hamil dengan Plasenta Akreta yang Direncanakan Tindakan Seksio Sesarea Purwoko Purwoko; Rio Rusman; M. Ridho Aditya
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 3 No 1 (2020): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v3i1.40

Abstract

Perdarahan postpartum merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu selain penyakit kardiovaskuler. Diantara penyebab perdarahan post partum adalah plasenta akreta dimana insidennya semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan peningkatan jumlah persalinan dengan seksio sesarea. Kami laporkan dua kasus ibu hamil dengan plasenta akreta yang direncanakan tindakan seksio sesarea emergency yang dikelola dengan general anesthesia rapid sequence induction. Kasus pertama, perempuan berusia 31 tahun G3P1A1 usia kehamilan 36–37 minggu dalam persalinan, perdarahan antepartum ec plasenta previa totalis, plasenta akreta dengan hemodinamik stabil. Intraoperatif, perdarahan sekitar 7000 cc, dan diberikan transfusi 8 unit PRC, 4 unit WB, 4 unit FFP, dan 4 unit Tc. Pascaoperasi pasien dirawat di ICU, dan komplikasi yang terjadi produk drain abdomen sekitar 1900 cc bercampur darah. tidak ada komplikasi mayor lainnya, pasien pindah ruang rawat inap pada hari keempat pascaoperasi. Kasus kedua, perempuan berusia 40 tahun G3P2A0 usia kehamilan 37–38 minggu dalam persalinan, perdarahan antepartum ec plasenta previa totalis, plasenta akreta dengan hemodinamik stabil. Intraoperatif, perdarahan sekitar 9000 cc, dan dilakukan transfusi 8 unit PRC, 8 unit WB, 4 unit FFP, dan 4 unit Tc. Pascaoperasi pasien dirawat di ICU, dan. tidak ada komplikasi signifikan terjadi. Hari kedua pascaoperasi pasien pindah ke ruang rawat inap. Case Series: Anesthesia Management in Pregnant Woman with Placenta Accreta Planned for Caesarean Section Abstract Postpartum hemorrhage is one of the leading causes of maternal morbidity besides cardiovascular disease. Among the causes of postpartum hemorrhage is placenta accreta, where the incidence increases from year to year along with the increase in the number of cesarean delivery. We report two cases of pregnant women with placenta accreta planned for emergency cesarean section managed with general anesthesia rapid sequence induction. The first case, 31-year-old woman G3P1A1 36–37 weeks of gestation in labor, antepartum hemorrhage ec placenta previa totalis, placenta accreta with hemodynamically stable. During procedure, blood loss about 7000 cc, and given transfusion of 8 units of PRC, 4 units of WB, 4 units of FFP, and 4 units of Tc. In the end of procedure, the patient was transferred to intensive care unit, and complications that occurred around 1900 cc of abdominal drain product mixed with blood. After that, there were no other major complications, then the patient moved the ward on the fourth day. The second case, a 40-year-old woman G3P2A0 37–38 weeks of gestation in labor, antepartum hemorrhage ec placenta previa totalis, placenta accreta with hemodynamically stable. During procedure, blood loss about 9000 cc, and given transfusion of 8 units of PRC, 8 units of WB, 4 units of FFP, and 4 units of Tc. In the end of procedure, the patient was transferred to intensive care unit, and no significant complications happen. The second day after surgery the patient moved to the ward.
Tatalaksana Anestesi pada Operasi Obstetri dengan Covid-19 Isngadi Isngadi; Rafidya Indah Septica; Susilo Chandra
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 3 No 1 (2020): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v3i1.41

Abstract

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan masalah utama kesehatan dunia. Kasus COVID-19 terus meningkat secara ekponensial di berbagai belahan dunia. Wanita hamil juga mengalami peningkatan kejadian infeksi COVID-19. Manifestasi klinis COVID-19 bervariasi, dengan sebagian besar pasien memiliki gejala saluran pernapasan. Pasien terinfeksi covid-19 yang asimpomatis atau pasien yang terinfeksi sebelum munculnya manifestasi klinis mampu menularkan penyakit. Sehingga perlu dilakukan deteksi dini kepada semua maternal yang akan dilakukan tindakan operasi, terutama di daerah dengan kejadian inveksi COVID-19 yang tinggi. Tatalaksana anestesi pada operasi obstetri dengan COVID-19 harus memperhatikan beberapa hal dengan tujuan pengendalian infeksi untuk mencegah penularan COVID-19, kepada petugas kesehatan, anak yang baru dilahirkan serta orang lain lingkungan sekitar. Tenaga kesehatan yang terpapar COVID-19 berisiko terinfeksi apabila tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) sesuai standar, sehingga penggunaan APD sesuai standart secara benar sangat penting,untuk mencegah tertularnya COVID-19 pada petugas. Tehnik anestesi yang menjadi pilihan utama untuk operasi obstetri dengan COVID-19, adalah dengan tehnik anestesi regional (epidural dan atau spinal), karena dengan tehnik tersebut mengindari timbulnya aerosol. Tehnik anestesi umum hanya digunakan apabila : gagal dengan tehnik anestesi regional, ada kontraindikasi dengan tehnik anestesi regional atau maternal mengalami desaturasi(saturasi <93%). Apabila menggunakan tehnik anestesi umum maka dalam pelaksanaanya harus dengan prinsip pencegahan terjadinya penyebaran infeksi. Anesthesia Management for obstetric surgery with COVID-19 infected Abstract The coronavirus disease 19 (COVID-19) is a global health problem. The number of cases of COVID-19 continue to rise exponentially in many parts of the world. Pregnant women have also increasing COVID-19 infection. The clinical manifestations of COVID-19 are varied, with most patients having respiratory symptom. The asymptomatic covid-19 infected patients or infected patients before clinical manifestations can transmit the disease. So early detection should be done for all mothers who will perform surgery, especially in areas with a high incidence of COVID-19 infection. Anesthesia management in obstetric surgery with COVID-19 must pay attention to several things with the aim of controlling infection to prevent transmission of COVID-19, for health workers, newborn babies and other people in the surrounding environment. Health workers who are exposed to COVID-19 are at risk of infection if they do not use personal protective equipment (PPE) according to the standard, so the use of PPE according to proper standards is very important, to prevent the transmission of COVID-19 to the officerExpected health workers, COVID-19, the risk of coverage, do not use personal protective equipment (PPE) according to standards, so the use of PPE according to the standard, is very important. The first choice of Anesthesia techniques for obstetric surgery in maternal COVID-19 infection are regional anesthesia techniques (epidural and or spinal), because with these techniques avoid the emergence of aerosols. General anesthesia techniques are only used if: fail with regional anesthesia techniques, there are contraindications to regional anesthesia or maternal desaturation (saturation <93). If using general anesthesia techniques, the prevention of infection is a major concern.
Manajemen Perioperatif pada Perdarahan akibat Atonia Uteri Budi Yulianto Sarim
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 3 No 1 (2020): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v3i1.42

Abstract

Perdarahan obstetri merupakan penyebab utama kematian maternal dan perinatal. Atonia uteri merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum. Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 ml setelah persalinan abdominal atau jumlah perdarahan lebih dari normal dan telah menyebabkan perubahan tanda vital. Penyebab atonia uteri adalah overdistensi uterus, kelelahan otot miometrium, plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi atau uterus couvelaire pada solusio plasenta dan hipotermia akibat resusitasi masif. Manajemen atonia uteri dapat berupa non farmakologi, farmakologi dan pembedahan menurut algoritma Varatharajan yaitu “HAEMOSTASIS”.Manejemen perioperatif atoni uteri terdiri dari terapi O2, monitoring noninvasif, pemasangan jalur intra vena dengan menggunakan kateter intravena yang besar dan resusitasi cairan. Tehnik anestesi tergantung keadaan klinis dan rencana tindakan berikutnya oleh dokter kandungan. Pilihan pertama transfusi darah adalah transfusi sel darah merah, platelet, fresh frozen plasma, kriopresipitat, faktor VII dan fibrinogen sintetis (RiaSTAP), Transfusi masif adalah pemberian transfusi darah sebanyak volume darah pasien dalam waktu 24 jam atau lebih dari 7 % berat badan ideal dewasa. Komplikasi yang dapat terjadi pada transfusi masif adalah hipotermi, hipokalsemia, hipomagnesemia, hiperkalemia, asidosis/ alkalosis, koagulopati dilusional, transfusion related acute lung injury (TRALI) Perioperative Management in Bleeding cause by Uterine Atony Abstract Obstetric bleeding is a major cause of maternal and perinatal death. Uterine atony is the most common cause of postpartum hemorrhage. Post partum hemorrhage is bleeding more than 500 cc after the baby is vaginal labor or more than 1,000 ml after abdominal labor or the amount of bleeding is more than normal and has caused changes in vital signs. The causes of uterine atony are uterine overdistence, myometrial muscle fatigue, low lying placenta, bacterial toxin (chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia), hypoxia due to hypoperfusion or uterine couvelaire in placental abruption and hypothermia due to massive resuscitation. Management of uterine atony can be in the form of non pharmacology, pharmacology and surgery according to the Varatharajan algorithm is "HAEMOSTASIS". Anesthesia management consists of O2 therapy, noninvasive monitoring, installation of intravenous lines using a large intravenous catheter and fluid resuscitation. Anesthesia techniques depend on clinical conditions and subsequent action plans by the obstetrician. The first choice of blood transfusion is transfusion of red blood cells, platelets, fresh frozen plasma, cryoprecipitate, factor VII and synthetic fibrinogen (RiaSTAP), massive transfusion is the administration of blood transfusion as much as the patient's blood volume within 24 hours or more than 7% of the ideal adult body weight . Complications that can occur in massive transfusions are hypothermia, hypocalcemia, hypomagnesemia, hyperkalemia, acidosis / alkalosis, dilutional coagulopathy, transfusion related acute lung injury (TRALI).
Manajemen Anestesi Subarachnoid Block pada Pasien dengan Impending Eklampsia RTH Supraptomo
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 3 No 1 (2020): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v3i1.43

Abstract

Pendahuluan: Impending eclampsia merupakan masalah yang serius dalam kehamilan karena komplikasi-komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun pada janin. Salah satu cara terbaik untuk meningkatkan keselamatan ibu dan bayi pada pasien dengan impending eklampsia adalah dengan dilakukan pembedahan caesar. Laporan Kasus: Pada kasus ini, akan dibahas lebih lanjut terkait wanita 39 tahun dengan G4P3A0 hamil 39 minggu dengan impending eclampsia. Pasien ini memiliki status fisik ASA III-E dan dilakukan tindakan sectio caesarea transperitoneal emergency dengan teknik anestesi regional subarachnoid block. Bayi lahir berjenis kelamin perempuan dengan APGAR score 7–8–9. Diskusi: Anestesi regional subarachnoid block dipilih karena mempunyai banyak keuntungan seperti kesederhanaan teknik, onset yang cepat, resiko keracunan sistemik yang kecil, blok anestesi yang baik, pencegahan perubahan fisiologi dan penanggulangannya sudah diketahui dengan baik. Kesimpulan: Diagnosis dan manajemen yang tepat pada ibu hamil dengan impending eclampsia sangat penting untuk kelangsungan hidup pasien. Pemilihan jenis anestesi subarachnoid block dipilih sesuai dengan kondisi klinis pasien dengan memperhitungkan segala aspek keuntungan, kerugian dan aspek medis lainnya. Management Anesthesia Subarachnoid Block for Patient with Impending Eclampsia Abstract Introduction: Impending eclampsia is a serious problem in pregnancy because of complications that can arise both for the mother and the fetus. One way to speed up handling and improve the safety of mother and baby in patients with impending eclampsia is by caesarean section. Case Report: In this case, we will discuss about 39-year-old woman with G4P3A0 39 weeks pregnancy with impending eclampsia. This patient has ASA III-E physical status and performed transperitoneal emergency sectio caesarea under regional subarachnoid block anesthesia. The baby is female, born alive without abnormalities and has 7-8-9 APGAR score. Discussion: Regional subarachnoid block anesthesia was chosen because it has many advantages such as simple technic, rapid onset, a small risk of systemic poisoning, good anesthesia block, prevention of physiological changes, and its handling are well known. Conclusion: Proper diagnosis and management of pregnant women with impending eclampsia is very important for patient survival. The choice of subarachnoid block anesthesia is chosen according to the clinical condition of the patient by considering all aspects of the advantages, disadvantages, and other medical aspects.

Page 1 of 1 | Total Record : 7