cover
Contact Name
Sekretariat Jurnal Rechtsvinding
Contact Email
jurnal_rechtsvinding@bphn.go.id
Phone
+6221-8091908
Journal Mail Official
jurnal_rechtsvinding@bphn.go.id
Editorial Address
Jl. Mayjen Sutoyo No. 10 Cililitan Jakarta, Indonesia
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Rechts Vinding : Media Pembinaan Hukum Nasional
ISSN : 20899009     EISSN : 25802364     DOI : http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding
Core Subject : Social,
Rechtsvinding Journal is an academic journal addressing the organization, structure, management and infrastructure of the legal developments of the common law and civil law world.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 7, No 2 (2018): Agustus 2018" : 9 Documents clear
PEMBARUAN HUKUM ANTAR TATAHUKUM INDONESIA DALAM RANGKA MENDUKUNG PERKEMBANGAN EKONOMI DI ERA GLOBALISASI Basuki Rekso Wibowo
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 7, No 2 (2018): Agustus 2018
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5001.029 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v7i2.261

Abstract

Keterlibatan Indonesia dalam hubungan perdagangan dengan negara negara lain telah berlangsung cukup lama. Hal yang tidak lepas dan terkait dengan hubungan perdagangan adalah dokumen kontrak, terlebih lagi kontrak dagang internasional yang mana terdapat perbedaan latar belakang status dan kedudukan hukum dari masing masing pihak yang terlibat. Tulisan ini menyoroti akibat hukum yang timbul dengan adanya klausula pilihan hukum dan pilihan forum dalam kontrak dagang internasional dan arah pembaruan hukum perdata internasional ke depan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif melalui pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual didapati hasil bahwa dalam setiap perumusan kontrak dagang internasional diperlukan kehati-hatian dan kecermatan dari para pihak terhadap segala rumusan klausula dan substansi yang akan dimuat di dalamnya. Hal yang sangat penting untuk diperhatikan yaitu yang menyangkut pilihan hukum dan pilihan forum. Ketepatan melakukan pilihan hukum akan menentukan keabsahan kontrak dan penerapan hukum yang berlaku terhadap kontrak. Dan terhadap penyelesaian sengketa kontrak dagang internasional lebih tepat apabila dilakukan melalui forum arbitrase internasional yang disepakati, dimana arbitrase internasional tersebut dinilai memiliki reputasi tinggi serta putusannya dapat dimintakan pengakuan dan pelaksanaan di negara dari pihak yang menandatangani kontrak dagang internasional tesebut. Dan terhadap politik hukum yang menyangkut pembaruan hukum merupakan kebutuhan mendesak dalam rangka meningkatkan perekonomian sehingga perlu segera menyempurnakan RUU Hukum Perdata Internasional yang sudah ada untuk dimasukkan ke dalam prioritas Prolegnas. 
KEWENANGAN ABSOLUT LEMBAGA ARBITRASE Pujiyono Pujiyono
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 7, No 2 (2018): Agustus 2018
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v7i2.241

Abstract

Arbitrase sebagai model resolusi sengketa bisnis diakui berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase). Putusan yang dibuat oleh lembaga arbitrase bersifat final dan binding, yang bersifat mengikat dan tidak ada upaya hukum lain. Namun demikian, tidak jarang pihak yang tidak puas atas putusan arbitrase mengajukan gugatan pembatalan maupun gugatan atas pokok perkara ke pengadilan, dengan dalih pengadilan tidak boleh menolak perkara yang diajukan oleh warga negara. Hal tersebut ditegaskan di dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman). Akibatnya penyelesaian sengketa menjadi berlarut-larut dan tidak kunjung selesai. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan perspektif. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi kepustakaan dengan menggunakan content analysis dengan logika deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kedudukan UU Arbitrase dan UU Kekuasaan Kehakiman adalah sederajat, oleh karena itu apabila ada benturan seharusnya digunakanasas lex spesialis derogat legi generale, peraturan yang khusus mengalahkan yang umum, sehingga UU Arbitrase harus didahulukan. Terhadap haltersebut berlaku courtlimitation sebagaimana diatur di dalam Pasal 3 dan Pasal 11 UU Arbitrase, bahwa pengadilan tidak berwenang memeriksa  kasus yang ada klausulnya arbitrase, bahkan hakim pengadilan negeri wajib menolak.
Arti Penting Hukum Antartata Hukum untuk Indonesia Yu Un Opusunggu
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 7, No 2 (2018): Agustus 2018
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6457.904 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v7i2.262

Abstract

This article discusses the importance of conflict of laws and private international law in Indonesia. Both fields of law are two-side of coin in the context of Indonesia. The author argues that many legal problems in Indonesia have their roots in the ignorance of legal pluralism. The article begins with mapping out legal pluralism since colonial period to the present. The author explains with legal pluralism calls for the science of conflict of laws/private international law. Indonesia’s attempt to attract foreign investors have entailed a series of legal reform. However, those reforms have ignored the pluralistic aspects of the legal system. The development of legal system has been caught between competing interests. The author therefore argues that understanding of the science of conflict of laws/private international law is the key for future development.
PENERAPAN PRINSIP YURISDIKSI IN REM (FORUM REI SITAE) DALAM GUGATAN ORANG TERKENAL TERHADAP CYBERSQUATTER DI INDONESIA helitha novianty muchtar
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 7, No 2 (2018): Agustus 2018
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (390.922 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v7i2.242

Abstract

Maraknya tindakan cybersquatting yang dilakukan oleh cybersquatter atas penggunaan nama domain terhadap suatu nama orang terkenal di dunia maya membuat gugatan pelanggaran nama domain semakin meningkat. Dalam beberapa kasus, penggunaan nama domain oleh cybersquatter merupakan kasus yang melintasi batas Negara yang di dalamnya terdapat unsur asing.  Perwujudan dari yurisdiksi in rem melalui Forum Rei Sitae yakni penguasaan negara atas benda yang situsnya berada di wilayah teritorialnya. Dalam praktik peradilan di Indonesia, gugatan atas dasar kebendaan dalam hal ini nama domain yang terkait merek diajukan ke pengadilan dimana benda tersebut berada atau didaftarkan. Dalam penelitian ini hendak menjawab apakah penggunaan yurisdiksi in rem (forum rei sitae) ini  dapat diterapkan pula pada kasus-kasus nama orang terkenal yang digunakan sebagai nama domain yang tempat dilakukannya pelanggaran/ sengketa berada di negara yang berbeda dan prinsip yurisdiksi manakah yang lebih efektif dalam penyelesaian sengketa nama orang terkenal yang digunakan sebagai nama domain di internet, metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian menyatakan bahwa penggunaan yurisdiksi in rem dapat digunakan dalam sengketa nama orang terkenal yang digunakan sebagai nama domain di internet, yurisdiksi in rem (forum rei sitae) juga dinilai lebih efektif dari sisi ekonomi dan penghentian pelanggaran penggunaan nama domain.
Intergentiele Grondenregel dalam Hukum Antar Tata Hukum Intern terkait Kepemilikan Hak Atas Tanah Bagi WNI Keturunan Tionghoa di Wilayah DIY Gratianus Prikasetya Putra
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 7, No 2 (2018): Agustus 2018
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (408.196 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v7i2.245

Abstract

Tanah memainkan perananan penting dalam pembagunan nasional baik secara yuridis, sosiologis, dan juga finansial di tengah masyarakat. Disamping pengaturan dan praktik unifikasi hukum pertanahan di Indonesia, fenomena pluralisme hukum pertanahan masih terjadi di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sebagai sebuah daerah yang memiliki potensi pariwisata yang tinggi, DIY wajib menjamin terlaksananya kepastian hukum dan penegakan hukum khususnya pertanahan. Pluralisme hukum pertanahan di Wilayah ini dapat dilihat dengan masih berlakunya Instruksi Kepala Daerah DIY No K. 898/I/A/1975 disamping UU No 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria. Keberlakuan Instruksi tersebut menyebabkan Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa tidak dapat mempunyai hak milik atas tanah di Wilayah DIY. Terkait fenomena tersebut, bidang Hukum Antar Tata Hukum (HATAH) Intern memiliki sebuah asas yang dikenal sebagai Intergentiele Grondenregel. Asas tersebut memungkinkan tanah seolah-olah memiliki golongan masyarakatnya tersendiri dan membawa dampak secara yuridis. Pendekatan berdasarkan asas dalam HATAH Intern ini akan menjadi jembatan guna memfasilitasi pendekatan berdasarkan hukum pertanahan serta perundang-undangan dalam membahas fenomena pertanahan yang terjadi di Wilayah DIY tersebut.      
PROSPEK PRINSIP FIKTIF POSITIF DALAM MENUNJANG KEMUDAHAN BERUSAHA DI INDONESIA Simanjuntak, Enrico
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 7, No 2 (2018): Agustus 2018
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (474.556 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v7i2.250

Abstract

Prinsip fiktif positif merupakan suatu sarana hukum yang dapat mendukung upaya peningkatan kemudahan berusaha. Tulisan ini akan mendiskusikan lebih lanjut apa sebenarnya prinsip fiktif positif ditinjau dari sudut hukum administrasi, bagaimana peluang dan tantangannya dalam mendukung kemudahan berusaha di Indonesia disamping dalam kerangka perwujudan good governance di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif yang bertumpu kepada penelusuran bahan pustaka atau data sekunder. Dari pengalaman negara-negara lain, penerapan prinsip fiktif positif mampu meminimalisir maladministrasi pelayanan administrasi pemerintahan dan meringkas prosedur hukum yang harus ditempuh dalam pengurusan perizinan untuk memulai dan menjalankan usaha. Dalam konteks Indonesia, konsolidasi hukum dibutuhkan untuk menyesuaikan prinsip fiktif positif dengan berbagai struktur hukum perizinan yang ada, pemaknaan terhadap prinsip fiktif positif harus mampu lebih memperjelas ruang lingkup dan defenisi operasional-normatifnya untuk menghindari bias pemahaman dengan berbagai tindakan hukum administrasi lain yang dapat merugikan warga masyarakat.
HUKUM NASIONAL YANG RESPONSIF TERHADAP PENGAKUAN DAN PENGGUNAAN TANAH ULAYAT Markus Simarmata
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 7, No 2 (2018): Agustus 2018
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4103.191 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v7i2.251

Abstract

Mekanisme pengakuan dan penggunaan tanah ulayat di Indonesia masih menyimpan banyak tantangan utamanya di era globalisasi. Keragaman hukum adat di berbagai daerah, tumpang tindih pengaturan, ketimpangan kepemilikan lahan, serta perangkat peraturan perundang-undangan yang lebih mengutamakan kepentingan perusahaan merupakan beberapa tantangan tersebut. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis tantangan-tantangan tersebut dan bagaimana pemerintah dapat menjawabnya dengan merumuskan hukum nasional yang responsif. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif  sementara analisis data dilakukan secara kualitatif. Pembentukan hukum nasional yang responsif dapat dilakukan dengan meningkatkan dialog yang terbuka antara investor dan masyarakat hukum adat tentang pemilikan dan/atau pemanfaatan tanah ulayat. Pemerintah juga perlu secara serius melakukan reformasi agraria, menyelaraskan berbagai undang-undang sektoral tentang agraria, dan mendorong penyelesaian sengketa di luar pengadilan apabila terjadi sengketa agraria. 
URGENSI DAN TANTANGAN INDONESIA DALAM AKSESI KONVENSI APOSTILLE ahmad haris junaidi
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 7, No 2 (2018): Agustus 2018
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v7i2.258

Abstract

Kemudahan berusaha sebagai sebuah tema besar dalam pembangunan perekonomian membutuhkan dorongan dari berbagai aspek prosedur administrasi, salah satunya adalah penghapusan syarat legalisasi dokumen publik asing. Praktik legalisasi dokumen publik asing atau dokumen publik yang akan digunakan di luar negeri, meskipun telah menggunakan aplikasi tetapi masih membutuhkan banyak waktu dan biaya. Selain itu, kendala lainnya dalam penggunaan dokumen publik adalah bahwa dokumen publik yang telah dilegalisir oleh lembaga atau kementerian di Indonesia tidak serta merta dapat diterima, melainkan harus melalui proses legislasi kembali sesuai dengan prosedur formal dari negara yang dituju. Konvensi Apostille dibentuk untuk mengatasi permasalahan ini. Dengan adanya konvensi ini maka prosedur formal legalisasi akan disederhanakan, selain itu dokumen publik yang telah dilengkapi apostille akan diterima oleh negara-negara anggota perjanjian. Melihat manfaat ini, bahwa proses legalisasi di Indonesia akan lebih cepat dan mudah, maka Indonesia seharusnya segera mengaksesi perjanjian apostille. 
PENENTUAN FORUM YANG BERWENANG DAN MODEL PENYELESAIAN SENGKETA TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL MENGGUNAKAN E-COMMERCE: STUDI KEPASTIAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI NASIONAL Muhammad Alvi Syahrin
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 7, No 2 (2018): Agustus 2018
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v7i2.240

Abstract

Keberadaan e-commerce telah mengubah tatanan transaksi bisnis di Indonesia. E-commerce lahir atas tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang serba cepat, mudah dan praktis melalui internet. Namun dalam praktiknya, sengketa e-commerce kerap kali muncul dikarenakan perbedaan kepentingan di antara para pihak. Sengketa ini melibatkan lintas negara yang menimbulkan permasalahan forum mana yang berwenang mengadili sengketa tersebut. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif hasil penelitian menunjukan bahwa Forum yang berwenang dalam penyelesaian sengketa transaksi bisnis internasional yang menggunakan e-commerce adalah forum yang dipilih atas dasar kesepakatan para pihak (choice of forum) dalam kontrak elektronik internasional yang mereka buat. Namun, bila para pihak tidak menentukan pilihan forum dalam kontrak elektronik internasional yang dibuatnya, maka mengacu pada forum dari negara penjual atas dasar ketentuan yang termaktub dalam asas-asas Hukum Perdata Internasional. Hal ini dikarenakan, penjual merupakan pihak yang memiliki prestasi paling karakteristik dibanding pihak lainnya. Penentuan tersebut didasarkan atas Substansial Connection Theory sebagaimana yang dikemukakan dalam Principle 2.1 bagian (2) dari PTCP (tentang Jurisdiction over Parties). Adapun terkait dengan model penyelesaian sengketa tersebut dimungkinkan untuk digunakannya dua mekanisme, yaitu jalur litigasi dan non litigasi. Mekanisme litigasi berupa jalur penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Sedangkan non litigasi dapat dilakukan dengan jalur penyelesaian sengketa melalui arbtirase, negosiasi, mediasi, dan konsiliasi.

Page 1 of 1 | Total Record : 9