Claim Missing Document
Check
Articles

Found 35 Documents
Search

Menakar Kedaulatan Negara dalam Perspektif Keimigrasian Muhammad Alvi Syahrin
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 18, No 1 (2018): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (613.969 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2018.V18.43-57

Abstract

Kedaulatan mengandung arti bahwa negara mempunyai hak kekuasaan penuh untuk melaksanakan hak teritorialnya dalam batas wilayah negara yang bersangkutan. Perwujudan kedaulatan negara tersebut diemban oleh Direktorat Jenderal Imigrasi. Namun, kini kedaulatan negara berada dalam situasi yang mengkhawatirkan. Hal tersebut, dapat dilihat dari semakin meningkatnya keberadaan pengungsi dan pencari suaka. Belum lagi adanya eksodus tenaga kerja asing asal Tiongkok yang kini mulai mengekspansi sektor ketenagakerjaan. Rumusan masalah yang diteliti dalam tulisan ini adalah bagaimana keberlakuan eksistensi kedaulatan negara Indonesia dalam perspektif keimigrasian. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang bersifat kualitatif dan logika berpikir campuran (deduktif dan induktif). Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa permasalahan kebijakan bebas visa kunjungan, keberadaan pengungsi dan pencari suaka, serta eksodus tenaga kerja asing Tiongkok berdampak langsung terhadap kedaulatan negara Indonesia. Hal ini tentu mempengaruhi tatanan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta kedaulatan negara. Inilah yang menjadi tantangan serius yang harus dihadapi. Direktorat Jenderal Imigrasi harus menjadi otoritas terdepan dalam menjaga wibawa pintu gerbang negara (bhumi pura wira wibawa).
Tindakan Hukum terhadap Orang Asing Mantan Narapidana yang Memiliki Kartu Pengungsi UNHCR dalam Perspektif Keimigrasian Muhammad Alvi Syahrin; Setiawan Saputra
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 13, No 2 (2019): Edisi Juli
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2019.V13.139-164

Abstract

Migrasi pencari suaka dan pengungsi ke wilayah Indonesia tidak lagi melalui pola tradisional, tetapi transaksional. Mereka masuk menggunakan dokumen resmi dan melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi, lalu mendaftarkan diri ke UNHCR untuk mendapatkan status pencari suaka dan pengungsi. Sering kali status tersebut disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. Mereka menganggap dirinya kebal hukum (hak imunitas) dari aturan positif suatu negara, termasuk melakukan tindak pidana di Indonesia. Rumusan masalah yang diteliti dalam tulisan ini adalah bagaimana tindakan hukum terhadap orang asing mantan narapidana yang memiliki kartu pengungsi UNHCR dalam perspektif keimigrasian: Studi Kasus Ali Reza Khodadad. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang bersifat kualitatif dengan logika berpikir campuran (deduktif dan induktif). Dari hasil penelitian dapat diketahui beberapa fakta hukum sebagai berikut. Dalam ketentuan yang tertera pada kartu pengungsi, dicantumkan kewaijban bagi setiap pemegang kartu ini untuk mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Ali Reza Khodadad dapat dikenakan tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi sesuai dengan Pasal 75 jo. Pasal 78 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dikarenakan yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Pelaksanaan tindakan deportasi terhadap Ali Reza Khodadad harus dilakukan tanpa melihat status pengungsinya. Hal ini merupakan perwujudan dari konsep kedaulatan negara.
KONSEP KEABSAHAN KONTRAK ELEKTRONIK BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN UNCITRAL MODEL LAW ON ELECTRONIC COMMERCE TAHUN 1996: STUDI PERBANDINGAN HUKUM DAN IMPILKASINYA DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Muhammad Alvi Syahrin
Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan Vol 9, No 2 (2020): VOLUME 9 NOMOR 2 NOVEMBER 2020
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/rpt.v9i2.419

Abstract

Pengaturan keabsahan kontrak elektronik di Indonesia diatur dalam berbagai regulasi. Namun praktiknya, perbedaan tersebut berpotensi menimbulkan konflik dan ketidakpastian hukum di antara para pihak. Rumusan masalah yang diteliti adalah bagaimana implikasi hukum dari perbedaan pengaturan keabsahan kontrak elektronik berdasarkan hukum nasional dan UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce Tahun 1996 dalam hukum perlindungan konsumen. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang membahas doktrin atau asas dalam ilmu hukum yang bertujuan untuk menemukan kaidah hukum positif. Implikasi hukum perbedaan pengaturan kontrak elektronik dalam pengaturan keabsahan kontrak elektronik berdasarkan hukum nasional dan UNCITRAL Model Law On Electronic Commerce Tahun 1996 telah menimbulkan implikasi hukum bagi perlindungan konsumen, yaitu: privasi, klausula baku, otensitas subjek hukum, validitas subjek hukum, objek e-commerce, dan tanggung jawab para pihak.
INSTRUMEN PENEGAKAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA ASING YANG MENYALAHGUNAKAN IZIN TINGGAL KEIMIGRASIAN M. Rafly Qalandy; M. Alvi Syahrin
Jurnal Legal Reasoning Vol 4 No 1 (2021): Desember
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jlr.v4i1.2962

Abstract

Perkembangan globalisasi membawa berbagai dampak bagi hukum ketenagakerjaan dan keimigrasian di Indonesia. Pelanggaran keimigrasian yang sering terjadi adalah penyalahgunaan izin tinggal keimigrasian yang dilakukan oleh tenaga kerja asing. Mereka tidak memiliki Izin Tinggal Terbatas Bekerja dari Kantor Imigrasi dan Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) dari Kementerian Ketenagakerjaan. Kebanyakan modus mereka adalah menyahgunakan Kebijakan Bebas Visa Kunjungan yang seharusnya bukan untuk bekerja. Berdasarkan hasil diskusi, dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, proses penegakan hukum atas penyalahgunaan izin tinggal imigrasi dilakukan dengan dua cara, yaitu Tindakan Administratif Imigrasi dan Penyidikan. Tindakan Administratif Keimigrasian dilakukan di luar proses peradilan dan dikenakan terhadap pelanggaran administratif keimigrasian. Sedangkan, Penyidikan merupakan tindakan hukum
NATURALISASI DALAM HUKUM KEWARGANEGARAAN: MEMAHAMI KONSEP, SEJARAH, DAN ISU HUKUMNYA adm-jurnal adm-jurnal; M. Alvi Syahrin
Jurnal Tengkhiang Vol 2 No 1 (2019): Edisi Juni 2019 Jurnal Thengkyang
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sjakhyakirti Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Naturalisasi diartikan sebagai proses perubahan status dari penduduk asing menjadi warga negara suatu negara. Dalam praktiknya, naturalisasi dapat menimbulkan dampak positif serta negatif bagi kehidupan bermasyarakat. Pemerintah perlu melakukan kebijakan selektif untuk mencegah dampak negatif yang akan timbul. Demi menunjang keteraturan dan keamanan serta diberlakukan filterisasi atau penyaringan yang selektif dari pemerintah Indonesia dengan ini yang tertuang dalam perturan perundang-undangan pada UndangUndang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam tulisan ini akan dijelaskan apa dan bagaimana proses naturalisasi dalam berbagai dimensi, serta beberapa isu hukumnya.
ASPEK HUKUM LABORATORIUM FORENSIK KEIMIGRASIAN: STUDI KASUS PEMERIKSAAN PASPOR PALSU KEBANGSAAN INGGRIS ATAS NAMA ABBAS TAUQEER Muhammad Alvi Syahrin
JURNAL AKTA YUDISIA Vol 3, No 1 (2018): Jurnal Akta Yudisia Vol. 3 Nomor 1
Publisher : Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/ay.v3i1.985

Abstract

ABSTRACTIncreased traffic flow of people entering and leaving Indonesia, had causing various level of immigration crimes. Passport fraud as a crime committed by replacing, altering part or all of a passport, or using false information to receive a passport, has become a serious matter now. Currently, almost all the proof of counterfeit passport process is checked in the Immigration Forensic Laboratory at the Immigration Intelligence Directorate. The formulation of the problem studied in this paper is how the role and challenge of Immigration Forensic Laboratory in conducting examination of fake passport on behalf of Abbas Tauqeer. The research method used is normative and empirical legal research. Based on the results of the research can be seen that the Immigration Forensic Laboratory has an important role as the center of examination of fake immigration documents consisting of several technical stages. Forensic analysis of the case found damage to passport biodata pages, different types of letters on passport biography, photos and biodata replaced, passport chips damaged, and unreadable chips in Automatic Document Reader. Then, the challenges faced include the lack of human resources, facilities and infrastructure has not been representative, the absence of Standard Operational Procedure (SOP), and the lack of care of officers in the field.Keywords: Immigration Forensic Laboratory, Counterfeit Passport
CONFLICT OF REGULATION NORMS FOR HANDLING OF FOREIGN REFUGEES IN SELECTIVE IMMIGRATION POLICIES: CRITICAL LAW STUDIES AND STATE SECURITY APPROACHES Muhammad Alvi Syahrin
Nurani: Jurnal Kajian Syari'ah dan Masyarakat Vol 20 No 1 (2020): Nurani
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/nurani.v20i1.6058

Abstract

The increasing number of asylum seekers and refugees in the territory of Indonesia has caused social disturbances, political security, and even orders in society. The number of their arrivals is not proportional to the number of settlements or placement to the recipient country (Australia). To deal with the problem of asylum seekers and refugees who enter and are in the Indonesian territory, the government issued Presidential Regulation No. 125 of 2016 concerning Handling of Foreign Refugees. This regulation does not only confirm the position of Indonesia pro against refugee humanitarian policies, but also its manufacture which is not in accordance with the legal principles of the establishment of legislation. The legal position of Presidential Regulation No. 125 of 2016 raises disharmony in the legal order (immigration) in Indonesia. Article 7 of Law Number 12 of 2011 has stipulated the order of laws and regulations that form the basis of the enactment of all legal regulations in Indonesia. The provisions of this article are in harmony with the Theory of Norms Hierarchy (Hans Kelsen) which explains that lower norms are valid, sourced and based on higher norms. However, this theory is not enacted in the formation of Presidential Regulation Number 125 of 2016, where in the body the norm is in conflict with the higher legal norms above it. The existence of this regulation has created norm conflicts which have led to the absence of legal certainty. Keywords: Presidential Regulation Number 125 of 2016, Refugees, Immigration
IMMIGRATION IN THE VIEW OF THE GATE GUARD OF THE STATE OF INDONESIA Okta Tri Kurniawan; Raditya Putra Manda; Riki Dwi Kurniawan; Muhammad Alvi Syahrin
JHSS (JOURNAL OF HUMANITIES AND SOCIAL STUDIES) Vol 6, No 1 (2022): JHSS (Journal of Humanities and Social Studies)
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/jhss.v6i1.5341

Abstract

This study aims to analyze the function of immigration in the security aspect, namely as a guard at the entrance to the territory of Indonesia during a pandemic. This function is of course very important considering that currently the spread of the covid 19 virus is getting out of control, one of which is because there are still many foreigners entering Indonesian territory. The research method used is descriptive with a qualitative approach by studying secondary data in the form of books, documents, and event records. The results of the study show that the actualization of the role of the immigration function during the pandemic can be seen from the aspects of immigration regulation and practices carried out by immigration checkpoints throughout Indonesia. Meanwhile, immigration checkpoints have carried out their functions as state security guards by refusing the arrival of foreigners and closing several immigration checkpoints to limit immigration traffic. There is a significant difference in law enforcement during normal times and during the pandemic, namely concessions given to foreign nationals in the form of exemption from overstay fees and deportation cannot be carried out. Deportation cannot be carried out because in general the country of origin of the foreigner also applies strict restrictions, so that for the time being many foreigners who cannot return to their country of origin are forced to live in the Rudenim.
POLARISASI PENEGAKAN HUKUM KEIMIGRASIAN KONTEMPORER: AKSIOLOGI NORMATIF - EMPIRIS M. Alvi Syahrin
Majalah Hukum Nasional Vol. 49 No. 1 (2019): Majalah Hukum Nasional Nomor 1 Tahun 2019
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (354.802 KB) | DOI: 10.33331/mhn.v49i1.93

Abstract

Perkembangan globalisasi membawa ragam dampak terhadap Indonesia. Tidak hanya dampak positif, tetapi juga dampak negatif khususnya di bidang keimigrasian. Pelanggaran keimigrasian yang kerap terjadi adalah tindak pidana penyalahgunaan izin tinggal keimigrasian yang dilakukan oleh tenaga kerja asing. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang bersifat kualitatif. Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, proses penegakan hukum terhadap tindak pidana penyalahgunaan izin tinggal keimigrasian dilakukan dengan dua cara yaitu tindakan administrasi keimigrasian dan penyidikan. Prakteknya, petugas lebih sering menerapkan tindakan administratif keimigrasian dalam menyelesaikan kasus penyalahgunaan izin tinggal keimigrasian. Hal ini terjadi karena dengan penanganan administrasi kasus keimigrasian dapat terselesaikan tanpa harus diselesaikan dengan penyidikan. Penyidikan jarang dilaksanakan, karena dirasa tidak efektif, memakan waktu yang relatif lama dalam prosesnya, anggaran yang masih belum memadai dan PPNS Keimigrasian yang sangat terbatas. Kedua, penegakan hukum terhadap tindak pidana penyalahgunaan izin tinggal keimigrasian sering mengalami hambatan karena pengawasan yang tidak efektif dan kurangnya koordinasi antar instansi terkait. Selain itu, kurangnya PPNS Imigrasi yang menguasai bahasa asing dan terbatasnya jumlah sarana penunjang operasional. Terakhir, masih banyak masyarakat yang tidak kooperatif untuk mengirimkan laporan atau pengaduan tentang keberadaan atau kegiatan tenaga kerja asing yang bermasalah.
PENERAPAN PRINSIP KEADILAN RESTORATIF DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU M. Alvi Syahrin
Majalah Hukum Nasional Vol. 48 No. 1 (2018): Majalah Hukum Nasional Nomor 1 Tahun 2018
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/mhn.v48i1.114

Abstract

Hukuman yang dijatuhkan pengadilan kepada pelaku bertujuan untuk semaksimal mungkin mengembalikan keadaan korban tindak pidana sebelum terjadinya peristiwa pidana. Dalam sistem peradilan pidana sebaiknya diterapkan prinsip keadilan restoratif. Selama ini pidana penjara dijadikan sebagai sanksi utama pada pelaku kejahatan yang terbukti bersalah di pengadilan. Padahal yang diperlukan masyarakat adalah keadaan yang semaksimal mungkin seperti sebelum terjadinya tindak pidana. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Permasalahan yang dibahas dalam artikel ini adalah: Bagaimana penerapan prinsip keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pembahasan sebagai berikut. Prinsip keadilan restoratif merupakan pemulihan hubungan baik antara pelaku kejahatan dengan korban kejahatan, sehingga hubungan antara pelaku kejahatan dengan korban kejahatan sudah tidak ada dendam lagi. Hal ini terlepas dari pelaku kejahatan sudah memberikan restitusi atau ganti kerugian kepada korban kejahatan, sehingga penderitaan korban kejahatan sangat merasa terbantu. Hal ini dikarenakan korban bisa saja telah menderita kerugian materiil atau menderita psikis akibat kejahatan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan. Apabila pelaku tidak mampu memberikan restitusi atau ganti kerugian kepada korban kejahatan, maka kewajiban bagi negara untuk membayar apa yang telah menjadi hak korban kejahatan, walaupun masih harus melalui penetapan hakim.