cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
Jurnal NESTOR Magister Hukum
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN" : 20 Documents clear
Penerapan Asas Equality Before The Law Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Tentang Bentuk Penahanan Pada Sidang Pengadilan Tipikor) ABDUL SELAMAT NAZAR, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractThat the application of the principle of equality before the law in the enforcement of criminal law has not been implemented as a spirit that has been outlined by the Criminal Procedure Code which uphold Human Rights to rule out all forms of differences and backgrounds that exist in the accused of corruption. It is as in the Court Tipokor on PN. Semarang, PN. Jakarta, PN. Bandung, PN. Gorontalo, PN. Pontianak, which accused of corruption remains partly performed backing by the Court (Judge) in the form of placement in Hold State House, and the other remained stationed at the State House Hold. Judging from the background of the accused were transferred to City Detention form of detention is the defendant who has a position of political office (Mayor), civil servants (Sekretris Parliament), the Contractor, head of state, while the holder is not transferable form civil servants accused of category III Employees and Contractors. This shows the principle of equality before the law has not been implemented by the court (judge) because of the position or status (both politically and economically).Key words : equality before the lawAbstrakBahwa penerapan asas equality before the law dalam penegakan hukum pidana saat ini belum terlaksana sebagaimana yang menjadi semangat yang telah digariskan oleh KUHAP yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dengan mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan latar belakang yang ada pada para terdakwa tindak pidana korupsi. Hal ini sebagaimana yang terjadi di Pengadilan Tipokor pada PN. Semarang, PN. Jakarta, PN. Bandung, PN. Gorontalo, PN. Pontianak, yang mana terdakwa tindak pidana korupsi sebagian tetap dilakukan penahan oleh Pengadilan (Hakim) dalam bentuk penempatannya dalam Rumah Tahan Negara, dan yang lainnya tetap ditempatkan pada Rumah Tahan Negara. Dilihat dari latar belakang terdakwa yang dialihkan bentuk penahanannya menjadi Tahanan Kota adalah terdakwa yang mempunyai kedudukan dari jabatan politik (Walikota dan DPRD), PNS (Sekretris DPRD), Kontraktor, Kepala BUMN, sedangkan yang tidak dialihkan bentuk penahannya adalah terdakwa yang berstatus PNS Golongan III dan Pegawai Kontraktor. Ini menunjukan asas equality before the law belum dilaksanakan oleh Pengadilan (Hakim) karena kedudukan atau status (baik secara politik maupun ekonomi).Kata Kunci : equality before the law
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN KORPORASI (Studi Pembaruan Pidana Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Korporasi) ALFIAN WAHYU PRATAMA, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrackDiscussion Of The Theoretical And Normative Study Of The Penal Porlicy in Purposive to prevent and handle Corporate Coruption. The fungction of penal reform is reforming penal substantion in capacity the rebuild a national penal sistem. A purposive is to reevaluated, reforming, reorienting a penal to achieving a national goal with based on national value (Pancasila). The main problem in this study are How a Penal Policy for Corporate Crime presently, What is the purposive and basic principle to operating a penal, How to formulated a penal operating future. The metodolgy is normative study with policy and value approaches, the specification of study is descrptif analys with secondary data. When they gathering from bibliography and documentering study with kualitatif systematic normatif method. Based on study, the penal policy is transform from classical prespective when the purposive is to revenge a crime act becoming a restorative concept with a main purposive to retorating a condition, to recovering a criminal actor and to protecting society. A principle values in penal reform is unused in Penal System presently. There is a reason why a penal reform for.Key words : Penal Policy for Corporate Crime, Penal reform for corporate criminal.AbstrakPembahasan dan pengkajian secara teoritis normatif mengenai Kebijakan Hukum Pidana terhadap Koroporasi dalam Tindak Pidana Korupsi. Dalam berfungsinya sebagai pembaruan dalam subsistem substansi dari hukum pidana serta merupakan pembangunan dalam sistem hukum Indonesia. Tujuan pembaruan pidana tidak dapat dipisahkan dari tujuan pidana dan pemidanaan. Tujannya pembaruan pidana untuk reevaluasi, reformasi dan reorientasi hukum pidana dengan landasan Pancasila agar dapat dipergunakan sebagai instrument untuk mencapai tujuan nasional.Yang menjadi kebijakan penggunaan pidana dalam hukum pidana pada saat ini merupakan kebijakan yang berlandaskan ajaran klasik yang mengedepankan tujuan pembalasan dan bentuk kepastian hukum, dalam perkembangannya konsep-konsep klasik tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dalam perkembangan terakhir subjek hukum pidana telah mengalami perluasan yaitu memasukkan korpoasi sebagaia subjek hukum pidana. Tujuan pidana telah mengalami pergeserang ke arah keadilan khususnya keadilan restorative dengan orientasi pada pengembalian keseimbangan, pembinaan/perbaikan pelaku tanpa mengesampingkan perlindungan masyarakat sendiri. Demikian pula kepastian hukum yang dipergunakan perlahan telah bergeser kepada flexibilitas dan modifikasi pidana itu sendiri.Nilai-nilai dan prinsip-prinsip pembaruan penggunaan pidana sebagaimana tersbut di atas belum dipergunakan hingga saat ini. Oleh karena itu perlu adanya pembaruan pidana dalam penggunaan pidana terhadap korporasi.Kata Kunci: Kebijakan Hukum Pidana untuk Korporasi, Hukum Pidana, Pembaruan pidana untuk korporasi.
PENGHITUNGAN DAN PENENTUAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA HUBUNGANNYA DENGAN HUKUMAN PIDANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA (Tinjauan terhadap 109 Putusan Pengadilan Perkara Tindak Pidana Korupsi Tahun 2010 - 2011 di Wilayah Pengad HERNOLD F. MAKAWIMBANG, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractOf Corruption in Indonesia more massive spread in the community and legal uncertainty in the handling of corruption cases occur due to unclear defisini state assets, this implies also which agency has the right and authority to declare the state a loss has occurred. In fact, the formulation of the country's loss, used as an element in corruption cases to be proven at trial. In connection with the development of the judge's decision to confiscate the money, goods or assets results "corruption" has now evolved to the term "impoverishment" corrupt, the parallels with the understanding inconcreto implementation shows "Criminal Punishment extra" that has not been done in an optimal and consistent. Calculating the financial losses of state visits indictment Public Prosecutor (Prosecutor) and court corruption Years 2010-2011 with the legality of the analytical approach attributive authority authorized by laws and regulations, the use of proper counting procedures and the application of the substance of the report calculation of loss state financial valid (the conclusion of a "state of financial loss as a clause of Article 2 and Article 3 of Law No. 31 of 1999. while Determination losses seen consistency of State Finance Charges Prosecutors and Judges and Court Decisions Consideration of Corruption Year 2010-2011; State Financial Relations Losses Aspects Of Criminal Punishment Determination of the Anti-Corruption Court ruling seen aspects: Elements of financial loss to the state with the determination of a sentence of imprisonment and criminal fines and additions. relationship between aspects of state finance losses, the determination of the ruling Justice Criminal future, seen a policy perspective the current legislation is Act No. 31 of 1999 and the policies in the draft legislation legislation combating corruption will come.Key words : CorruptionAbstrakTindak Pidana Korupsi di Indonesia penyebarannya semakin masif di masyarakat dan ketidakpastian hukum dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi terjadi akibat ketidakjelasan defisini kerugian keuangan negara, ini berimplikasi pula pada lembaga mana yang berhak dan berwenang menyatakan telah terjadi kerugian negara. Padahal, rumusan kerugian negara ini, dijadikan sebagai unsur dalam perkara tindak pidana korupsi yang harus dibuktikan dalam persidangan. Berkaitan dengan perkembangan putusan hakim untuk menyita uang, barang atau harta kekayaan hasil “tindak pidana korupsi” saat ini telah berkembang dengan istilah “pemiskinan” koruptor, paralelitas dengan pemahaman tersebut inconcreto menunjukan implementasi “Hukuman Pidana tambahan” yang belum dilakukan secara optimal dan konsisten.Penghitungan kerugian keuangan negara dilihat dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan putusan pengadilan tindak pidana korupsi Tahun 2010-2011 dengan pendekatan analisis legalitas yaitu kewenangan atributif yang diberikan kewenangan oleh peraturan perundangan-undangan, penggunaan prosedur penghitungan yang tepat dan penerapan substansi laporan Perhitungan kerugian keuangan negara yang valid (kesimpulan terjadinya “kerugian keuangan negara sebagaimana klausul Pasal 2 dan Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999. Sedangkan Penentuan Kerugian Keuangan Negara dilihat konsistensi dari Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan Pertimbangan Hakim serta Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tahun 2010-2011; Hubungan Aspek Kerugian Keuangan Negara Terhadap Penentuan Hukuman Pidana Dalam Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dilihat aspek : Unsur kerugian keuangan negara dengan penentuan hukuman pidana penjara dan denda serta pidana tambahan. Hubungan antara aspek Kerugian Keuangan Negara, Dengan Penentuan Pidana Dalam Putusan Hakim masa akan datang,dilihat perspektif kebijakan legislasi saat ini yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan kebijakan legislasi dalam konsep undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi akan datang.Kata Kunci : Korupsi
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PEMBERI JAMINAN FIDUSIA YANG KARENA KESENGAJAANNYA MELAHIRKAN PERJANJIAN FIDUSIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PASAL 35 UNDANG-UNDANG NO 42 TAHUN 1999 TENTANG FIDUSIA (Studi Kasus PT Sinar Mas Multi Finance) DAVID KURNIAWAN LINGGA, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractFiducia at Law no 42 tahun 1999 to regulate date 30 september 1999 and to pubic in Regulate Constitusi at 1999 Nomor 168 to formulate as delegasi to prifate and fiducia basic. Together with demand of nowadays, conventional pawning is considered unable to accommodate public needs especially small entrepreneur related to object that has to be guaranteed. Therefore to fulfill demand of public, pawn-shop has launched new program with giving installment payment with fiduciary system. The fiduciary system considered can overcome difficulties of public especially small entrepreneurs in obtaining credit with guarantee. Therefore credit can be agreed and the guarantee remains to be occupied by debtor. As the government program to support giving credit to small and middle entrepreneur, giving credit based on fiduciary system can help not only debtor but also creditor. One of parameters of good guarantee is when the guarantee right can be executed immediately with simple process, efficient, and having law certainty. The research methodology used was Jurisdical Empirical, which analyzes the extend of the effectiveness of the appliying regulation, which in this case is for analyzing qualitatively the execution of fiduciary guarantee at pawn shop. The data used was primary data that was taken directly from the field by using interview and questioners, and secondary data that was literature. The data analysis used was analysis qualitative by using deductive concluding..Key words : Childbirth agreement FiduciaryAbstrakUndang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan Fidusia yang diundangkan pada tanggal 30 september 1999 dan diumumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor.168 yang dirumuskan sebagai penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan. Sehubungan dengan penjaminan diatas, maka yang harus dilakukan oleh penerima fidusia (kreditor) apabila pemberi fidusia (debitor) berbuat kesalahan yang berupa kesengajaan yang dilakukan pemberi fidusia (debitor) berupa mamalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak. Melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia., maka dalam peristiwa seperti itu, penerima fidusia (kreditor) bisa melaksanakan eksekusinya atas benda jaminan fidusia dan menuntut secara pidana yang diatur dalam pasal 35 Undang-undang No 42 Tahun 1999 tentang Fidusia. Secara umum eksekusi merupakan pelaksanaan atau keputusan pengadilan atau akta, maka pengambilan pelunasan kewajiban kreditor melalui hasil penjualan benda-benda tertentu milik debitor. Sejalan dengan program pemerintah untuk menggiatkan pemberian kredit kepada pengusaha kecil dan golongan ekonomi lemah yang mana merupakan bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Sehingga diharapkan dengan kredit berdasarkan sistem Fidusia dapat membantu baik bagi penerima kredit maupun pemberi kredit. Salah satu parameter dari jaminan hutang kebendaan yang baik adalah bila hak jaminan dapt dieksekusi secara cepat dengan proses yang sederhana, efisien dan mengandung kepastian hukum. Metode penelitian menggunakan metode Yuridis Empiris, yaitu suatu pendekatan yang dilakukan untuk menganalisa tentang sejauh manakah suatu peraturan/perundang-undangan atau hokum yang sedang berlaku secara efektif dalam hal ini pendekatan tersebut digunakan untuk menganalisis secara kualitatif tentang pelaksanaan jaminan fidusia Data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan yaitu wawancara dan data sekunder yang berupa studi kepustakaan. Analisa yang digunakan adalah analisis kualitatif yang penarikan kesimpulannya secara deduktif.Kata Kunci : Melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia
PENANGGULANGAN PEREDARAN NARKOTIKA DI WILAYAH PERBATASAN KALIMANTAN BARAT (INDONESIA) – SARAWAK (MALAYSIA) (Studi Terhadap Peranan Badan Narkotika Nasional) Drs. YULIZAR GAFAR, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

abstrak Keberadaan Badan Narkotika Nasional (BNN) di tingkat kabupaten/kota belum secara menyeluruh dibentuk sehingga penanganan kasus-kasus narkotika masih menjadi tugas Kepolisian. Hambatan yang dihadapi Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam menanggulangi peredaran narkotika di wilayah perbatasan Kalimantan Barat (Indonesia) – Sarawak (Malaysia) adalah sebagai berikut: (a) belum dibentuknya Satuan Tugas (Satgas) Interdiksi di kawasan perbatasan Kalimantan Barat (Indonesia) dengan Sarawak (Malaysia) guna mencegah penyelundupan dan peredaran gelap narkotika jaringan internasional yang masuk ke wilayah Kalimantan Barat. Satgas Interdiksi tersebut terdiri dari petugas BNN Provinsi Kalimantan Barat, Kepolisian, Bea dan Cukai, serta Petugas Imigrasi yang akan ditempatkan di tempat-tempat yang dicurigai sebagai pintu masuk jaringan narkotika internasional; (b) belum tersedianya alat canggih yang bekerja secara otomatis untuk mendeteksi narkotika masuk yang memanfaatkan pintu lintas batas perbatasan Kalimantan Barat (Indonesia) dengan Sarawak (Malaysia); dan (c) banyaknya jalur/jalan tidak resmi (terdapat sekitar 55 jalan tikus) antara perbatasan Kalimantan Barat (Indonesia) dengan Sarawak (Malaysia) dengan panjang perbatasan darat sekitar 966 kilometer sehingga sulit untuk mendeteksi peredaran gelap narkotika jaringan internasional tersebut. Solusi yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam menanggulangi peredaran narkotika di wilayah perbatasan Kalimantan Barat (Indonesia) – Sarawak (Malaysia) dengan cara: (a) sesegera mungkin membentuk Satuan Tugas (Satgas) Interdiksi di kawasan perbatasan Kalimantan Barat (Indonesia) dengan Sarawak (Malaysia) guna mencegah peredaran narkotika jaringan internasional yang masuk ke wilayah Kalimantan Barat. Satgas Interdiksi ini terdiri dari petugas BNN Provinsi Kalimantan Barat, Kepolisian, Bea dan Cukai, serta Petugas Imigrasi. Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juga menjelaskan kalau pihak penyidik Polri dan penyidik BNN berwenang untuk melakukan penyelidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaan gelap narkotika, dan dalam prakteknya mereka dapat melakukan kerjasama dan koordinasi dalam melakukan penyelidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika; (b) sesegera mungkin menyediakan alat canggih yang bekerja secara otomatis untuk mendeteksi narkotika masuk yang memanfaatkan pintu lintas batas perbatasan Kalimantan Barat (Indonesia) dengan Sarawak (Malaysia); dan (c) melakukan kerjasama dengan warga masyarakat yang berada di sekitar wilayah perbatasan untuk memberikan laporan setiap terjadinya kejahatan narkotika di wilayah perbatasan.AbstractBarriers faced by the National Narcotics Agency (BNN) in tackling narcotics in border areas of West Kalimantan (Indonesia) - Sarawak (Malaysia) are as follows: (a) has not been the establishment of the Task Force (Task Force) interdiction in the border region of West Kalimantan (Indonesia) Sarawak (Malaysia) to prevent smuggling and illicit narcotics into the international network of West Kalimantan. Interdiction task force is comprised of officers BNN West Kalimantan Province, Police, Customs, and Immigration officers to be placed in places of suspected international drug network entry, (b) the unavailability of advanced tools that work automatically to detect narcotics entry doors that utilize cross-border border of West Kalimantan (Indonesia) and Sarawak (Malaysia), and (c) the number of paths / roads unofficial (there are about 55 street rat) border between West Kalimantan (Indonesia) and Sarawak (Malaysia) with a length of border land about 966 kilometers making it difficult to detect illicit international narcotics network. Solution by National Narcotics Agency (BNN) in tackling narcotics in border areas of West Kalimantan (Indonesia) - Sarawak (Malaysia) by: (a) as soon as possible to form Task Force (Task Force) interdiction in the border region of West Kalimantan (Indonesia) by Sarawak (Malaysia) in order to prevent an international narcotics networkthat goes to West Kalimantan. Interdiction task force is comprised of officers BNN West Kalimantan Province, Police, Customs, and Immigration. In Law No. 35 Year 2009 on Narcotics also explained that the police investigators and investigators BNN authorities to conduct an investigation into the misuse of illicit narcotics and appeasement, and in practice they can make cooperation and coordination in the investigation of the abuse and illicit narcotics; ( b) as soon as possible providing advanced tools that work automatically to detect narcotics enter the door that utilizes cross-border border of West Kalimantan (Indonesia) and Sarawak (Malaysia), and (c) to cooperate with the people who were around the border to report any drug crime in the border region.
KEWENANGAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI KALIMANTAN BARAT DALAM PENGAMANAN BARANG MILIK DAERAH BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2008 RUMONDANG, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractFinding of this research is that the guardian enforces security of provincial inventory might be expanded through repressive/taking over, clinching, and forced confiscating acts as read in Section 44 point (4) letter c of West Kalimantan Governor’s Decree Number 82 Year 2008 on Implementation Guideline for Provincial Regulation Number 3 Year 2008 on Management of Provincial Inventory. It needs further study on the above mentioned Section 44 point (4) letter c of West Kalimantan Governor’s Decree Number 82 Year 2008 on Implementation Guideline, therefore the enforcement of Provincial Regulation Number 3 Year 2008 on Management of Provincial Inventory can be implemented maximum by provincial guardian.Key words: Guardian authority, West Kalimantan Provincial Inventory.AbstrakHasil penelitian menunjukkan bahwa kewenangan Satpol PP Provinsi Kalimantan Barat dalam pelaksanaan pengamanan barang milik daerah tidak terbatas pada melakukan pengamanan hukum melalui tindakan represif berupa pengambilalihan, penyegelan atau penyitaan secara paksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) huruf c Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 82 Tahun 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, namun bila ditinjau dari tupoksinya maka Satpol PP berwenang melakukan tindakan pada semua aspek pengamanan bahkan pengelolaan barang milik daerah. Perlu kajian Pasal 44 ayat (4) huruf c Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 82 Tahun 2008 sehingga penegakan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 3 Tahun 2008 dapat dilaksanakan secara maksimal.Kata Kunci : Kewenangan Satpol PP, Barang Milik Daerah Provinsi Kalimantan Barat.
EKSEKUSI PUTUSAN PIDANA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI MUNGKI HADIPRATIKTO, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractCompensation in cases of corruption to date not been thoroughly discussed. Many problems that arise related to the criminal compensation and it was all caused by settings that are clear and unequivocal By setting a clear and distinct offenses related to money substitutes is expected to provide a deterrent effect to the corrupt and can restore the state money that has corrupted.AbstrakUang pengganti dalam perkara korupsi sampai saat ini tidak pernah tuntas dibahas. Banyak permasalahan yang timbul terkait dengan pidana uang pengganti tersebut dan semua itu disebabkan karena pengaturan yang tidak jelas dan tegas Dengan pengaturan yang jelas dan tegas terkait dengan pidana uang pengganti tersebut diharapkan dapat memberikan efek jera kepada para koruptor sekaligus dapat mengembalikan uang negara yang telah dikorup tersebut.
UPAYA NON PENAL TERHADAP PENYAMPAIAN PENDAPAT DI MUKA UMUM YANG BERPONTESI ANARKIS (Study Kasus Pada Polresta Pontianak) SAIFUL ALAM, SH, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractBehavior protesters in Pontianak City Police jurisdiction (City of Pontianak and Kubu Raya district) there has been an anarchist and there are not anarchists. With the non-penal remedies Pontianak city police chief and his staff in the delivery of public opinion can be handled professionally and proportionately.Key words: Behavior protesters, Anarchists and Anarchist Something's NotAbstrakPerilaku pengunjuk rasa di wilayah hukum Polresta Pontianak Kota (Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya) selama ini ada yang anarkis dan ada yang tidak anarkis. Dengan adanya upaya hukum non penal Kapolresta Pontianak kota dan jajarannya maka penyampaian pendapat di muka umum dapat diatasi secara profesional dan proporsional.Kata Kunci : Perilaku Pengunjuk Rasa, Anarkis Dan Ada Yang Tidak Anarkis
TINDAK PIDANA DALAM MASA PEMBIAYAAN PERJANJIAN LEASING DITINJAU DARI PASAL 372 DAN PASAL 378 KUHP DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG FIDUSIA (Studi Kasus di Wilayah Polsekta Pontianak Selatan) ANUAR SYARIFUDIN, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractVehicle transfer in a period of payment of agreement of defrayal of leasing digressing from contents of agreement can be qualification as embezzlement crime as arranged Section 372 and deception crime as arranged Section 378 Criminal Law if fulfilling second element of Section Criminal Law is intended. This thing is related to agreement clause of standard giving freedom to the side of Creditor to submit law demands to Debitor is fore part other justices is it doesn't matter also thought well of by creditor pursuant to applicable law. According to its practice Agreement of Defrayal of Consumer also is bound with guarantee Fidusiary. Related to it, hence evaluated from invitors Law Number 42, 1999 About Fiduciary, fiduciary owner has rights prevention to take redemption of receivable of its receivable to result of execution of object becoming Fiduciary Guarantee Object. Its consequence, in the case of Pengalihan vehicle in a period of payment of agreement of defrayal leasing, hence creditor and Fiduciary Owner can crime the side of Debitor based on Section 36 expressing : "Transferring fiduciary Giver, mortgages, or rents goods becoming Fiduciary Guarantee Object is done without written permission beforehand from Fiduciary, punished with imprisonment at longest 2 (two) year and penalty maximum Rp. 50.000.000,- (fifty million rupiahs)". Hereinafter is recommended, According to principle of justice lex specialist derogate lex generalist, hence in case transfer of vehicle in a period of payment of agreement of defrayal of leasing bound also with agreement of fiduciary, ought to which more acurate is applied is rule of Section 36 Law Number 42, 1999 About Fiduciary compared to Section 372 Criminal Law.Keyword : Leasing Financing Agreement, fiduciaryAbstrakPengalihan kendaraan dalam masa pembayaran perjanjian pembiayaan leasing yang menyimpang dari isi perjanjian dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana penggelapan sebagaimana diatur Pasal 372 dan tindak pidana penipuan sebagaimana diatur Pasal 378 KUHP apabila memenuhi unsur kedua Pasal KUHP dimaksud. Hal ini terkait dengan klausul perjanjian baku yang memberikan kebebasan kepada pihak Kreditor untuk mengajukan tuntutan-tuntutan hukum terhadap Debitor dihadapan pengadilan-pengadilan lain dimanapun juga yang dianggap baik oleh Kreditor sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Menurut praktiknya Perjanjian Pembiayaan Konsumen juga diikat dengan jaminan Fidusia. Sehubungan dengan itu, maka ditinjau dari Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia, pemegang fidusia memiliki hak prefensi untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi Obyek Jaminan Fidusia. Konsekuensinya, dalam hal terjadi Pengalihan kendaraan dalam masa pembayaran perjanjian pembiayaan leasing, maka Pihak Kreditor dan Pemegang Fidusia dapat mempidanakan pihak Debitor berdasarkan Pasal 36 yang menyatakan : “Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia ang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)”. Selanjutnya direkomendasikan, Sesuai asas hukum lex specialist derogate lex generalis, maka dalam kasus pengalihan kendaraan dalam masa pembayaran perjanjian pembiayaan leasing yang diikat pula dengan perjanjian fidusia, seharusnya yang lebih tepat diterapkan adalah ketentuan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia disbanding Pasal 372 KUHP.Kata Kunci : Tindak Pidana Dalam Masa Pembiayaan Perjanjian Leasing, Fidusia
PENEGAKAN HUKUM KODE ETIK PROFESI POLRI TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA (Studi Kasus Pada Polresta Pontianak) NGATYA, Jurnal Mahasiswa S2
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractReality straightening of Police Profession Code Of Ethics law to member of Indonesia Police doing crime in Pontianak City Police, especially in desecrate deed crime case done by Brigadir Deden Setiawan alias Deden Bin Sukandi, shows existence of inconsistence law applying. Ought to at rule Section 11 letter an and Section 12 sentence (1) letter an is upper, BRIGADIR POLISI DEDEN SETIAWAN NRP ought to. 72120348., based on Section 11 Regulation of The Government of Number 2, 2003 About Cessation of Member Of Republic of indonesia State Police, riffed Not Dear Sirs from On Duty Republic of indonesia State Police, because has proven validly and assures has done crime, and has obtained justice decision having permanent legal force. But happened exactly, riffed Dear Sirs applies Section 11 and Section 12 Head Of Republic of indonesia State Police Regulation Number Pol.: 7, 2006 about Indonesia Republic State Police Ethics Code. 2. Effort yuridis and technical which has been done by Indonesia Police to increase straightening of Police Profession Code Of Ethics law to a period of which will come is by doing : Regulation Renewal of Police Profession Code Of Ethics; Setles Action Indonesia Police Propam as Most Guard Front Straightening Of Discipline Law Member Of Indonesia Police; Glorifying of Police Profession, Implementation of Commitment of Profession, and Revitalisasi Indonesia Police Institution. Hereinafter is recommended : 1. That Police always increases performance and execution accountability function of police in the field of keeping Kamtibmas, straightening of law, protection and service to responsive public to information, report and/or denunciating submitted by public to Indonesia Police amenity for public to deal with police officer and also access information of public required by public. 2. That every member of Indonesia Police always can give security, peaceful and peaceful to public, acts sympathetic, humanist and assertive in executing duty, doesn't complicate member of public, having appearance polite and decent, and be opposed to corruption, collution and nepotism and be resistant to hardness.AbstrakRealitas penegakan hukum Kode Etik Profesi Polri terhadap anggota Polri yang melakukan tindak Pidana di Polresta Pontianak, khususnya dalam kasus tindak pidana perbuatan cabul yang dilakukan oleh Brigadir Deden Setiawan alias Deden Bin Sukandi, menunjukkan adanya inkonsistensi penerapan hukum. Seharusnya pada ketentuan Pasal 11 huruf a dan Pasal 12 ayat (1) huruf a diatas, seharusnya BRIGADIR POLISI DEDEN SETIAWAN NRP. 72120348., berdasarkan Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, diberhentikan Tidak Dengan Hormat dari Dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia, karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana, dan telah memperoleh putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Tetapi yang terjadi justru, diberhentikan dengan hormat menggunakan Pasal 11 dan Pasal 12 Peraturan Kapolri No. Pol.: 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonersia. 2. Upaya yuridis dan teknis yang telah dilakukan oleh Polri untuk meningkatkan penegakan hukum Kode Etik Profesi Polri ke masa yang akan datang adalah dengan melakukan : Pembaharuan Peraturan Kode Etik Profesi Polri; Memantapkan Kiprah Propam Polri Sebagai Garda Terdepan Penegakan Hukum Disiplin Anggota Polri; Pemuliaan Profesi Polri, Implementasi Komitmen Profesi, dan Revitalisasi Institusi Polri. Selanjutnya direkomendasikan : 1. Agar Polri senantiasa meningkatkan kinerja dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi kepolisian dalam bidang pemeliharaan Kamtibmas, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat yang responsif terhadap informasi, laporan dan/atau pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat kepada Polri dan/atau kemudahan bagi masyarakat untuk berurusan dengan petugas kepolisian maupun mengakses informasi publik yang diperlukan masyarakat.2. Agar setiap anggota Polri senantiasa mampu memberikan rasa aman,tenteram dan damai kepada masyarakat, bersikap simpatik, humanis dan tegas dalam melaksanakan tugas, tidak mempersulit warga masyarakat, berpenampilan santun dan sopan, serta anti KKN dan anti kekerasan.

Page 1 of 2 | Total Record : 20


Filter by Year

2012 2012


Filter By Issues
All Issue Vol 4, No 4 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 4, No 4 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 4, No 4 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 9, No 2 (2015): Jurnal Nestor - 2015 - 2 Vol 8, No 1 (2015): Jurnal Nestor - 2015 - 1 Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 4 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 5 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 4 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 3 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 8, No 1 (2012): Jurnal Nestor - 2012 - 1 Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 7, No 2 (2010): Jurnal Nestor - 2010 - 2 Vol 7, No 1 (2010): Jurnal Nestor - 2010 - 1 Vol 6, No 2 (2009): Jurnal Nestor - 2009 - 2 Vol 6, No 1 (2009): Jurnal Nestor - 2009 - 1 More Issue