cover
Contact Name
I Gede Yoga Permana
Contact Email
ejurnalwidyasastra@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
ejurnalwidyasastra@gmail.com
Editorial Address
Jalan Pulau Timor Nomor 24 Banyuning, Buleleng, Bali
Location
Kab. buleleng,
Bali
INDONESIA
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu
ISSN : 19079559     EISSN : 26567466     DOI : https://doi.org/10.36663/
Fokus dari Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu adalah penelitian dalam lingkup 1. Pendidikan Agama Hindu 2. Pendidikan Kebudayaan berbasis Agama Hindu 3. Pendidikan Agama Hindu berbasis Teknologi
Articles 56 Documents
TRADISI PETIK LAUT UMAT HINDU DAN ISLAM DI DESA PENGAMBENGAN KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA Ni Nyoman Sariyani
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 3 No 2 (2020)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (245.602 KB)

Abstract

This study was aimed to know: 1) The history of “Petik Laut” tradition at Pengambengan village, Negara district, Jembrana Regency; 2) The sequences of “petik Laut” tradition at Pengambengan village, Negara district, Jembrana regency; 3) The participation between Hindu and Muslim people in conducting “Petik Laut” tradition at Pengambengan village, Negara district, Jembrana regency; 4) The benefit and meaning of “Petik Laut” tradition at Pengambengan Village, Negara district, Jembrana regency. This study is a qualitative research. Purposive sampling technique was used in this study. The method of data collection in this study were observation, interview, and note taking. While descriptive comparative was used in this study for the data analysis. Based on the data analysis, there were findings that “Petik Laut” tradition was began by ancestors as a thanksgiving and gratefulness given to the Pengambengan people because of what they had while doing fishing. The sequences of “Petik Laut” tradition at Pengambengan village were done during three days; there are preparation, implementation, and closing. “Petik Laut” tradition were done by Hindu and Muslim people by using different means based on their own beliefs. The participation between Hindu and Muslim people in conducting “Petik laut” tradition were equal based on their rituals. By doing “Petik Laut” tradition, people at Pengambengan village belief that their haul will be increasing. There are several meanings of “Petik Laut” tradition, they are: instrumental meaning, teamwork meaning, religion meaning, Hindu religion meaning, tolerance meaning, and social interaction meaning.
TINJAUAN BENTUK, FUNGSI DAN MAKNA UPACARA MECARU PANYEEB BRAHMA DI DESA BANTIRAN, KECAMATAN PUPUAN, KABUPATEN TABANAN Ni Nyoman Suastini
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 4 No 1 (2021)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (563.626 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v4i1.205

Abstract

Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian yang berjudul: Tinjauan Bentuk, Fungsi dan Makna Upacara Mecaru Panyeeb Brahma di Desa Bantiran, Kecamatan pupuaan, Kabupaten Tabanan. Dengan tujuan sebagai berikut: 1) untuk mengetahui latar belakang dilaksanakannya Mecaru Panyeeb Brahma, 2) untuk mengetahui tata cara/ etika Mecaru Panyeeb Brahma,3) untuk mengetahui Jenis – jenis upakara yang digunakan dalam pelaksanaan Mecaru Panyeeb Brahma, 4) untuk mengetahui fungsi Mecaru Panyeeb Brahma,5) untuk mengetahui Filosofi Mecaru Panyeeb Brahma. Dalam penelitian ini penulismenggunakan metode antara lain: 1) Metode Penentuan Informan, dalam penentuan informan dipakai teknik purposive sampling dan snowball sampling 2) Metode Pengumpulan Data, digunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi, 3) Metode Analisis Data dengan teknik deskriptif, dan 4)Metode Keabsahan data dengan teknik triangulasi. Dari hasil analisa yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa 1) Latar belakang masyarakat Bantiran melakukan Upacara Mecaru Penyeeb Brahma untuk mengatasi adanya gangguan dari para bhuta kala yang berupa penyakit, hama, dan segala keadaan yangburuk. 2)Tata cara atau etika dalam melaksanakan upacara Mecaru Panyeeb Brahma adalah menggunakan busana adat ke pura, etika berbicara memakai bahasa yang umum digunakan di desa Bantiran yaitu bahasa yang sopan dan dimengerti, tata cara pelaksanaan di awali dengan pemotongan sapi pada siang hari lalu dilanjutkan dengan pelaksanaan Upacara Mecaru Penyeeb Brahma. 3)Jenis – jenis upakaranya yang dipakai di sanggah cucuk: Canang daksina, canang taksu, tipat gong, tegen – tegenan gan gantung – gantungan. Caru karangan terdiri dari sangu apengarangan, lawar pengarangan, jaja apengarangan(cacahan), arepan penganteb. 4) Fungsi pelaksanaan upacara Mecaru Panyeeb Brahma sebagai upaya untuk menciptakan keharmonisan antara manusia dengan para bhuta kala dengan jalan mempersembahkan sesajen berupan banten.5) filosofis dari pelaksanaan Mecaru Panyeeb Brahma adalah cara yang dilakukan masyarakat desa bantiran untuk menetralisir pengaruh panas bumi yang disebabkan oleh para Bhuta kala sehingga masyarakat terhindar dari segala gering (bencana).
PENERAPAN KONSEP TRI KAYA PARISUDHA PELATIHAN YOGA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI I Nengah Dwi Endra Suanthara
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 4 No 1 (2021)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (520.624 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v4i1.206

Abstract

Model pembelajaran merupakan cara atau strategi yang digunakan guru dalam menelola pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Capaianpembelajaran merupakan indikator keberhasilan yang dilakukan guru dalam proses belajar-mengajar. Fenomena rendahnya hasil belajar banyak dipengaruhi oleh kesalahan guru dalam memilih atau menggunakan metode atau model pembelajaran. Model atau metode yang konvensional tentu tidak berpengaruh untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Tetapi model atau metode pembelajaran yang inovatif diduga sangat berpengaruh pada peningkatan hasil belajar siswa. Menemukan metode atau model pembelajaran baru merupakan tugas yang penting dilakukan oleh guru. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang bertujuan untuk menemukan model pembelajaran baru yang bersumber dari ajaran Agama Hindu. Judul penelitiannya yaitu Perpaduan Konsep Tri Kaya Parisudha dengan Pelatihan Yoga Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Hindu dan Budhi Pekerti. Penelitian ini dirancang dengan penelitian eksperimen model pre test post test control group disign. Populasi seluruh siswa kelas XI SMKN 3 Singaraja dengan jumlah sampel sebanyak 61 orang dengan rincian kelas eksperimen 31 orang dan kontrol 30 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah claster random sampling dengan teknik undian. Metode pengumpulan data digunakan tes prestasi belajar, observasi digunakan untuk data aktivitas siswa dan wawan cara sebagai pelengkap. Analisis data digunakan analisis statistik inferensial melalui uji-t dan taraf signifikansi 5% di dapat th (2,095) > tt (1,671). Hasil penelitian bahwa ada pengaruh Perpaduan Konsep Tri Kaya Parisudha dengan Pelatihan Yoga Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Hindu dan Budhi Pekerti. Hasil penelitian merekomendasikan bahwa para guru agama dan budhi pekerti membuat penelitian eksperimen khusus dibidang metode pembelajaran dengan mengambil aspek dari ajaran Agama Hiduserta mampu menggunakannya dengan tepat dan benar.
PURA RATU GEDE EMPU JAGAT DI DESA PAKRAMAN SANGKARAGUNG KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA Sariani
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 4 No 1 (2021)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (316.245 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v4i1.207

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) bentuk Pura Ratu Gede Empu Jagat, 2) fungsi Pura Ratu Gede Empu Jagat, 3) makna Pura Ratu Gede Empu Jagat di Desa Sangkaragung Kecamatan Jembrana Kabupaten Jembrana. Penelitian ini dirancang dengan penelitian emperik jenis deskriptif kualitatif. Teknik penentuan informan (sampel) yang digunakan adalah purposive sampling dengan Teknik snowball. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan pencatatan dokumen. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah: deskriptif kualitatif. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil sebagai berikut. Bentuk Pura Ratu Gede Empu Jagat Desa Pakraman Sangkaragung adalah: 1) palinggih padmasana, 2) gedongan, 3) palinggih taksu, 4) palinggih Dewa Ayu Ganawati, 5) palinggih Dewa Ayu Padmawati, 6) piyasan, 7) bale pesandekan, dan 8) Bhagawan Penyarikan. Tetapi memiliki satu mandala saja, tidak seperti pura-pura yang lainnya yang memiliki tiga mandala. Fungsi Pura Ratu Gede Empu Jagat adalah : 1) fungsi religius, fungsi sosial. Makna Pura Ratu Gede Empu Jagat adalah : 1) makna astiti bhakti, 2) makna kesucian desa dalam pelaksaaan yadnya, 3) makna ajeg nilai adat budaya, 4) makna meningkatkan dan penghayatan umat terhadap ajaran-ajaran agama Hindu.
TRADISI PENGUBURAN MAYAT UMAT HINDU DI DESA TIGAWASA Dewa Nyoman Sucita
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 4 No 1 (2021)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (368.318 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v4i1.208

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap keunikan-keunikkan dan kesederhanaan dari pelaksanaan penguburan mayat umat Hindu di desa Tigawasa. Untuk merampungkan penelitian ini digunakan beberapa metode antara lain, dalam mengumpulkan data digunakan metode wawancara dan metode kepustakaan. Dalam menganalisis data digunakan model analisis etnografi (ethnography analysis) dan hasilnya dipaparkan secara deskriptif. Adapun hasil penelitian yang diperoleh sebagai berikut. 1. Keunikan-keunikan Penguburan Mayat di Tigawasa antara lain: (1) tidak boleh membuat liang kubur sebelum upacara penguburan, karena kuburan tidak boleh dimasuki kecuali ada upacara penguburan/ngaben. (2) kuburan desa Tegawasa tidak disertai pura Dalem dan pura Prajapati, karena adanya awig-awig pelarangan memasuki wilayah kuburan. (3) sebagian sarana penguburan seperti bambu, kayu dan dedaunan yang diperlukan saat menguburkan harus dicari di areal kuburan tidak boleh dibawa dari rumah duka. (4) waktu penguburan tidak mencari dewasa ayu (hari baik) karena ada awig-awig desa, mayat tidak boleh didiamkan di rumah duka lebih dari 24 jam. 2. Tradisi penguburan meliputi beberapa tahapan upacara, yaitu: (1). Upacara saat meninggal ( Wawu lampus), (2). Upacara memandikan mayat (nyiramang); (3). Upacara mengusung mayat ke kuburan; (4). Upacara pembelian liang kubur dan (5). Upacara penguburan; 3. Sarana yang digunakan dalam penguburan mayat antara lain: 1). Ambuh; 2). Sisir/petat; 3). Sisig, 4). Waja; 5). Cermin/meka; 6). Uang kepeng; 7). Daun sirih; 8). Benang; 9). Mesui; 10). Daun sembung; 11). Pepage; 12). Daun penyalin/daun wi; 13). Blitbit; 14). Puung; 15). Cepu; 16). Air dan 17). Pakaian; sedangkan banten/upakara yang digunakan, diantaranya: 1). Sesagi (banten Punjung), 2). Banten aleman, dan 3). Canang gantal 21 buah.
PELAKSANAAN MANUSA YADNYA DALAM UPACARA MELASTI PADA BAYI KEMBAR DI DESA PAKRAMAN BANYUSERI, KECAMATAN BANJAR, KABUPATEN BULELENG, BALI I Putu Ari Sudiada
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 4 No 1 (2021)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (355.639 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v4i1.209

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan Manusa Yadnya dalam Upacara Melasti pada bayi lahir kembar di Desa Pakraman Banyuseri tentang tahapan, proses dan nilai pendidikan yang terkandung didalamnya. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan studi dokumen. Observasi dilaksanakan dengan cara melihat data-data dan terjun langsung di lokasi penelitian. Wawancara dilakukan secara mendalam terhadap informan yang paling mengetahui data yang dibutuhkan dalam hal ini PHDI, Pemangku, Penyuluh Agama Hindu serta tokoh masyarakat di Desa Pakraman Banyuseri yang dianggap mengetahui tentang masalah yang dikaji. Dan studi dokumen dilaksanakan dengan cara mempelajari pustaka-pustaka yang ada di Desa Pakraman Banyuseri. Hasil penelitian ini adalah tahapan yang ada dalam upacara Melasti pada bayi kembar ini, yaitu: Mekeet, Munpunin, Ngebug Kulkul Lan Metanding, Mapelawa, Nyiramang Due di Pura Taman, Ngunggahang Aci, Ngayah Nampah, Mapiuning Lan Memargi, Nyiramang Due Lan Sang Reged (Bayi Kembar dan Orang Tuanya), Ngayut Busana Sang Reged (Bayi Kembar dan Orang Tuanya) dan Ngaturang Bakti. Proses upacara Melasti pada bayi lahir kembar di Desa Pakraman Banyuseri merupakan tradisi sesuai Dresta yang dilaksanakan secara turun temurun. Upacara Melastidilaksanakan dalam dua kategori yaitu apabila bayi lahir kembar biasa (kembar perempuan/laki-laki) Melasti dilaksanakan di Soan Alit. Sedangkan bayi yang lahir kembar Buncing, Melasti dilaksanakan di Soan Agung dan Soan Alit. Sarana yang digunakan yaitu menggunakan Banten Pengayatan pada saat nyiramang Duen Ida Bhatara, dan Banten Pejatian digunakan pada saat ngelukat bayi kembar dan kedua orang tuanya. Upacara Melasti pada bayi lahir kembar, yaitu: sebagai media pensucian Niasa (linggih) Ida Bhatara yang berstana di Desa Pakraman Banyuseri. Dan secara keseluruhan nilai pendidikan yangterkandung disetiap tahapan Manusa Yadnya dalam Upacara Melasti pada bayi lahir kembar ini adalah nilai kebersamaan, toleransi, tatakrama dan kesadaran diri (self awareness).
MODEL MODERASI BERAGAMA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI DESA PEGAYAMAN KABUPATEN BULELENG I PUTU SUARNAYA
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 4 No 1 (2021)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (389.763 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v4i1.239

Abstract

Penelitian ini bertujuan Mengidentifikasi Model Moderasi Beragama Berbasis Kearifan Lokal Di Desa Pegayaman Kabupaten Buleleng? Subyek penelitian ini adalah masyarakat Desa Pegayaman, teknik pengambilan sampel digunakan dalam penelitian ini adalah purposive snowball sampling. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Sejarah desa Pegayaman tidak bisa lepas dari pemimpin Raja Buleleng bernama Anglurah Kibarak Panji Sakti. Nama Pegayaman diambil dari pohon gatep (gayam) atau diambil dari nama sebilah keris yaitu gayaman yang ada pada jaman kerajaan Mataram.Terkait dengan analisis yang berhubungan dengan identifikasi model moderasi keagamaan berbasis kearifan lokal di Desa Pegayaman terimplementasi dengan baik pada delapan aspek aktivitas masyarakat yaitu: 1) pemerintahan desa, 2) kepemimpinan, 3) upacara persembahan, 4) keyakinan, 5) budaya berkomunikasi, 6) personal, 7) budaya dan seni, 8) tradisi ngejot semuanya merupakan akulturasi budaya Hindu-Islam yang terproses ratusan tahun silam dari jaman kerajaan Ki Barak Panji Sakti tanpa henti sampai sekarang. Moderasi beragama dan budaya Hindu-Islam perlu diimplementasikan secara kontinyu berkesimbangungan untuk dapat menjalin kesatuan dan persatuan masyarakat menuju masyarakat aman, damai, sejahtera dan harmonis.
LONTAR YAMA PURWANA TATTWA Seriasih
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 4 No 1 (2021)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (470.76 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v4i1.241

Abstract

Lontar Yama Purwana Tattwa adalah Salah satu lontar atau naskah tradisional Bali yang bernafaskan siwaistik yang memuat tentang tuntunan upacara pitra yadnya baik dari upacara, upakara dan sarana bade atau petulangan yang di gunakan dalam upacara ngaben. Naskah aslinya memakai aksara Bali dan telah dilakukan alih aksara serta alih bahasa ke dalam huruf latin. Telah pula diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh tim penterjemah, yang tujuannya adalah guna memudahkan memahami isi yang terkandung di dalam naskah tersebut. Keseluruhan naskah ini (lazimnya dikenal oleh masyarakat Hindu di Bali adalah lontar) terdiri atas 16 lembar atau helai daun lontar (siwalan).
MAKNA PENGGUNAAN KOBER GANESHA SAAT UMAT HINDU MELAKSANAKAN TAWUR KESANGA I Dewa Gede Ngurah Diatmika
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 4 No 1 (2021)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (159.65 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v4i1.242

Abstract

Penyembahan Dewa Ganesha oleh umat Hindu memiliki makna yang beragam. Di antara makna yang beragam tersebut, penggunaan kober Ganesha saat tawur kesanga memiliki makna tersendiri. Makna yang pertama adalah berkaitan dengan peran Ganesha sebagai avighnasvara, yakni makna untuk mengusir atau menolak bhuta kala yang ada di sekitar pekarangan rumah. Ini merupakan alasan riil penggunaan kober Ganesha saat melaksanakan tawur kesanga di Lebuh. Makna yang kedua adalah makna penyucian atau membersihkan makrokosmos maupun mikrokosmos dengan air dan atau sesuatu yang disimbolkan dengan air maupun sarana pembersih lainnya, yaitu cakra dan gada atau bahkan Ganesha itu sendiri.
SEBUAH DESKRIPSI WACANA PUJA SARASWATI SEBAGAI REPRESENTASI KOMUNIKASI UMAT HINDU I Wayan Gara
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 4 No 1 (2021)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (557.669 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v4i1.243

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan memberikan sebuah deskripsi tentang hari suci puja Saraswati di pura kampus STKIP Agama HinduSingaraja dan puja Saraswati sebagai representasi komunikasi umat Hindu, Civitas Akademika STKIP Agama Hindu Singaraja. Dalam pembahasan masalah penelitiannya digunakan teori eklektik, yang meliputi: teori azas religi, teori interaksionisme – simbolik; teori komunikasi kontekstual (personal, kelompok, dan organisasi) dalam kerangka model komunikasi (linear, interaksional, dan transaksional). Demikian pula digunakan pendekatan natural dan observasi - partisipatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara dan penelusuran dokumen dengan teknik rekam, pencatatan, danfotografi. Analisis data dilakukan dengan metode reduksi data, penyajian data,, simpulan dan verifikasi hasil penelitian.Hari suci puja Saraswati, turunnya dewi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dirayakan oleh Civitas Akademika STKIP Agama Hindu Singaraja di pura kampus setempat dalam setiap enam bulan (210 hari) sekali pada hari Saniscara Umanis Watugunung, yang pada tahun ini jatuh pada tanggal 30 Januari 2021. Rangkaian perayaan hari suci Saraswati yang jatuh pada wuku Watugunung berkaitan dengan rangkaian perayaan hari suci Pagerwesi yang jatuh pada wuku Sinta. HaL itu, ada pertaliannya dengan cerita (mitologi) Sang Watugunung yang gugur dalam perangtanding melawan dewa Wisnu. Puja Saraswati sebagai sebuah wacana (berbingkai) ritual dewa yadnya - naimitika upasana, representasi komunikasi Umat Hindu, Civitas Akademika STKIP Agama Hindu Singaraja. Hal tersebut ditandai dengan terjadinya tindakan komunikasi para partisipan, komunikator dan komunikan, antara lain: Pimpinan Lembaga berkoordinasi, bekerjasama, dan berkomunikasi dengan Jero Mangku, Manggala Pangenter Sembahyang, dan sebagainya untuk mengantarkan persembahan dan persembahyangan bersama pamedek umat sedharma agar memperoleh anugerah iptek, keselamatan, dan kebahagiaan dengan penuh rasa yakin serta bersyukur kepada Tuhan / Sang Hyang Widhi dengan berbagai manifestasiNya, terutama ista dewata,Sang Hyang Aji Saraswati.